Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh : NUR AFIFAH NIM : A8.22.12.156
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Sejarah Kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat Dalam Terbentuknya Negara Madura (1948-1950)”. Permasalahan yang akan dibahas yaitu, (1) Bagaimana Latar Belakang Terbentuknya Negara Madura? (2) Bagaimana Kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat di Madura? (3) Bagaimana Pembubaran Negara Madura Tahun 1950?
Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah atau cara merekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan data, mengkritik sumber, menafsirkan dan mensintesakan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (sejarah) dan bersifat kualitatif. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori kekuasaan menurut Kalikles dan Voltaire.
This thesis is the result of field research titled "History Governance RAA tjakraningrat In Formation of Madura (1948-1950)". Issues to be discussed, namely, (1) How Background Formation of Madura? (2) How Governance RAA tjakraningrat in Madura? (3) How Madura State Dissolution of 1950?
To answer the above problems the author uses historical method (historical), which is a step or how to reconstruct the past systematically and objectively by collecting, criticizing sources, interpret and synthesize data in order to establish the facts and conclusions. This study takes a historical approach (history) and is qualitative. While the theory used is the theory of power according to Kalikles and Voltaire.
DAFTAR ISI
E.Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 16
F. Penelitian Terdahulu ... 18
G.Metode Penelitian ... 19
H.Sistematika Bahasan ... 21
BAB II: LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA NEGARA MADURA TAHUN 1948 A.Biografi Singkat R.A.A Tjakraningrat ... 23
B.Peran R.A.A Tjakraningrat dalam Terbentuknya Negara Madura ... 24
BAB III: PARTISIPASI RAKYAT MADURA DALAM PEMBENTUKAN NEGARA MADURA A.Kondisi Rakyat Madura ... 43
BAB IV: PEMBUBARAN NEGARA MADURA TAHUN 1950
A. Perjuangan Rakyat Madura Menentang Pembentukan Negara
Madura ... 54
B. Proses Pembubaran Negara Madura Tahun 1950 ... 57
C. Kembalinya Madura sebagai Bagian Republik Indonesia ... 59
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 64
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut letak geografisnya, Madura terletak di sebelah timur Laut
Jawa pada 70 Lintang Utara dan 1120 dan 1140 Bujur Timur garis katulistiwa.
Panjang pulau Madura sekitar 160 km dengan luas keseluruhannya sekitar
5.304 km2. Pulau Madura dan pulau Jawa dipisahkan oleh selat Madura yang
menghubungkan antara laut Jawa dengan selat Bali. Daerah ini merupakan
kelanjutan dari alur pegunungan kapur yang terletak di bagian utara dan
selatan lembah Solo. Bagian terbesar dari Pulau Madura terdiri atas
perbukitan cadas dengan panggung-panggung kapur yang lebar.1
Meskipun secara geografis Pulau Madura bisa dikatakan pulau yang
cukup besar, namun ketika melihat aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik
dan kebudayaannya tidak dapat dipisahkan dari Jawa. Berbeda dengan Pulau
Jawa yang telah mengalami perkembangan sekitar abad ke-8, Madura baru
mendapatkan sorotan pada akhir abad ke-13 oleh penguasa Jawa ketika masa
raja terakhir Singasari. Pada tahun 1275 Kartanegara (1268-1292)
mengangkat Aria Wiraraja di Sumenep sebagai adipati Madura. Pada zaman
Majapahit, beberapa keluarga raja Madura memiliki hubungan famili dengan
bangsawan istana Jawa sehingga sekitar abad ke-15 dan ke-16 kegiatan
perdagangan dan penyebaran agama Islam berkembang secara bersamaan di
1
Madura. Pada kurun waktu tersebut para pedagang Islam telah banyak
bermukim di kota-kota pesisir, diantaranya orang Melayu. Bersamaan dengan
itu kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan kehilangan sebagian
wilayah kekuasaannya, termasuk wilayah pesisir utara Jawa. Namun demikian
para penguasa lokal di Madura masih menyatakan kesetiannya kepada
Majapahit, sampai kerajaan itu benar-benar runtuh pada tahun 1527 M.2 Akan
tetapi,atau ada beberapa sejarawan yang menyakini bahwa Madura sudah
bersentuhan dengan agama Islam sebelum Majapahit runtuh melalui Gresik
dan Surabaya.3
Pulaunya tidak begitu subur, pada mulanya hanya mempunyai nilai
ekonomi yang kecil bagi Belanda atau VOC. Pada masa itu banyak orang
yang melakukan migrasi besar-besaran ke Jawa Timur dalam rangka mencari
kehidupan yang lebih baik. Madura merupakan sumber prajurit kolonial dan
menjadi harapan bagi Belanda, hal ini tercermin pada awal abad ke-17 hingga
pertengahan abadke-18. Namun, setelah abad ke-19, Madura mempunyai nilai
ekonomi yang lebih besar sebagai pemasok utama garam ke daerah-daerah
yang dikuasai Belanda diseluruh Nusantara, dimana garam merupakan
monopoli yang menguntungkan bagi pemerintah kolonial.
Dalam perjalanan sejarahnya, Madura mempunyai keterlibatan yang
panjang dengan Belanda.Hal ini bukannya terjadi karena kepentingan
langsung Belanda di Madura, tetapi lebih dikarenakan keterlibatan
orang-orang Madura di Jawa Timur mulai abad ke-17 dan seterusnya. Keinginan
2
Muhammad Romli, Hari Jadi Kota Sampang (Pemda Kabupaten Sampang, 1994), 45. 3
menjadi daerah dengan kekuasan luas dan lepas dari kekuasaan raja-raja
Mataram di Jawa memotivasi penguasa di Madura untuk tidak mudah tunduk
pada Raja Mataram. Madura yang mulanya dikuasai oleh raja-raja lokal
ditaklukkan oleh Raja Mataram, Sultan Agung pada tahun 1624. Akibat
taklukan itu pemerintahan di pulau Madura dipersatukan dibawah satu orang
yang berasal dari garis kepangeranan Madura. Ibu kota Madura saat itu adalah
Sampang, setelah tahun 1678 para pangeran di Madura menggunakan gelar
Cakraningrat yang kelak akan memainkan peranan politik penting di Jawa
Timur hingga pertengahan awal abad ke-18.4
Sebagai daerah yang menjadi taklukan kerajaan Mataram, sudah pasti
tidak ada kebebasan dalam pemerintahan atau pengaturan daerahnya. Untuk
itu kerap timbul penentangan-penentangan dari pangeranMadura terhadap
Raja Mataram.Penentangan pertama kali dilakukan oleh Raden Trunojoyo
pada masa pemerintahan Amangkurat I. Ketidaksukaan Trunojoyo kepada
Amangkurat I disebabkan Amangkurat I telah membunuh ayahnya yakni
Raden Melayakusuma sehingga Trunojoyo ingin mendapatkan kekuasaan
kembali atas Madura. Untuk itu ia menghimpun kekuatan dan merebut
kekuasaan atas Pamekasan di Madura Tengah bagian selatan. Akhirnya
Pamekasan dijadikan pangkalan pemberontakan, dari pangkalan ini ia bisa
menguasai seluruh Madura selama tahun 1671. Trunojoyo ingin memperluas
wilayah kekuasaannya di sepanjang pesisir Jawa. Akhirnya dengan bersekutu
dengan orang-orang dari Makasar, pada tahun 1675 terjadi pemberontakan.
4
Pasukan Trunojoyo memasuki Jawa dan merebut Surabaya. Dukungan
kepadanya semakin kuat terbukti dengan banyaknya
kemenangan-kemenangan yang diperoleh.5
VOC (Vereenigde Oost-lndische Compagnie) tidak tinggal diam
dengan segala peristiwa yang terjadi di pesisir Pulau Jawa. VOC yang
menginginkan adanya stabilitas di daerah pesisir utara guna kelancaran jalur
pelayaran dan perdagangan, berusaha mengambil tindakan terhadap peristiwa
di pesisir Jawa tersebut.
Akhirya pada bulan Februari 1677 Amangkurat I dan VOC melakukan
pembaharuan perjanjian yang telah dibuat tahun 1646. Perjanjian itu dianggap
sudah tidak relevan dengan kondisi saat itu. Berdasarkan perjanjian itu VOC
akan membantu Amangkurat I melawan musuh-musuhnya. Namun
konsekuensinya raja harus membayar semua biaya yang dikeluarkan dan
memberi konsesi-konsesi ekonomi kepada VOC, seperti pembebasan dari
cukai. VOC kemudian campur tangan di daerah pesisir dan berhasil memukul
mundur Trunojoyo dari Surabaya. Namun, pukulan ini justru menambah
tinggi suhu pernberontakan, hingga pada tahun 1677 istana kerajaan di Plered
di serang dan berhasil dikuasai pasukan Trunojoyo. Sebelumnya Amangkurat
I sempat melarikan diri bersama putra mahkotanya, hingga meninggal dan
dimakamkan di Tegal Wangi (Selatan Tegal) di pesisir utara.Beliau kemudian
5
digantikan oleh putra mahkotanya yakni Pangeran Adipati Anom dengan gelar
Amangkurat II.6
Dengan persekutuannya dengan VOC, Amangkurat II bersama
pasukannya berhasil menangkap Trunojoyo pada akhir 1679. Pada Januari
1680 Amangkurat II secara pribadi menikam Trunojoyo sampai mati.7
Perjuangan Trunojoyo kemudian dilanjutkan oleh Panembahan Cakraningrat I
(1680 -1707). Penguasa Madura Barat ini mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap Belanda dan juga ingin memperluas wilayah kekuasaannya atas
wilayah pesisir Jawa. Demikian juga yang terjadi pada masa pemerintahan
Pangeran Cakraningrat III.Usaha melepaskan diri dari kerajaan Mataram dan
ketidaksetiaan untuk tunduk dan menghadap ke istana semakin kuat. Bahkan
pada masa Cakraningrat IV semakin kuat keinginan untuk berada di bawah
VOC dari pada menjadi vassal Amangkurat IV.
Namun ketika Amangkurat IV wafat dan digantikan oleh putranya,
Pakubuwono II (1726 -1749), hubungan Cakraningrat IV telah pulih kembali,
bahkan Cakraningrat IV dikawinkan dengan saudara perempuan raja. Sejak itu
telah tercapai pengertian diantara Cakraningrat IV dengan Ratu Amangkurat.
Pemulihan hubungan itu tidak menyurutkan keinginan bebas dari raja
yang menghendaki dijadikan vassal VOC. Gayung bersambut ketika terjadi
konflik antara VOC dengan Pakubuwono II. Cakraningrat IV bersedia
membantu VOC apabila disetujui lepas dari Kaftasura dan diperbolehkan
secara leluasa bergerak di Jawa Timur. VOC yang ingin mencari keuntungan
6
Ibid., 36. 7
dari setiap konflik yang terjadi, akhirnya memutuskan tetap menjalin
persekutuan dengan raja Mataram asal mau bekerja sarna.Menghadapi situasi
seperti itu, maka untuk menghindari putusnya hubungan dengan VOC,
Cakraningrat IV kemudian mengembalikan istana kerajaan kepada
Pakubuwono II. Sebagai ucapan terima kasih kemudian Pakubuwono II
memberikan VOC kedaulatan penuh atas Madura Barat.8
VOC yang mulai khawatir terhadap ambisi sekutunya tidak mau
mengakui tuntutan Cakraningrat IV atas kekuasaan yang besar di sebagian
wilayah Jawa Timur. VOC berpikiran bahwa ketenangan Pesisir Utara tidak
akan terwujud jika terdapat kekuasaan Madura di Jawa Timur.
Akhirya pada bulan Juli 1744 VOC berusaha melakukan perundingan
dengan Cakraningrat, tetapi berjalan sia-sia. Bulan Februari 1745 VOC
menyatakan bahwa Cakraningrat IV diturunkan dari tahta dan akan
diperlakukan sebagai pemberontak. Akibatnya terjadi peperangan dengan
VOC. Kekuatan pasukan Cakraningrat IV kemudian melemah hingga
akhirnya ia melarikan diri ke Banjarmasin. Namun, kemudian ia berhasil
ditangkap dan diserahkankepada VOC yang membawanya ke Batavia
kemudian dibuang ke Tanjung Harapan tahun 1746. Ia digantikan oleh
putranya yangmenjadi raja vassal VOC di Madura Barat.
Hingga keruntuhannya, Madura tetap berada dibawah kekuasaan VOC.
Sampai perubahan kekuasaan pemerintahan ke tangan Pemerintah Kolonial
Belanda.Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, diterapkan aturan untuk
8
memerintah Madura, yaitu dengan memberi kekuasaan diantara penguasa
Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep. Pada tahun 1817 seluruh pulau ini
menjadi satu keresidenan dan pada tahun 1828 pulau ini dijadikan bagian dari
Karesidenan Surabaya. Selanjutnya Jawa dan Madura bersama-sama dianggap
sebagai satu kesatuan administrasi oleh Belanda.
Sebelum peralihan kekuasaan dari Inggris pada tahun 1816, para
penguasa Madura tetap diberikan kekuasaan apabila ada masalah dalam
negeri. Sesudah itu Belanda lebih intens dalam pemerintahan Madura. Gelar
maupun hak istirnewa para penguasa Madura dikurangi. Pada tahun 1887 para
penguasa Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep diturunkan ke status yang
sarna dengan para Bupati di Jawa sehingga mereka hanya merupakan
pimpinan kabupaten yang berdarah bangsawan di bawah kekuasaan langsung
Belanda.9 Untuk itu ditetapkanlah sistem pemerintahan dalam negeri
(binnenlandschbestuur) yang ditangani oleh pejabat Belanda yang dipimpin
seorang residen. Ia dibantu oleh beberapa orang asisten residen Belanda yang
wilayah kerjanya bertumpang tindih dengan daerah kekuasaan seorang
bupati.10
Padamasa pemerintahan kolonial Belanda ini sejumlah peraturan
diterapkan dalam mengatur sistem birokrasi pemerintahan dari semula yang
bersifat tradisional menjadi modern.Diantaranya dengan dikeluarkannya
Regerings Reglement yang berusaha mengatur birokrasi pemerintahan daerah
9
Ibid., 200. 10
secara rasional yaitu, menyusun suatu hirarki pemerintahan dari pusat ke
daerah-daerah dengan asas dekonsentrasi.
Wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi wilayah-wilayah
administratif: Gewesten, afdelingen, onderafdelingen, district dan
onderdistrict. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan aturan
otonomi yang diatur dalam Bestuurshervormingswet tahun 1922
(Undang-Undang Pembaharuan Pemerintahan).Berdasarkan aturan ini di Jawa dan
Madura dibentuk 1) Provincie-ordonantie, 2) Regentscahps ordonantie, 3)
Staatsgemeente-ordonantie. Berdasarkan ordonansi tersebut di Jawa dibentuk
tiga Propinsi, 70 Kabupaten, dan 17- Staadsgemeenten (tahun 1928).11
Pada masa pendudukan Jepang struktur pemerintahan seperti pada
zaman kolonial Belanda dalam bidang dekonsentrasi tidak diubah, hanya
diganti nama-namanya menjadi dalam bahasa Jepang. Jabatan Gubernur dan
Asisten Residen di Jawa dihapuskan. Kotapraja-kotapraja dilepaskan dari
lingkungan adminintrasi para bupati, sedang para walikota menjadi
petugas-petugas pangreh praja yang tunduk kepada residen.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, tahun 1945. Kehidupan rakyat
Madura cepat membaik karena sekarang mereka dapat leluasa berusaha sesuai
kemampuannya, perhubungan dan perdagangan antarpulau mulai ramai
kembali terutama dalam memasok kebutuhan pangan. Akan tetapi, hal ini
tidak berlangsung lama, ketegangan mulai muncul kembali ketika tentara
sekutu diboncengi tentara kerajaan Belanda dan Nederland Indies civil
11
Administration (NICA). Keikutsertaan mereka dengan sendirinya bertujuan
untuk mendirikan status quo seperti keadaan sebelum perang. Selaku aparat
pemerintahan Belanda yang dibentuk di Australia bulan Desember 1944,
NICA berhasrat untuk tetap membuat Indonesia sebagai Hindia Belanda.
Pada tahun 1946, Belanda mulai mengincar Madura karena
kestrategisan lokasinya dalam mengamankan pangkalan armada di Surabaya.
Belanda kembali ke Madura dengan alasan akan melindungi rakyat dari
tekanan tentara serta membantu kekurangan pangan di Madura Barat.
Sekalipun Madura tidak memiliki sumber daya yang dapat mendatangkan
uang bagi perbendaharaan perang, Belanda memprioritaskan penguasaan atas
pulau itu. Tujuan utamanya hanyalah mendirikan Negara Madura sebagai
sekutu baru, selain itu Belanda bermaksud merekrut pasukan sebagai tentara
pendudukan.12
Pada akhir tahun 1947 Belanda menduduki kembali Indonesia. Selama
pendudukan Belanda, yang menja1ani kekuasaan militer maupun
pemerintahan berganti-ganti, seperti Hoofd Tijdelijke Bestuurdienst (HTB),
Rererings Commisasaris voor Bestuurs aangelegenheden (Recomba) dan
seterusnya.
