BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.Walaupun banyak pihak yang Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran inflitrat pada foto polos dada.
sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran inflitrat pada foto polos dada.
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang lebih sama. Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang lebih sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi. Namun hal ini tidak infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi. Namun hal ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli.
sepenuhnya disetujui oleh para ahli.
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bacteremia oleh dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bacteremia oleh karena
karena Streptococcus pneumoniaeStreptococcus pneumoniae dan dan Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga, tetapi di negara berkembang juga berkaitan
berkaitan dengan dengan malnutrisi malnutrisi dan dan kurangnya kurangnya akses akses perawatan.Dari perawatan.Dari data data mortalitas mortalitas tahun tahun 1990,1990, pneumonia
pneumonia merupakan merupakan seperempat seperempat peneyebab peneyebab kematian kematian pada pada anak anak dibawah dibawah 5 5 tahun tahun dan dan 80%80% terjadi di negara berkembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah. Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi. Pneumonitis aspirasi ( Mendelson’s syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan oleh inhalasi isi lambung.
Nama lain Anaerobic pneumonia, aspirasi vomitus, pneumonia necrotizing , pneumonitis aspirasi, pneumonitis kimia.
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
ETIOLOGI
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asamlambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingealmenyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapatmenyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bacterial.
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bacterial. Mycoplasma pneumonia dan Chlamidya pneumonia merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun.
Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain:
Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex batuk dan
penutupan glottis.
Disfagia dari gangguan syaraf
Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan yang
melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung.
Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi,
endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric feeding (NGT)
Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan yang
diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan posisi terlentang.
Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan ventilator,
penyakit periodontal dan trakeotomi.
Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya volume aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis aspirasi.
Pasien dengan stroke atau penyaki kritis yang membutuhkan perawatan biasanya mempunyai beberapa factor resiko dan memperbaiki kasus yang mempunyai proporsi yang besar.Kurangnya kebersihan gigi khususnya pada orang tua atau pasien yang kondisinya lemah,
menyebabkan koloni dalam mulut dengan organism patogenik yang secara potensial bisa menyebabkan bertambahnya jumlah bakteri.Peningkatan resiko infeksi dapat menyebabkan aspirasi.
PATOFISIOLOGI
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini terdapat perananaksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi.Terdapat 3faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi,volume aspirasi, serta faktor defensif host.
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial.Perubahan patologis meliputi kerusakan
epitel,pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin danperdarahan intra alveolar.Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal,nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Penyakit ini terjadi pada orang dengan level kesadaran yang berubah karena serangan cerebrovascular accident (CVA), CNS lesion mass, keracunan obat atau overdosis dan cidera kepala. Kebanyakan individumengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan secaranormal.
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:
1. Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk (kejang,stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring, scleroderma)
3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan aspirasi,hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran napas.
Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi Perubahan tingkat kesadaran
Stroke
Kejang
Trauma kepala Anastesi Mekanisme Nasogastric tube Intubasi endotrakeal Tracheostomy
upper gastrointestinal endoscopy
bronchoscopy
Penyakit neuromuskuler
multiple sclerosis
parkinson’s disease
myasthenia gravis
bulbar atau pseudobulbar palsy
Gangguan gastro-oesophageal
inkompetensi sfingter cardiac
striktur oesophageal neoplasma obstruksi gaster protracted vomiting Lainnya posisi recumbent general debility
Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium,Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan diantara
pasien- pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan -lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat ga ya gravitasi karena banyak cabang
yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.
Resiko dari aspirasi secara langsung terkait dengan level kesadaran pasien (contoh: penurunan Glascow ComaScale [GCS] yang dihubungkan dengan resiko aspirasi yang meningkat). Luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung terkait dengan volume dan kadar asam cairan yang dihirup. Aspirasi isi lambung dalam jumlah besar juga dikenal dengan Mendelson syndrome, yang bisa menyebabkan pernafasan akut dalam waktu 1 jam.Kadar asam dan isi lambung menghasilkan pembakaran kimia pada cabang tracheobronchial yang terlibat dalam aspirasi.
Sebuah penelitian pada tikus menunjukkan bahwa terdapat dua fase mekanisme kerusakan paru setelah aspirasi asam. Puncak fase pertama terjadi pada satu hingga dua jam setelah aspirasi dan menghasilkan efek langsung yang diakibatkan pH yang rendah saat aspirasi pada sel-sel alveolar-permukaan kapiler. Fase kedua, puncak pada empat hingga enam jam, berhubungan dengan infiltrasi neutrofil ke dalam alveoli dan intestinum paru, dengan karakteristik gambaran histologist inflamasi akut. Mekanisme jejas pada paru setelah aspirasi lambung melibatkan mediator-mediator inflamasi, sel-sel inflamasi, adesi molekuler, dan enzim, terdiri dari Tumor Necrosis Factor a,, interleukin-8, cyclooxygenase dan produk lipoxygenasedan Reactive Oxygen Species (ROS). Meskipun neutrofil dan komplemen berperan dalam perkembangan jejas, penelitian pada hewan, neutropenia, inhibitor fungsi neutrofil, menginaktivasi interleukin-8 (chemoatraktan poten neutrofil), dan inaktivasi komplemen melemahkan jejas akut pada paru yang diinduksi aspirasi asam.
Karena asam lambung mencegah pertumbuhan bakteri, isi lambung tetap steril dibawah kondisi normal.kesterilan isi lambung yang relatif normal, bakteri tidak menjalankan peran dalam tahap awal penyakit. Ini tidak sepenuhnya baik bagi pasien dengan gastroparesis atau sembelit atau bagi mereka yang menggunakan antasida ( Proton Pump Inhibitor [PPI],H2 receptor antagonist ). Dengan tanpa melihat jumlah bakteri inokulum, infeksi bakteri yang parah
bisa saja terjadi setelah cidera kimia awal.Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan
kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri.Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman anaerob.Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.
Ada dua persyaratan untuk menghasilkan pneumonia aspirasi:
1. membahayakan bagi pertahanan biasa yang melindungi saluran bawah, termasuk penutupan glottis, reflek batuk, dan mekanisme pembukaan.
2. Sebuah inolukrum mengganggu saluran bawah dengan sifat toksiknya langsung, stimulasi proses peradangan dari bakteri inolukrum yang cukup atau penghambatan karena volume zat atau zat partikelnya yang cukup.
Gambar 1: paru-paru yang mengalami infeksi
Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang
menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi berulang.
Gambar 2: Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonates.Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal.Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah.Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas cuping hidung, takipnea, dyspnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas intercostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonates bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis.
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus.Abses pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus aureus.Otitis
media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena Streptococcuspneumoniae atau Haemophillus influenza.Sedangkan epiglottitis dan meningitis khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza.Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia.Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur.WHO bahkan telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk.Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing ), WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia berat di lapangan dan harus memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik.
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan pneumonia viral.Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus. Penggunaan BPS ( Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak, usia 1 bulan – 5 tahun dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau ascending dari infeksi intrauterine.Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif.Gejalanya berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi premature, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS ( Respiratory Distress
Syndrome).
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan daripemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum yangjuga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit danbeberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya.Namun, pada masyarakat (praktek umum),pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.Mendiagnosispneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyertalainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk
membedakanpneumonia dari penyakit lain.
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik olehtenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang cepat (takikardi) danrendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikanoleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, ataumemiliki sianosis memerlukan perhatian segera.
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni,
“whisperedpectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensiabdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.
1. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah fotopolos dada.Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untukmenegakkan diagnosis.Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasidengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial dengan atau tanpadisertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi.Gambaran lusen disertaidengan infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid level mengindikasikan absesparu atau fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yangpositif menunjukkan para pneumonic pleural effusion.4
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “ shift to the left ”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Lokasi infiltrat:
Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi
denganukuran lebih besar
Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk
padalobus kanan dan kiri bagian bawah.
Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus
lateralkiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.
Pada pasien pecandu alkohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone,
Gambar 4: rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru kanan.
Ya Tidak
Rontgen Thorax Rontgen Thorax
Negatif Positif Negatif Positif
Peristiwa aspirasi Pneumonia asprasi Bronkitis Pneumonia
Durasi gejala > 24 jam Tidak diterapi antibiotik, tindakan suportif Terapi antibiotik, tindakan suportif Tidak Ya Tidak diterapi antibiotik, tindakan suportif Terapi antibiotik, tindakan suportif
Tanda dan gejala infeksi tractus respiratorius inferior
KOMPLIKASI 1. Efusi pleura 2. Empyema 3. Pneumotoraks 4. Piopneumotoraks 5. Pneumatosel 6. Abses paru 7. Sepsis 8. Gagal nafas PENATALAKSANAAN
Tata laksana pneumonia idealnya sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.
Golongan beta laktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas.Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus.Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui.Sedangkan pada kasus yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin.
Streptokokus dan pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup oleh ampisilin dan kloramfenikol.Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang community acquired , umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih sensitive. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin.
Penanganan pneumonia pada neonates serupa dengan penanganan infeksi neonates pada umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup kuman kokus gram positif terutama Streptococcus group B dan batang gram negative.Penisilin dan derivatnya meruupakan pilihan utama untuk gram positif sedangkan untuk kuman gram negatif terutama Escherichia coli dan Proteus mirabilis digunakan golongan aminoglikosida.Kombinasi kloksasilin dan gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat mencakup kuman Staphylococcus aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat
digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam.Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotic sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberianantibiotik tergantung pada kemajuan klinis penderita, hasil labo ratoris, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu secara parenteral.Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus pneumoniae pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari.Secara umum pengobatan
BAB III KESIMPULAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah. Beberapa sindrom pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah
dan jenis material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi. Pneumonitis aspirasi ( Mendelson’s syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan oleh inhalasi isi lambung.
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asamlambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan oropharingealmenyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau vegetable oil dapatmenyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi pneumonia bacterial.
Tata laksana pneumonia idealnya sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chamberlain, NR. Clinical Syndromes of Pneumonia. 2002. (http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/syllabi3.htm, 8 Maret 2012) 2. Correa AG, Starke JR. Bacterial pneumonies. Dalam: Chernick V, Boat F, penyunting.
Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders, 1998: 485-503.
3. Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002;3(3): 200-14.
4. Klein JO. Antibacterial Therapy. Dalam Chernick V, Boat F, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6. P hiladelphia: WB Saunders, 1998: 431-46. 5. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am 2003;
21: 437-451.
6. Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J Med, Vol 334, No. 9. Texas tech University Health Science Center: Massacussetts
7. Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and Older Children. Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St Louis: Mosby Inc, 1999 : 595-664.
8. O,connor, S. Aspiration pneumonia and pneumonitis. Australian Prescriber 2003. (http://www.australianprescriber.com/, 8 Maret 2012)
9. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. community Acquired Pneumonia in infants and Children. Am Fam Physician 2004;70: 899-908.