SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS
KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh :
Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi
Pusat Sumber Daya Geologi
SARI
Secara administratif daerah panas bumi Ampallas termasuk dalam wilayah Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berupa pemunculan kelompok mata air panas yang tersebar di dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu Ampallas dan Batupane
bertemperatur 35 – 66,6 oC dan pH6,84 - 7,22, relatif netral.
Temperatur dasar lubang berkisar antara 26,78 hingga 54,66 oC dengan luas daerah
anomali mencapai ± 0,225 km2, sebaran nilai gradien temperatur permukaan berkisar antara 0,01 hingga 8,57 oC/m dengan total luas zona anomali adalah ± 0,285 km2 dan sebaran nilai aliran panas (heat flow) berkisar antara 0,01 hingga 10,16 W/m2 dengan
total luas zona anomali adalah ± 0,348 km2.
Hasil kompilasi dari beberapa zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali
temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta hasil kompilasi geosains, terdapat korelasi di bagian tengah, di sekitar pemunculan mata air panas Ampallas sedangkan air
panas Batupane tidak terdapat anomali. Korelasi ini kemungkinan berkaitan erat dengan batuan vulkanik (lava, breksi dan piroklastik) dan dikontrol struktur sesar yang berarah
Baratlaut – Tenggara.
PENDAHULUAN
Daerah panas bumi Ampallas dipilih sebagai salah satu daerah penyelidikan
setelah mengkaji data hasil Survei Terpadu (Geologi, Geokimia dan Geofisika
Daerah Panas bumi Ampallas, pada tahun 2013) dan hasil survei TDEM daerah
panas bumi Ampallas pada tahun 2013 Manifestasi panas bumi di daerah
penyelidikan berupa pemunculan kelompok mata air panas yang tersebar di
dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu Ampallas dan Batupane bertemperatur 35 – 66,6 oC.
Secara administratif daerah panas bumi Ampallas termasuk dalam wilayah
Kecamatan Kaluku, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Gambar 1).
Penyebaran manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan berada di sekitar
Aluvium di Sungai Ampallas yang pemunculannya dikontrol oleh sesar-sesar
normal yang berarah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut yang membentuk
zona depresi di bagian tengah daerah Ampallas.
Sedangkan manifestasi panas bumi di daerah panas bumi Batupane pemunculannya pada batuan Breksi.
Dari analisis geologi, daerah panas bumi Ampallas cukup menarik, terutama di
bagian tengah daerah penyelidikan terutama G. Manututu. Hal ini
memungkinkan daerah penyelidikan memiliki batuan beku muda yang
mengandung sisa panas yang cukup
untuk memanaskan fluida, sehingga
terbentuk sistem hidrotermal atau panas bumi. Aktivitas vulkanik diwakili oleh
hadirnya batuan vulkanik muda dari Gunung Manututu yang menghasilkan
leleran lava andesit sampai kubah dasit yang berumur sangat muda, yaitu 300 ribu
tahun yang lalu. Dengan umurnya yang sangat muda, generasi magma yang
berperan sebagai sumber panas (heat
sources) dalam sistem panas bumi
Ampallas ini diharapkan memiliki sisa panas yang banyak dan diharapkan memiliki volume yang besar pula.
(Gambar 2).
Pembentukan sistem panas bumi
Ampallas didasari dengan Kehadiran tektonik ini mengakibatkan batuan
vulkanik tua memiliki sistem rekahan dan kekar yang intensif, berpeluang untuk
menjadi batuan yang memiliki permeabilitas yang baik dan berperan
sebagai reservoir panasbumi. Aktivitas tektonik Plio-Plistosen ini juga
mengakibatkan hadirnya magmatisme yang secara regional juga terjadi di
Mandala Geologi Sulawesi Barat. Hal ini memungkinkan daerah penyelidikan memiliki batuan beku muda yang
mengandung sisa panas yang cukup untuk memanaskan fluida, sehingga
terbentuk sistem hidrotermal atau panas bumi. Keterdapatan batuan ubahan di
lereng utara Gunung Manututu, sekitar 1,5 km arah utara mata air panas
alterasi tipe argilik antara fluida
hidrotermal yang netral dengan batuan pada temperatur fluida di bawah 200°C,
paling tidak dapat diduga bahwa batuan ubahan tersebut merupakan bagian dari
lapisan penudung dari sistem panasbumi Ampallas. Oleh karena itu, lapisan
penudung sistem panas bumi Ampallas diperkirakan berada pada kedalaman di
sekitar lokasi manifestasi batuan ubahan dan diperkirakan memanjang secara
lateral ke arah mata air panas Ampallas. Dugaan ini masih memerlukan konfirmasi tambahan data bawah permukaan dari
survei geofisika, misalnya metode magnetotelurik.
