• Tidak ada hasil yang ditemukan

regulasi ppra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "regulasi ppra"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SASARAN V1 : PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA SASARAN V1 : PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

  REGULASIREGULASI No No Elemen Elemen Penilaian Penilaian Poin

Poin Referensi Referensi ProdukProduk

1 STANDAR 1 STANDAR

4 4

Ada regulasi dan Ada regulasi dan  program tentang  program tentang  pengendalian  pengendalian resistensi resistensi antimikroba di antimikroba di rumah sakit sesuai rumah sakit sesuai  peraturan  peraturan  perundang-undangan. (R) undangan. (R) 1.

1. Undang-undang Republik Indonesia NomorUndang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2.

2. Undang-undang Republik Indonesia NomorUndang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3.

3. Undang-Undang Undang-Undang Republik IndonesiaRepublik Indonesia  Nomor

 Nomor 44 44 tahun tahun 2009 2009 tentang tentang RumahRumah Sakit;

Sakit; 4.

4. Peraturan Menteri Kesehatan RepublikPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

tentang Rekam Medis; 5.

5. Peraturan Menteri Kesehatan RepublikPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2015 tentang Indonesia Nomor 08 tahun 2015 tentang  program

 program pengendalian pengendalian resistensiresistensi antimikroba

antimikroba 6.

6. Peraturan Menteri Kesehatan RepublikPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;

tentang Izin Praktik Kedokteran;

1.

1. Kebijakan / Panduan tentang pengendalianKebijakan / Panduan tentang pengendalian resistensi antimikroba

(2)

2 STANDART 4.1 Ada organisasi yang mengelola kegiatan  pengendalian resistensi antimikroba dan melaksanakan  program  pengendalian resistensi antimikroba rumah sakit meliputi a) sampai dengan d) di maksud dan tujuan. (R)

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor

36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

3. Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2015 tentang  program pengendalian resistensi

antimikroba

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;

1. SK Direktur tentang TIM PPRA 2. Kebijakan/ pedoman tentang

 Tim pengendalian resitensi antimicroba  Pengorganisasian PRA

(3)

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA Nomor : …../…./RSMR /…../2018

TENTANG

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAHSAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU

MENIMBANG: a. bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap antimikroba di rumah sakit disebabkan oleh penggunaan antibiotic yang tidak bijak dan rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan standar;  b.bahwa dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit ,  perlu dikembangkan program pengendalian resistensi antimikroba dirumah

sakit;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu ditetepkan surat keputusan Direktur Rumah Sakit;

Mengingat:

1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

5) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2015 tentang  program pengendalian resistensi antimikroba

6) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;

(4)

M E M U T U S K A N Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA TENTANG PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Kedua : Kebijakan program pengendalian resistensi antimikroba Rumah Sakit Muji Rahayu Surabaya sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan

Ditetapkan di : Surabaya Tanggal :

Direktur

Rumah Sakit Muji Rahayu Surabaya

(5)

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA Nomor : …../…./RSMR/…../2018

TENTANG

PEMBENTUKAN TIM PELAKSANA PROGRAM PENGENDALIAN REISITENSI ANTIMIKROBA

DI RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUJI RAHAYU SURABAYA

Menimbang : 1. Bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap anti mikroba di rumah sakit disebabkan oleh penggunaan antibiotic yang tidak bijak dan rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan standar ;

2. bahwa dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakir,  perlu dikembangkan program pengendalian resisten anti mikroba di rumah

sakit;

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan surat keputusan surat Direktur RS Muji Rahayu Mengingat : a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

 b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2015 tentang program pengendalian resistensi antimikroba

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran;

(6)

M E M U T U S K A N Menetapkan :

Pertama : Menetapkan/menunjuk tim pelaksanaan program pengendalian resistensi anti mikroba di rumah sakit Muji Rahayu.

Kedua : Tim ini bertugas melaksanakan program pengendalian resistensi anti mikroba yaitu membantu Direktur dalam mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program  pengendalian resisten anti mikroba, menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi dan melaksanakan surveilans pola penggunaan antibiotic pada RS Wava Husada Kesamben

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan

Ditetapkan di : Surabaya

Tanggal :

Direktur

Rumah Sakit Muji Rahayu Surabaya

dr. Dini Sulistyowati JS  NIK.

(7)

LAMPIRAN : SURAT PUTUSAN TIM PELAKSANA PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA RS MUJI RAHAYU SURABAYA

PENASEHAT/PELINDUNG : Direktur RS Muji Rahayu Surabaya

KETUA : WAKIL KETUA : SEKRETARIS : ANGGOTA : 1. Staf Medis 2. Staf Keperawatan 3. Staf Instalasi Farmasi

4. Staf Laboratorium yang Melaksanakan Mikrologi Klinik

5. Komite Farmasi dan Terapi 6. Komite PPIT

7. Komite PPI

Ditetapkan di : Surabaya

Tanggal :

Direktur

Rumah Sakit Muji Rahayu Surabaya

(8)

PENDOMAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTI MIKROBA

1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Latar Belakang Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba,antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagaidampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat  berhubungandengan penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten

(spread). Tekanan seleksi resistensidapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat dihambatdengan cara mengendalikan infeksi secara optimal. Resistensi antimikroba yang dimaksud adalahresistensi terhadap antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur,virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yangdimaksud adalah penggunaan antibiotik.

Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005 pada 2494 individudi masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotikantara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781  pasienyang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten

terhadap berbagai jenis antibiotik,yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin(18%). Hasil  penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia.Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa di Surabaya dan Semarang terdapat masalah resistensiantimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak  bijak, dan pengendalian infeksi yang belum optimal.Penelitian AMRIN ini

menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validatedmethod) untuk mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di Bandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat melaksanakan “self  assessment  program”menggunakan “validated method” seperti yang dimaksud di atas.

(9)

Pelaksanaannya dapat disesuaikandengan situasi dan kondisi di masing-masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensiantimikroba, data penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampaisekarang gerakan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional  belumberlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di  beberapa negara.

Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini baik di tingkatperorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-institusimaupun antar-negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untukmelaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia rekomendasi ini tampaknya belumterlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan masalah resistensiantimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakaansecara serentak, terpadu, dan bersinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinantentang adanya masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasionalmelalui program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, danpemerintah daerah di bawah koordinasi  pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan. Gerakan enanggulangan dan  pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan ProgramPengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelaksanaan agarpengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit di seluruh Indonesia  berlangsung secara baku dandata yang diperoleh dapat mewakili data nasional di

Indonesia.

B. TUJUAN

Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program  pengendalian resistensiantimikroba di rumah sakit, agar berlangsung secara baku,

(10)

2. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui dua kegiatan utama, yaitupenerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics), dan penerapan prinsippencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar. Penggunaan antibiotik secarabijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal,lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikrobaresisten. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksidan pola kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara  bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam penerapannya.

antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan persetujuan tim ahli(restricted dan reserved)

Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi pada pasienyang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis bedah) danbeberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit non-infeksidan  penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi virus.

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau  berdasarkan polamikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik  berspektrum sempit untukmengurangi tekanan seleksi (selection pressure).

Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas masihdibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasilpemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi).

Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit  perlu diatasi. Misalnya,tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai, komunikasi antara berbagai pihak yang terlibatdalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan dukungan kebijakan pembiayaan danpengadaan antibiotik yang mendukung pelaksanaan penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit.Untuk menjamin berlangsungnya program ini perlu dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian resistensi antimikroba Tim PPRA di rumah sakit.

(11)

3. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT

Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan  Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”, serta menyusun dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”.

Dasar penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit mengacu pada

a. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik  b. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

c. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat

A. Kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit, berisi hal berikut ini. a. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin

 b. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitif Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksiyang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Terapi antibiotikdefinitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenisbakteri penyebab dan pola kepekaannya.

c. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik  profilaksis atasindikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalamketentuan yang berlaku. Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotiksebelum, selama, dan paling lama 24 jam  pascaoperasi pada kasus yang secara klinistidak memperlihatkan tanda infeksi

dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi lukadaerah operasi.

d. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahankan antibiotik prolaksis.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengaitkan pada aspek ekonomi, yaitu biaya, kajian farmakoekonomi dapat memberikan besaran efektivitas-biaya (cost-effectiveness) yang menunjukkan unit moneter

masalah yang telah peneliti kemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepuasan mahasiswa, kendala yang dihadapi mahasiswa serta solusi

Besi cair di dalam dapur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi besi kasar, dalam bentuk balokbalok besi kasar yang digunakan sebagai bahan ancuran untuk pembuatan besi tuang

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep ta’dib sebagai konsep pendidikan Islam yang digagas Syed Muhammad Naquib Al- Attas adalah perangkat dasar dalam

Untuk memaparkan secara jelas sehingga tidak terjadi kebingungan komunikasi antara Kepala Daerah dan DPRD maka laporan keuangan yang dimaksud dalam

Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu

Dalam kasus Dunkin’ Donuts  yang bercabang di kota Yogyakarta, time to market   cenderung tinggi karena mereka memiliki kebijakan mengeluarkan produk baru mereka dan

kelemahan umum yang terjadi secara akut yang disertai dengan menurunnya kadar kalium dalam darah < 3.0 mmol per liter atau kurang.. • Pencetus: pemberian insulin, konsumsi