Untuk usaha konsolidasi lebih lanjut di pemerintahan daerah ditempuh
dua jalan yaitu: 1) Dibentuknya Voorlopige Federale Regering voor lndonesie
(Pemerintah Federal Sementara untuk Indonesia). 2) Memulihkan kembali
badan-badan otonomi kabupaten (Regenschap) dengan haminte(gemente) di
12
daerah yang sudah aman, misalnya di beberapa kabupaten wilayah Negara
Jawa Timur.
Pembentukan Negara federal tidak berhasil banyak walaupun
kemudian pada tahun 1948 Belanda berhasil membentuk Negara Madura.
Berdasarkan surat dari Residen Recomba Madura kepada Gubemur Jenderal
Hindia Belanda tentang Komite Penentuan Kedudukan Madura di Pamekasan
menjelaskan bahwa atas desakan berbagai golongan rakyat, maka pada
tanggal 14 Januari 1948 di Pendopo Kabupaten Bangkalan berkumpul
beberapa orang terkemuka Madura. Dari hasil perundingan itu terbentuk
sebuah Komite Sementara Penentuan Kedudukan Madura yang terdiri dari 3
orang wakil dari Pamekasan, 3 orang wakil dari Sumenep, 2 orang wakil dari
Sampang dan 3 orang wakil dari Bangkalan, disetujui untuk duduk sebagai
penasehat Raden Adipati Ario Tjakraningrat yaitu Residen Gedelegeerde
Recomba Madura. Komite sementara ini diberi kewajiban untuk
merundingkan ditiap-tiap daerahnya masing-masing dengan pemuka
masyarakat guna dapat menyusun komite tetap dengan cara yang demokratis.
Selanjutnya pada tanggal 16 Januari 1948 bertempat di kediaman Bupati
Pamekasan terbentuk sebuah Komite penentuan Kedudukan Madura yang
tersusun sebagaimana komite sementara, yang terdiri dari utusan rakyat
diseluruh Karesidenan Madura.13
Pembentukan Negara Madura juga diilhami oleh Pembentukan Negara
Jawa Timur yaitu verslaag dari Rapat Komite Persiapan Kedudukan Jawa
13
Timur yang diadakan di Gedung Nasional Indonesia (Bubutan) Surabaya pada
25 Januari 1948 yang menyatakan bahwa rakyat Jawa Timur mengetahui
tentang adanya gerakan separatisme yang berupa Partai Rakyat Jawa Timur,
selain partai tersebut berdiri pula PKM (Partai Kebangsaan Madura). Partai ini
mendapat sambutan dari kalangan Rakyat Madura dan mendirikan cabang di
beberapa kota di Jawa Timur.14
Berdasar laporan dari Komite Penentuan Kedudukan Madura tanggal
24 Januari 1948 dinyatakan bahwa rakyat Madura menerima resolusi dari
Komite Penentuan Kedudukan Madura tanggal 16 Januari1948. Resolusi
tersebut diantaranya menyatakan bahwa: 1) Memenuhi resolusi yang diterima
oleh Rakyat Madura pada tanggal 23 Januari 1948. 2) Negara Madura
meliputi Pulau Madura dan pulau sekitamya. 3) Mengakui Raden Adipati Ario
Tjakraningrat, Residen Madura sebagai Wali Negara Madura. 4) Membentuk
suatu OPR Madura untuk mempersiapkan susunan ketatanegaraan Negara
Madura.
Pembentukan Negara Madura juga ternyata berdampak pada
kehidupan sosial, politik, ekonomi, keuangan dan lain sebagainya. Di bidang
sosial-ekonomi, bertalian dengan penyerahan kepada Negara Madura untuk
melakukan pengawasan daratan didaerah urusan ekonomi umum ditentukan
hal-hal sebagai berikut: bahwa kepada Negara Madura diserahkan secara
resmi tugas, kewenangan, hukum dan kewajiban-kewajiban dari Negara dalam
hubungannnya dengan pengawasan ekonomi umum, dalam hal koperasi dan
14
perdagangan dalam negeri, perikanan laut dan pesisir, pelayaran lokal,
pencarian mutiara dan lain sebagainyayang sejauh ini pengaturannya
diserahkan Departement van Landbouw en visserij dan Economische zaken di
bidang pelayaran, sehubungan dengan penyerahan pengawasan pulau yang
mernpunyai perhubungan kapal laut dan sungai, kepada Negara Madura
ditetapkan ketentuan: 1) Sesuai dengan yang tertulis dalam
Schepenordonantie 1935 pekerjaan yang muncul akibat peraturan ini,
kewenangan, hukum dan kewajiban dari Negara yang berhubungan dengan
keputusan tersebut dibedakan katagori-katagori kapal laut dapat masuk di
Negara Madura. 2) Sesuai yang tertulis dalam Binnenscheppenordonanntie
1927 dituliskan bahwa tugasataupekerjaan pekerjaan yang muncul akibat
peraturan tersebut, kewenangan, hukum dan kewajiban dari Negara yang
berhubungan dengan kapal laut yang masuk ke Negara Madura dapat ditarik
dengan berat kotor kurang dari 2 m3 dan tanpa pengangkutan penumpang,
kapal layar tanpa alat bantu yang berat kotornya kurang dari 424,5 m3, dan
perahu yang digerakkan tanpa mekanik.15
Di bidang industri, berdasar pertimbangan-pertimbangan yang ada,
maka dilakukan penyerahan kepada Negara Madura untuk melakukan
pengawasan didaerah kepada Negara Madura diserahkan dengan resmi tugas,
wewenangan, hukum dan kewajiban-kewajiban dari Negara mulai dari
mengatur hingga mengawasi industri. Pengaturan hak milik lainnya di daerah
kekuasaan Negara Madura diserahkan kepada Departementvan Economische
15
Zaken hingga dikeluarkannya pedoman dan petunjuk lebih lanjut.
Kewajiban-kewajiban Negara diatur sebagai berikut: 1) Mengenai peraturan-peraturan
hingga pelaksanaan perjanjian intemasional di daerah industri, tidak dapat
diatur oleh Negara . 2) pengawas pemerintahan di daerah industri mempunyai
kewenangan menjalin hubungan dengan luar negeri atau dengan seluruh
Indonesia. 3) Pengembangan ilmu pengeahuan ilmiah dibawah lembaga teknis
ilmiah menjadi hal penting dikembangkan diseluruh Indonesia.
Di bidang keuangan, diserahkan kepada Negara Madura tugas,
kewenangan, permasalahan hukum dan kewajiban-kewajiban Negara yang
berkaitan dengan administrasi keuangan, pajak dan sumber-sumber keuangan,
pegadaian dan non pegadaian, pendapatan yang berasal dari seluruh negeri,
kebijakan pelelangan dan perjalanan dan lain-lain sejauh hubungannya di
daerah kepemilikan penguasa pemerintahan Negara Madura, selama dan
sejauh pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang dimiliki Departement
van Financien.16
Akhirya Rakyat Madura ingin kembali ke Negara Kesatuan
RepublikIndonesia, dengan diadakannya Konferensi Meja Bundar yang
menghasilkan rencana untuk persetujuan yang isinya antara lain: rencana
program penyerahan kedaulatan, rencana status Uni dan rencana persetujuan
peralihan serta Undang-Undang RIS yang masih perlu disyahkan oleh
Parlemen Belanda, Republik Indonesia dan Negara-Negara bagian yang
tergabung dalam BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg atau Majelis
16
Permusyawaratan Federal), oleh karena itu didalam Negara-negara bagian
timbul suasana politik yang barn, ialah semangat Negara-negara bagian untuk
menggabungkan diri kepada wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya
pembubaran Negara Madura dan Dewan Perwakilan Rakyat Madura
dilakukan pada tanggal 15 Pebrnari 1950 di Pamekasan.Peryataan-peryataan
ketidakpercayaan tersebut sudah dilaksanakan dengan beberapa macam
resolusi dari berbagai partai dan badan-badan perjuangan di Madura sejak
bulan November 1949 yang langsung disampaikan kepada Dewan Rakyat
Madura sebagai satu-satunya wakil rakyat.Keinginan dan hasrat tersebut
dibuktikan dengan adanya demonstrasi tanggal 15 Pebruari 1950 dengan
motie van wantrouwennja kepada dewan dan pemerintah yang ingin melihat
Madura kembali kepada Proklamasi Kemerdekaaan RI 17 Agustus 1945.17
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini memiliki sisi yang menarik.
Hal ini didasarkan pada penulisan sejarah Madura yang kebanyakan
membahas permasalahan yang ada di Madura, baik segi sosial mayarakat,
agama, budaya atau tradisinya. Sedangkan penulisan sejarah tentang peran
R.A.A Tjakraningrat dalam pembentukan Negara Madura belum mendapatkan
porsi yang cukup banyak untuk dijadikan bahan pengetahuan. Disamping itu,
belum begitu banyak tulisan yang secara spesifik membicarakan tentang peran
R.A.A Tjakraningrat dalam pembentukan Negara Madura tahun 1948. Hal ini
mendorong penulis lebih giat lagi mencari informasi sebanyak mungkin yang
bisa dijadikan sumber dalam penelitian ini. Sering sekali penulis mendapat
17
pertanyaan mengapa memilih Madura sebagai objek penelitian, hal ini
dikarenakan penulis tertarik dengan orang Madura yang kebanyakan memiliki
motivasi yang tinggi dan memiliki semangat perjuangan yang gigih, sehingga
bisa beradaptasi dimanapun mereka berada. Ini yang menjadikan Madura
memiliki nilai tersendiri bagi penulis, meskipun demikian hal ini tidak akan
mempengaruhi keobjektifan dalam penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada ruang lingkup permasalahan yang difungsikan untuk
mempermudah proses pendeskripsian terhadap objek kajian maka diperlukan
masalah penelitian, ada tiga permasalahan yang dapat dirumuskan dan dicoba
untukdipecahkan, meliputi:
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Negara Madura?
2. Bagaimana kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat di Madura?
3. Bagaimana pembubaran Negara Madura tahun 1950?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetehui latar belakang terbentuknya Negara Madura tahun 1948
dan bagaimana kondisi rakyat Madura dalam pembentukan Negara
Madura.
2. Untuk mengetaui kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat ketika menjadi
3. Untuk mengetahui bagaimana dibubarkannya Negara Madura tahun 1950,
serta dampak yang ditimbulkan ketika terbentuknya Negara Madura
terhadap rakyat Madura.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian dan pembahasan ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi kalangan intelektual khususnya pengkaji dan peminat sejarah di
Indonesia. Adapun kegunaan dalam penelitian yang diharapkan dalam
penulisan ini adalah :
1. Madura adalah salah satu wilayah yang dijadikan negara boneka oleh
Belanda yang merupakan runtutan sejarah yang ada di Indonesia, dengan
demikian penulis berharap para pembaca dapat menambah khazanah
pengetahuan dan wacana penelitian.
2. Selain itu penelitian ini dapat memperkaya kajian sejarah Indonesia,
terutama mengenai wilayah Madura.
3. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami
sejarah, terutama yang berkaitan dengan Sejarah Indonesia.
4. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S-1) di bidang
Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
dalam penulisan karya ilmiah ini harus menelusuri sumber-sumber pada masa
lampau berupa arsip atau dokumen-dokumen.18 Dalam penulisan ini berupaya
menganalisis bagaimana terbentuknya Negara Madura di bawah
kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat yang ditunjukn sebagai wali Negara
Madura oleh Belanda, serta dampak terbentuknya pembentukan Negara ini
terhadap rakyat Madura sehingga di tahun 1950 Negara Madura resmi
dibubarkan. Selain menggunakan pendekatan historis, penulis juga
menggunakan pendekatan politik. Pendekatan politik merupakan tulang
punggung sejarah, hal itu dikarenakan kegiatannya berhubungan dengan
masalah pemerintahan dan kenegaraan.19 Pendekatan ini digunakan mkarena
tulisan ini membahas kepemerintahan R.A.A Tjakraningrat dalam
pembentukan Negara Madura tahun 1948-1950.
Teori yang digunakan adalah teori kekuasaan. Menurut Kalikles dan
Voltaire, Negara terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang
pertama kali mendirikan negara, sebab ia berkuasa memaksakan kehendaknya
terhadap orang lain.20
Berdasarkan hasil plebesit pada tanggal 21 Februari 1948 Letnan
Gubernur Jenderal van Mook memberikan pengakuan berdirinya Negara
Madura. Wakil pemerintah Belanda ini juga mengesahkan dan merestui
pengangkatan Tjakraningrat sebagai wali Negara Madura. Tidak banyak orang
Madura yang tahu bahwa R.A.A Tjakraningrat telah meninggalkan kubuh
18
Dudung Abdurrohman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11. 19
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), 174-176. 20
republik. Akibatnya pengaitan nama Tjakraningrat dianggap adanya
keterikatan dengan republik. Mereka yang mengetahui masalahnya juga sulit
untuk menyatakan pendapat secara bebas karena plebesit itu tidak
dilaksanakan secara langsung, bebas dan rahasia, dengan diawasi tentara
pendudukan Belanda maka di setiap desa tempat penentuan pendapat
dilaksanakan, orang-orang yang menyetujui dua pertanyaan tadi diminta
berdiri di satu pihak. Sedangkan orang-orang yang abstain dan mereka yang
menantang pernyataan tersebut diharuskan berdiri di sisi lain yang disediakan.
Di bawah tekanan tentara pendudukan seperti itu maka tidak heran jika yang
menentang pendirian Negara Madura sekitar 5%. Hal ini sesuai dengan teori
tersebut, Negara Madura ini terbentuk karena Belanda menginginkan
didirikannya dan memaksakan kehendaknya untuk membuat Negara Madura
dan mengangkat Tjakraningrat menjadi wali Negara Madura.
F. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu dalam tulisan ini, di antaranya:
1. Ainur Rosyid, “Sampang Sebagai Pusat Pemerintahan Madura Pada Masa
Cakraningrat 1 dan Hubungannya dengan Kerajaan Mataram
(1624-1648)”. Skripsi yang ditulis tahun 2001 ini terfokus pada wilayah
Sampang sebagai pusat Madura pada masa Cakraningrat 1 dengan
kerajaan Mataram.
2. Sumardi, “Negara Madura tahun 1948-1950: dari Negara federal ke
ini terfokus pada bagaimana integrasi Negara Madura yang menjadi salah
satu Negara federal kembali ke NKRI.
Skripsi yang ditulis di atas terfokus pada kepemerintahan R.A.A
Tjakraningrat sebagai wali Negara Madura yang ditujuk oleh Belanda untuk
mengatur Madura sebagai salah satu Negara boneka Belanda.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sehingga langkah-langka
yang ditempuh dalam metode penelitian sejarah terdapat empat langkah,
meliputi
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Tahap ini peneliti berusaha untuk mengumpulkan sumber, data
atau jejak sejarah yang sesuai dengan objek pembahasan. Penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (Library Research), data tersebut berupa
arsip, buku dan karya ilmiah yang relevan serta data yang lain yang
mendukung penelitian ini. Penulis juga mengambil beberapa sumber dari
situs internet.
Arsip yang digunakan dalam tulisan ini adalah:
a. Surat dari Residen Gedelegeerde Recomba Madura kepada Letnan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia tentang permohonan
pengakuan kedudukan Madura tanggal 29 Januari 1948.
b. Surat dari R. Santoso kepada Yth. P. J. M Presiden RIS di Jakarta
tanggal 16 Februari 1950 tentang Pembubaran Negara Madura.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah data terkumpul lengkap selanjutnya adalah pengujian
secara kritis terhadap data yang diperoleh. Data yang dipergunakan
sebagian besar diperoleh dari berbagai hasil penelitian serta
sumber-sumber yang relevan terhadap penelitian ini, oleh karena itu dalam tahap
ini peneliti cenderung menggunakan kritik intern dan kritik ekstern. Dalam
kritik intern dan kritik ekstern penulis menjumpai beberapa kesulitan
yakni ketika mendapatkan arsip ada beberapa arsip yang hanya berisikan
sedikit informasi sehingga membutuhkan reverensi lain dalam menggali
informasi tersebut.
3. Interprestasi (Penafsiran)
Pada tahap ini peneliti berusaha menafsirkan data yang telah
berhasil dikumpulkan. Dengan interprestasi ini penulis mencoba
mengkaitkan beberapa sumber dengan pendekatan historis untuk
memudahkan dalam merangkai peristiwa sejarah tentang kepemerintahan
R.A.A Tjakraningrat sebagai wali Negara Madura ketika terbentuknya
Negara Madura tahun 1948-1950. Untuk mendukung penelitian ini penulis
menggunakan teori kekuasaan yakni salah satu dari teori terbentuknya
Negara untuk menentukan langkah-langkah penelitian sejarah.
Sumber yang dipakai adalah bebrapa arsip mengenai pembentukan
Negara Madura serta pembubarannya tahun 1948-1950, penulis juga
menggunakan UUD sementara serta UUD RIS yang berhubungan dengan
4. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Setelah melalui tiga tahap terdahulu, selanjutnya penulis menyusun
dan memaparkan hasil penelitian secara sistematis atau usaha
mensintesakan data sejarah menjadi kisah bahwa setelah Indonesia
merdseka, Belanda ingin mempertahankan kedudukannya di Indonesia
sehingga Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat menjadi negara
federal, salah satunya adalah Negara Madura yang terbentuk tahun 1948
dan yang ditujuk sebagai wali negara tersebut R.A.A Tjakraningrat.
H. Sistematika Bahasan
Penyajian penelitian ini mempunyai tiga bagian: Pengantar, Hasil
Penelitian dan Simpulan. Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun
untuk mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan
yang sistematis. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab
terbagi atas beberapa sub bab. Pembagian ini didasarkan atas pertimbangan
adanya permasalahan-permasalahan yang diklarifikasikan dalam
bagian-bagian yang berbeda.
Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka
diuraikan dalam sebuah kerangka penulisan yang terbagi dalam beberapa bab,
yaitu:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan
umum tentang seluruh rangkaian penulisan penelitian sebagai dasar atau
pijakan pada pembahasan pada bab-bab selanjutnya.
Bab kedua menguraikan tentang gambaran umum proses terbentuknya
Negara Madura serta peran R.A.A Tjakraningrat yang ditunjuk sebagai wali
Negara Madura ketika Madura menjadi salah satu bagian dari Negara
Republik Indonesia Serikat. Penjelasan ini merupakan upaya untuk
mengatahui bagaimana kondisi umum pembentukan Negara Madura tahun
1948 serta alasan mengapa didirikan Negara Madura sebagai latar belakang.
Bab ketiga menguraikan tentang partisipasi rakyat Madura dalam
pembentukan Negara Madura, pembahasan tersebut mencakup bagaimana
kondisi rakyat Madura ketika pembentukan Negara Madura serta dampaknya
setelah terbentuknya Negara Madura baik dari segi sosial, politik, ekonomi
dan keamanan rakyat Madura tahun 1949.
Bab keempat menguraikan tentang pembubaran Negara Madura tahun
1950, pembahasan tersebut meliputi bagaimana perjuangan rakyat Madura
menentang pembentukan Negara Madura, proses pembubaran Negara Madura
tahun 1950 serta kembalinya Madura sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Bab kelima adalah bab penutup yang berisikan simpulan dan saran.
Simpulan memuat jawaban singkat dari rumusan masalah dalam penelitian.
Adapun saran merupakan pengkoreksian terhadap penelitian yang sifatnya
BAB II
LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA NEGARA MADURA TAHUN 1948
A. Biografi Singkat R.A.A Tjakraningrat
Jarang sekali sejarawan yang mengulas mengenai biografi R.A.A
Tjakraningrat, sehingga banyak statement publik menyatakan bahwa
pembentukan Negara Madura adalah sejarah yang terlupakan. Akan tetapi ada
beberapa sumber dari internet menulis genelogi dari R.A.A Tjakraningrat,
sehingga dapat diperoleh hasil:
nama : Raden Adipati Ario Tjakraningrat
lahir :1886
meninggal : (tanggal dan lokasi tidak diketahui)
hubungan keluarga : anak dari pangeran Tjakradiningrat. Suami dari
Ray. Ayu Saleha Tjakraningrat, Aisyah
Tjakraningrat dan tidak diketahui namanya. Ayah
dari MR. R.A.M SIS Tjakraningrat, R.A.A
Roeslan Tjakraningrat, M. Zainal Tjakraningrat
dan M. Pratanu Tjakraningrat. Saudara dari R.A.A
Soerjonegoro.
informan : Mohammad Andree Tjakraningrat
terakhir update : 9 Desember 2014.1
1Mohammad Andree Tjakraningrat, “Geni.com”,
Diperkirakan usia R.A.A Tjakraningrat ketika menjabat sebagai
wali Negara Madura sekisar umur 62 tahun.
B. Peran R.A.A Tjakraningrat dalam Terbentuknya Negara Madura
Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Belanda berusaha
mendapatkan kembali bekas daerah jajahannya ini, baik secara
terang-terangan maupun dengan membonceng tentara sekutu yang datang di
Indonesia. Selang beberapa waktu kemudian Belanda berhasil menduduki
beberapa kota besar dan mendirikan pemerintahan terhadap daerah yang
didudukinya. Akan tetapi usaha Belanda tersebut mendapat perlawanan keras
dari rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia, Belanda menggunakan
strategi atau siasat untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Belanda
ingin menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara
federal atau Negara bagian dalam Indonesia serikat. Untuk maksud tersebut
maka didirikanlah Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumatra Timur
(1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), Negara
Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948).2
Ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945
dikumandangkan, di wilayah Madura sedikit terlambat untuk mengetahui
kemerdekaan Republik Indonesia dikarenakan buruknya sarana komunikasi di
wilayah itu. Baru setelah terdengar pidato Presiden Soekarno di radio yang
2
berisi intruksi pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah dan Badan
Keamanan Rakyat di setiap kebupatian barulah terlihat luapan kegembiraan di
wajah rakyat Madura. Pada tanggal 25 Agustus bekas PETA, heiho serta
bersama-sama barisan kepolisian berpawai berkeliling kota dan berkumpul di
Pamekasan, Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan tekad
mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamirkan tahun
1945.
Untuk memperlancar roda kehidupan secepatnya maka aparat
pemerintahan peninggalan Belanda yang dipertahankan Jepang dibiarkan
berfungsi terus, wakil Syuchokan Tjakraningrat diangkat sebagai residen
Madura, tetapi kursi asisten yang duluh diduduki orang Belanda atau Jepang
dikosongkan. Dengan demikian Bupati Bangkalan, Pamekasan (meliputi
Sampang) dan Sumenep menjadi pengelola tunggal wilayahnya. Para bupati
ini dibantu oleh patih atau wedana dan asisten wedana serta kepala desa untuk
mengatur pelbagai peringkat pemerintahan wilayahnya.3
Setelah pemindahan kekuasaan terlaksana, bekas tentara dan aparat
pemerintahan pendudukan Jepang segera diamankan, hal ini bertujuan untuk
melindungi dan menjamin keselamatan mereka dari amukan rakyat Madura
yang masih memiliki dendam, tawanan perang itu untuk sementara diinapkan
dalam penjara sesuai keputusan pihak sekutu. Inggris dan Australia yang akan
bertugas menangani pelucutan senjata tentara Jepang serta memulangkan
3
orang-orang sekutu bekas tawan Jepang, untuk pemulihan ketertiban negara
akan diserahkan kepada pemerintahan sipil.4
Selang beberapa waktu ketengangan mulai kembali muncul karena
tentara sekutu diboncengi tentara kerajaan Belanda dan Nederlands Indies
Civil Administration (NICA, Pemerintahan Sipil Hindia Belanda). NICA
adalah aparat pemerintah Belanda yang dibentuk di Australia bulan Desember
1944, NICA berhasrat untuk tetap membuat Indonesia sebagai Hindia
Belanda. Keikutsertaan mereka dengan sendirinya bertujuan untuk
mempertahankan status quo seperti keadaan sebelum perang.
Keadaan menjadi semakin gawat karena bekas Koninklijk Nederlandsch
Indisch Leger (KNIL, tentara kerajaan Hindia Belanda) yang baru dibebaskan
dari interniran Jepang segera dipersenjatai kembali. Akibatnya terjadi
bentrokan yang tidak dapat terhindar antara pihak pejuang dan tentara sekutu
yang diboncengi Belanda. Setelah pihak sekutu melihat kemantapan
pemimpin Indonesia yang menangani situasi terutama dalam membantu
menjaga ketertiban umum sehubungan dengan tawanan perang menyebabkan
panglima tentara Inggris terpaksa memberikan pengakuan de facto kepada
pemerintah Republik Indonesia.
Sementara itu badan keamanan rakyat pada tanggal 5 Oktober 1945
diresmikan menjadi Tentara Keamanan Rakyat. Dalam proses perapian
organisasi militer untuk keperluan perjuangan di Madura dibentuklah dua
resimen, pertahanan Madura Barat diserahkan kepada resimen 35 Mayangkara
4
yang dipimpin langsung oleh Letnan Kolonel Asmarayuda seorang bekas
Kapten Korps barisan, sementara itu di wilayah Madura Timur dibentuk
resimen 36 Jokotole yang dikomandani Letnan Kolonel Chandra Hasan bekas
chudanchho (komandan kompi atau kapten) PETA.
Pada tahun 1946 awal mula Belanda melirik wilayah Madura, Belanda
mulai mengincar Madura karena kestrategisan lokasinya dalam mengamankan
pangkalan armada di Surabaya. Akhirnya mereka berhasrat ingin kembali ke
Madura dengan alasan akan melindungi rakyat dari tekanan tentara serta
membantu mengatasi kekurangan pangan di Madura Barat. Setelah
mengadakan pengintaian udara, pada tanggal 5 Juli 1946 enam tank amfibi
mendarat di Kamal dengan dilindungi pesawat pemburu Mustang. Akan
tetapi, terjadi perlawanan oleh pejuang Madura setempat yakni Letnan
Mohammad Ramli, Abdullah dan Singasastra. Tiga pemuda tersebut gugur
setelah mencoba melakukan penyerangan hanya dengan senjata seadanya
seperti keris dan pistol. Melihat gigihnya perlawanan tentara pejuang, untuk
sementara Belanda mengurungkan niatnya untuk menduduki wilayah Madura.
Akhirnya untuk memperlemah daya perlawanan rakyat dan merongrong
wibawah pemerintah Republik Indonesia, Belanda terus melakukan provokasi
dan memulai blokade ekonomi terhadap Madura5.
Dalam upaya mewujudkan rencananya menguasai kembali Indonesia,
Belanda mengokohkan genggamannya atas Kalimantan dan Indonesia bagian
Timur dengan membentuk negara-negara boneka. Karena tekanan
5
internasional maka jalan diplomasi terpaksa ditempuh oleh pemerintah
Belanda. Akhirnya pada tanggal 25 Maret 1947 melahirkan perjanjian
Linggarjati yang berisi butir-butir yang menyatakan bahwa Belanda mengakui
secara de facto Republik Indonesia berkuasa atas Sumatra, Jawa, dan Madura.
Kedua pihak bersetuju untuk bersama-sama mendirikan Negara Indonesia
serikat yang berbentuk negara federasi. Kedua pemerintahan akan terus
bekerja sama untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai ratu
Belanda.
Setelah Perjanjian Linggarjati secara resmi disepakati oleh pihak
Indonesia dan Belanda yang pada waktu itu sedang berselisih. Namun pada
kenyataannya Belanda masih terus berusaha untuk melaksanakan politiknya
untuk menguasai Indonesia. Pada suatu saat Belanda mengeluarkan
interprestasi atas bunyi Perjanjian Linggarjati tersebut, yang sangat sukar
diterimaoleh Republik Indonesia. Menurut interpretasinya, sebelum Negara
Indonesia Serikat terbentuk nanti pada tanggal l Januari l949, maka harus
dibentuk pemerintahan peralihan di Indonesia yangdikepalai oleh Wakil
Tinggi Mahkota. Interprestasi ini ditulis dalam suatu nota yang kemudian
disampaikan kepada pemerintah RI pada tanggal 27 Mei l947. Nota ini ditolak
oleh RI, sebab dirasa tidak sesuai dengan jiwa Perjanjian Linggarjati.
Sementara itu bangsa Indonesia pada saat yang bersamaan baru terjadi krisis
kabinet di Yogyakarta dengan jatuhnya Kabinet Syahrir yang kemudian
digantikan oleh Kabinet Amir Syarifuddin pada tanggal 3 Juli l947.6
6
Kesempatan ini digunakan oleh van Mook pada tanggal 20 Juli l947 untuk
mengumumkan sikapnya dengan menyatakan bahwa Belanda tidak mau lagi
berunding dan menyatakan tidak terikat lagi dengan isi Perjanjian Linggarjati.
Pada tanggal 2l Juli l947 van Mook melancarkan agresi militer ke
wilayah RI. Agresi ini dikenal dalam sejarahsebagai Agresi Militer Belanda I.
Agresi ini direncanakan oleh van Mook untuk melancarkan niatnya
mendirikan negara-negara bagian di wilayah-wilayah hasil agresi itu. Negara
bagian pertama yang diciptakan van Mook pada tanggal 24 Desember l946
adalah Negara Indonesia Timur (NIT). Menurut Perjanjian Linggarjati NIT
diakui sebagai negara tersendiri. NIT dipilih sebagai daerah tempat negara
bagian pertama yang dibentuk dengan pertimbaangan karena kekuatan militer
Belanda di daerah ini relatif besar. Selain itu Belanda berpendapat bahwa
gagasan negara federal akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi rakyat di
luar pulau Jawa, yang jumlahnya jauh lebih besar. Pada salah satu kesempatan
van Mook pernah mengemukakan perbedaan antara sistem uniterisme dan
federalisme. Dalam sistem uniterisme biaya pemerintahan akan menjadi lebih
murah daripada sistem federal, tetapi akan timbul bahaya bahwa satu bagian
akan dapatmenguasai bagian lainnya. Dalam keadaan demikian perpecahan
mungkin akan timbul. Oleh karena itu sistem federal dalam susunan
ketatanegaraan akan lebih baik, tetapi dengan suatus syarat bahwa
bagian-bagian yang merupakan komponen dari federasi itu haruslah merupakan
wilayah-wilayah yang luas dan memiliki potensi ekonomi, sosial, dan politik
adalah sistem federal. NIT sebagai negara bagian pertama yang didirikan,
menurutnya memiliki potensi yang sangat besar baik darisegi ekonomi
maupun kebudayaan. Van Mook yakin bahwa NIT akan dapat menjelma
menjadi suatu negara yang mempunyai daya hidup yang kuat dan akan dapat
mengembangkanidentitasnya sendiri sehingga akan berhasil menjadi bagian
yang berharga dari federasi Indonesia.7
Langkah van Mook ini kemudian dilanjutkan dengan mendirikan
negara-negara bagian yang lainnya seperti: Negara Sumatera Timur, Negara
Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, dan Negara Jawa Timur.
Di samping mendirikan negara-negara bagian ia jugamembentuk
daerah-daerah otonom seperti: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak
Besar,Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa
Tengah. Dengan berhasilnya membentuk negara-negara bagian ini
menandakan pula keberhasilan Belanda dalam menjalankan politik devide et
imperanya.
Akan tetapi persetujuan ini tidak bertahan lama karena perbedaan
penafsiran antara pihak Belanda dan Indonesia. Belanda terus merongrong
wibawa Republik Indonesia dengan menuntut melakukan kegiatan kepolisian
bersama dalam wilayah Republik Indonesia. Sebenarnya pemerintah Belanda
mengalami kesulitan keuangan yang gawat untuk membiayai kegiatan tentara
pendudukannya di Indonesia. Belanda harus segera menguasai daerah yang
dapat menghasilkan devisa untuk menutupi keperluan dana akomodasi yang
7
besar. Negara Eropa saat itu masih mengalami krisis akibat pendudukan
Jerman selama Perang Dunia II, sehingga Belanda mencari dalih untuk
menduduki wilayah perkebunan yang luas di Jawa Barat, ujung Timur Jawa
Timur dan Deli di Sumatra Utara. Begitu juga mereka harus menguasai ladang
serta kilang minyak disekitar Palembang dengan alasan mengatasi gangguan
keamanan oleh gerombolan pemuda ekstremis, pada tanggal 21 Juli 1947
Belanda melakukan serangan militer ke dalam wilayah Republik Indonesia.
kegiatan yang disebut aksi polisi itu berhasil menduduki daerah perkebunan
dan kota-kota strategis yang diincarnya karena secara ekonomi sangat
menguntungkan.
Pada tanggal 4 Agustus 1947 sekitar pukul 02.30 WIB pagi pasukan
Belanda melakukan pendaratan di Bima dengan kekuatan 7 tank dan 14 truk.
Tetapi mendapat perlawanan sengit dari tentara setempat akhirnya pasukan
musuh (tentara Belanda) mundur. Selang beberapa jam sekitar pukul 09.00
WIB pagi pasukan musuh melakukan pendaratan di Kisih, bergerak ke
Labang, Djambu, Tundjung terus ke kota Bangkalan.8
Pasukan RI mundur di daerah Arosbaya (14 Km dari kota Bangkalan).
Strategi dan konsolidasi terus dilaksanakan untuk mengadakan perlawanan
kembali kedalam kota dengan sistem perang gerilya. Serangan dilaksanakan
pada malam dan siang hari pada tanggal 18 Agustus 1947 (hari lebaran) tetapi
8
mendapat pukulan balik dari musuh dengan kekuatan 2 truk dan 1 tank.
Musuh terpaksa mundur.9
Meskipun Madura tidak memiliki sumber daya yang dapat
mendatangkan perbendaharaan perang bagi Belanda, akan tetapi Belanda tetap
memprioritaskan penguasaan atas pulau itu. Tujuan utamanya hanyalah
mendirikan Negara Madura sebagai sekutu baru, selain itu Belanda
bermaksud merekrut pasukan yang dapat dipakai sebagai tentara pendudukan.
Belanda membutuhkan pasukan dari Madura yang difungsikan sebagai
pasukan teritorial dan pemelihara ketertiban di wilayah yang dikuasainya
seperti dalam politik devide et empera. Hal ini memicu semangat Belanda
untuk tetap berniat menduduki pulau Madura, sehingga untuk menyerang dan
melumpuhkan Madura Belanda telah mempersiapkan sekitar satu resimen
tentara terdiri atas satuan pasukan KL, KNIL dan veiligheids brigade (vb,
semacam polisi tentara rahasia) dan juga Belanda telah menyiapkan satu
batalion khusus berupa pasukan Cakra yang dipimpin kapten Muhni seorang
bekas perwira bekas korps barisan.
Tentara pejuang di Bangkalan yang mengatur garis pertahanan baru
segera menghadapi berbagai tekanan. Sesudah beberapa minggu keadaan
semakin memburuk. Karena itu diputuskan untuk meneruskan perjuangan di
tempat lain dengan berhijrah secara diam-diam, diantaranya Wedana
Arosbaja, chudancho Mohammad Noer yang berhijrah ke Jawa dengan tugas
mengepalai pemerintahan Republik Indonesia untuk wilayah Madura dalam
9
pengasingan di Kediri dan Kyai Haji Amin Jakfar ditunjuk mengkoordinasi
kelaskaran Madura di Jawa.
Residen Madura Tjakraningrat tidak melakukan tindakan seperti
pejuang lain, dengan menggunakan alasan kesehatan ia meminta berhenti
sebagai pejabat Republik Indonesia. Ternyata ia sudah mengakui kekuasaan
Regerings Commisaris voor bestuurangelgenheden (recomba, Komisi
Pemerintahan untuk masalah Administrasi Pemerintahan) Belanda atas
Madura. Karena itu oleh pemerintah Belanda ia diangkat menjadi satu-satunya
penguasa di pulau itu.
Tindakan Tjakraningrat tersebut antara lain didasarkan pada
tuduhannya bahwa pemerintah Republik sudah tidak lagi menghormati
demokrasi, dengan dalih bahwa orang Madura ingin diperintah suku
bangsanya sendiri, ia menyanggupi akan mendirikan Negara Madura yang
dianggapnya sesuai dengan Perjanjian Linggarjati. Bahkan ia menyatakan
bersedia menandatangani kontrak keterikatan politik seperti leluhurnya di
abad ke-18 dan ke-19 untuk menempatkan Madura dibawah lindungan
Belanda.10
Dalam menjelaskan mengapa beberapa pemimpin lokal Madura seperti
Tjakraningrat memiliki keinginan untuk mendirikan Negara Madura yang
terlepas dari Negara RI yang berpusat di Jawa, sebenarnya dapat dijelaskan
dalam hubungannya antara penguasa Madura dan Jawa (khususnya Mataram)
pada masa kerajaan. Meskipun secara geografis wilayah Madura terpisah
10
dengan Jawa. Namun, secara politis Madura pada jaman kerajaan selalu
berada di bawah kerajaan-kerajaan besar di Jawa terutama Mataram. Madura
pada waktu itu bukanlah sebagai wilayah yang bebas dari kekuasaan Jawa
bahkan harus tunduk pada kekuasaannya.
Ketakutan terhadap dominasi Jawa ini rupanya menjadi beban sejarah
yang terus teringat oleh para pemimpin lokal Madura, ketika ia harus memilih
menuruti keinginan Belanda untuk memisahkan diri dengan membentuk
negara sendiri terpisah dari RI atau memilih bergabung dengan RI sebagai
negara kesatuan yang juga berpusat di Jawa. Dengan kata lain masalah
Jawanisasi menjadi pertimbangan ketika mereka harus memutuskan untuk
masalah ini. Konflik antara pemimpin di Madura dengan penguasa di Jawa
pada masa kerajaan seringkali terjadi. Ketika wilayah Madura di kuasai oleh
kerajaan Mataram, selain sebagai wilayah yang tidak bebas juga banyak
dibebani oleh berbagai penyerahan dan pajak yang sangat tinggi. Beban
penyerahan wajib tersebut tidak mustahil menjadi penyebab utama mengenai
sikap penguasa Madura seperti Trunajaya, Cakraningrat II, Cakraningrat III,
dan Cakraningrat IV untuk berusaha melepaskan diri dari kekuasaan yang ada
di Jawa (Mataram).11
Tindakan untuk memisahkan diri para penguasa Madura dari dominasi
ikatan kerajaan Mataram itu tidak lepas dari kondisi sosial ekonomi di pulau
itu.Meskipun secara geografishampir seluruh Madura terdiri dari tanah kapur
sebagai bagian dari pegunungan kapur utara dibagian utara Jawa Timur, tetapi
11
tampaknya pada awal abad ke-l8 Madura merupakan pulau yang makmur. Hal
ini terbukti di pulau ini terdapat tidak kurang dari lima kota yang kehidupan
sosial, ekonomi, dan budaya nya bila dibandingkan perkembangan beberapa
kota di Jawa kondisinya tidak jauh berbeda. Beban sejarah kedua yang
memiliki pengaruh besar bagi beberapa pemimpin lokal Madura lebih tertarik
untuk mengadakan kerjasama dengan Belanda dan mau untuk mendirikan
negara sendiri dari pada bergabung dengan RI yang ada di Jawa adalah
hubungan yang sudah dilakukan keduanya selama itu. Dalam sejarah ketika
mereka konflik dengan penguasa Jawa, maka pemimpin Madura akan memilih
alternatif untuk minta bantuan Belanda. Kerjasama antara Belanda dengan
pemimpin Madura salah satunya dapat dilihat pada organisasi militer yang
dikenal dengan nama Barisan Madura. Organisasi barisan ini merupakan suatu
pasukan militer yang keberadaannya diterima dengan adanya hubungan militer
antara penguasa Madura dengan Belanda.
Sejarah aliansi militer antara Madura dan Belanda dimulai pada
tahun-tahun awal Belanda masuk ke Madura. Pada saat itu pula kebetulan
kerajaan-kerajaan Madura sedang berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh
kekuasaan Mataram. Usaha ini mendapat respon positif dan perlindungan dari
Belanda. Sebagai gantinya maka kekuatan-kekuatan militer Madura diminta
untuk mendampingi Belanda selama menghadapi berbagai pemberontakan,
perang-perang lainnya.12 Atas penghargaan dalam membantu perang ini maka
pemerintah kolonial sering memberikan penghargaan kepada sultan dan
keluarganya. Bahkan, karena sangat cintanya kepada Belanda beberapa sultan
ketika meninggal dunia berwasiat agar jenazahnya ditutupi dengan bendera
Belanda.13
Pada tanggal 11 September 1947 pukul 06.30 WIB pagi pasukan
Belanda melakukan serangan besar-besaran ke Madura, gerakan pasukan
dimulai dari Pakong, Distrik Pegantenan dengan kekuatan satu kompi infanteri
yang bertujuan menyerang Sumenep, pertempuran sengit terjadi antara rakyat
Madura dengan tentara Belanda.
Sebelum melakukan serangan Belanda melakukan ofensif propaganda
pada tanggal 1 November 1947 dengan taktik seolah-olah pasukan mereka
ditarik mundur. Pada tanggal 9 November 1947 pasukan Belanda melakukan
tipu muslihat dengan kapal perangnya mendekati dan menembaki
Pasongsongan, Pasiyan dan Ambunten dan akhirnya Sumenep dapat diambil
alih oleh musuh.14
Setelah mengkonsolidasi penduduknya atas Madura barat Belanda
mulai mengusik Sumenep dengan menyatakan wilayah itu adalah daerah
operasi patrolinya. Aksi militer Belanda yang merupakan genjatan senjata
berdasarkan perjanjian Linggarjati itu membangkitkan kemarahan dunia
12
Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850 -1940 (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002), 144.
13
Zein, Arsitektur Tradisional Madura Sumenep dengan pendekat an Historis dan Deskriptf (Surabaya: ITS Surabaya, 1986), 29.
14
internasional. Dewan keamanan PBB ikut campur tangan sehingga tercapailah
persetujuan baru yang ditandatangani di kapal perang Amerika serikat
Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Persetujuan itu mempersyaratkan
bahwa tidak kurang dari enam bulan tetapi tidak lebih dari setahun sesudah
tanggal tersebut akan diadakan plebesit atau pemungutan suara dibawah
pengawasan PBB di wilayah pendudukan Belanda. Plebesit itu dimaksudkan
untuk menentukan apakah rakyatnya tetap ingin ikut Republik Indonesia atau
bergabung dengan negara bagian lain dalam suatu negara serikat.
Akan tetapi seminggu setelah perjanjian Renville Belanda mengadakan
plebesit di Madura tanpa sepengetahuan komisi PBB (terdiri atas Amerika
Serikat, Australia dan Belgia). Sebagai penguasa yang diangkat Belanda,
Tjakraningrat membantu Recomba Jawa Timur dalam memaksa rakyat
Madura menentukan: 1) dalam keadaan yang sulit ini apakah tidak lebih baik
orang Madura mendirikan Negara sendiri yang menangani segala kebutuhan
masyarakatnya, 2) bukankah sepantasnya Tjakraningrat diangkat dan
dijadikan wali Negara Madura.15
Karena tidak ada berita radio atau surat kabar, tidak banyak orang
Madura yang tahu bahwa Tjakraningrat telah meninggalkan kubu republik.
Keterikatan nama Tjakraningrat dengan Negara Madura dianggap masih
memiliki hubungan dengan Republik. Mereka yang mengetahui permasalahan
ini juga sulit untuk menyatakan pendapat secara bebas karena plebesit yang
dilakukan tersebut tidak diadakan secara langsung, bebas dan rahasia dengan
15
diawasi tentara pendudukan Belanda maka disetiap desa tempat penentuan
pendapat dilakukan orang yang menyetujui dua pertanyaan tadi diminta
berdiri di satu pihak, sedangkan orang yang abstain dan menentang pertanyaan
tadi diharuskan berdiri di sisi lain yang telah disediakan. pemungutan suara
dilaksanakan di tiap-tiap desa pada tanggal 23 Januari 1948, disana akan
dijelaskan tentang maksud resolusi dan pemungutan suara. Pemungutan suara
ini akan dilaksanakan serentak pada tanggal 23 Januari 1948 pukul 15.00 WIB
sore sampai pukul 18.00 WIB sore. Hal ini memperoleh hasil:
1. Orang yang berhak memberikan suara : 305.546 orang
2. Orang yang hadir : 219.660 orang
3. Orang yang setuju : 199.510 orang
4. Orang yang tidak setuju : 9.923 orang
5. Orang yang tidak mengeluarkan suara : 10.230 orang
Kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. Banyaknya yang hadir : 71,88%
2. Banyaknya orang yang setuju : 90.82%
3. Banyaknya orang yang tidak setuju : 4.51 %
4. Banyaknya orang yang tidak mengeluarkan suara : 4.65%
Di bawah tekanan tentara pendudukan seperti itu maka tidaklah
mengherankan jika tidak sampai 5% suara yang menentang pendirian Negara
Madura.16
16
Berdasarkan verslaag dari T. Sumarto dari kementrian publikasi bagian
pers Jogjakarta berpendapat bahwa pada tanggal 25 Januari 1948 di Madura
telah didirikan partai seperti di Negara Jawa Timur, akan tetapi partai ini
mendapat sambutan dari kalangan rakyat Madura yang berpusat di Kembang
Djepun muka Escomto. Partai ini bernama PKM (Partai Kebangkitan Madura)
yang diketuai oleh Asmorojudo, Akman cs, partai ini mendapat simpati karena
rakyat Madura sebagian besar buta huruf dan tidak mengerti sama sekali
maksud dari pembentukan partai itu. Rakyat Madura hanya diberitahu bahwa
partai tersebut akan membawa kemerdekaan rakyat Madura dan membawa
rakyat Madura kearah kebahagiaan dan kemakmuran serta partai tersebut
mengadakan pelajaran (scheepsvaart afdeeling) dimana bagian ini mengurus
pelajaran rakyat Madura yang datang dan pergi melalui PKM dan rakyat
bukan anggota PKM tidak akna mendapatkan pertolongan. Hal ini yang
menjadikan partai ini mendapat sambutan baik dari rakyat.17
Berdasarkan hasil plebesit yang sangat meyakinkan ini pada tanggal 21
Februari 1948 Letnan Gubernur Jenderal van Mook memberikan pengakuan
berdirinya Negara Madura dan juga mengesahkan dan merestui pengangkatan
Tjakraningrat sebagai wali Negara Madura.
Peran R.A.A Tjakraningrat dalam terbentuknya Negara Madura yakni
ketika tanggal 16 Januari 1948 bertempat di kediaman Bupati Pamekasan
membentuk sebuah komite penentuan kedudukan Madura yang tersusun
sebagaimana komite sementara, terdiri dari utusan rakyat diseluruh
17
keresidenan Madura. Komite ini juga menetapkan sebuah resolusi yang
berisikan meminta persetujuan rakyat dengan cara mengadakan pemungutan
suara yang akan segera dibentuk disetiap desa diseluruh keresidenan Madura
yang bertepat pada tanggal 23 Januari 1948 pukul 15.00 WIB sore. Pada
tanggal 20 Februari 1948 R.A.A Tjakraningrat mendapat surat dari Dr. Van
Mook yang berisikan sambutan baik dari pemerintah kerajaan Belanda
mengenahi permohonan R.A.A Tjakraningrat dalam pembentukan komite
penentuan kedudukan Madura.18 Hasil dari resolusi itu memutuskan:
Pertama, memenuhi resolusi yang diterima oleh rakyat Madura pada
tanggal 23 Januari 1948 mengakui Madura sebagai kesatuan ketatanegaraan
yang disusun dengan kedudukan Negara . Kedua, menetapkan bahwa wilayah
Negara Madura meliputi pulau Madura dan pulau sekitarnya. Ketiga,
mengakui R.A.A Tjakraningrat, residen Madura sebagai wali Negara Madura.
Keempat: membentuk suatu Dewan Perwakilan Rakyat Madura untuk
mempersiapkan susunan ketatanegaraan Negara Madura dengan perjanjian
bahwa:
1. Susunan Dewan yang pertama terdiri dari lima puluh anggota.
2. Empat puluh anggota akan dipilih menurut aturan yang ditunjukan oleh
wali Negara dengan nama komite penentuan kedudukan Madura.
3. Sepuluh anggota akan dipilih menurut satuan yang ditetapkan oleh wali
Negara dengan kata sepakat komite penentuan kedudukan Madura dan
18
komisaris pemerintah untuk mewakili golongan penduduk yang tidak
terwakili.
Kelima, menetapkan bahwa kewajiban istimewa dari dewan adalah
secepat mungkin menguji team suatu rencana untuk susunan ketatanegaraan
dari Negara dan persoalan hubungan Negara terhadap Negara Indonesia
serikat yang akan dibentuk dan kerajaan Belanda dalam kerja sama dengan
wali negara dan komisaris pemerintah untuk pamong praja Jawa Timur.
Keenam, menetapkan bahwa sambil menanti pelaksanaan susunan
ketatanegaraan dimaksudkan dalam pasal 5 wali negara menyelenggarakan
kekuasaan kepadanya. Ketujuh, menetapkan bahwa anggaran belanja yang
diperlukan untuk menyelenggarakan pekerjaan wali negara dan dewan,
sementara waktu diberikan oleh negara .
Dalam pembicaraan pada sidang tanggal 16 Januari 1948 berpendapat
bahwa sejak tanggal 11 November 1947 hubungan antara Madura dan
pemerintah pusat Republik Indonesia telah terputus oleh karena sejak tanggal
21 November 1947 dengan alasan untuk kepentingan rakyat, Negara dan
pemerintah diambil alih oleh R.A.A Tjakraningrat.19
Corak dari pemerintahan adalah pemerintahan sendiri dengan
bekerjasama dengan pemerintahan umum. Pemerintah masih bersifat
sementara sehingga ada ketentuan pasti tentang kedudukannya. Inti dari
resolusi ini adalah: a) Rakyat Madura berhak berdiri dalam menentukan
19
nasibnya sendiri. b) Sehubungan dengan keadaan politik Indonesia saat itu,