Berdasarkan analisis beberapa karakteristik fluida panasnya, air panas
Ampallas bisa diindikasikan berada pada zona outflow dari sistem panas bumi
Ampallas, meskipun keberadaannya diperkirakan tidak jauh dari reservoir
sistem panas buminya. Hal ini didukung dari keberadaan manifestasi alterasi yang
tidak jauh dengan mata air panas meskipun terlihat adanya indikasi
pencampuran oleh air permukaan dengan derajat pencampuran (mixing) yang sangat rendah. Adapun fluida panas yang
muncul sebagai mata air hangat Batupane diperkirakan sebagai outflow.
Data geologi, geokimia digabungkan dalam peta Prospek dan model panas
bumi (Gambar 3).
Perkiraan area prospek ini cukup
mengalami kesulitan, karena hanya
mengandalkan data permukaan saja. Oleh
karena itu, untuk mengkorelasikan antara yang diperkirakan sebagai zona upflow
dengan zona outflow di mata air panas Ampallas dan Batupane, diperlukan
penyelidikan geofisika tambahan untuk mengidentifikasi sebaran lapisan im
permeabel di bawah permukaan. Berdasarkan perkiraan metode geologi
dan geokima, diperoleh luas area prospek panas bumi Ampallas seluas 3 km2.
METODOLOGI
Penyelidikan aliran panas ini dimaksudkan untuk memetakan aliran
panas secara vertikal dan horizontal pada daerah anomali dan daerah prospek di
sekitar manifestasi panas bumi dengan mengkaji morfologi, satuan batuan, pola
struktur, serta mempelajari semua parameter geologi yang berperan dalam
pembentukan sistem panas bumi di daerah Ampallas.
Tahapan penyelidikan aliran panas yang dilakukan, yaitu kajian literatur dan hasil,
penyelidikan terpadu lapangan dan pengolahan data serta analisis
laboratorium.
Penyelidikan lapangan terdiri dari tahapan pengamatan lokasi, pengeboran 5 hingga
10 meter, pengukuran temperatur, pengambilan sampel dan pengolahan
data serta penghitungan aliran panas
HASIL PENYELIDIKAN
Dalam penyelidikan aliran panas ini pengeboran menggunakan hand auger
dan mesin bor portabel, dengan jumlah lubang sebanyak 49 lubang bor yang
mempunyai kedalaman rata-rata antara 5 - 10 meter dengan diameter lubang
berukuran 2 ½” (Gambar 4).
Pengukuran Konduktivitas Panas Sampel Batuan/Tanah
Pengambilan contoh batuan/tanah diambil
mulai di sekitar kedalaman 5 – 10 meter dari setiap lubang dan selanjutnya sampel batuan/tanah diseleksi untuk keperluan
analisis konduktivitas panas.
Sebaran nilai konduktivitas panas daerah
Ampallas ini terbagi menjadi 2 (dua) zona yaitu zona yang mempunyai nilai
konduktivitas panas relatif tinggi dan relatif rendah (Gambar 5). Daerah dengan
nilai konduktivitas panas relatif tinggi (warna merah hingga kuning pada peta)
hanya berada di sebelah barat, tengah dan Timur dari lokasi titik bor yang
mendominasi di daerah penyelidikan, berasosiasi dengan batuan segar berupa
batuan vulkanik berjenis lava basaltik dan andesitik. Daerah dengan nilai konduktifitas panas relatif rendah (warna
hijau hingga biru) menyebar di sebelah utara daerah penyelidikan berasosiasi
dengan batuan sedimen berupa endapan laut dan batuan Breksi berjenis piroklastik
yang pada umumnya sudah mengalami ubahan.
Sebaran Temperatur Dasar Lubang Bor Temperatur dasar lubang berkisar antara 26,78 hingga 54,66 oC dengan rata-rata
30,12 oC dan sebaran temperatur dasar lubang di daerah penyelidikan terlihat pada Gambar 6, dimana penyebaran zona anomali temperatur hanya meliputi
lokasi di sekitar kelompok manifestasi air panas Ampallas sedangkan disekitar mata
air panas Batupane tidak terlihat adanya anomali panas. Zona anomali ini berada
pada lingkungan geologi batuan sedimen (endapan Sungai) dan batuan vulkanik (lava dan piroklstik).
Luas areal daerah anomali temperatur dasar lubang bor daerah penyelidikan
mencapai ± 0,225 km2 (garis merah putus-putus).
Sebaran Gradien Temperatur Permukaan
Nilai gradien temperatur permukaan yang terukur berkisar antara 0,01 hingga 8,57
o
C/m dengan rata – rata 0,68 oC/m. Sebaran nilai gradien temperatur
permukaan di daerah penyelidikan (Gambar 7) memperlihatkan bahwa zona
anomali dari gradien temperatur permukaan tersebar di 1 (stu) lokasi yaitu Bagian tengah, disekitar pemunculan mata
air panas Ampallas berasosiasi lingkungan geologi satuan Aluvium (endapan sungai)
satuan batuan ini merupakan endapan sekunder terdiri dari material lempung,
pasir, bongkah-bongkah lava, Breksi, konglomerat yang bersifat lepas-lepas
membundar-membundar tanggung. Batuannya
tersebar di sepanjang tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan aluvial ini berumur
Holosen hingga sekarang (Resen). Total luas zona anomali gradien temperatur
permukaan di daerah penyelidikan mencapai ± 0,285 km2 (garis merah
putus-putus).
Sebaran Aliran Panas Permukaan Nilai aliran panas (heat flow) permukaan daerah penyelidikan berkisar antara 0,01
hingga 10,16 W/m2, dengan rata-rata 0,59 W/m2 dan sebaran nilai aliran panas (heat
flow) permukaan di lokasi penyelidikan
terlihat pada Gambar 8.
Secara umum zona anomali aliran panas
permukaan daerah penyelidikan mempunyai sebaran yang sama dengan
sebaran gradien temperatur permukaan dimana terdapat 1 (satu) lokasi anomali
yaitu ditengah tengah, sekitar pemunculan mata air panas Ampallas zona anomali ini
berasosiasi dengan lingkungan geologi batuan sedimen (endapan sungai) dan
batuan vulkanik (lava , Breksi dan piroklastik).
Total luas zona anomali aliran panas di daerah penyelidikan mencapai ± 0,348 km2 (garis merah putus-putus).
PEMBAHASAN
Dengan berakhirnya penunjaman landai
Mandala Geologi Sulawesi Timur ke arah barat terhadap Mandala Geologi Sulawesi
Barat, sampai kemudian kedua mandala geologi tersebut bersatu pada Miosen
Tengah menjadi penanda aktivitas tektonik
di daerah penyelidikan. Paska penunjaman tersebut di daerah
penyelidikan berlangsung aktivitas vulkanik yang menghasilkan berbagai
macam batuan vulkanik tua, seperti lava, breksi vulkanik, dan tuf. Bagian barat dari
daerah penyelidikan yang berbatasan dengan lautan Selat Makassar pada waktu
yang hampir bersamaan terendapkan batuan sedimen berkomposisikan material
laut seperti batu gamping, napal, dan batupasir yang beberapa di antaranya berkomposisikan material vulkanik hasil
erupsi seperti batu gamping sisipan tufa dan tuf sisipan napal dan batugamping.
Sementara di bagian daratnya terbentuk endapan konglomerat yang bersusunan
fragmen batuan tua sebelumnya, menjemari dengan batugamping kearah
laut dangkalnya.
Kondisi tersebut bertahan sampai
terjadinya kembali aktivitas tektonik Plio-Plistosen yang mengakibatkan
terbentuknya sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-barat
daya pada batuan vulkanik tua. Kehadiran tektonik ini mengakibatkan batuan vulkanik tua memiliki sistem rekahan dan
kekar yang intensif, berpeluang untuk menjadi batuan yang memiliki
permeabilitas yang baik dan berperan sebagai reservoir panasbumi. Aktivitas
tektonik Plio-Plistosen ini juga mengakibatkan hadirnya magmatisme
Mandala Geologi Sulawesi Barat. Hal ini
memungkinkan daerah penyelidikan memiliki batuan beku muda yang
mengandung sisa panas yang cukup untuk memanaskan fluida, sehingga
terbentuk sistem hidrotermal atau panas bumi. Aktivitas vulkanik diwakili oleh
hadirnya batuan vulkanik muda dari Gunung Manututu yang menghasilkan
leleran lava andesit sampai kubah dasit yang berumur sangat muda, yaitu 300 ribu
tahun yang lalu.
Pembentukan sistem panas bumi di daerah Ampallas diperkirakan berkaitan
dengan aktivitas vulkanik erupsi celah
(fissure eruption) yang masih menyimpan
sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas
yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui
celah-celah/rekahan dan terperangkap dalam reservoir panas bumi. Daerah Cubadak
yang berada pada zona depresi dengan banyak struktur geologi (kekar dan sesar)
yang berkembang menjadikan daerah ini memiliki kemampuan untuk meloloskan air
permukaan (meteoric water) ke bawah permukaan. Sebagian air meteorik tersebut kemudian berinteraksi dengan
fluida magmatik dan gas-gas vulkanik yang berasal dari tubuh magma dan
terjadi rambatan panas yang menghasilkan fluida panas. Fluida panas
yang terbentuk kemudian terakumulasi dalam lapisan reservoir, yang berdaya
lulus tinggi (permeable). Sifat permeabel
itu sendiri diakibatkan oleh rekahan yang
terbentuk akibat aktifitas struktur sesar yang ada.
Dari hasil penghitungan aliran panas, sama dengan pola sebaran dari
temperatur dasar lubang bor dan gradien temperatur permukaan, daerah anomali
berada di di sekitar manifestasi mata air panas Ampallas yang diperkirakan
berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik Kubah G.Manututu yang masih
menyimpan sisa panas dari dapur magma dan pemunculan manifestasi ini dikontrol oleh aktivitas sesar-sesar yang berarah
baratlaut-tenggara dan timurlaut-barat daya.
Tidak munculnya anomali disekitar airpanas Batupane disebabkan oleh tidak
ditemukannya lokasi bor pada batuan lunak yaitu pada litologi Breksi Vulkanik
serta lava Basalt sehingga pengeboran dilakukan agak jauh dari airpanas
Ampallas oleh karena itu temperatur lubang dengan temperatur permukaan
perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Kompilasi dari hasil penyelidikan aliran
panas Ampallas dengan hasil penyelidikan geologi, geokimia, berdasarkan perkiraan diperoleh luas area prospek panas bumi
Ampallas seluas 3 km2 menunjukkan bahwa anomali yang berkorelasi dengan
anomali yang berada di sekitar mata air panas Ampallas dan zona anomali ini
tambahan geofisika yaitu Magnitoleroik
(MT) guna melengkapi data (Gambar 9).
KESIMPULAN
Dari hasil survei aliran panas permukaan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
Dari hasil pengukuran diketahui untuk daerah Ampallas temperatur dasar lubang berkisar antara 26,78 hingga
54,66 oC, dengan temperatur tertinggi adalah 54,66 oC yang didapat dari
dasar lubang APL-1 yang berada di dekat manifestasi permukaan berupa mata air panas Ampallas dengan luas
daerah anomali mencapai ± 0,225 km2. Sebaran nilai gradien temperatur
permukaan di daerah Ampallas berkisar
antara 0,01 hingga 8,57 oC/m dengan total luas zona anomali adalah ± 0,285 km2.
Sebaran nilai aliran panas (heat flow) di daerah Ampallas berkisar antara 0,01 hingga 10,16 W/m2 dengan total luas zona anomali adalah ± 0,348 km2. Hasil kompilasi dari beberapa zona
anomali yaitu, anomali gradien termal,
anomali temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta hasil
kompilasi geosains, terdapat konsistensi di bagian tengah, disekitar
pemunculan mata air panas Ampallas. Konsistensi ini kemungkinan berkaitan
erat dengan batuan Aluvium dan vulkanik (lava, Breksi serta piroklastik)
dan dikontrol struktur sesar yang berarah Baratlaut - Tenggara
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu
dalam pembuatan tulisan ini, yang telah memberi kemudahan dalam mengakses
data yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju, 2009, Sulawesi Barat dalam Angka 2009.
Bemmelen, R.W. Van (1949), The Geology of Indonesia.
Browne, P.R.L., 1989, Investigation at The Rotokawa Geothermal Field Taupo
Volcanic Zone, Journal of
Geothermal Research Society, New Zealand.
Fournier, R.O., 1981. Application of Water
Geochemistry Geothermal
Exploration and Reservoir
Engineering, Geothermal System:
Principles and Case Histories. John
Willey & Sons. New York.
Giggenbach, W.F., 1988, Geothermal Solute Equilibria Deviation of
Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators,
Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765.
Lawless, J., 1995. Guidebook : An
Introduction to Geothermal System.
Short Course. Unocal Ltd. Jakarta. Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and
Geothermal System. Academic
Press Inc. Orlando.
N. Ratman dan Atmawinata,. (1993) Geologi Lembar Mamuju, skala 1 : 250.000
Soengkono, S., 1999, Analysis of Digital Topographic Data for Exploration and Assesment of Geothermal
System, Unpublished Report,
Geothermal Institute, the University of Auckland, New Zealand.)
Sulawesi Selatan, Pusat Sumber Daya Geologi.
Tim Survei Pendahuluan, 2009, Survei Pendahuluan Panas Bumi, Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, PSDG
Tim Survei Terpadu, 2013, Survei Terpadu Geologi, Geokimia dan Geofisika Daerah Panas Bumi Ampallas, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, PSDG
Gambar 1 Peta Lokasi Daerah Penyelidikan
Lokasi Penyelidikan Gambar 3 Peta Prospek Daerah Panas Bumi Ampallas
Lokasi Penyelidikan
Lokasi Penyelidikan
Gambar 5 Peta sebaran konduktivitas panas daerah Ampallas
Lokasi Penyelidikan
Lokasi Penyelidikan Gambar 7 Peta sebaran gradien temperatur permukaan daerah Ampallas
Lokasi Penyelidikan