KHA B
ADAWI
K
ETUA
PP M
UHAMMADIYAH
K
EDELAPAN
KHA Badawi menjadi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah selama dua periode, periode kepemimpinan Muhammadiyah tahun 1962-1965 dan periode kepemimpinan Muhammadiyah tahun 1965-1968. Ia merupakan Ketua PP Muhammadiyah yang Kedelapan setelah kepemimpinan KH Yunus Anis.
KHA Badawi terpilih menjadi Ketua pertama kali pada Muktamar Muhammadiyah ke-35 di Jakarta pada tahun 1962. Kemudian dipilih kembali menjadi Ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke-36 yang berlangsung di Bandung tahun 1965.
Sebagai keponakan KHA Ahmad Dahlan, ia memang kenal betul dengan Muhammadiyah. Pada menjelang akhir hayatnya, KHA Dahlan pernah berpesan kepada KHA Badawi untuk turut dan masuk Muhammadiyah. Dalam arti ikut aktif mengembangkan Muhammadiyah. Saat itu KHA Badawi menengok uwaknya KHA Dahlan yang sedang sakit. Ia menanyakan tentang sakitnya KHA Ahmad Dahlan dan mendoakan agar lekas sembuh. Tetapi jawaban KHA Ahmad Dahlan tidak diduganya; “Yang kuderita ialah memikirkan Muhammadiyah. Kenapa sepert Kau beum suka turut dan masuk Muhammadiyah?” “Dahulu memang belum, tetapi sekarang saya sudah masuk Muhammadiyah,” jawab KHA Badawi yang tentu saja menyenangkan KHA Dahlan dan mengurangi penderitaannya.
Namun demikian, KHA Badawi baru tecatat dalam buku keanggotaan Muhammadiyah pada 25 September 1927. Ia mendapat nomor baku keanggotaan 8543 dan sewaktu buku baku (stambook) Muhammadiyah diperbaharui pada zaman Jepang ia bernomor 2 tanggal 15 Februaru 2604 (1944). Ia aktif betul dalam kancah Muhammadiyah sesudah mempelajari dan faham terhadap Muhammadiyah.
Sejak tahun 1926 KHA Badawi menjadi Mubaligh dan Pengurus HB Muhamadiyah Bagian Tabligh. Pada tahun 1927 ia mulai mengaktifkan diri di dalam amal usaha Muhammadiyah, ia menjadi guru Madrasah Mualimat Muahmmadiyah Yogyakarta. Pada tahun itu juga ia diangkat sebagai Guru Kepala Mualimat menggantikan KRH Djalal, jabatan ini ia pangku hingga tahun 1953. Selain di Mualimat, ia masih mengajar di Madrasah Mualimin Muhammadiyah dan Tablighschool (Madrasah Calon Guru Tabligh) Muhammadiyah.
Sebagai seorang yang aktif di Mualimat, ia mencita-citakan lahirnya ulama puteri yang bisa dibanggakan. Karenanya, ia mengharapkan anak-anak Mualiamat menjadi pelopornya. Dan beliau mencita-citakan pula, supaya guru-guru Mua’limat hendaknya terdiri dari asatidzah putri semua, tidak sebagaimana sekarang, masih banyak guru-guru laki-laki yang turut memberikan pelajaran di Mualimat.
Senin yang berada di Kampungnya. Setelah 7 tahun menjadi anggota Bagian (Majelis) Tabligh, maka pada tahun 1933 ia menjadi Ketua Majelis Tabligh setelah sebelumnya menjadi Wakil Ketua.
KHA Badawi sangat memikirkan terhadap kemajuan wanita, terbukti seringkali pada waktu menjadi Guru Wal’Ashri memberi up grading kepada Mubalighat. Ia kerapkali memanggil Pengurus Majelis Aisyiyah untuk memberi tuntunan di dalam organisasi dan juga pernah memberikan keterangan tentang haji kepada Aisyiyah-Aghniyah.
KHA Badawi juga kerapkali turne ke daerah-daerah dengan selalu membawa kepentingan Aisyiyah yang didatanginya. Di daerah-daerah banyak ditemukan pimpinan Aisyiyah yang bekas muridnya sewaktu di Mualimat. Selain masalah kewanitaan, KHA Badawi juga memperhatikan masalah kemasjidan.
Dalam urusan kemasjidan ini, ia mempelopori adanya masjid/mushola di tempat umum dan di sekolah-sekolah. Dengan perhatiannya ini, kemudian timbulah Mushola di Stasiun Tugu Yogyakarta dan Masjid di Pasar Beringharjo Yogyakarta serta sejumlah masjid di lingkungan sekolah, baik di Muhammadiyah maupun di sekolah negeri. Ini penting karena memudahkan orang untuk melakukan ibadah shalat. (eff)
Sumber: