BAB BAB BABBAB IIII PENDAHULUAN PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN
A. A. A.
A. LatarLatarLatarLatar BelakangBelakangBelakangBelakang MasalahMasalahMasalahMasalah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Angka 14). Menurut NAEYC, usia anak pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu antara 0 sampai 8 tahun. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1990 adalah penyelenggaraaan pendidikan taman kanak-kanak dimaksudkan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
aspek tersebut, pada masa TK anak juga dibekali dengan berbagai keterampilan hidup(life skills)yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.
Sebagian besar masyarakat memandang bahwa anak yang cerdas adalah anak yang memiliki kemampuan akademik baik. Hasil akademik merupakan prediktor yang lemah terhadap kecerdasan yang sebenarnya, karena hanya mengukur kemampuan verbal linguistik dan logis matematis seseorang (Lwin dkk., 2008: 2). Dengan kata lain, kemampuan akademik baik hanya dimiliki oleh anak yang cerdas bahasa dan cerdas logis matematis. Anak yang cerdas di bidang lain, seperti cerdas memasak, olahraga, dan bergaul biasanya tidak diakui sebagai anak yang cerdas. Paradigma masyarakat tersebut memengaruhi pola pikir orangtua mengenai kriteria anak cerdas. Orangtua yang menginginkan anaknya cerdas berupaya memberikan bimbingan belajar di luar sekolah formal agar anaknya cerdas. Orangtua lebih bangga kepada anak yang mendapat nilai matematika tinggi daripada anak yang pintar bermain sepak bola. Pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini, orangtua lebih bangga kepada anak yang lebih pintar membaca, menulis, serta berhitung. Tidak heran, apabila banyak orangtua yang memiliki anak usia Taman Kanak-kanak menuntut sekolah untuk mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung agar anaknya dikatakan cerdas sehingga nantinya anak dapat masuk ke Sekolah Dasar favorit.
Kanak-kanak, khususnya Taman Kanak-kanak konvensional adalah kurikulum dari Dinas Pendidikan. Pengembangan Promes (program semester), RKH (Rencana Kegiatan Harian), RKM (Rencana Kegiatan Mingguan) serta penilaian anak berpedoman pada menu generik dari Dinas. Kurikulum Taman Kanak-kanak belum dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak usia dini. Hal tersebut menyebabkan kecerdasan-kecerdasan non akademik anak tidak dapat terstimulasi dengan baik karena hanya fokus pada lima aspek perkembangan. Pendidikan pada Taman Kanak-kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa mengimbanginya dengan kecerdasan lain.
Anak terlahir memiliki bawaan sebagai anak yang cerdas. Kecerdasan yang dimilikinya dapat lebih dari satu jenis kecerdasan, sehingga setiap anak memiliki bakat masing-masing yang berbeda, antara anak satu dengan anak yang lain. Hal tersebut selaras dengan pendapat Amstrong (Munif Chatib, 2012: 32), yang berpendapat bahwa setiap anak terlahir cerdas dan berbakat. Lebih lanjut, Gardner membagi kecerdasan-kecerdasan tersebut menjadi delapan wilayah kecerdasan yang sering disebut dengan kecerdasan jamak atau Multiple Intelligence. Kecerdasan jamak tersebut meliputi: kecerdasan logis-matematis, kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan musik.
Chatib, 2012: 109). Kecerdasan itu tidak sempit, bersifat dinamis dan perkembangannya dipengaruhi oleh budaya serta lingkungan. Oleh sebab itu, setiap anak dapat berpotensi cerdas. Menurut Gardner, setiap anak memiliki peluang untuk belajar dengan gaya masing-masing anak. Bila hal tersebut terpenuhi maka anak akan berkembang dengan sukses sesuai dengan bakat dan jenis kecerdasannya (Anita Yus, 2011: 11).
Dalam dunia pendidikan sebenarnya teori Multiple Intelligences diterima karena mampu masuk ke dalam semua jenis kecerdasan anak (Rijal Assidiq, 2012: 2). Teori ini juga mampu masuk ke ranah aspek perkembangan anak usia dini. Multiple Intelligencedirasa sebagai proses pengajaran yang mampu mempertinggi belajar siswa dalam mata pelajaran apapun (Campbell dkk., 2006: 236). Banyak pendidik mengartikan karya Gardner tersebut dengan menyarankan pengembangan kurikulum berbasis Multiple Intelligence dari kurikulum tradisional yang telah ada. Dalam penerapan kurikulum berbasis Multiple Intelligence,pendidik dan orangtua hendaknya bersinergi dan bekerja sama dalam mengembangkan delapan jenis kecerdasan, terutama terhadap anak usia dini.
sesuai dengan dinas. Peneliti kemudian mencari informasi mengenai kuurikulum di Fastrack, akan tetapi pihak Fastrack tidak memberi akses bagi peneliti untuk melakukan penelitian diFastrack.
Peneliti kemudian mencari informasi tentang TK Sunshine melalui wawancara dengan kepala TK pada tanggal 28 November 2014. TK Sunshine didirikan sejak tahun 2004 dan berlokasi di Jalan Solo Km. 11 Gang Bulog Nomor 112 Juwangen, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. TK Sunshine memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan TK lain karena TK Sunshine mengembangkan kurikulum yang berbasis pada kecerdasan jamak atauMultiple Intelligenceyang dicetuskan oleh filsuf bernama Gardner.
Karakteristik penerapan kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine terlihat dari konsep atau prinsip pembelajaran, perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran meliputi delapan jenis kecerdasan yaitu kecerdasan lingustik-verbal, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinsestetis, kecerdasan musik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, serta kecerdasan naturalistik. Dengan menerapkan kurikulum berbasis Multiple Intelligence, maka TK Sunshine memberikan pelayanan pendidikan kepada anak guna mengoptimalkan semua kecerdasan yang dimiliki oleh anak sejak dini.
logis-matematis. Indikator-indikator yang dikembangkan di TK Sunshine merupakan indikator-indikator yang telah disusun berdasarkan prinsip kecerdasan jamak serta perkembangan anak usia dini. Indikator-indikator tersebut kemudian dituangkan ke dalam Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) serta Rencana kegiatan Harian (RKH). Selain sistem penilaian tiap semester yang berupa raport, TK Sunshine juga menerapkan penilaian bulanan. Penilaian tersebut memaparkan
masing-masing kecerdasan yang menonjol yang dimiliki setiap anak. Hal tersebut bertujuan agar orangtua juga dapat menstimulasi kecerdasan yang dimiliki setiap anak di rumah.
Penerapan kurikulum berbasisMultiple Intelligencedi TKSunshineKalasan Sleman selama ini belum pernah dievaluasi dan dideskripsikan. Apabila penerapan kurikulum berbasisMultiple Intelligence dievaluasi dan dideskripsikan maka akan diketahui apakah kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine benar-benar sudah mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap anak ataukah belum.
B. B. B.
B. IdentifikasiIdentifikasiIdentifikasiIdentifikasi masalahmasalahmasalahmasalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Kecerdasan non akademik anak tidak terasah dengan baik apabila sekolah hanya menstimulasi pada aspek akademik.
2. Sebagian besar masyarakat memandang bahwa anak yang cerdas adalah anak yang memiliki nilai akademik baik.
3. Kurikulum Taman Kanak-kanak saat ini belum dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak usia dini.
4. Penerapan kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine selama ini belum pernah dideskripsikan.
C. C. C.
C. PembatasanPembatasanPembatasanPembatasan masalahmasalahmasalahmasalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian lebih terarah dan terfokus pada masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka penelitian ini lebih difokuskan pada kurikulum berbasis Multiple Intelligence yang diterapkan di TKSunshine.
D. D. D.
D. RumusanRumusanRumusanRumusan masalahmasalahmasalahmasalah
E. E. E.
E. TujuanTujuanTujuanTujuan penelitianpenelitianpenelitianpenelitian
Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang penerapan kurikulum berbasisMultiple Intelligencedi TKSunshine.
F. F. F.
F. ManfaatManfaatManfaatManfaat penelitianpenelitianpenelitianpenelitian
Berdasarkan paparan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah informasi dan pengetahuan tentang penerapan kurikulum berbasisMultiple Intelligencedi Taman Kanak-kanak.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi dari teori yang telah ada.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pendidik PAUD
Sebagai bahan bacaan dan dapat menjadi contoh atau model penerapan kurikulum berbasisMultiple Intelligencedi Taman Kanak-kanak.
b. Bagi Peneliti selanjutnya
BAB BAB BAB BAB IIIIIIII KAJIAN KAJIAN KAJIAN
KAJIAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA
A. A.
A.A. PengembanganPengembanganPengembanganPengembangan KurikulumKurikulumKurikulumKurikulum PendidikanPendidikan AnakPendidikanPendidikanAnakAnakAnak UsiaUsiaUsiaUsia DiniDiniDiniDini
1. 1.
1.1. PengertianPengertianPengertianPengertian KurikulumKurikulumKurikulumKurikulum
Kurikulum (curriculum), secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya "pelari" dan curere yang artinya "tempat berpacu". Istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi kuno di Yunani yang mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Menurut Soedjadi, kurikulum adalah sekumpulan
pokok-pokok materi ajar yang direncanakan untuk memberi pengalaman tertentu kepada peserta didik agar mampu mencapai tujuan yang ditetapkan (Trianto, 2011:
103). Oemar Hamalik (2007b: 16), mengungkapkan kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,
kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelengggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan yang dijadikan pedoman
penyelenggaraan pendidikan agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar. Komponen-komponen kurikulum meliputi tujuan, isi dan bahan, cara atau
kebijaksanaan pendidikan perlu mendapat perhatian dalam pengembangan
kurikulum.
2. 2.
2.2. PengembanganPengembanganPengembanganPengembangan KurikulumKurikulumKurikulumKurikulum PendidikanPendidikanPendidikan AnakPendidikanAnakAnakAnak UsiaUsiaUsiaUsia DiniDiniDiniDini
Menurut Oemar Hamalik (2007b: 183), pengembangan kurikulum adalah
proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses pengembangan kurikulum berkaitan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar-mengajar. Sistem pengajaran yang digunakan pada saat ini, khususnya di jenjang pendidikan formal Taman Kanak-kanak adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
merupakan sistem pengajaran baru. Sistem tersebut merupakan suatu program penyusunan kurikulum secara mandiri untuk satuan pendidikan dengan
menggunakan silabus dan dikembangkan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang masih ditentukan oleh pemerintah
(Trianto, 2011: 124). Akan tetapi secara kontekstual, diarahkan kepada pengelola Taman Kanak-kanak serta guru. Guru ditantang untuk mampu menciptakan
suasana pendidikan belajar yang kontekstual, menyenangkan, serta dapat menstimulasi secara maksial seluruh aspek perkembangan anak usia dini.
Menurut Oemar Hamalik (2007b: 184-185) ada beberapa karakteristik
pengembangan kurikulum antara lain:
a) Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general objective) yang jelas.
b) Suatu program yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian dari kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
d) Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong diversitas di antara para pelajar.
e) Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar-mengajar, seperti tujuan, konten, aktivitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang menunjang.
f) Rencana kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa pengguna.
g)The subject arm approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan di sekolah.
h) Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan terjadinya perencanaan guru-siswa.
i) Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas yang memungkinkan masuknya ide-ide spontan selama terjadinya interaksi antara guru dan siswa dalam situasi belajar yang khusus.
j) Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Aspek tujuan, baik yang dinyatakan dalam goals maupun objectivies memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan
berfungsi untuk menentukan arah seluruh upaya kependidikan sekolah atau unit organisasi lainnya, sekaligus menstimulasi kualitas yang diharapkan (Oemar
Hamalik, 2007b: 187). Mengingat pentingya tujuan tersebut, maka tidak heran apabila perumusan tujuan menjadi langkah pertama dalam proses pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut oleh Taman Kanak-kanak menjadi dasar
pengembangan tujuan. Sehingga tujuan hendaknya merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas, sumber-sumber yang sudah tersedia
serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok dalam pengembangan kurikulum. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 153) perumusan tujuan bersumber pada:
a. Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan.
c. Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan berbagai media masa.
d. Survai tentangmanpower.
e. Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama. f. Penelitian
Konten atau isi kurikulum dalam proses pengembangan kurikulum harus
dipilih dan disesuaikan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 153) memilih isi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah
ditentukan okeh para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal.
a) Perlu penjabaran tujuan pendidikan ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.
b) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. c) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
Pada Pendidikan Anak Usia Dini, standar isi kurikulum menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 meliputi:
a. Struktur program, meliputi bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral,
(2) fisik, (3) kognitif, (4) bahasa, dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain,
menggunakan pendekatan tematik.
b. Bentuk kegiatan layanan, meliputi layanan Pendidikan Anak Usia Dini menurut kelompok usia yaitu usia 0 - < 2 tahun, 2 - < 4 tahun, usia 4 - ≤ 6
c. Alokasi waktu, yang dibedakan menurut kelompok usia.
d. Rombongan belajar, meliputi perbandingan jumlah siswa dalam kelompok dengan guru atau pendidik.
e. Kalender pendidikan, merupakan pengaturan waktu untuk kegiatan
pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif pembelajaran, waktu pembelajaran
efektif, dan hari libur. Kalender pendidikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Selanjutnya, sebuah kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti
(menjadi kenyataan) apabila tidak diimplementasikan, dalam artian digunakan secara aktual di sekolah dan di kelas (Oemar Hamalik, 2007b: 190). Keberhasilan
implementasi terutama ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi penerapannya. Pada prinsipnya, penerapan mengintegrasikan aspek-aspek filosofis, tujuan, subject matter, strategi atau metode mengajar dan kegiatan
belajar, serta evalauasi danfeedback.
Dalam proses pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, terdapat
standar proses yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 yang meliputi:
1) Perencanaan, meliputi:
a. Pengembangan rencana pembelajaran seperti perencanaan semester, Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) dan Rencana Kegiatan Harian
(RKH).
perkembangan, kebutuhan, minat dan karakteristik anak, (2)
mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan, (3) pembelajaran dilaksanakan melalui bermain, (4) kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap berkesinambungan, dan
bersifat pembiasaan (5) proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan menyenangkan, dan (6) proses pembelajaran
berpusat pada anak.
c. Pengorganisasian, meliputi: (1) pemilihan metode yang tepat dan bervariasi, (2) pemilihan alat bermain dan sumber belajar yang ada di
lingkungan, dan (3) pemilihan teknik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.
2) Pelaksanaan, meliputi: penataan lingkungan main dan pengorganisasian kegiatan.
Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 mendefinisikan penilaian sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat
pencapaian perkembangan anak. Dalam penilaian dapat terjadi pengumpulan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas belajar peserta didik. Pada
pembelajaran tematik di Pendidikan Anak Usia Dini, penilaian dilakukan untuk mengkaji ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap mata pelajaran yang terdapat pada tema tersebut (Trianto, 2011: 254). Sedangkan
anekdot, percakapan/dialog, laporan orang tua, dan dokumentasi hasil karya
anak (portofolio), serta deskripsi profil anak.
2) Lingkup penilaian, mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan peserta didik dan data tentang status kesehatan, pengasuhan, dan pendidikan.
3) Proses penilaian yang merupakan prinsip-prinsip yang digunakan ketika menilai.
4) Pengelolaan hasil, berupa pengelolaan dari laporan perkembangan anak berdasarkan informasi yang tersedia, selanjutnya akan diberikan kepada orangtua/ wali murid.
5) Tindak lanjut, yang dilakukan dengan menggunakan hasil evaluasi untuk memperbaiki kompetensi diri, program, metode, dan sebagainya.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini melibatkan seluruh
komponen seperti tujuan, isi dan bahan, cara atau proses serta penilaian. Tujuan, isi dan bahan dapat dituliskan dalam perencanaan pembelajaran sedangkan cara
atau proses masuk ke dalam pelaksanaan pembelajaran. Penilaian jika dilihat secara proses dapat terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran, namun jika dilihat berdasarkan teknik yang akan digunakan, maka akan terlihat pada perencanaan
pembelajaran.
Pada proses pengembangan kurikulum, guru ditantang untuk mampu
Pada penyusunan kurikulum secara mandiri untuk satuan pada tingkat PAUD
melibatkan silabus dan dikembangkan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang masih ditentukan oleh pemerintah.
B. B.
B.B. KajianKajianKajianKajian TeoriTeoriTeoriTeoriMultipleMultipleMultipleMultiple IntelligenceIntelligenceIntelligenceIntelligence
Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya (Hoerr, 2007: 11). Lebih lanjut, Gardner juga menerapkan kriteria yang membangun kecerdasan,
yaitu menyelesaikan masalah dan menciptakan produk. Kecerdasan tidak sekedar diukur tes IQ. Hasil akademis dan tes IQ merupakan prediktor yang lemah
terhadap kecerdasan yang sebenarnya, karena keduanya hanya mengukur kemampuan verbal linguistik dan logis matematik seseorang (Lwin dkk., 2008: 2). Dengan demikian, sesorang yang memiliki IQ tinggi dan mendapat nilai 100
dalam semua ujian dapat memungkinkan bahwa sesorang tersebut tidak memiliki kecerdasan untuk berhasil dalam kehidupan.
Teori mengenai Multiple Intelligence dikemukakan oleh Gardner melalui bukunya yang berjudul Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligence pada tahun 1983 (Adi W. Gunawan, 2005: 106). Pada mulanya Gardner
menyatakan ada tujuh jenis kecerdasan. Seiring dengan perkembangan penelitiannya, Gardner kemudian menambah satu kecerdasan lagi yaitu
oleh Gardner. Kecerdasan majemuk(Multiple Intelligence)tersebut antara lain:
a. Kecerdasan Linguistik-Verbal
Kecerdasan linguistik-verbal ialah kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (Santrock, 2010:
140). Kecerdasan tersebut mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mempu menggunakan kemampuan tersebut secara kompeten
melalui kata-kata untuk mengungapkan pikiran-pikiran melalui berbicara, membaca, serta menulis (Lwin dkk., 2008: 11). Kemampuan paling tampak pada kecerdasan linguistik-verbal selain kemampuan berbicara, membaca serta
menulis, ialah kemampuan berbicara. Seseorang yang cerdas dalam linguistik-verbal cenderung memiliki kemampuan berbicara yang baik dan
efektif. Selain itu, dia juga akan dengan mudah mempengaruhi orang lain melalui kata-kata yang diucapkannya. Dengan kata lain, mereka akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain.
Secara aktif, anak yang cerdas dalam linguistik-verbal memiliki minat terhadap buku (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 59). Mereka tertarik dan suka
membuka-buka buku meskipun mereka belum mampu membaca tulisan di dalamnya. Anak yang cerdas linguistik-verbal cenderung menguasai kemampuan baca-tulis lebih dini daripada anak-anak seusianya. Selain itu,
anak yang memiliki kecerdasan linguistik-verbal juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat (Hamzah B. Uno & Masri Kuadrat, 2010: 12). Dengan
Gaya belajar anak yang memiliki kecerdasan linguistik-verbal cenderung
melalui mendengarkan dan verbalisasi (Hamzah B. Uno & Masri Kuadrat, 2010: 12). Mereka akan lebih mudah menangkap materi pembelajaran dengan mendengar. Anak dengan kcerdasan linguistik-verbal memiliki gaya belajar
auditori.
b. Kecerdasan Logis-Matematis
Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika (Santrock, 2010: 140). Kecerdasan logika-matematika mencakup tiga bidang yang saling berkaitan, yaitu matematika, sains dan
logika. Matematika berkaitan dengan ilmu hitung, sains berkaitan dengan ilmu alam, serta logika berkaitan dengan penalaran. Hubungan antara logika serta
matematika adalah bahwa keduanya secara ketat mengikuti hukum dasar (Lwin dkk., 2008: 43). Hal tersebut dikarenakan terdapat konsistensi dalam pemikiran logis.
Menurut Gardner (Adi W. Gunawan, 2005: 112), kecerdasan logis-matematis sebenarnya memiliki beberapa aspek, yaitu kemampuan
melakukan perhitungan matematis, kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, pola pikir deduksi dan induksi, dan kemampuan mengenali pola dan hubungan. Meskipun kecerdasan ini penting, akan tetapi
bukan berarti kecerdasan ini lebih unggul dari kecerdasan lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap kecerdasan terdapat proses logika dan metode pemecahan
masalah secara spesifik.
memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 60). Anak akan melakukan percobaan-percobaan sederhana, seperti membuat teh. Ketika mereka belum tepat menentukan takaran gula, mereka akan memiliki inisiatif menambah gula maupun
menambah air teh. Percobaan tersebut terjadi sampai anak mendapat takaran yang sesuai.
Anak dengan kecerdasan logis-matematis tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu (Hamzah B. Uno & Masri Kuadrat, 2010: 11). Misalnya, mereka mempelajari
proses terjadinya angin darat dan angin laut. Mereka juga akan menganalisis hal tersebut, mengapa dapat terjadi dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi. Selain itu, anak yang memiliki kecerdasan logis-matematis tinggi juga menyenangi berpikir secara konseptual, menyukai aktivitas berhitung, dan cepat dalam menyelesaikan persoalan matematika (Hamzah B,
Uno & Masri Kuadrat, 2010: 11). Mereka akan lebih suka berpikir secara konseptual, mulai dari menduga sementara, kemudian mengadakan analisis,
lalu mengkategorisasi dan mengklasifikasikan masalah. Apabila kurang memahami, mereka akan berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang mereka pahami.
c. Kecerdasan Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial yaitu kemampuan untuk berpikir tiga dimensi
proyeksi, gambaran mental, pertimbangan ruang, manipulasi gambar, dan
duplikasi dari gambaran dalam atau gambaran eksternal (Campbell dkk., 2006: 108). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan visual-spasial memuat pemikiran mendalam yang terkait antara objek dan ruang.
Menurut Lwin dkk. (2008: 73), seseorang yang memiliki kecerdasan visual-spasial tinggi akan memiliki kemampuan untuk melihat dengan tepat
gambaran visual di sekitar mereka dan memperhatikan rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan. Misalnya ketika seorang seniman memperhatikan sebuah lukisan, dia dapat memperhatikan
seuatu yang sulit dilihat oleh kebanyakan orang, mulai dari cara pemakaian warna serta perubahan dalam sapuan kuas. Dapat dikatakan bahwa seseorang
dengan kecerdasan visual spasial akan memiliki kemampuan perseptual yang baik.
Menurut Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2010: 13), seseorang
dengan kecerdasan visual-spasial memiliki kemampuan dalam menciptakan imajinasi bentuk atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi. Imajinasi
bentuk terjadi dalam pikiran tersebut dapat divisualisasikan atau dituangkan dalam bentuk nyata melalui penggambaran, pelukisan, pemahatan, pembangunan atau pembentukan. Hasil dari proses tersebut misalnya patung,
lukisan bangunan, pakaian, dan mainan.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan visual spasial akan suka
menggunakan benda apapun untuk membentuk sesuatu yang bermakna bagi
dirinya. Misalnya, penjepit kain akan mereka kait-kaitkan sehingga dapat menyerupai bentuk kuda.
d. Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan kinestetik memungkinkan manusia membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh (Lwin dkk., 2008: 167). Kecerdasan
kinestetik tidak hanya meliputi gerakan tubuh. Kecerdasan kinestetik juga meliputi kemampuan dalam menggabungkan fisik dan pikiran untuk menyempurnakan gerakan maupun menciptakan gerakan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Menurut Adi W. Gunawan (2005: 129), kecerdasan kinestetik dilatih
dengan mulai mempelajari gerakan dan mengendalikan gerakan tubuh mengikuti gerakan yang sederhana. Misalnya ketika mempelajari gerakan-gerakan dalam sepak bola. Mulai dari mempelajari setiap gerakan
dalam sepak bola, misalnya menendang dan mengoper ke teman. Kemudian mengendalikan gerakan-gerakan tersebut mengikuti gerakan yang sederhana,
misalnya mengendalikan gerakan mengoper ke teman dengan gerakan yang dianggap sederhana oleh orang tersebut.
Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2010: 13) menyatakan kecerdasan
kinestetik dapat dijumpai pada pseserta didik yang unggul dalam salah satu cabang olah raga seperti sepak bola, bulu tangkis, dan sebagainya, atau dapat
dipengaruhi oleh gen maupun hasil dari pembinaan perkembangan fisik selama
bertahun-tahun.
Anak usia dini yang cerdas kinestetik terlihat lebih kuat dan lincah daripada anak-anak seusianya (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 64). Mereka akan
lebih suka bergerak, tidak betah untuk duduk berlama-lama dan senang terhadap aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak. Mereka juga memiliki
koordinasi tubuh yang baik seperti koordinasi mata dan tangan. Mereka terlihat luwes dan cekatan ketika bergerak. Selain itu mereka juga cepat menguasai tugas-tugas motorik halus.
e. Kecerdasan Musik
Menurut Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2010: 12), kecerdasan
musik memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang ada di sekelilingnya, termasuk nada dan irama. Suara-suara non verbal merupakan suara-suara yang dikeluarkan oleh alat musik.
Kecerdasan musik adalah jenis kecerdasan yang paling awal berkembang (Adi W. Gunawan, 2005: 120). Sejak bayi dalam kandungan, bayi sudah mulai
belajar mendengarkan suara detak jantung dan suara ibunya. Kecerdasan musik sendiri memiliki aturan dan struktur berpikir, yang tidak perlu dikaitkan dengan jenis kecerdasan lainnya. Gardner menegaskan bahwa setiap individu
normal yang sering berkontak dengan musik dapat memanipulasi intonasi suara, irama dan warna nada untuk berpartisipasi dengan banyak keahlian
Anak-anak yang cerdas musik suka menyanyi, bersenandung maupun
bersiul (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 66). Mereka mudah untuk mengidentifikasi suara-suara yang ada di sekitarnya. Bahkan mereka juga dapat membedakan antara suara jenis sepeda motor dari merk yang sama.
Anak yang cerdas musik memiliki gaya belajar yang berbeda. Mereka akan cenderung lebih suka belajar dengan cara mendengarkan informasi (Lwin
dkk., 2008: 139). Dengan cara tersebut, anak dapat menyimpan pengetahuan dengan waktu yang lama. Kualitas pembelajarannya dapat meningkat.
f. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (Santrock, 2010: 140).
Kecerdasan ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memahami orang lain, mengerti kondisi pikiran yang berbeda, sikap atau temperamen, motivasi dan kepribadian. Kecerdasan ini juga meliputi kemampuan untuk membentuk
dan mempertahankan suatu hubungan dengan orang lain. Sehingga akan mudah bersosialisai dengan lingkungan di sekelilingnya.
Anak-anak yang cerdas interpersonal memiliki banyak teman (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 68). Mereka tidak sulit untuk bersosialisasi dengan temannya. Mereka menikmati permainan-permainan kooperatif yang
melibatkan kerjasama kelompok. Mereka juga mudah untuk memahami dan mengerti perasaan orang lain. Dengan begitu, rasa empati dan simpati mereka
g. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (Santrock, 2010: 140). Kecerdasan ini meliputi pikiran dan perasaan. Semakin kita mampu membawa
pikiran dan perasaan naik ke level sadar, maka kita akan semakin mampu menghubungkan dunia luar kita dengan dunia dalam diri kita. Kesadaran
tersebut merupakan salah satu cara mengenali dunia di dalam diri kita.
Menurut Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat (2010: 14), peserta didik yang memiliki kecerdasan intrapersonal akan cenderung mampu untuk
mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya. Sehingga mereka akan sering melakukan intropeksi diri, mengoreksi
kekurangan maupun kelemahan, kemudian memikirkan dan mencoba untuk memperbaikinya. Tidak sedikit pula di antara mereka menyukai suasana yang sunyi, kesendirian, merenung, serta berdialog dengan dirinya sendiri.
Schmidt (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 70) menyatakan bahwa anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang baik akan terlihat lebih mandiri,
memiliki kemauan yang keras, penuh percaya diri, memiliki tujuan-tujuan tertentu. Mereka tidak suka apabila dibantu guru dalam mengerjakan tugas sehingga mereka tidak mengalami masalah ketika dibiarkan bekerja sendiri.
Mereka juga suka menyendiri dan merenung. h. Kecerdasan Naturalis
140). Gardner menambahkan kecerdasan naturalis dalam daftar Multiple Intelligencepada tahun 1995 (Adi W. Gunawan, 2005: 131). Awalnya Gardner
memasukkan kecerdasan ini sebagai bagian dari kecerdasan logika-matematika dan kecerdasan visual-spasial. Akan tetapi setelah meneliti lebih dalam, maka
Gardner memisahkan kecerdasan ini menjadi kecerdasan yang berdiri sendiri. Anak dengan kecerdasan naturalis cenderung suka mengobservasi
lingkungan alam (Hamzah B. Uno & Masri Kuadrat, 2010: 14). Anak akan senang bermain di alam terbuka, senang mengoleksi bunga, menanam bunga dan memelihara binatang. Anak-anak juga tidak jarang mengajak komunikasi
binatang peliharaan mereka. Mereka tidak takut memegang binatang seperti serangga, belalang dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan jamak yang dikembangkan berjumlah delapan kecerdasan yang meliputi kecerdasan linguistik-verbal, logis-matematis, visual-spasial, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musik, dan kecerdasan naturalis.
C. C.
C.C. KurikulumKurikulumKurikulumKurikulum BerbasisBerbasisBerbasisBerbasisMultipleMultipleMultipleMultiple IntelligenceIntelligenceIntelligenceIntelligence
Kurikulum yang berlandaskan pada Teori Multiple Intelligence merupakan
salah satu bentuk emergent curriculum. Emergent curriculum memberikan alternatif bagi pengembangan kurikulum tradisional (Essa, 2011: 250). Hal ini
dipersiapkan dengan baik. Guru adalah asisten pembelajar di kelas serta guru
belajar dari anak melalui pengamatan dan dialog yang telah dilakukannya.
Kurikulum berbasis Multiple Intelligence bertujuan memberikan kesempatan-kesempatan pada setiap anak untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan kecerdasan secara menyeluruh (Munif Chatib, 2012: 103). Kurikulum tersebut mengembangkan delapan kecerdasan jamak dengan baik.
Rencana dalam kurikulum ditujukan untuk memfasilitasi segala kecerdasan yang dimiliki anak. Proses belajar mengajar juga harus sinergis antara guru dengan peserta didik. Masukan siswa tentang gaya belajar mereka juga dapat menjadi
masukan bagi guru, sehingga guru dapat menyesuaikan gaya mengajar mereka dengan gaya belajar anak didiknya. Selain itu, kurikulum berbasis Multiple Intelligence membantu guru memasukkan variasi pembelajaran yang lebih luas
(Campbell dkk., 2006: 256). Dengan variasi-variasi diharapkan anak akan memiliki rasa ingin tahu tinggi, antusias dengan setiap kegiatan, dan tidak mudah
bosan.
Salah satu ciri ditandai dengan proses mengolah siswa dengan aneka ragam
gaya belajar dalam proses transfer informasi atau proses pembelajaran yang bertujuan ketuntasan indikator hasil belajar (Munif Chatib, 2012: 57). Guru harus memahami cara kerja otak anak yang meliputi menangkap, menyimpan, dan
mengolah informasi dalam proses berpikir. Apabila guru tidak memahami cara kerja otak, maka akan cenderung salah menyampaikan informasi sehingga
dengan kemampuan otak dalam menangkap informasi kemudian memahaminya.
Hasil dari proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh nilai berupa angka atau huruf di atas kertas. Melainkan benda-benda nyata, misalnya kartu ucapan, dan sebagainya.
Penilaian dari kegiatan belajar mengajar menggunakan penilaian autentik (Munif Chatib, 2012: 61). Penilaian autentik mencakup tiga ranah kemampuan
yaitu afektif, psikomotorik serta kognitif siswa. Dalam penilaian autentik juga menggunakan rubrik penilaian untuk menentukan kriteria penilaian setiap aktivitas belajar. Lebih lanjut, menurut Munif Chatib (2012: 103) dalam bukunya Sekolah Anak-anak Juara mengungkapkan karakteristik-karakteristik sekolah
yang memfasilitasi keanekaragaman kecerdasan murid dalam pembelajaran
antara lain:
a. Memandang dan memahami bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah juara. b. Paradigma mengajar adalah discovering ability, yaitu menjelajahi kemampuan
murid.
c. Lingkungan belajar menyediakan akses yang mudah bagi seluruh murid kepada seluruh sarana yang melibatkan tiap kecerdasan.
d. Merujuk kepada kurikulum sehingga silabus sekolah disusun sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan-kesempatan pada setiap murid untuk mengeksplorasi dan mengembangkan kecerdasan secara menyeluruh.
e. Prosedur standar operasional pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikontrol secara ketat dalam setiap kegiatan.
f. Orangtua dan murid bersinergi sebagai mitra sekolah.
g. Tawaran-tawaran kegiatan kurikuler, meliputi pengelompokan-pengelompokan lintas usia, sehingga murid melakukan observasi dan bekerja sama dengan murid lain yang berbeda kemampuannya.
h. Murid mengembangkan keterampilan belajar mandiri dengan jalan memulai dan merampungkan proyek-proyek mereka sendiri.
i. Minat dan bakat murid diidentifikasi dan diarahkan.
j. Alat penilaian kecerdasan bersifat adil dengan proses penilaian dilaksanakan secara autentik berdasarka proses belajar yang sedang berlangsung.
kurikulum Multiple Intelligence dengan membuat rencana pembelajaran yang
akan berlangsung dalam beberapa minggu. Rencana pembelajaran meliputi kegiatan pembelajaran dengan beberapa kecerdasan. Hal ini akan berlangsung berulang-ulang dengan fokus kecerdasan yang berbeda secara berkesinambungan
hingga pada akhirnya siswa dan guru dapat bekerja dengan semua jenis kecerdasan.
Dalam memulai perencanaan pembelajaran, guru mewujudkan suatu konsep yang ingin mereka ajarkan dan mengidentifikasi kecerdasan yang sekiranya paling tepat untuk disampaikan atau digunakan untuk disampaikan isinya
(Campbell dkk., 2006: 238). Guru juga dapat mencari masukan dari siswa tentang cara yang paling mereka sukai dalam belajar. Sehingga anak dilibatkan langsung
dalam merencanakan pembelajaran esok hari.
Untuk proses evaluasi atau penilaian, kurikulum berbasis Multiple Intelligence menggunakan penilaian autentik (autenthic assesment) yang
mengacu pada kriteria tertentu, memiliki titik acuan tertentu, dan bersifat ipsatif, yakni mampu membandingkan prestasi sisawa pada saat ini dengan masa lalunya
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 295). Penilaian tersebut mampu menguji pemahaman dan kemampuan anak tentang materi yang dipelajari secara lebih menyeluruh. Lebih lanjut, Tadkiroatun Musfiroh (2005: 296-302), menyebutkan
ada empat cara penilaian autentik, antara lain: 1. Observasi
yang dimiliki oleh anak. Dengan melihat bagaimana anak memainkan
berbagai permainan, berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, dan mengatasi permasalahan yang dihadapi, kita dapat menilai kemampuan anak tersebut. Dalam melakukan pengamatan, tingkah laku anak perlu
dideskripsikan secara operasional dan mudah untuk dipahami. 2. Catatan Anekdotal
Catatan anekdotal merupakan catatan ringkas yang ditulis setelah peristiwa terjadi serta ditulis secara faktual (apa adanya), insidental, lengkap dengan konteksnya, dan apa yang dillakukan oleh partisipan (Tadkiroatun Musfiroh,
2005: 298). Catatan anekdotal dibuat atas dasar guru perlu mengabadikan perilaku anak serta menganggapnya sebagai informasi yang autentik dan
berharga. Pada dasarnya catatan anekdotal dibuat sesegera mungkin, begitu peristiwa terjadi. Hal tersebut dikarenakan catatan yang tertunda akan cenderung tidak akurat kebenarannya.
3. Checklist
Checklist merupakan format penilaian untuk membantu guru dalam
memfokuskan penilaian (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 299). Penilaian checklistberfokus pada ada atau tidaknya suatu aspek dalam suatu program,
misalnya keterampilan anak.
4. Portfolio
Portfolio merupakan koleksi kerja anak yang dibuat dengan tujuan tertentu,
kumpulan kertas-kertas, melainkan merupakan (a) kreasi murni anak, (b)
memungkinkan anak menyeleksi dan "menguji" sesuatu yang sedang mereka kerjakan, serta memperbaiki karya yang lalu, (c) mencakup hanya informasi kontinu, yang bermakna bagi anak dan berguna bagi perencanaan kebutuhan
saat ini dan masa mendatang, dan (d) dibuat untuk menunjukkan kelebihan serta kemajuan perkembangan atau tujuan intruksional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang berlandaskan pada teori Multiple Intelligence merupakan salah satu bentuk emergent curriculum yang memberikan alternatif bagi pengembangan kurikulum
tradisional, termasuk kurikulum di PAUD. Kurikulum tradisional yang berasal dari dinas dikembangkan berdasarkan pada teori Multiple Intelligence. Prinsip
pembelajaran dalam kurikulum berbasis Multiple Intelligence bertujuan memberikan kesempatan-kesempatan pada setiap anak untuk mengeksplorasi dan mengembangkan kecerdasan secara menyeluruh. Kurikulum tersebut
mengembangkan delapan kecerdasan jamak secara menyeluruh.
Perencanaan pembelajaran dalam kurikulum ditujukan untuk memfasilitasi
segala kecerdasan yang dimiliki anak. Pelaksanaan pembelajaran juga harus sinergis antara guru dengan peserta didik. Guru hendaknya menyesuaikan gaya mengajar mereka dengan gaya belajar anak didiknya dan memasukkan variasi
pembelajaran yang lebih luas dalam proses pembelajarannya, sehingga diharapkan anak akan memiliki rasa ingin tahu tinggi, antusias dengan setiap
kegiatan, dan tidak mudah bosan.
Multiple Intelligence menggunakan penilaian autentik yang mencakup tiga ranah
kemampuan yaitu afektif, psikomotorik serta kognitif siswa. Penilaian autentik juga menggunakan rubrik penilaian untuk menentukan kriteria penilaian setiap aktivitas belajar. Penilaian autentik (autenthic assesment) juga bersifat ipsatif.
Teknik-teknik penilaian autentik meliputi: observasi, catatan anekdotal, checklist, danportfolio.
D. D.
D.D. KarakteristikKarakteristikKarakteristikKarakteristik PerkembanganPerkembanganPerkembanganPerkembangan AnakAnak UsiaAnakAnakUsiaUsiaUsia TamanTamanTamanTaman Kanak-kanakKanak-kanakKanak-kanakKanak-kanak
Menurut Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 2), anak Taman
Kanak-kanak yang berusia 4 sampai dengan 6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 8 tahun. Pada masa ini
secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pendidikan anak usia dini menyatakan bahwa anak usia prasekolah adalah masa anak usia 4 sampai dengan 6 tahun.
Perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan
yang lebih sulit (Imas Kurniasih, 2009: 13). Perkembangan bersifat terus menerus, tidak pernah berhenti, dan berkelanjutan. Masing-masing aspek perkembangan tersebut saling berkaitan. Anak usia 4-6 tahun memiliki perkembangan aspek
yang berbeda. Apabila aspek perkembangan tersebut disesuaikan dengan teori Multiple Intelligence, maka perkembangan anak usia Taman Kanak-kanak
1. Perkembangan Lingusitik-Verbal
Saat anak mulai memasuki Taman Kanak-kanak, anak telah dapat memberikan informasi dan menggunaan berbagai bentuk pertanyaan dengan memakai kata “apa”, “mengapa”, “kapan”, “di mana”, dan “siapa” (Tadkiroatun
Musfiroh, 2005: 82). Mereka juga dapat menyumbang pendapat dan terkadang meluncurkan kata humor dalam pembicaraan. Menurut Lwin dkk. (2008: 21-22)
membagi perkembangan kemampuan linguistik-verbal menjadi dua kelompok yakni anak yang masih kecil dan anak yang lebih besar. Perkembangan linguistik-verbal anak yang masih kecil antara lain:
a. Mengucapkan kata-kata sederhana. b. Menyuarakan berbagai bunyi. c. Menirukan bunyi.
d. Mengenali abjad dan kata, misalnya tanda McDonald. e. Menikmati mengamati buku.
Perkembangan linguistik-verbal anak lebih besar menurut Lwin dkk. (2008: 22) antara lain:
a) Berbicara dalam kalimat.
b) Memahami dan mengkuti perintah. c) Menirukan dan memainkan peran.
d) Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi. e) Berusaha untuk menulis abjad dasar. f) Mulai membaca kata-kata sederhana. g) Mengenal abjad dengan baik.
h) Memperlihatkan minat terhadap buku. 2. Perkembangan Logis-Matematis
Anak usia pra sekolah masih memiliki kecenderungan memikirkan sesuatu
mempengaruhi pemikiran serta penalaran anak.
Anak usia 4 tahun telah dapat mengklasifikasikan benda berdasarkan satu kategori (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 85). Misalkan berdasarkan warna saja, bentuk saja serta ukuran saja. Mereka juga mulai menunjukkan ketertarikan
dengan angka seperti menghitung, mengukur dan membandingkan.
Menurut Lwin dkk. (2008: 51), perkembangan logis-matematis anak dibagi
menjadi dua kelompok yakni anak yang masih kecil dan anak yang lebih besar. Menurut Lwin dkk. (2008: 51), perkembangan logis-matematis anak yang masih kecil antara lain:
a. Membangun menara, tangga atau jembatan dengan balok-balok. b. Menggambar lingkaran, segi empat, dan bentuk lain.
c. Meniru garis-garis vertikal. d. Mencocokkan objek dan warna. e. Menghitung 1-10 secara berurutan.
Menurut besar Lwin dkk. (2008: 51), perkembangan logis-matematis anak lebih antara lain:
a) Menunjukkan rasa ingin tahu mengenai cara kerja sesuatu. b) Mendengarkan cerita matematika.
c) Memperhatikan dan senang dengan bilangan. d) Menikmati prmainan komputer.
e) Menempatkan benda-benda dengan mudah menurut kelompoknya. f) Menghitung 1-100 secra berurutan.
3. Perkembangan Visual-Spasial
Anak usia 4 tahun, dalam visual, dapat membedakan beberapa warna (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 86). Pada umumnya anak mengenal warna merah,
kuning, dan hijau. Sebagian anak juga suka terhadap warna-warna tertentu dan menerapkannya ketika mewarnai. Terkadang, anak juga mewarnai sesuatu
matahari berwarnapink, dan sebagainya.
Selain itu, anak usia 4 tahun juga mulai menggambar figur orang. Meskipun tidak menyerupai orang dengan baik, mereka cukup lengkap dalam menggambarnya. Di samping itu anak usia 4 tahun juga pada umumnya sudah
mengenal posisi dua arah biner (berpasangan), seperti arah depan-belakang, atas-bawah, kanan-kiri.
Menurut Lwin dkk. (2008: 84-85), tahap perkembangan dibagi menjadi dua kelompok yakni anak yang masih kecil dan anak yang lebih besar. Perkembangan visual-spasial anak yang masih kecil antara lain (Lwin dkk., 2008: 84):
a. Senang membuat ilustrasi, sketsa, menggambar, dan melukis. b. Senang membuat barang dari was atau bahan lain.
c. Senang bermain dengan teka-teki gambar potong, teka-teki menemukan jalan keluar, dan teka-teki visual lainnya.
d. Melihat gambaran yang jelas ketika berpikir. e. Banyak berimajinasi dan memiliki imajinasi aktif. f. Senang bermain dengan balok-balok.
g. Menikmati berlatih sendiri dan menyukai pakaian warna-warni.
Perkembangan visual-spasial anak yang masih kecil antara lain (Lwin dkk., 2008: 85):
a) Unggul dalam mencongak atau pengejaan di kepala. b) Mudah memahami bagan,peta, atau diagram.
c) Tertarik oleh film, slide, dan foto.
d) Cenderung rapi dan teratur, selalu mempunyai tempat untuk setiap benda. 4. Perkembangan Kinestetik
Menurut Bredekamp dan Copple anak usia 4 tahun sudah dapat melakukan aktivitas sebagai berikut (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 87).
a. Berjalan dengan menggunaan tumit kaki, berjinjit, melompat tak beraturan, dan berlari dengan baik.
kaki.
d. Dapat melompat dengan aturan tempo yang memadai dan mampu memainkan permainan yang membutuhkan reaksi cepat.
e. Mengkoordinasi gerakan-gerakannya pada saat memanjat atau berguling pada trampolin kecil.
f. Menunjukkan kesadaran untuk menilai batas tingkah laku yang berbahaya dengan baik.
g. Menunjukkan peningkatan daya tahan dalam periode yang lebih lama.
Anak usia 5-6 tahun yang tergolong anak yang lebih besar memiliki
perkembangan kinestetik sebagai berikut ( Lwin dkk., 2008: 178). a. Mengayuh sepeda roda 3.
b. Berdiri pada salah satu kaki selama beberapa menit. c. Melompat dan meloncat.
d. Menangkap bola yang memantul.
e. Bergerak memutar di bawah air, paling tidak setinggi pinggang. f. Belajar langkah-langkah tari sederhana.
g. Berjalan ke belakang.
h. Memainkan peran sederhana.
i. Mengenakan pakaian berkancing tanpa dibantu. j. Membuat bangunan dari balok-balok.
k. Menyusun teka-teki dan potongan-potongan gambar sederhana.
5. Perkembangan Musik
Anak usia 4-6 tahun pada umumnya telah mampu menyanyikan beberapa buah lagu. Lagu yang dinyanyikan anak memang berkisar 3-4 nada (Tadkiroatun
Musfiroh, 2005: 89). Hal tersebut dikarenakan nada rendah dan nada tinggi belum dapat dijangkau oleh suara anak. Sehingga apabila anak menyanyikan lagu
dengan gradasi nada yang tajam cenderung belum bisa.
Pada usia 4 tahun, kemampuan dalam mengidentifikasi bunyi-bunyian juga sudah berkembang pesat. Anak dapat menebak siapa orang yang datang hanya
dengan mendengar suara mobil atau sepeda motornya. Selain itu, anak juga telah memahami ritme. Hal tersebut dapat terlihat ketika anak melakukan tepuk-tepuk
Anak usia 4 tahun juga telah mampu merespon nada bicara yang musikal
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 90). Apabila guru mengucapkan salam dengan nada naik kemudian turun, maka anak juga akan menjawab salam dengan nada yang serupa. Salam keras juga dijawab anak dengan keras demikian salam lembut.
Selain itu, anak juga mampu memainkan alat-alat musik sederhana, misalnya harmonika, perkusi dan sebagainya.
Menurut Lwin dkk. (2008: 146), untuk anak usia 5-6 tahun yang tergolong anak yang lebih besar perkembangan musiknya antara lain mampu mengenal dan menyebut sejumlah lagu, memilih sebuah instrumen musik dan belajar untuk
memainkannya, senang menciptakan instrumen musik, dan berbicara dan bergerak menurut irama.
6. Perkembangan Interpersonal
Semenjak bayi lahir, ia telah hidup dengan orang lain dalam lingkup rumah. Setelah berusia 2 tahun, anak mulai belajar melakukan hubungan sosial dan
bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama teman-teman yang sebaya dengan dirinya. Mereka belajar beradaptasi dengan lingkungan
barunya serta belajar memahami perasaan orang lain.
Menurut Brewer (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 90), anak usia 4 tahun perkembangan interpersonalnya adalah sebagai berikut.
a. Lebih mengembangkan perasaan yang altruistik.
b. Dapat mengikuti perintah dan mengikuti beberapa aturan. c. Memiliki perasaan yang kuat terhadap rumah dan keluarga.
d. Bermain paralel masih dilakukan, tetapi mulai melakukan permainan yang melibatkan kerjasama.
permainan kooperatif. Mereka juga memahami peraturan-peraturan yang ada
dalam permainan tersebut. Mereka juga telah memiliki keinginan untuk memuji orang lain, empati, dan tampak senang memiliki teman.
7. Perkembangan Intrapersonal
Anak usia 4 tahun telah mulai menunjukkan kesadaran akan penguasaan diri (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 91). Mereka mulai mengenali persaan-perasaan
dirinya dan identitas dirinya. Meskipun demikian, anak masih mudah marah apabila keinginan atau kemauannya tidak terpenuhi ketika ia meminta. Anak juga sudah mengerti efek dari kemarahan yang dilakukannya.
Menurut Brewer (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 91), anak usia 4 tahun perkembangan intrapersonalnya adalah sebagai berikut.
a. Telah memiliki kesadaran akan diri.
b. Memiliki kesadaran kesukan, etnik dan perbedaan jenis kelamin. c. Menunjukkan suatu perkembangan rasa percaya diri.
d. Dapat mentolerir beberapa perasaan frustasi. e. Mulai mengembangkan kontrol diri.
f. Mengapresiasi kejutan dan peristiwa baru. g. Mulai menunjukkan rasa humor.
h. Membutuhkan ekspresi kasih sayang yang jelas.
i. Takut kegelapan, takut ditinggalkan, dan takut pada situasi yang asing baginya.
8. Perkembangan Naturalis
Anak usia Taman Kanak-kanak telah menunjukkan ketertarikan terhadap binatang-binatang piaraan. Mereka juga mengerti bahwa binatang juga
memerlukan makanan untuk hidup. Perkembangan naturalis anak dipengaruhi oleh lingkungan (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 92). Anak yang tinggal di
Anak usia 4 tahun telah mampu mengenal bagian-bagian tumbuhan, seperti
daun, batang, dan bunga (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 92). Selain itu, anak juga telah mengetahui jenis-jenis tumbuhan, buah serta binatang yang ada di sekitar anak. Anak juga telah mengenal gejala alam seperti siang, malam, mendung,
hujan, bahkan pelangi. Anak usia 5 tahun umumnya mengenali ciri menonjol dari suatu jenis yang sama (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 201). Misalnya, mereka
dapat mengenali perbedaan antara kucing persia dengan kucing anggora. Mereka juga dapat mengidentifikasi makanan berdasarkan beberapa ciri seperti warna, bentuk, dan rasa.
Perkembangan naturalis anak usia 5 sampai 6 tahun berhubungan dengan perkembangan kecerdasan yang lain, antara lain visual-spasial, logis-matematis,
dan musikal (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 301). Kecerdasan tersebut membantu anak dalam menemukenali ciri-ciri suatu spesies dengan spesies lain. Mereka juga memaksimalkan indera yang dimiliki untuk mengasah kecerdasan naturalis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kecerdasan anak Taman Kanak-kanak (usia 4 sampai 6 tahun) meliputi:
perkembangan linguistik-verbal, perkembangan logis-matematis, perkembangan visual-spasial, perkembangan kinestetik, perkembangan interpersonal, perkembangan intrapersonal, perkembangan musik, dan perkembangan naturalis.
E. E.
E.E. KerangkaKerangkaKerangkaKerangka PikirPikirPikirPikir
8 tahun. Anak usia 4-6 tahun memiliki perkembangan aspek yang berbeda. Begitu
pula dengan aspek perkembangan kecerdasannya.
Kecerdasan tidak dapat diukur dengan hasil akademik maupun tes IQ. Kecerdasan yang dimiliki anak itu tidak sempit, bersifat dinamis dan
perkembangannya dipengaruhi oleh budaya serta lingkungan. Salah satu lingkungan yang mempengaruhi kecerdasan anak usia dini yaitu lingkungan
sekolah. Lingkungan sekolah, dalam hal ini Taman Kanak-kanak memiliki peran penting dalam menstimulasi seluruh kecerdasan anak, termasuk kurikulum yang digunakan Taman Kanak-kanak.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan yang dijadikan pedoman penyelenggaraan pendidikan agar proses belajar mengajar berjalan
dengan lancar. Pengembangan kurikulum pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini melibatkan seluruh komponen seperti tujuan, isi dan bahan, cara atau proses serta penilaian. Tujuan, isi dan bahan dapat dituliskan dalam perencanaan
pembelajaran sedangkan cara atau proses masuk ke dalam pelaksanaan pembelajaran. Penilaian jika dilihat secara proses dapat terlihat dalam
pelaksanaan pembelajaran, namun jika dilihat berdasarkan teknik yang akan digunakan, maka akan terlihat pada perencanaan pembelajaran. Pada penyusunan kurikulum secara mandiri untuk satuan pada tingkat PAUD melibatkan silabus
dan dikembangkan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang masih ditentukan oleh pemerintah.
dengan kebutuhan dan karakteristik anak usia dini. Salah satunya bahwa anak
terlahir memiliki bawaan sebagai anak yang cerdas. Kecerdasan yang dimiliki anak dapat berjumlah lebih dari satu jenis kecerdasan, sehingga setiap anak memiliki bakat masing-masing yang berbeda, antara anak satu dengan anak yang
lain. Menurut Gardner (Adi W. Gunawan, 2005: 106), setiap individu dapat memiliki banyak kecerdasan atau kecerdasan jamak, yang meliputi kecerdasan
linguistik-verbal, logis-matematis, visual-spasial, kinestetis, interpersonal, intrapersonal, musikal, dan naturalis. Teori Multiple Intelligence mampu masuk ke ranah aspek perkembangan anak usia dini. Multiple Intelligence juga dirasa
sebagai proses pengajaran yang mampu mempertinggi belajar siswa dalam mata pelajaran apapun sehingga dapat dijadikam dasar dalam mengembangkan
kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum Taman Kanak-kanak dapat dikembangkan menurut teori kecerdasan jamak ataumultiple intelligence.
Kurikulum Taman Kanak-kanak berbasis Multiple Intelligence dalam
pembelajaran dapat dilihat dari proses perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Setiap usaha dalam menerapkan
kurikulum TK berbasis Multiple Intelligence juga tentu akan mengalami banyak kendala atau hambatan, namun di samping memiliki kendala dalam menerapkan kurikulum, sebuah lembaga juga memiliki faktor pendukung yang dapat dijadikan
penunjang serta peluang dalam menerapkan kurikulum berbasis Multiple Intelligence. Dengan ini peneliti berkeinginan untuk mengetahui tentang
Peneliti juga ingin mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dan
pendukung diterapkannya kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine Kalasan Sleman. Adapun bagan alur kerangka berpikir pada penelitian
[image:41.592.120.508.204.479.2]ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Pikir
F. F.
F.F. PertanyaanPertanyaanPertanyaanPertanyaan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Dari penjabaran kajian teori di atas, peneliti merumuskan pertanyaan sebagai
berikut.
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan kurikulum berbasis Multiple Intelligencedi TKSunshine?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan kurikulum berbasis Multiple Intelligencedi TKSunshine?
TeoriMultiple
Intelligence Kurikulum PAUDPengembangan Anak Usia Dini
Kurikulum TK berbasis Multiple Intelligence
Kurikulum PAUD
Evaluasi Pembelajaran Pelaksanaan
Pembelajaran Perencanaan
Pembelajaran PenghambatFaktor
3. Bagaimana evaluasi pembelajaran dengan kurikulumberbasis Multiple Intelligencedi TKSunshine?
BAB BAB BAB BAB IIIIIIIIIIII METOD
METOD
METODMETODEEEE PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN
A. A.
A.A. JenisJenisJenisJenis PPPPenelitianenelitianenelitianenelitian
Jenis penelitian dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu berdasarkan
pendekatan analisisnya dan metode yang digunakan. Apabila ditinjau dari
pendekatan analisisnya, penelitian berjudul "Penerapan Kurikulum Berbasis
Multiple Intelligencedi TK Sunshine Kalasan Sleman" termasuk jenis penelitian
deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dalam kaitannya
penggambaran data untuk menjawab pertanyaan mengenai status subjek yang
diteliti. Dalam penelitian ini, variabel yang akan dideskripsikan adalah penerapan
kurikulum berbasisMultiple Intelligence.
Apabila dilihat dari kategori metode yang digunakan, penelitian ini
termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Lexy J.
Moleong, 2010: 3). Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang
alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek
(Sugiyono, 2006: 15). Selain itu, metode kualitatif juga diarahkan pada latar dan
B. B.
B.B. SubjekSubjekSubjekSubjek dandandandan ObjekObjekObjekObjek PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Subjek penelitian pada penelitian yang dilakukan di TK Sunshine adalah
semua orang yang terlibat dalam proses penelitian. Mulai dari siswa, guru, dan
kepala sekolah. Sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah
kurikulum berbasisMultiple Intelligenceyang diterapkan di TKSunshine.
C. C.
C.C. TempatTempatTempatTempat PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di TK Sunshine baik Kelompok A maupun
Kelompok B yang beralamat di Jalan Solo Km.11 Gang Bulog Nomor 112
Juwangen Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta. Pemilihan TK Sunshine
sebagai tempat penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain TK
Sunshine menerapkan kurikulum yang berbeda dengan TK konvensional,
memberikan pelayanan kepada anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal serta memfasilitasi segala kecerdasan anak.
D. D.
D.D. InstrumenInstrumenInstrumenInstrumen PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2010: 59). Oleh sebab itu, peneliti harus
divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
kemudian terjun ke lapangan. Validasi tersebut meliputi validasi terhadap
pemahaman metode penelitian kualitatif, pemahaman terhadap bidang yang
diteliti, dan kesiapan peneliti melakukan penelitian. Dalam melakukan validasi,
metode penelitian kualitatif, pemahaman bidang yang diteliti, maupun kesiapan
dan bekal memasuki lapangan. Ketika memasuki lapangan, peneliti sebagai
instrumen membawa pedoman-pedoman penelitian yang meliputi pedoman
wawancara, pedoman observasi, serta daftar dokumentasi.
E. E.
E.E. TeknikTeknikTeknikTeknik PengumpulanPengumpulanPengumpulanPengumpulan DataDataDataData
Penelitian berjudul "Penerapan Kurikulum Berbasis Multiple Intelligence
di TK Sunshine Kalasan Sleman" termasuk penelitian kualitatif. Untuk
mendapatkan data dalam penelitian, maka diperlukan teknik pengumpulan data.
Data kualitatif tersebut dapat berupa teks, dokumen, gambar, foto, artefak atau
obyek-obyek lainnya yang ditemukan di lapangan selama penelitian dengan
menggunakan pendekatan kualitatif (Jonathan Sarwono, 2006: 223).
Menurut Sugiyono (2006: 309), dalam penelitian kualitatif, pengumpulan
data dilakukan padanatural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer,
dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta
(participan observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan
dokumentasi.
1. Observasi
Teknik pengamatan atau observasi dapat mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan
dan sebagainya, (Lexy J. Moleong, 2002:126). Metode observasi digunakan
untuk mengetahui proses pelaksanaan kurikulum ketika proses pembelajaran
dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ditujukan pada aktivitas guru dan
reaksi anak ketika pembelajaran (kegiatan pra pembelajaran, kegiatan awal,
kegiatan inti, istirahat, kegiatan akhir, dan kegiatan pasca pembelajaran),
aktivitas guru dalam mengevaluasi pembelajaran (evaluasi harian, bulanan,
maupun semester), faktor pendukung, serta faktor penghambat penerapan
kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine. Kemudian
informasi-informasi yang diperoleh kemudian dicatat dalam catatan lapangan.
Catatan lapangan digunakan peneliti untuk mencatat proses penerapan
kurikulum dalam proses pembelajaran sebagai bukti konkret untuk
menganalisis data. Kisi-kisi observasi terlampir pada halaman 105.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Lexy J. Moleong,
2002: 135). Percakapan yang dimaksud ialah percakapan yang dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pihak pewawancara dan pihak yang diwawancarai.
Wawancara yang digunakan adalah jenis wawancara terstruktur. Wawancara
terstruktur dilakukan apabila peneliti telah mengetahui tentang informasi apa
yang akan diperoleh (Sugiyono, 2011: 233). Oleh karena itu, dalam melakukan
wawancara peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis.
Wawancara yang dilakukan ditujukan kepada sumber data yang terlibat dalam
penerapan kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK Sunshine yaitu
kepala sekolah dan guru. Wawancara ditujukan untuk menguatkan informasi
mengenai sejarah lembaga, identitas lembaga, stimulasi perkembangan anak
pembelajaran, evaluasi pembelajaran, faktor pendukung serta faktor
penghambat penerapan kurikulum berbasis Multiple Intelligence di TK
Sunshine. Dalam kegiatan wawancara, peneliti membawa pedoman untuk
wawancara dan alat bantu seperti perekam suara dari handphone yang dapat
membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Hasil wawancara yang
dilakukan peneliti kemudian datuliskan ke dalam catatan wawancara. Kisi-kisi
wawancara terlampir di halaman 104.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatatn peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono,
2011: 240). Metode dokumentasi digunakan untuk memberikan gambaran
secara konkrit mengenai aktivitas anak selama proses pembelajaran
berlangsung, serta untuk memperkuat data yang diperoleh. Metode
dokumentasi dapat merekam kegiatan penerapan kurikulum di TK Sunshine
yang dimanfaatkan untuk menganalisis data. Data tersebut meliputi sejarah
lembaga, identitas lembaga, sarana dan prasarana, perkembangan anak
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi
pembelajaran. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Hasil dari dokumentasi akan dituliskan ke dalam
catatan dokumentasi. Daftar dokumen terlampir pada halaman 106.
F. F.
Analisis data dalam penelitian kualitatif di TK Sunshine dilakukan sejak
sebelum memasuki lapangan, observasi, selama penelitian di lapangan, dan
setelah selesai penelitian di lapangan. Data penelitian diperoleh dari hasil
observasi, wawancara serta dokumentasi. Miles dan Huberman (2014: 16)
menyatakan bahwa terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan,yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup bayak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka
jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Oleh sebab itu,
diperlukan analisis data melalui reduksi data. Miles dan Huberman (2014: 16)
menyatakan bahwa reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,
dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan
finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data dilakukan secara
terus-menerus selama penelitian berlangsung. Pada tahap reduksi data
dimaksudkan bahwa setelah data-data diperoleh kemudian diketik dalam
bentuk uraian rinci, lalu uraian-uraian tersebut direduksi dan diberi kode lalu
dipilih dan difokuskan sesuai dengan rumusan masalah.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu menyajikan data.
Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa
dipahami (Sugiyono, 2011: 249). Lebih lanjut, penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan
flowchart. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif ialah
bentuk teks naratif (Miles & Huberman, 2014: 17). Data penelitian yang
diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dianalisis
kemudian disajikan dalam Catatan Lapangan (CL), Catatan Wawancara
(CW), dan Catatan Dokumentasi (CD). Data-data berupa catatan lapangan,
catatan wawancara, dan catatan dokumentasi diberi kode untuk
mengorganisasi data sehingga peneliti dapat dengan mudah dan cepat dalam
menganalisis data. Peneliti membuat daftar kode yang sesuai dengan
pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data-data yang telah
diberi kode kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk teks.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2011: 253). Kesimpulan
awal bersifat sementara dan belum pasti. Akan tetapi dengan bertambahnya
data, maka kesimpulan tersebut akan menjadi kesimpulan kredibel sehingga
kesimpulan harus terus diverifikasi selama penelitian tersebut berlangsung.
Dengan demikian, kesimpulan dapat menjawab rumusan masalah yang
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif Sumber: Miles & Huberman (2014: 20)
Tiga hal yang digunakan dalam analisis data kualitatif yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu
yang saling berhubungan pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar (Miles & Huberman, 2014: 19).
Tiga proses tersebut merupakan proses siklus dan interaktif, sehingga
peneliti harus siap bergerak di antara 4 bagan tersebut selama pengumpulan
data, dan kemudian bergerak bolak-balik di antara kegiatan reduksi,
penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selama sisa waktu
penelitiannya.
G. G.
G.G. UjiUjiUjiUji KeabsahanKeabsahanKeabsahanKeabsahan DataDataDataData
Kesimpulan-kesimpulan : Penarikan/ Verifikasi Reduksi data
Dalam metode penelitian kualitatif, uji keabsahan data meliputi
perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Uji
kebsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ketekunan Pengamatan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti hendaknya mengadakan pengamatan
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang
menonjol (Lexy J. Moleong, 2002: 177). Menurut Sugiyono (2006: 370),
meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan cara demikian, maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Bekal peneliti untuk
meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku
maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan
temuan yang diteliti (Sugiyono, 2006: 371). Dalam penelitian ini, setelah
peneliti melakukan pengamatan pada hari pertama tentang pelaksanaan
pembelajaran, maka pada hari-hari selanjutnya peneliti lebih teliti dan cermat
dengan melibatkan seluruh pancaindra peneliti .dalam mengamati pelaksanaan
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan derajat keabsahan data.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaat