• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul : Pengaruh Green Marketing dan Packaging Terhadap Brand Image dan Loyalitas Pelanggan pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Judul : Pengaruh Green Marketing dan Packaging Terhadap Brand Image dan Loyalitas Pelanggan pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Judul : Pengaruh Green Marketing dan Packaging Terhadap Brand Image dan Loyalitas Pelanggan pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali

Nama : I Gusti Ayu Widya Sari NIM : 1306205068

ABSTRAK

Loyalitas pelanggan merupakan salah satu bentuk kesetiaan pelanggan terhadap suatu perusahaan. Konsumen semakin selektif dalam memilih produk yang aman untuk dikonsumsi serta menarik perhatian untuk dibeli. Perusahaan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dengan menciptakan brand image positif dengan menerapkan green marketing serta packaging yang menarik yang memiliki inovasi sehingga perusahaan yang dapat meningkatkan repeat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variabel green marketing dan packaging mempengaruhi brand image dan loyalitas pelanggan Starbucks Coffee di Bali

Penelitian ini dilakukan di wilayah Bali dengan ukuran sampel yang digunakan sebesar 104 orang dengan metode purposive sampling dan insidental sampling. Pengumpulan data diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner dengan menggunakan skala Likert yang digunakan untuk mengukur 13 indikator. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis jalur. Dengan uji konfirmatori, uji asumsi klasik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa green marketing dan packaging secara positif dan signifikan mempengaruhi brand image. Green marketing dan packaging secara positif dan signifikan mempengaruhi loyalitas pelanggan serta brand image secara positif dan signifikan mempengaruhi loyalitas pelanggan. Green marketing memiliki pengaruh langsung yang paling besar terhadap brand image dan loyalitas pelanggan. Hal ini mengindikasikan bahwa green marketing mengambil peranan penting dalam menciptakan citra merek Starbucks Coffee serta peningkatan loyalitas pelanggan pada Starbucks Coffee di Bali.

Saran yang dapat dijadikan acuan bagi marketer Starbucks Coffee yaitu melakukan penerapan green marketing yang serius serta melakukan inovasi packaging yang lebih menarik perhatian konsumen starbucks coffee.

Kata kunci : green marketing, packaging, brand image dan loyalitas pelanggan

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PENGESAHAN ... ii PERNYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined.

(2)

KATA PENGANTAR ...iv

ABSTRAK ...vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 12

2.1.1 Green Marketing ... 12

2.1.2 Packaging ... 15

2.1.3 Brand Image... 18

2.1.4 Loyalitas Pelanggan ... 22

2.2 Hipotesis Penelitian ... 25

2.2.1 Pengaruh Green Marketing terhadap Brand Image ... 25

2.2.2 Pengaruh Packaging terhadap Brand Image ... 26

2.2.3 Pengaruh Green Marketing terhadap Loyalitas Pelanggan ... 26

2.2.4 Pengaruh Packaging terhadap Loyalitas Pelanggan ... 27

2.2.5 Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Pelanggan ... 27

2.3 Model Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Objek Penelitian ... 30

3.4 Identifikasi Variabel ... 30

3.5 Definisi Operasional ... 31

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 33

3.6.1 Jenis Data ... 33

(3)

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 34

3.7.1 Populasi ... 34

3.7.2 Sampel... 34

3.7.3 Metode Pengumpulan Sampel ... 34

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.9 Pengujian Instrumen... 36

3.9.1 Uji Validitas ... 36

3.9.2 Uji Reabilitas ... 36

3.9.3 Uji Asumsi Klasik ... 36

3.10 Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV PEMBAHASAN HASIL 4.1 Gambaran Umum Starbucks Coffee ... 40

4.1.1 Sejarah Starbucks Coffee ... 40

4.1.1 Visi dan Misi Starbucks Coffee ... 41

4.2 Karakteristik Responden ... 42

4.3 Hasil Pengujian Instrumen Penelitian ... 46

4.3.1 Uji Validitas ... 46

4.3.2 Uji Reabilitas ... 47

4.4 Deskripsi Variabel Penelitian ... 47

4.4.1 Green Marketing ... 48

4.4.2 Packaging ... 51

4.4.3 Brand Image... 53

4.4.4 Loyalitas Pelanggan ... 54

4.5 Hasil Analisis Faktor Konfirmatori ... 56

4.5.1 Kaiser Mayer Olkin (KMO) ... 56

4.5.2 Measuring of Sampling Adequancy (MSA) ... 57

4.5.3 Percentage of Variance... 57

4.6 Uji Asumsi Klasik ... 58

4.6.1 Uji Normalitas ... 58

4.6.2 Uji Multikolinieritas... 59

4.7 Hasil Analisis Jalur (Path Analysis) ... 60

4.8 Pembahasan Pengaruh Setiap Variabel ... 67

4.8.1 Pengaruh Green Marketing terhadap Brand Image pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ... 67

4.8.2 Pengaruh Packaging terhadap Brand Image pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ... 68

(4)

4.8.3 Pengaruh Green Marketing terhadap Loyalitas Pelanggan pada Konsumen

Starbucks Coffee di Bali ... 69

4.8.4 Pengaruh Packaging terhadap Loyalitas Pelanggan pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ... 70

4.8.5 Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Pelanggan pada Konsumen Starbucks Coffee di Bali ... 71

4.9 Implikasi Hasil Penelitian ... 72

4.10 Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 75

5.2 Saran-saran ... 76

DAFTAR RUJUKAN ... 77

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan dituntut untuk menjaga keberlangsungan perusahaan agar tetap sustainable untuk mencpai tujuan perusahaan. Perusahaan harus peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat serta dengan cepat mengetahui hal-hal apa saja yang diinginkan oleh konsumen. Seperti halnya saat ini, hangat nya isu-isu lingkungan yang tidak hanya menjadi isu saja tetapi sudah terjadi dan seluruh masyarakat di dunia sudah merasakan dampak dari adanya global warming. Berdasarkan data statistik, bahwa peringkat kedua penghasil sampah domestik di Indonesia yaitu produksi sampah plastik sebesar 5,4 juta ton per tahun (Antara News, 2014). Bahkan menurut Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Arif Havas Oegroseno, dalam diskusi di kantor Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Indonesia merupakan negara yang menduduki urutan kedua sebagai negara dengan sampah plastik terbanyak di lautan. Posisi Indonesia hanya berselang satu peringkat dengan Tiongkok. Tidak dapat dipungkiri penggunaan plastik dan kantong plastik memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan, setiap individu ratarata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari dengan kadar 15 persennya adalah plastik (Nursyfani, 2013). Jumlah sampah yang semakin meningkat membuat masyarakat mulai sadar bahwa produk- produk yang setiap hari mereka gunakan dapat menambah jumlah sampah. Kekhawatiran yang terjadi membuat masyarakat di seluruh belahan dunia mulai menyadari serta ingin menindak lanjuti dampak dari terjadinya global warming. Mulai dari melakukan edukasi tentang pengertian global warming serta cara pencegahannya kepada anak-anak sampai dewasa. Pembuatan program-program untuk membantu penyelamatan bumi, hingga mendorong semua orang untuk melakukan tidakan nyata dari hal-hal kecil yang akan bermakna bagi penyelamatan bumi dari global warming. Bahkan Pemerintah di Indonesia pun juga menunjukkan keperdulian nya terhadap lingkungan dengan membuat kebijakan seperti penggunaan kantong plastik berbayar yang mempunyai tujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja serta menggantinya dengan penggunaan tote bag atau tas berbahan kain. Tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik

(6)

resahnya seluruh masyarakat dunia tentang adanya isu global warming para pengusaha melihat sebuah peluang yaitu adanya permintaan serta kebutuhan konsumen akan produk-produk yang berbasis ramah lingkungan. Perusahaan harus peka terhadap perubahan karena kedepannya produk ramah lingkungan akan lebih dipilih oleh konsumen. Penelitian menunjukkan bahwa konsumen rela membayar lebih demi mendapatkan produk yang ramah lingkungan (dalam Effectiveness of Green Marketing for Starbucks).

Perusahaan yang memilih untuk menghijaukan produknya merupakan suatu bentuk bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan. Salah satu cara agar konsumen mengetahui apakah produk yang ditawarkan merupakan produk hijau dan ramah lingkungan, yaitu dengan cara melakukan green marketing. Menurut Pride and Ferrel (dalam Nanere, 2010), menyatakan bahwa green marketing merupakan usaha organisasi atau perusahaan dalam mendesain, promosi, harga dan distribusi produk-produk yang tidak merugikan lingkungan. Saat ini, konsumen semakin selektif dalam melakukan pembelian produk untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk menjadikan hal ini sebuah peluang, maka perusahaan mulai untuk beralih menggunakan bahan baku yang berbasis ramah lingkungan. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:6) Pemasaran merupakan suatu proses perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Maka dari itu, untuk menciptakan nilai dari pelanggannya salah satu cara nya yaitu dengan memproduksi produk yang ramah lingkungan serta menerapkan isu-isu perduli lingkungan lainnya dengan jalan green marketing. Penerapan green marketing tidak hanya digunakan untuk menciptakan kepuasan pada pelanggan tetapi juga untuk memberikan manfaat bagi kondisi lingkungan maupun perusahaan. Sehingga dapat dikatakan green marketing merupakan konsep yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan konsumen dengan berusaha meminimalkan dampak kerusakan terhadap lingkungan hidup. Green marketing sebagai sebuah strategi baru dalam perusahaan mengimplementasikan empat elemen dari bauran pemasaran (marketing mix).

McCharty dalam Kotler dan Keller (2012:25) mengklasifikasikan bauran pemasaran dalam 4P yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi). Perbedaan bauran pemasaran hijau (green marketing mix) dengan bauran pemasaran(marketing mix) konvensional terletak pada pendekatan lingkungan. Perbedaan produk hasil green marketing bukan hanya terletak pada bahan baku yang digunakan. Green marketing dinilai dari produksi sampai dengan cara perusahaan menyediakan produk tanpa merusak lingkungan. Nilai lebih ini diharapkan membentuk ketertarikan calon konsumen

(7)

sehingga menimbulkan minat konsumen untuk membeli. Calon konsumen terlebih dahulu mencari informasi terkait dengan produk yang akan dibeli. Informasi ini berisi nilai positif tentang suatu produk yang mendorong calon konsumen untuk lebih menyukai dan ingin memiliki produk tersebut. Tahap ini dapat dikatakan bahwa minat beli sudah terbentuk di benak calon konsumen. Bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari empat elemen diimplementasikan dalam penerapan strategi green marketing. Green marketing tidak hanya sekedar menawarkan produk yang ramah lingkungan tetapi juga ativitas produksinya, packaging serta modifikasi produk. Hal ini diperkuat oleh pendapat Polonsky (1995) dalam Sumarwan et al. (2012:216) yang menyebutkan bahwa green marketing tidak hanya sekedar memasarkan produk ramah lingkungan, tetapi menuntut adanya suatu reorientasi dan tanggung jawab lingkungan dari keseluruhan area, aktivitas, dan departemen dari suatu organisasi.

Green marketing menjadi lebih lengkap apabila dilengkapi dengan packaging atau pengemasan produk yang sesuai dengan konsep perusahaan yang menerapkan ramah lingkungan. Konsumen akan melihat suatu produk dapat dikatakan sebagai produk yang ramah lingkungan atau tidak dilihat dari kemasan luar produk. Dalam sekali melihat konsumen sudah dapat membedakannya melalui packaging. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan dinamis serta dimulainya era globalisasi yang menyebar di seluruh kawasan dunia, membuat packaging atau kemasan mempunyai peran yang sangat penting terhadap komoditi atau produk yang dikemas. Hal ini terkait erat dengan nilai jual dan citra produk yang tidak dapat terpisahkan dari kemasan itu sendiri. Pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab-penyebab kerusakan baik fisik, kimia, biologis maupun mekanis, sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik dan menarik (Mario, 2015). Selain untuk menjaga kualitas produk, kemasan juga berfungsi sebagai media informasi produk kepada konsumen.

Menurut Sadique et al (2015) Dalam kemasan dapat dicantumkan segala macam informasi tentang produk seperti komposisi, kandungan nilai gizi dan standard mutu yang digunakan. Selain itu, kemasan juga memiliki nilai penting dalam bidang pemasaran. Karena itu, selain mempertimbangkan aspek keamanan produk juga harus diperhatikan aspek estetika dan preferensi konsumen yang berhubungan dengan kemasan produk. Packaging atau kemasan yang baik minimal dituntut untuk memiliki keempat fungsi dasar kemasan yaitu sebagai alat pelidung terhadap produk atau komoditi

(8)

yang dikemas, sebagai alat untuk memudahkan pada saat proses distribusi, media promosi atau display terhadap produk yang dikemas serta sebagai media informasi produk terhadap konsumen yang membeli atau memakainya (Sadique et al. 2015). Disamping harus memiliki keempat fungsi dasar kemasan yang telah disebutkan sebelumnya, kemasan yang baik haruslah juga memperhatikan penggunaan bahan baku kemasan dan faktor desain kemasan yang sangat menentukan nilai daya jual sebuah produk yang dikemas. Faktor – faktor inilah yang membuat suatu packaging atau kemasan semakin diperhatikan oleh kalangan dunia usaha terhadap produk – produk yang diedarkannya.

Setelah melakukan riset pada sepuluh orang responden yang merupakan mahasiswa dari berbagai macam fakultas di Universitas Udayana, sejumlah delapan mahasiswa menyatakan perduli dengan produk yang berbau atau berhubungan dengan penyelamatan lingkungan. Hasil ini didapatkan dengan mewawancarai mereka dengan menanyakan beberapa pertanyaan seperti perusahaan apa yang pertama kali ada dalam benak mereka tentang perusahaan yang ramah lingkungan, apakah cara perusahaan dalam melakukan green marketing efektif, apakah mereka lebih tertarik untuk mengunjungi tempat wisata yang berbasis lingkungan, apakah saat mereka akan membeli produk melihat packaging terlebih dahulu untuk mengetahui apakah perusahaan perduli dengan lingkungan atau tidak.

Salah satu perusahaan yang menerapkan green marketing dan sudah menjadi pioner yaitu Starbucks. Starbucks merupakan perusahaan penjual kopi ternama di dunia. Starbucks terkenal karena perusahaan ini memiliki komitmen terhadap lingkungan yang menyebabkan market share mereka bertambah setiap tahunnya. Image perusahaan Starbuck tercipta karena pembangunan komitmen perusahaan terhadap pembuangan limbah dan penggunaan bahan yang tepat. Starbucks memanfaatkan sarana kampanye dengan mengajarkan pelanggan tentang cara-cara yang tepat dengan menggunakan kembali, mengurangi serta mendaur ulang kemasan produk. Pada bulan Maret 2006 Starbucks meluncurkan cangkir kopi yang 10% dari bahan bakunya terbuat dari materi daur ulang. Seperti kita ketahui bahwa bahan baku cangkir kopi berasal dari bubur kayu sehingga dengan mengurangi 10% materi bahan tersebut Starbucks bisa menyelamatkan 300.000 pohon setiap tahunnya. Program Go Green lainnya yang diluncurkan oleh Starbucks adalah pemberian diskon sebesar 10 cent bagi pengunjung yang membawa cangkir kopi sendiri ketika menikmati suguhan kopi dari Starbucks. Dengan melibatkan pengunjung dalam gerakan Reuse atau pemakaian kembali cangkir kopi bekas pakai, dapat mengurangi 109 truk sampah cangkir kopi setiap tahunnya (dalam Effectiveness of Green Marketing for Starbucks). Hal tersebut adalah sebuah fakta yang sangat

(9)

menggembirakan terutama bagi penggemar kopi yang kini bisa menikmati sajian kopi dari Starbucks dengan lebih ramah lingkungan. Hampir semua kedai Starbucks di seluruh dunia sedang gencar mengubah tampilan ruangannya. Bahan bangunan yang dipakai lebih ramah lingkungan karena memanfaatkan materi daur ulang yang mengandung bahan kimia berskala kecil. Penerapan green marketing pada Starbucks membuat merek Starbucks menjadi terkenal dikalangan masyarakat. Kata Starbucks meupakan hal pertama yang terbayang di benak konsumen saat ditanyakan mengenai perusahaan kedai kopi yang menerapkan produk yang ramah lingkungan.

Secara signifikan ini memiliki dampak terhadap image branding. Menurut Setiadi (2003) konsumen memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan melakukan pembelian. semakin perusahaan menciptakan hal-hal positif makan citra merek atau brand image suatu perusahaan akan semakin terangkat serta akan menimbulkan suatu kesan dibenak konsumen. Pembelian pun akan terjadi oleh adanya pembentukan brand image yang positif. Menurut Duriato, Sugiarto dan Sitinjak (2004) Brand image merupakan asosiasi brand saling berhubungan dan menimbulkan suatu rangkaian dalam ingatan konsumen. Konsumen yang melakukan pembelian berulang kali akan mempunyai posisi khusus bagi suatu produk untuk selalu melekat dibenaknya.

Jika suatu merek mampu memenuhi harapan konsumen atau bahkan melebihi harapan konsumen dan memberikan jaminan kualitas pada setiap kesempatan penggunaannya, serta merek tersebut diproduksi oleh perusahaan yang memiliki reputasi, maka konsumen akan semakin yakin dengan pilihannya dan konsumen akan memiliki kepercayaan pada merek, menyukai merek, serta menganggap merek tersebut sebagai bagian dari dirinya. Dengan demikian, kesetiaan merek akan lebih mudah untuk dibentuk dan perusahaan akan memiliki nama merek yang memiliki kesetiaan konsumen yang kuat karena menurut Morgan & Hunt (1994) yang dikutip oleh Halim (2003) dalam Edris (2009), kepercayaan merek (brand trust) akan menentukan kesetiaan konsumen terhadap merek dan kepercayaan akan berpotensi menciptakan hubungan-hubungan yang bernilai tinggi. Tanpa citra merek yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan yang sudah ada (Ismani, 2008: 18).

Beberapa perusahaan yang peka terhadap nilai suatu merek, akan sepenuhnya menyadari bahwa merek menjadi identitas diri perusahaan dan menjadi “added value” dalam menjual produknya. Merek memang bukan sekedar nama, istilah, tanda ataupun simbol saja,

(10)

lebih dari itu, merek merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan gambaran dan pelayanan pada konsumen. Hanya merek-merek yang dikelola dengan baik dan profesional yang dapat menarik perhatian konsumen. Marconi (1994) dalam Lutiary (2007;58) menyatakan bahwa konsumen akan selalu membeli produk yang mereka butuhkan, tapi produk yang mana yang mereka beli dan bagaimana mereka membuat keputusan itu erat hubungannya dengan perasaan mereka terhadap merek-merek produk yang ditawarkan. Pada titik inilah citra merek (brand image) sangat penting, karena image mereka terhadap merek adalah hal yang biasanya diingat oleh konsumen. Image menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian, dan terkadang tak hanya berhubungan dengan image yang ingin dimiliki atau diimpikan konsumen tapi juga dengan serangkaian nilai yang dipercayainya. Menurut Keller (1993) dalam Lutiary (2007;62) menyatakan bahwa skala citra merek dapat di ukur dari 4 komponen atau indicator, yaitu Attributes (Atribut) yang terdiri dari Product related attributes (atribut produk) dan Non-product related attributes (atribut nonproduk); Benefits (Keuntungan) yang terdiri dari Functional benefits (keuntungan fungsional), Experiental benefits (keuntungan eksperiental), Symbolic benefits (keuntungan simbolik); Brand Attitude (Sikap merek); Brand Personality (Kepribadian Merek). Menurut Schiffman (2000) dalam Lutiary (2007;66)

Citra merek yang berbeda dan unik merupakan hal yang paling penting, karena produk semakin kompleks dan pasar semakin penuh, sehingga konsumen akan semakin bergantung pada citra merek daripada atribut merek yang sebenarnya untuk mengambil keputusan pembelian Menurut Morgan (1994) dalam Edris (2009;117) untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan konsumen terhadap merek, perusahaan harus mengelola kesukaan pada merek (brand liking), kompetensi merek (brand competence), dan kepercayaan pada perusahaan (trust in the company) yang merupakan indikator dari kepercayaan merek. Chauduri (2001) dalam Edris (2009; 121) menyatakan bahwa Kepercayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengubah pembeli atau konsumen menjadi pelanggan pertama kali. Konsumen yang percaya pada suatu merek, cenderung akan mempercayakan masalahnya pada merek tersebut. Kepercayaan konsumen terhadap merek (brand trust) akan berdampak terhadap kesetiaan sikap ataupun perilaku konsumen terhadap suatu merek

Dengan penjelasan singkat yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variabel green marketing dan packaging mempengaruhi citra merek (brand image) dan loyalitas pelanggan. Variabel-variabel inilah yang sebaiknya

(11)

dipahami perusahaan yang akan mengarahkan pelanggan kepada loyalitas. Penelitian ini mengambil objek suatu kedai kopi yaitu Starbuck, dengan judul penelitian “ Pengaruh Green Marketing dan Packaging terhadap Image Branding dan Loyalitas Pelanggan pada Kedai Starbucks di Bali”

(12)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

  Sesuai dengan ketentuan Pasal 43 UUJN bahwa Akta Notaris, Minuta Akta, Salinan akta maupun kutipan akta dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan, di Kelas V SDN Pucangombo IV Kabupaten Pacitan yang dilakukan dengan dua siklus didapatkan nilai

Tabel 4.14 Nilai Interval Kategori Rata-Rata Jawaban Koisioner Pola Asuh Demokratis Orang Tua di RA PIM Mujahidin Bageng dan RA Miftahul Ulum Plukaran

Untuk menganalisis pengaruh service quality terhadap keputusan pembelian handphone android Samsung pada Mahasiswa Universitas

semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan tersebut atau. dengan kata lain, semakin baik kemampuan perusahaan

Pertimbangan Hakim selanjutnya menolak eksepsi terdakwa terkait dengan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa penyitaan dapat dilakukan oleh penuntut umum Komisi