• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI SUDUT SERAT PADA KUAT TUMPU KAYU LAMINATED VENEER LUMBER (LVL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH VARIASI SUDUT SERAT PADA KUAT TUMPU KAYU LAMINATED VENEER LUMBER (LVL)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAYU

LAMINATED VENEER LUMBER

(LVL)

(Influence of Loading Angle Variation to The Grain on Bearing Capacity of Laminated Veneer Lumber (LVL) Wood)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

NIA DWI HANDAYANI

NIM I 0107115

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

KAYU

LAMINATED VENEER LUMBER

(LVL)

(Influence of Loading Angle Variation to The Grain on Bearing Capacity of Laminated Veneer Lumber (LVL) Wood)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

NIA DWI HANDAYANI

NIM I 0107115

Persetujuan :

Dosen Pembing I Dosen Pembimbing II

(3)

commit to user

iii

(Influence of Loading Angle Variation to The Grain on Bearing Capacity of Laminated Veneer Lumber (LVL) Wood)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

NIA DWI HANDAYANI

NIM I 0107115

Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima guna memenuhi

persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 13 April 2011

1. Achmad Basuki, ST, MT __________________ NIP. 19710901 199702 1 001

2. Stefanus Adi Kristiawan ST, MSc, PhD __________________ NIP. 19690501 199512 1 001

3. Ir. Bambang Santosa, MT __________________ NIP. 19590823 198601 1 001

4. Ir. Slamet Prayitno, MT __________________ NIP. 19531227 198601 1 001

Mengetahui, Disahkan,

a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

(4)

commit to user

iv

“Allah mengangkat derjat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang

yang berilmu dengan beberapa derajat’’

(QS.Al-Mujadalah : 11)

Buatlah karyamu seakan ini hanya sekali seumur hidup dan tak akan ada lagi

kesempatan kedua.

There’s always gonna be another mountain.

I’m always gonna wanna make it move.

Always gonna be an uphill battle

Sometimes I’m gonna have to lose.

Ain’t about how fast I get there.

Ain’t about what’s waitin’ on the other side.

It’s the climb.

(5)

commit to user

v Alhamdulillahi rabbil’aalamin..

Rasa syukur dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada Allah SWT

atas hidayah-Nya, dan dengan segala kerendahan hati serta rasa terima kasih saya

persembahakan karya ini kepada:

1. Bapak, Ibu dan Kakak

Terimakasih atas segala doa dan dukungannya serta kasih saying yang tak

akan tergantikan oleh apapun juga.

2. Keluarga besarku

Terimakasih atas kasih sayang dan semangat untuk segera menyelesaikan

pendidikan ini.

3. Pembimbing

Bapak Achmad Basuki, ST, MT dan Bapak Stefanus Adi Kristiawan ST, MSc,

PhD.

4. Alfian Noor Ridho

Terimakasih atas dukungan serta bantuan disetiap kesulitanku.

5. Rekan-rekan seperjuangan sipil angkatan 07

Lydia Fitrina, Muhammad Mubarok, Muhsin Finadi, dan teman-teman lain

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

6. Teman-teman Kost Az-Zahra

(6)

commit to user

vi

Nia Dwi Handayani, 2011. Pengaruh Variasi Sudut Serat Pada Kuat Tumpu Kayu Laminated Veneer Lumber (LVL

)

. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan telah banyak digunakan dan paling lama dikenal oleh masyarakat. Kayu ditinjau dari segi arsitektur memiliki nilai estetika yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk rumah tahan gempa. Adanya fenomena global warming membuat kayu sebagai bahan bangunan perlu ditingkatkan eksistensinya. Kebutuhan kayu yang terus meningkat akan menyebabkan penurunan jumlah kayu yang ada di alam. Terobosan kayu olahan seperti Laminated Veneer Lumber (LVL) diperlukan untuk mengisi kebutuhan produksi kayu. Dikarenakan persamaan empiris untuk menghitung sambungan baru dikembangkan pada kayu alam maka perlu penelitian untuk menguji kegunaan persamaan tersebut pada kayu LVL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi sudut serat pada kuat tumpu kayu LVL dan memberikan alternative rumus yang dapat digunakan untuk desain sambungan kayu LVL.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium dengan mengadaptasi pengujian Ali Awaludin yaitu double-shear bearing test dengan alat sambung baut berdiameter 7 mm. Kayu yang dipilih adalah kayu LVL jenis Falcata atau sengon. Jumlah benda uji yang digunakan adalah 30 buah dengan variasi sudut 0°, 30°, 45°, 60°, 90°. Setiap variasi sudut dibuat 6 benda uji dengan dimensi 52,5 mm x 35 mm x 21 mm. Pengujian kuat tumpu kayu menggunakan mesin UTM. Persamaan empiris dirumuskan melalui kurva efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu kayu dengan berat jenis tertentu.

Dari pengujian diketahui nilai kuat tumpu sejajar terhadap serat dan tegak lurus terhadap serat masing-masing 28,841 N/mm2 dan 17,361 N/mm2. Nilai kuat tumpu menurun seiring dengan pertambahan tingkat sudutnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persamaan untuk kuat tumpu kayu LVL mendekati Persamaan Hankinson. Namun perlu adanya modifikasi dalam Persamaan Hankinson dengan menambahkan konstanta untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi. Konstanta 0,97 adalah konstanta yang paling mewakili data-data hasil pengujian. Hal tersebut dibuktikan dengan koefisien penyimpangan sebesar 0,573610534.

(7)

commit to user

vii

Nia Dwi Handayani, 2011. Influence of Loading Angle Variation to The Grain on Bearing Capacity of Laminated Veneer Lumber (LVL) Wood. Final Report. Department of Civil Engineering, University of Sebelas Maret, Surakarta.

The use of wood as building material is mostly used and has long been known by people. Wood observed from architectural side has high aesthetics price and applicable to make earthquake endurance house. The global warming phenomenon make wood as building material has to develop its existence. The requirement of wood which is always getting high will give occasion to decline the amount of wood in the nature. The technological development of manufacture wood such as Laminated Veneer Lumber (LVL) is needed to fill wood product requirement. Because the empirical equations to design connection just developed in natural wood, it is a matter of great importance to verify the applicability of these equations for LVL wood. The aim of this research are to identify influence of loading angle variation to the grain on bearing capacity of Laminated Veneer Lumber (LVL) wood and gives an alternative equation that capable for connection design for LVL wood.

This research use experiment method in laboratory with adopted Ali Awaludin’s double-shear bearing test configuration and 7 mm diameter bolt were used in this study. Type of LVL wood that used is Falcata type. The amount of the test object is 30 sample that have five different loading angle to the grain which are 0°, 30°, 45°, 60°, 90°. Each loading angle variation to the grain made to 6 test objects in 52,5 mm x 35 mm x 21 mm dimension. Bearing capacity configuration test used UTM machine. The empirical equation defined by effect of loading angle to the grain on bearing capacity curve with certain specific gravity.

The result of the experiment shows that the bearing capacity for parallel loading to the grain is 28,841 N/mm2 and perpendicular loading to the grain is 17,361 N/mm2. Bearing capacity value is getting decline as the increasing of the degree. The test result also shows that equation for LVL bearing capacity approaching empirical equation proposed by Hankinson. However, it needs a modification in Hankinson’s equation by adding a constant to get higher accuration. 0,97 constant is the closest constant that representative test result data. It proved by deviation coefficient about 0,573610534.

(8)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan bangunan rumah dan gedung sebagai tempat tinggal, beraktifitas dan

bersosialisasi bagi masyarakat terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk

sehingga kebutuhan bahan bangunan akan terus meningkat. Kayu sebagai bahan

konstruksi yang masih banyak digunakan di Indonesia, antara lain untuk keperluan rumah

tinggal, jembatan dan lain-lain.

Keuntungan dari kayu yaitu sebagai bahan struktur bangunan yang tahan terhadap

gempa. Disamping itu ditinjau dari segi arsitektur, bangunan dari kayu memiliki nilai

estetika yang tinggi. Jika sumber daya alam sebagai sumber bahan bangunan tidak

dikelola dengan baik maka kerusakan lingkungan hidup tidak akan terhindarkan.

Disamping kerugian lingkungan alam seperti tersebut diatas, tentunya akan menurunkan

produksi kayu dan pada giliran berikutnya akan menaikkan harga bahan kayu bangunan

yang semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. Pada kondisi tersebut, maka kayu olahan

akan dapat berfungsi untuk mengisi kebutuhan kayu, dan arena kayu olahan dapat

diproduksi dari kayu cepat tumbuh dengan kualitas yang rendah dan ukuran yang tidak

terlalu besar yang diperoleh dari kayu hasil Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hutan

rakyat sebagai bahan baku. Kayu olahan dapat menggantikan fungsi kayu gergajian

dalam berbagai penggunaan seperti : komponen furniture, pintu, kusen, dapat pula

ditingkatkan untuk struktur rangka kuda-kuda dan komponen struktur bangunan kayu,

(9)

Laminated Veneer Lumber (LVL) adalah kayu olahan yang terdiri dari lapisan tipis atau

veneers kayu yang direkatkan menjadi satu dan kayu gergajian untuk membuat dimensi

dalam ukuran mulai dari 2 x 4 inch atau lebih besar sesuai fabrikasinya.

Tidak ada struktur yang tidak menggunakan sambungan. Semua bagian struktur saling

berhubungan karena semua bagian tersebut bersambungan menjadi satu kesatuan.

Sambungan meneruskan beban dalam struktur dari yang satu ke yang lainnya sampai

berakhir pada pondasi. Sambungan harus dirancang untuk menahan setidaknya aksi dari

bagian-bagian dan unsur-unsur yang diikat.

Namun pada kenyataannya saat ini belum ada persamaan empiris untuk menghitung

sambungan kayu LVL yang berhubungan dengan kuat tumpu (bearing capasity) dengan

variasi sudut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh variasi sudut serat pada kuat tumpu kayu LVL.

b. Apakah persamaan empiris yang dapat digunakan untuk mencari kuat tumpu kayu LVL dengan variasi sudut.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas maka perlu adanya pembatasan sebagai berikut:

1. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan bahan dasar kayu sengon atau falcata.

2. Kayu LVL yang digunakan merupakan hasil produksi dari PT. Sumber Graha Sejahtera.

(10)

5. Variasi sudut terhadap serat yang digunakan 0°, 30°, 45°, 60°, 90°. 6. Jumlah sampel untuk pengujian 30 buah.

7. Kadar air dibatasi pada rentang 12% sampai 18%.

8. Kuat tarik dan kuat lentur kayu tidak diselidiki dalam penelitian. 9. Pengaruh kekuatan lem tidak diselidiki.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui pengaruh variasi sudut serat pada kuat tumpu kayu LVL. b. Mengetahui desain sambungan pada kayu LVL.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil khususnya dalam penggunaan kayu LVL dalam konstruksi dengan variasi sudut serat.

1.5.2 Manfaat praktis

(11)

commit to user

4

BAB 2

DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Sulitnya mencari kayu solid saat ini, telah mendorong peneliti untuk dapat memanfaatkan kayu olahan yang dibuat dari jenis kayu yang berasal dari tanaman cepat tumbuh seperti sengon, relatifnya kita dapat memanen pohon setelah pohon berusia sekitar 10 tahun. Oleh karena itu inovasi dalam pengembangan kayu olahan sangat diperlukan.

Sifat kayu yang rentang dan mutu yang sangat rendah dapat disiasati dengan teknologi laminasi (LVL) sehingga kekuatan kayu sengon atau albasia dapat setara dengan kayu kamper atau kayu borneo, setidaknya naik kelas ke kayu kelas III atau bahkan sampai kelas II.

(12)

Tegangan tumpu kayu tergantung pada diameter pengikat, berat jenis, dan sudut pembebanan terhadap serat. Persamaan empiris untuk menentukan tegangan tumpu kayu dibuat berdasarkan eksperimen.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Material Kayu

Kayu adalah bahan dari alam yang tidak homogen. Perilaku ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan pertumbuhan yang sering tidak sama. Oleh karena itu, sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik pada arah longitudinal, radial, dan tangensial tidak sama. Kekuatan kayu pada arah longitudinal lebih besar bila dibanding dengan arah radial maupun tangensial, dan angka kembang susut pada arah longitudinal jauh lebih kecil dari pada arah radial maupun arah tangensial.

Senyawa utama penyusun kayu adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin dengan komposisi kasar 50% selulosa, 25% hemiselulosa, dan 25% Lignin (Awaludin, 2005). Sel-sel kayu ini kemudian secara berkelompok membentuk pembuluh, parenkim,dan serat. Pembuluh memiliki bentuk seperti pipa yang berfungsi untuk saluran air dan unsur-unsur hara. Parenkim berbentuk kotak dengan dinding tipis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementar hasil fotosintesis. Serat memiliki bentuk panjang langsing dan berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.

(13)

Salah satu sifat mekanik kayu yang sangat penting dalam analisis tahanan sambungan adalah kuat tumpu kayu disekitar alat sambung (dowel bearing strength). Kuat tumpu kayu dipengaruhi oleh kandungan air, berat jenis kayu, dan diameter alat sambung. Hasil pengujian Rammer dan Winistrofer (2001) menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu pada kandungan air 15%, 12%, 6%, dan 4% adalah berturut-turut sebesar 1,23; 1,36; 1,63; 1,72 kali kuat tumpu kayu pada kandungan air 20%. Smith (1988) melakukan pengujian kuat tumpu kayu dengan beberapa macam nilai berat jenis yang tergolong pada kayu lunak (soft woods) dan kayu keras (hardwoods). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu meningkat seiring dengan peningkatan berat jenis kayu. Wilkinson (1991) mengusulkan Persamaan (2.1).

žŧ = 114,45 ,ƴ5 (2.1)

Dengan:

Fe = kuat tumpu kayu G = berat jenis kayu

2.2.2. Alat Sambung

Analisis tahanan sambungan dengan menggunakan teori model kelelehan seperti pada SNI-5 Tata Cara Perancangan Konstruksi Kayu (2002) menjelaskan bahwa salah satu sifat mekanik alat sambung baut atau paku yang perlu diketahui adalah tegangan lentur (Bending yield stress). Pengujian tegangan lentur alat sambung paku atau baut dapat dilakukan sesuai ASTM F 1575-03. Sketsa pengujian tegangan lentur alat sambung ditentukan sebagai titik perpotongan garis offset (0,05D) pada kurva beban lendutan.

2.2.2.1. Jenis-jenis Alat Sambung

(14)

sambung dengan kayu yang disambungnya. Hasil pengujian yang dilakukan Racher (1995) untuk beberapa macam alat sambung dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kurva beban sesaran alat sambung (Racher,1995)

2.2.2.2. Grading System

Klasifikasi kekuatan kayu dilakukan secara masinal melalui pengujian kuat lentur kayu sehingga modulus elastisitas lentur kayu (Ew) dapat diperoleh. Kemudian sifat mekanik lainnya seperti kuat tarik (Ft), kuat desak (Fc), dan kuat geser (Fv) ditentukan berdasarkan nilai modulus elastisitas lentur yang telah diperoleh.

Tabel 2.1. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas penilaian secara maksimal pada kadar air 15%

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc

^

E26 25000 66 60 46 6,6 24 E25 24000 62 58 45 6,5 23 E24 23000 59 56 45 6,4 22 Sumber: SNI-5 (2002).

Jenis alat sambung:

a) Lem (12,5. 103 mm2) b) Cincin belah 100 mm c) Kokot Buldog 62 mm d) Dowel 14 mm

e) Baut 14 mm

f) Punched plate 104

mm2

(15)
(16)

Semakin besar nilai berat jenis suatu kayu, maka semakin besar pula nilai kuat tumpu kayunya. Umumnya alat sambung paku digunakan pada kayu dengan berat jenis tidak tinggi mengingat mudahnya paku untuk tekuk (buckling). Tekuk pada paku juga disebabkan oleh tingginya nilai banding antara panjang dan diameter paku (angka kelangsingan) sebagai ciri khas alat sambung paku.

Tabel 2.2. Kuat tumpu paku (Fe) untuk berbagai nilai berat jenis kayu Berat Jenis Kayu (G)

0,4 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 Nilai Fe (N/mm2) 21,21 26,35 31,98 38,11 44,73 51,83 59,40

Sumber: Awaludin (2005)

2.3. Analisis Sambungan Baut

Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome, atau flat seperti pada Gambar 2.3. Diameter baut berkisar antara ¼“ sampai dengan 1,25”. Untuk kemudian pemasangan, lubang baut diberi kelonggaran 1 mm. Alat sambung baut biasanya digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal minimum kayu samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm dan dilengkapi cicin penutup.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.3. Bentuk-bentuk alat sambung baut (ASCE, 1996) Keterangan:

(17)

Alat sambung baut umumnya difungsikan untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur, dan angka kelangsingan (nilai banding antara panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Ketika angka kelangsingan kecil, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan tumpu kayu di bawah baut akan terjadi secara merata. Semakin tinggi angka kelangsingan abut, maka baut mulai mengalami tekuk dan tegangan tumpu kayu terdistribusi secara tidak merata. Tegangan tumpu kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama.

Gambar 2.4. Distribusi tegangan tumpu pada sambungan baut

2.3.1. Tahanan Lateral Acuan

Perencanaan sambungan dalam bahasan selanjutnya mengacu pada SNI-5 Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (2002). Kekuatan/tahanan sambungan dianalisis berdasarkan moda kelelehan sambungan yang mungkin terjadi. Tahanan yang diperoleh kemudian disebut sebagai tahanan ultimit. Untuk mendapatkan tahanan ijin sambungan, maka tahanan ultimit harus dikalikan dengan faktor koreksi yang sesuai berdasarkan, jenis pembebanan, masa layan, dan jenis alat sambung itu sendiri.

(18)

Tabel 2.3. Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

Moda Kelelehan Tahanan Lateral (Z)

Im

Moda Kelelehan Tahanan Lateral (Z)

(19)

¾5= b−1 + /b + 2b/

turut adalah berat jenis kayu dan diameter baut. q adalah sudut terbesar dari arah gaya

terhadap serat kayu. Sedangkan Fyb adalah tahanan lentur baut. Fem dan Fes adalah

kuat tumpu (N/mm2) kayu utama dan kayu samping. Nilai kuat tumpu kayu pada sudut sejajar dan tegak lurus serat ditentukan dengan Persamaan (2.2) dan (2.3) sedangkan untuk kuat tumpu kayu dengan sudut terhadap serat (Feq) dapat diperoleh

dengan Persamaan Hankinson (2.4).

mendefinisikan kuat lentur baut sebagai titik perpotongan pada kurva beban lendutan dari pengujian lentur baut dengan garis offset pada lendutan 0,05D (D adalah diameter baut). NDS juga mengusulkan metode lain untuk menghitung kuat lentur baut yaitu nilai rerata antara tegangan leleh dan tegangan tarik ultimit pada pengujian tarik baut. Dari metode kedua, kuat lentur baut umumnya sebesar 320 N/mm2.

Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu menurut Awaludin (2005) adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya pengurangan luas tampang

(20)

dukung batangnya menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan batang yang berpenampang utuh.

2. Terjadinya penyimpangan arah serat

Gaya yang sejajar serat pada satu batang seringkali terdapat pada buhul, tetapi tidak sejajar serat dengan batang yang lain. Kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang tidak sejajar serat (kekuatan yang terkecil) karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil dari pada yang sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

Kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. Oleh karena itu, dalam penempatan alat sambung diisyaratkan jarak minimal antar alat sambung agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah. Adanya ketentuan jarak tersebut menyebabkan luas efektif sambungan (luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung) menjadi berkurang dengan sendirinya.

2.4.

Laminated Veneer Lumber

(LVL)

Laminated Veneer Lumber (LVL) adalah salah satu hasil dari teknologi rekayasa

kayu yang dibuat oleh produsen dan dirancang untuk tujuan struktural tertentu. Ketebalan kayu LVL mulai dari 1 ¾ inch dengan kedalaman antara lain 9 1 9 2 , 11 7 9 8

, 14, 16, 18, atau 24 inch, dan sering kali dua sampai tiga kali lipat lebih tebal.

(21)

Jenis kayu ini tidak dapat berubah oleh lubang atau takik baik di bentangnya maupun di ujung kayu karena berhubungan dengan integritas balok, tetapi paku dapat bergerak kemana pun diperlukan untuk menahan balok atau tambahan penggantung untuk balok I atau balok kayu berdimensi yang bertumpu pada sebuah balok LVL.

Keunggulan teknologi kayu olahan LVL “Laminated Veneer Lumber” sangat banyak, antara lain:

1. Eco settlement/ suistanable settlement.

2. Merupakan teknologi perumahan ramah lingkungan.

3. Proses produk kayu olahan ini memerlukan energi kecil dan menghasilkan CO2

kecil.

4. Mendukung program Green Building untuk menghadapi Global Warming.

5. Pada saat pemanfaatan bangunan yang berasal dari kayu akan menghemat penggunaan AC karena kayu dapat mengatasi perubahan suhu yang ekstrim.

(22)

Tabel 2.5. Tahapan pembuatan kayu lapis dan LVL

No Tahapan Keterangan Alat yang digunakan

1. Persiapan Bahan Baku

(Log Preparation)

a. Vace veener :

- Diameter minimal 45 cm

- Log harus lurus, bulat dan silindris

- Tidak terdapat cacat kayu.

- Tidak terdapat mata kayu tidak sehat.

b.Core veener :

- Diameter minimal 45 cm,

- Log minimum 85% silindris,

- Diperbolehkan adanya bagian yang bengkok asal tidak parabola

- Kayu harus segar

- Boleh ada cacat kayu berupa mata kayu sehat, lapuk hati asalkan diameternya kurang dari 1/3 diameter.

2. Log Precondition Untuk memudahkan pemotongan kayu berkerapatan tinggi harus dipanaskan

terlebih dahulu suhu bergantung diameter, biasanya sekitar 60ºC. Pemanasan bisa menggunakan air panas, uap panas, uap panas bertekanan tinggi, listrik, memaksa air/uap panas masuk dari arah longitudinal.

(23)

No Tahapan Keterangan Alat yang digunakan

3. Debarking Pengupasan kulit dilakukan sesegera mungkin setelah dilakukan log

precondition.

Mechanical barkers,

ring debarker

4. Peeling Log yang telah dibersihkan dari kulit dikupas dan dihasilkan veener. Veener lathe/ machine

5. Clipping Memotong bagian pinggir veneer untuk merapihkan dan menyeragamkan

dimensi veneer.

Cliper

6. Drying Proses pengeringan veneer hingga kadar air kurang dari 10%. Waktu

pengeringan berbeda pada setiap veneer bergantung pada ketebalannya. Untuk veener berukuran 1/28 inchi selama 12 menit, 1/8 inchi sekitar 30 menit. Suhu yang digunakan di atas 225 º F. Pada umumnya lama dan suhu pengeringan veneer bergantung pada jenis dan ketebalan.

Band dryer, roller dryer,

continous dryer,

unloader dryer

7. Gluing Cara melapisi perekat bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan udara

untuk menyemprotkan perekat. Perekat yang biasa digunakan adalah UF

(urea formaldehida), MF (Melamine Formaldehida), dan PF (Phenol

Formaldehida) dan lain-lain.

Untuk Plywood lembaran-lembaran veneer yang direkat dengan arah serat bersilangan sedangkan untuk LVL lembaran-lembaran veneer yang direkat dengan arah sejajar serat.

Glue spreader

(24)

No Tahapan Keterangan Alat yang digunakan

8. Pressing a. Cold press

Kadar air diusahakan sekecil mungkin sekitar 3-5% suhu ruangan sekitar 90 F. Bila menggunakan perekat resin kadar air berkisar antara 6-9%.

b. Hot Press

Kadar air dijaga sekitar 3-5%. Tekanan maksimum antara 300-3.000 pound, selama 2-4 jam.

Cold press : hand

operated screw, motor

driven schrew press,

hydraulic press

Hot press : strain road,

one piece steel frame

9. Conditioning Produk hasil press didiamkan selama 24 jam.

10. Trimming Merapihkan dan menyeragamkan dimensi panjang dari produk. Double saw

11. Finishing Kadar Air Kayu lapis penggunan umum sebesar 14%

Nilai keteguhan rekat 7kg/cm2

12. Sanding Pengampelasan dilakukan untuk menghaluskan dan merapihkan permukaan. Sadle and cradle for

sanding.

13. .

Packaging Produk ditandai dengan identitasa seperti nama pabrik, ukuran nominal

(panjang, lebar dan tebal), tipe dan mutu penampilan.

Produk yang akan diekspor atau diperdagangkan harus dikemas sesuai dengan cara pengemasan yang ditetapkan.

(25)

2.5. Pengujian Kuat Tumpu

Pengujian kuat tumpu kayu telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan persamaan empiris baru untuk perhitungan kayu. Salah satunya adalah penelitian Ali Awaludin (2007) yang meneliti kuat tumpu kayu jenis Shorea obtusa

dengan memvariasikan sudut pembebanan terhadap serat dalam 5 sudut: : 0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°.

Pengujian kuat tumpu dari pembebanan sejajar atau tegak lurus terhadap serat terdiri dari enam spesimen kayu. Namun, hanya tiga benda uji kayu yang disiapkan sebagai tumpuan pengujian dari setiap sudut pembebanan terhadap serat. Konfigurasi pengujian rongga penuh dengan pendekatan Eurocode 5 yang dilakukan dengan diameter lubang baut 13 mm dan plat baja buhul setebal 4 mm. Spesimen kayu yang dipotong dari potongan kayu yang sama sesuai dengan contoh teknik pada Gambar 2.5 dikarenakan jumlah replika setiap muatan sudut terhadap serat kecil.

Gambar 2.5. Fabrikasi spesimen kayu

(26)

Pengujian rongga penuh yang diusulkan oleh Whale dan Smith dan diterima dalam Eurocode 5 diilustrasikan pada Gambar 2.6. (a).

Fe//=82(1-0.01d)G (N/mm2) (2.5)

Fe^=ƴ/b R R

R R R (N/mm

2

) (2.6)

Persamaan di atas diusulkan untuk menetapkan kuat tumpu pada pembebanan sejajar (Fe//) dan tegak lurus serat (Fe^).

Gambar 2.6. (a-d). Beberapa konfigurasi uji kuat tumpu. a. Konfigurasi pengujian Eurocode 5; b. Pengujian setengah rongga National

Design and Specification (NDS); c. Konfigurasi pengujian

(27)

Dimensi yang dipakai dalam satuan millimeter. d adalah diameter baut; a adalah

pembebanan sudut terhadap serat. LVDT adalah Linear Variable Differential

Transducer. Orientasi serat ditunjukan dengan dua anak panah pada gambar.

Kuat tumpu diestimasikan dengan persamaan empiris dan diperoleh dari pengujian Ali Awaludin dkk tentang Sifat Kuat Tumpu Shorea obtusa bermuatan baut lateral yang disajikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7. Perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat

(28)

Ketidakcocokan ini berhubungan dengan metode pengujian yang berbeda-beda. Sepanjang baut dibebani merata sehingga memproduksi tekanan merata yang berdistribusi melewati proyeksi area tumpuan dalam metode pengujian setengah rongga yang digunakan NDS.

Sementara itu, pada pengujian rongga penuh yang diadopsi Eurocode 5 dan experimen Ali Awaludin, beban diaplikasikan hanya pada kedua ujung baut, jadi aplikasi yang tidak merata beban pada ujung baut memungkinkan penurunan sumbu baut atau menginduksi kelenturan baut.

Pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan tegak lurus terhadap serat terlihat pada Gambar 2.8. Hasil pengujian pada gambar tersebut mengindikasikan bahwa pengujian kuat tumpu yang diperoleh dengan metode offset 5% lebih rendah dari pada kuat tumpu yang diberikan NDS.

(29)

Jumlah benda uji yang relatif kecil menyebabkan hanya kecenderungan pasti dan nilai rata-rata yang dibahas. Kuat tumpu spesimen kayu secara nyata dipengaruhi oleh sudut pembebanan terhadap serat.

Spesimen kayu dengan pembebanan sejajar terhadap serat leleh setelah mencapai pembebanan maksimum sehingga beban yang digunakan untuk evaluasi kuat tumpu menggunakan beban terbesar yang dapat dicapai. Beban tersebut berada pada posisi

Ultimate Load setelah itu garis kurva mengalami penurunan secara drastis. Untuk

spesimen pembebanan tegak lurus terhadap serat, kegagalan mekanisme berbeda sepenuhnya. Setelah awal keretakan yang diindikasikan dengan Load Decerase pada kurva beban yang teraplikasikan meningkat dengan baik. Jadi, data beban yang dapat diambil dari kurva tersebut adalah beban tertinggi tepat sebelum mengalami penurunan pertama. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.9.

(30)

Nilai kuat tumpu sejajar arah serat dan tegak lurus arah serat yang dihasilkan dari pengujian Ali Awaludin masing-masing 57,30 N/mm2 dan 34,37 N/mm2. Data tersebut diplotkan pada kurva efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu yang diilustrasikan pada Gambar 2.10. Terjadi penurunan kuat tumpu seiring dengan perubahan sudut pembebanan terhadap serat berubah dari sejajar menjadi tegak lurus dan dapat diperkirakan seperti rumus yang ditemukan oleh Hankinson dengan ketergantungan konstan m setara 2,0.

Gambar 2.10. Efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu

Persamaan kuat tumpu yang diberikan oleh Ehlbeck dan Werner jauh dari nilai-nilai kuat tumpu yang didapatkan oleh Ali Awaludin. Jadi, untuk pengujian Ali Awaludin digunakan Persamaan Hankinson untuk mewakili garis persamaan data-data hasil pengujian kayu Shorea Obtusa.

Pengujian Ali Awaludin

Ehlbeck dan Werner

(31)

Kurva tipikal kuat tumpu dari penelitian tersebut dapat diperkirakan dengan diagram linear plastis yang berdasar pada asumsi hasil teori. Di samping kuat tumpu ultimit, beberapa titik kuat tumpu penting seperti batas proporsional, offset 5%, dan tegangan lentur terinvestigasi untuk melengkapi deskripsi yang jelas dari kurva pengujian kuat tumpu. Point tegangan ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Rasio tegangan sesuai dengan kuat tumpu ultimit pada point ini tinggi ketika sudut pembebanan terhadap serat 0°, 30°, dan 45°, dan mengecil untuk sudut yang lainnya.

Gambar 2.11. Kurva tipikal kuat tumpu dan parameter definisi. ko awal kekakuan; kf

`akhir kekakuan

Kekakuan awal pada kurva kuat tumpu (ko) juga suatu property yang penting

(32)

Situasi yang serupa terlihat pada Gambar 2.12 dimana kekakuan awal berkurang pada perubahan sudut pembebanan dari sejajar ke tegak lurus terhadap serat.

Gambar 2.12. Efek sudut pembebanan terhadap serat pada kekakuan awal (ko)

Selain kekakuan awal, kurva kekakuan akhir pada kuat tumpu diperlukan untuk

inelastic design pada sambungan paku. Dari hasil penelitian Ali Awaludin ini,

ditemukan bahwa maksud dari kekakuan akhir pada setiap sudut pembebanan terhadap serat dapat dengan bebas diganti dengan angka rata-rata diantara angka kekakuan akhir untuk pembebanan sejajar dan tegak lurus terhadap serat yang ditunjukkan Gambar 2.13.

(33)

commit to user

26

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persamaan empiris yang dapat digunakan untuk mencari kuat tumpu kayu Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan variasi sudut dan untuk membuat desain sambungan pada kayu Laminated Veneer Lumber (LVL).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium dan analisis. Dalam metode eksperimental, diadakan suatu percobaan untuk mendapat suatu hasil yang menegaskan hubungan antara variabel-variabel yang diselidiki dilakukan dalam metode eksperimental.

Dalam penelitian ini diadakan suatu percobaan berupa pengujian kuat tumpu kayu LVL dengan variasi sudut 0°, 30°, 45°, 60°, 90°.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

a. Bahan penelitian ini berupa kayu olahan Laminated Veneer Lumber (LVL) yang terbuat dari bahan 100% kayu sengon yang memiliki karakteristik permukaan yang halus sehingga dipilih sebagai bahan penelitian. Ukuran kayu yang digunakan 52,5 mm x 35 mm x 21 mm.

b. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Baut

(34)

2. Alat double-shear bearing test

Alat ini tebuat dari besi yang di las membentuk meja kecil untuk menopang beban aksial. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Double-shear bearing test pada pengujian rongga penuh

3. Universal Test Machine (UTM)

Alat ini digunakan untuk melakukan pengujian kuat desak pada kayu. 4. Load Cell

Alat ini digunakan untuk mengetahui interval pertambahan beban pada pengujian kapasitas aksial. Kapasitas alat ini adalah 25 ton.

5. Dial Gauge

Alat ini digunakan untuk membaca secara digital data interval pertambahan beban yang diterima Load Cell.

6. Disamping alat-alat uji utama tersebut digunakan peralatan pembantu sebagai berikut:

a) Mistar dan jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm. b) Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,1 gram.

c) Oven dengan kapasitas 100°C, untuk memperoleh berat kering oven benda uji.

(35)

c. Standard dan kualifikasi benda uji

1. Pembuatan benda uji kayu LVL berdasarkan skala penuh (berdasarkan ukuran sebenarnya) yaitu 52,5 mm x 35 mm x 21 mm.

2. Jumlah sampel yang digunakan berupa benda uji kayu LVL dengan klasifikasi benda uji masing-masing 6 buah untuk setiap sudut pembebanan.

3. Jenis pengujian yang dilakukan pada penelitian ini antara lain: pengujian kadar air, berat jenis air dan kuat tumpu.

3.3. Tahapan Metodologi Penelitian

Tahapan metodologi penelitian merupakan urutan-urutan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, logis dengan mempergunakan alat bantu ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran suatu objek permasalahan.

Secara garis besar pelaksanaan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Tahap 1 : Tahap persiapan awal

b. Tahap 2 : Tahap pemilihan bahan dan peralatan c. Tahap 3 : Tahap uji pendahuluan

d. Tahap 4 : Tahap pembuatan benda uji kayu LVL dengan variasi sudut 0°, 30°, 45°, 60°, 90°.

e. Tahap 5 : Tahap pemeriksaan kadar air sebelum pengujian. f. Tahap 6 : Tahap pengujian

g. Tahap 7 : Tahap analisis pengujian

a. Tahap persiapan awal

(36)

b. Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan

Bahan utama penelitian ini adalah kayu Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan dimensi 52,5 mm x 35 mm x 21 mm yang telah dipilih permukaan yang halus, tidak mempunyai cacat fisik dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukuran yang diisyaratkan. Peralatan yang digunakan adalah gergaji, mistar siku, busur, serta pensil atau spidol.

c. Tahap Uji pendahuluan

Tahap uji pendahuluan meliputi: uji kuat tumpu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan kekakuan sampel kayu LVL.

d. Tahap pembuatan benda uji kayu LVL

Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan benda uji yang sempurna untuk penelitian ini, antara lain:

1. Pembuatan Spesimen Kayu

Bentuk benda uji digambar pada papan kayu LVL yang telah disiapkan sesuai pada Gambar 3.2.

(37)

2. Pembuatan Lubang Sambungan

Setelah kayu dipotong-potong sesuai ukuran maka sampel-sampel kayu dilubangi dengan mesin bor yang menggunakan mata bor sebesar 7 mm sesuai dengan ukuran baut yang akan dipakai dalam pengujian. Pengeboran untuk lubang dilakukan pada jarak 5d dari ujung kayu. d pada penelitian ini adalah diameter baut yang berukuran 7 mm sehingga jarak 5d menjadi 35 mm.

Gambar 3.3. Proses pengeboran lubang sampel kayu LVL

e. Tahap Pemeriksaan Kadar Air dan Berat Jenis Sebelum Pengujian

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengetahui kadar air dan berat jenis kayu sebelum pengujian adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel benda uji dengan ukuran 53 mm x 32 mm x 21 mm.

2. Potongan kayu tersebut kemudian dihitung volumenya dan ditimbang sehingga didapatkan berat awal (Wg)

3. Sampel kayu dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 100°C

(38)

5. Kadar air dan berat jenis dihitung dengan mengacu pada Persamaan (3.1) dan (3.2):

Kadar air * % =( )× 100% (3.1)

Dengan: ω = kadar air (%)

Wo = berat benda uji sebelum dikeringkan (gram)

Wd = berat benda uji setelah kering oven (gram)

Berat jenis (Gm) = Ϟ:::*Ϟ /Ϟ:: (3.2)

Dimana: =

Dengan: ρ = kerapatan kayu (kg/m3) Wg = berat kayu basah (kg)

Vg = volume kayu basah (m3)

m = kadar air sampel (%)

f. Tahap Analisis dan Hasil Penelitian

Tahap selanjutnya setelah didapatkan hasil pengujian adalah analisis data untuk mengetahui besarnya beban dan tegangan saat terjadi patah. Metode yang digunakan dalap penelitian ini adalah metode eksperimental dan analisis.

(39)

Kendala yang mungkin terjadi dalam pengujian antara lain:

1. Baut yang terlebih dahulu rusak dari pada benda uji yang digunakan.

2. Kurangnya ketelitian saat pengujian yang menyebabkan data-data yang dihasilkan tidak sesuai harapan.

3. Pembuatan benda uji yang tidak sempurna seperti bentuk sudut sampel yang tidak siku atau permukaan yang tidak merata dan halus.

Kendala-kendala tersebut dapat diantisipasi dengan beberapa langkah antara lain: 1. Memastikan baut yang dipakai masih bagus dan lurus. Berdasarkan jurnal

penelitian Bearing Properties of Shorea Obtusa Beneath a Laterally Loaded Bolt karya Ali Awaludin (2007) baut tidak mengalami leleh dan benda uji kayu yang mengalami keretakan awal.

2. Mempersiapkan pengujian dengan matang sesuai dengan dasar teori yang dipelajari, fokus dan serius dalam penelitian.

3. Membuat bentuk benda uji secara mandiri atau mengamati langsung proses pembuatan untuk memastikan agar tidak terjadi kesalahan.

(40)

Selesai

Persiapan bahan dan peralatan penelitian:

1. Potongan kayu LVL 52,5 mm x 35 mm x

21 mm

2. Baut 7 mm

3. Mesin Bor

4. Alat double-shear bearing test

5. UTM

6. Dial Gauge

7. Timbangan digital dan oven

Pemilihan kayu:

1. Permukaan halus, tidak cacat fisik dan

tidak ada mata kayu.

2. Ukuran 52,5 mm x 35 mm x 21 mm

Uji Pendahuluan: Uji Kuat Tumpu Kayu

Pengujian kuat tumpu pada kayu dengan pembebanan dengan variasi sudut: 0°, 30°, 45°,

60°, 90°.

Pemeriksaan kadar air dan berat jenis sebelum pengujian

Pengujian kuat tumpu akibat adanya beban luar dengan pembebanan bertahap

(41)

commit to user

34

BAB 4

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Perhitungan Data Pengujian

Data hasil pengujian benda uji yang dilakukan di laboratorium, kemudian di analisis dengan ketentuan yang diisyaratkan dalam SNI Kayu 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu Untuk Bangunan Gedung. Sehingga di dapat hasil perhitungan sebagai berikut:

a. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kadar Air Kayu LVL b. Hasil Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis Kayu LVL

c. Hasil Perhitungan Data Pengujian Kuat Tumpu Kayu LVL Dengan Variasi Sudut Pembebanan 0°, 30°, 45°, 60°, 90° Terhadap Serat Kayu.

4.1.1. Perhitungan Data Pengujian Kadar Air

Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data kadar air kayu LVL seperti di bawah ini: Diketahui data: p (panjang) = 5,3 cm

t (tebal) = 2,1 cm b (lebar) = 3,2 cm Berat awal (Wg) = 14 gram Berat setelah dioven (Wd) = 12 gram

Kadar air = 2=( ) 100% (4.1)

2=(DǴ Dʌ)

(42)

4.1.2. Perhitungan Data Pengujian Berat Jenis

Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka didapat data berat jenis kayu LVL seperti di bawah

Apabila nilai G yang diketahui bukan pada kadar air standar tetapi pada kadar air m% (m lebih kecil dari pada 30), maka prosedur berikut ini dapat dilakukan untuk menentukan berat jenis kayu pada kadar air 15% dengan Gm dari hasil perhitungan di

atas yaitu 16,667% (SNI-5,2002; ASTM D2395-02). 1. Menentukan berat jenis dasar (Gb)

=

2. Menentukan berat jenis pada kadar air 15% (G)

=D :

(43)

=

D :,D =

:, ƒD

D :,D :, ƒD = 0,368 gr/cm 3

Nilai G pada kadar air 15% digunakan untuk menentukan modulus elastisitas lentur (Ew) dengan Persamaan 4.6.

= 16000 :,I (4.6)

= 16000 :,I = 16000x0,368:,I= 7950,031 MPa

Hasil perhitungan Ew yaitu 7950,031 MPa tidak tercantum dalam nilai kuat acuan

(MPa) berdasarkan atas penilaian secara maksimal pada kadar air 15% yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 sehingga kayu LVL dalam penelitian ini belum dapat ditentukan klasifikasi kode mutunya dalam SNI-5,2002.

4.2. Pengujian Kuat Tumpu

4.2.1. Hubungan Antara Penurunan dan Beban

(44)

Gambar 4.1. Kurva pengujian pembebanan sejajar dan tegak lurus terhadap serat

Pada penelitian ini beban maksimum yang diperoleh dari pengujian dengan sudut pembebanan 0° atau sejajar terhadap serat diperoleh dari Sampel E1 yang dapat menerima beban sebesar 500 kg dengan Ultimate Load pada penurunan 0,015 mm seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik hubungan penurunan dan beban Sampel E1 (sudut 0°)

0 100 200 300 400 500 600

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

B

e

b

a

n

(

k

g

)

Penurunan (mm)

Sampel E1

(45)

Sampel A3 dengan sudut pembebanan 90° atau tegak lurus terhadap serat menunjukkan bahwa beban yang dapat diterima pada saat Load Decrease adalah 275kg dengan penurunan 0,015 mm seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.3. Nilai beban yang meningkat setelah terjadi awal keretakan tidak dapat digunakan untuk perhitungan kuat tumpu karena kenaikan nilai beban setelah awal keretakan tergantung pada kondisi pengujian.

Gambar 4.3. Grafik hubungan penurunan beban Sampel A3 (sudut 90°)

4.2.2. Perhitungan Data Pengujian Kuat Tumpu

(46)

Kuat Tumpu (Fe) = 6

Tabel 4.1. Hasil perhitungan kuat tumpu kayu LVL

(47)

4.2.3. Perbandingan Hubungan Antara Pengujian dan Estimasi Kuat Tumpu

Gambar 4.4. Perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat

Kayu LVL ini mempunyai nilai kuat tumpu yang lebih tinggi dari pada kayu alami dengan berat jenis yang sama dengan kayu LVL yaitu 0,337 gr/cm. Pada Gambar 4.4 di atas menunjukkan bahwa nilai kuat tumpu searah serat pada sampel kayu LVL lebih tinggi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Eurocode 5, Hirai dan pengujian Ali Awaludin. Nilai kuat tumpu yang dihasilkan mendekati estimasi kuat tumpu dari NDS. NDS memberikan rumus kuat tumpu untuk pembebanan sejajar arah serat dengan Persamaan (4.8) di bawah ini.

Fe// = 77,25G N/mm2 (4.8)

NDS Eurocode 5 Hirai Ali Awaludin Pengujian Kayu LVL

(48)

Gambar 4.5. Perbandingan pengujian dan estimasi kuat tumpu untuk pembebanan tegak lurus arah serat

Pada gambar grafik di atas menunjukkan bahwa nilai kuat tumpu tegak lurus arah serat pada sampel kayu LVL lebih tinggi dibandingkan estimasi yang diberikan oleh NDS, Hirai dan pengujian Ali Awaludin. Namun nilai-nilai kuat tumpu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang diberikan oleh Eurocode. Kuat tumpu yang dihasilkan dari sampel pengujian penelitian ini berada diantara kuat tumpu yang diestimasikan oleh Eurocode dan NDS. Persamaan (4.9) dan (4.10) di bawah ini adalah persamaan yang disarankan oleh Eurocode dan NDS.

Fe^= 0ʌD :,:D:, :,:Dƒ N/mm2 (4.9)

Fe^= 212G1,45d-0,5 N/mm2 (4.10) NDS

Eurocode 5 Hirai

Ali- Initial crack Ali- 5 mm embedment Ali - Offset method Pengujian Kayu LVL

(49)

Gambar 4.6. Efek sudut pembebanan terhadap serat pada kuat tumpu

Nilai kuat tumpu sejajar serat (Fe//) dan tegak lurus serat (Fe^) yang diperoleh pada

pengujian Ali Awaludin masing-masing 57,30 N/mm2 dan 34,37 N/mm2. Pada Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa kuat tumpu yang dihasilkan oleh kayu Laminated Veneer Lumber (LVL) lebih kecil dibandingkan dengan nilai kuat tumpu kayu Shorea Obtusa dalam pengujian Ali Awaludin. Hal ini disebabkan karena berat jenis dari kayu LVL yaitu 0,337 gr/cm3 lebih kecil dari pada berat jenis kayu Shorea Obtusa yaitu 0,86 gr/cm3. Titik-titik kuat tumpu yang dihasilkan kayu LVL menyerupai bentuk garis Persamaan (4.11) dari Hankinson yaitu:

* // ^

//ǎ ú ^ ǎ N/mm

2

(4.11)

Pengujian Ali Awaludin Ehlbeck dan Werner

Hankinson, m=2.0

Pengujian LVL

(50)

Sekalipun garis Persamaan (4.8) mendekati titik-titik kuat tumpu kayu LVL namun tingkat akurasi dari persamaan tersebut masih belum cukup. Oleh karena itu, perlu adanya modifikasi dalam Persamaan Hankinson dengan penambahan konstanta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Nilai konstanta yang dicoba dalam perhitungan antara lain 0,96; 0,965; 0,97; 0,975; dan 0,98. Perhitungan untuk mendapatkan konstanta diuraikan dengan cara berikut ini.

Diketahui: Persamaan Hankinson *ƼĖ= // ^

(51)

d. Kuat tumpu a = 60° dengan penambahan konstanta 0,96 pada rumus Hankinson.

(52)

*Ƽ60°= 0,96 ʌ0,0ǴD DI, ˒D

Selanjutnya untuk data perhitungan konstanta persamaan kuat tumpu tercantum pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2. Data analisis konstanta persamaan kuat tumpu

(53)

4.2.4. Koefisien Penyimpangan Hasil Data

Untuk mengetahui tingkat akurasi tertinggi pada data-data yang disajikan dalam Tabel 4.2 maka perlu dihitung nilai koefisien penyimpangan yang berbentuk Persamaan (4.12) berikut:

Contoh perhitungan koefisien penyimpangan untuk konstanta 0,96 dilakukan dengan menggunakan Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Koefisien Penyimpangan Konstanta 0,96

(54)
(55)

Perhitungan koefisien penyimpangan pada konstanta persamaan yang lainnya dilakukan dengan cara yang sama dan dihasilkan niali-nilai seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil perhitungan antara konstanta dan koefisien penyimpangan

No Konstanta, C Koefisien Penyimpangan, M

Selanjutnya nilai konstanta dan koefisien penyimpangan yang telah didapatkan disajikan dalam grafik pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Grafik hubungan koefisien penyimpangan dengan konstanta

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa konstanta 0,97 memiliki koefisien penyimpangan terkecil yaitu 0,573610534 maka konstanta 0,97 yang paling mendekati data-data kuat tumpu kayu LVL. Jadi, konstanta yang dapat diambil untuk memodifikasi persamaan Hankinson adalah 0,97.

(56)

Gambar 4.8. Grafik hubungan kuat tumpu dan pembebanan sudut terhadap serat

Pada Grafik 4.8 ditunjukan bahwa nilai kuat tumpu mengalami penurunan sebagaimana perubahan dari sudut sejajar serat ke sudut tegak lurus terhadap serat. Nilai kuat tumpu yang didapatkan dari analisis diplotkan pada Gambar 4.8 untuk mendapatkan perkiraan garis persamaan yang sesuai. Garis persamaan 0,97 Hankinson didapatkan dengan cara mengalikan persamaan Hankinson dengan konstanta 0,97 yang merupakan nilai yang mewakili data-data Pengujian Kayu LVL. Oleh karena itu, persamaan yang mewakili data pengujian kuat tumpu sampel kayu LVL adalah:

*ƼĖ , //^

//ǎ ú ^ ǎ (4.13)

4.2.5. Contoh Perhitungan Desain Sambungan

Sambungan seperti gambar di bawah tersusun dari kayu LVL Falcata / sengon dengan berat jenis 0,337 gr/cm3, Fe// = 28,841 N/mm2, Fe^ = 17,361 N/mm2. Penamaan

batang 1 sampai batang 5 menjelaskan letak batang yang disambung. Batang yang terletak paling depan adalah batang 1, sedangkan yangpaling belakang adalah batang 5. Apabila diameter baut yang dipergunakan adalah 7 mm sebanyak dua buah.

0

Sudut Pembebanan Terhadap Serat , a, (Degree)

(57)

Cek apakah sambungan mampu mendukung beban-beban yang bekerja. Gunakan faktor waktu l = 0,8 dan faktor koreksi sambungan bernilai satu.

Gambar 4.9. Sambungan kayu LVL

Gambar 4.10. Potongan A-A Penyelesaian:

Menghitung tahanan lateral acuan satu baut (Z)

a. Sambungan dua irisan antara batang 1 dengan batang 2 (1-2-1) D = 7 mm a = 45° Fyb = 320 N/mm2

ts = 35 mm tm = 35 mm

Kuat tumpu kayu dengan berat jenis 0,337 gr/cm3. Dengan rumus 0,97 Hankinson Fes45° :

*Ƽ , // ^

//ǎ ú ^ ǎ

A

(58)

*Ƽ 45° = 0,97 ʌ0,0ǴD DI, ˒D

(59)

b. Sambungan dua irisan antara batang 2 dengan batang 3 (2-3-2) D = 7 mm a = 45° Fyb = 320 N/mm2

ts = 35 mm tm = 35 mm

Kuat tumpu kayu dengan berat jenis 0,337 gr/cm3. Fem45° = 21,024 N/mm2

Fes// = 28,841 N/mm2

dengan cara yang sama pada perhitungan sambungan (a) maka didapatkan hasil:

Z (N) Mode Kelelehan

moda kelelehan ini tidak mungkin terjadi

c. Sambungan dua irisan antara batang 3 dengan batang 2 (3-2-3) D = 7 mm a = 45° Fyb = 320 N/mm2

ts = 35 mm tm = 35 mm

Kuat tumpu kayu dengan berat jenis 0,337 gr/cm3.

*Ƽ 45° = 21,024 N/mm2 Fem// = 28,841 N/mm2

dengan cara yang sama pada perhitungan sambungan (a) maka didapatkan hasil:

Z (N) Mode Kelelehan

moda kelelehan ini tidak mungkin terjadi

Jadi, tahanan lateral acuan adalah 3111,385 N (Nilai terkecil diantara a, b, dan c) Menentukan tahanan lateral acuan ijin sambungan (Zu)

Zu≤ fZ.l.nf.Z

(60)

4.3. Pembahasan

4.3.1. Kadar Air

Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekitarnya dan tergantung dari jenis kayu. Kadar air besarnya bervariasi menurut jenis kayu dan perbedaan umur kayu. Kayu dari mulai ditebang sampai siap dibuat produk akan mengalami penurunan kadar air. Kadar air kering udara di Indonesia berkisar antara 12% sampai 18% atau rata-rata 15%.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kadar air rata-rata kayu LVL adalah 16,667%. Sehingga dalam pengujian ini, kondisi kayu LVL yang digunakan dan telah memenuhi syarat kering udara.

4.3.2. Berat Jenis

Faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu antara lain tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies serta letak bagian kayu. Berat jenis kayu berkisar antara 0,2 gr/cm3 hingga 1,28 gr/cm3. Makin besar berat jenis kayu, umumnya makin kuat pula kayunya dan semakin kecil berat jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai berat jenis kayu LVL 0,337 gr/cm3. Sehingga kayu LVL yang digunakan termasuk kelas ringan.

4.3.3. Kuat Tumpu

(61)

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kuat tumpu kayu terbesar berada pada sudut pembebanan 0° dengan rata-rata 28,841 N/mm2 dan menurun pada setiap peningkatan sudutnya. Pengujian pada sudut pembebanan 30°, 45°, 60°, 90° dan nilai kuat tumpu rata-ratanya masing-masing 20,479 N/mm2; 21,259 N/mm2; 17,290 N/mm2; 17,361 N/mm2. Penurunan nilai yang kurang sempurna disebabkan karena kurang ketelitian dalam pengujian dan pembuatan benda uji yang belum sempurna misalnya pemotongan sampel yang belum halus.

Garis persamaan dari data-data kuat tumpu mendekati persamaan Hankinson namun perlu adanya modifikasi dalam persamaan Hankinson dengan menambahkan konstanta untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi. Alternative konstanta yang dicoba antara lain 0,96; 0,965; 0,97; 0,975; 0,98 sehingga didapatkan konstanta 0,97 sebagai konstanta yang paling mewakili data-data hasil pengujian. Hal tersebut dibuktikan dengan koefisien penyimpangan sebesar 0,573610534. Jadi, nilai kuat tumpu terhadap sudut dapat dicari dengan persamaan :

*ƼĖ = 0,97 *//*^

*// ʌĖ+*^ ʌĖ

Nilai kuat tumpu terhadap sudut serat dinyatakan dengan Fea, a adalah sudut

pembebanan terhadap serat, Fe// adalah kuat tumpu sejajar arah serat, dan Fe^ adalah

(62)

commit to user

55

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Karakteristik sifat mekanik kayu LVL dengan bahan dasar 100% kayu sengon adalah sebagai berikut:

a. Kayu LVL yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kadar air 16,667%. Pada umumnya kayu alami Indonesia mempunyai kadar air antara 12% sampai 18% atau rata-rata 15%.

b. Dari hasil penelitian di laboratorium kayu LVL yang digunakan mempunyai berat jenis 0,337 gr/cm3.

2. Karakteristik sifat mekanik kayu LVL pada pengujian kuat tumpu dengan variasi sudut 0°, 30°, 45°, 60°, dan 90° adalah sebagai berikut:

a. Pola keretakan yang terjadi pada saat kayu mengalami desakan mengikuti arah seratnya.

b. Kayu LVL mempunyai nilai berat jenis yang kecil yaitu 0,337 gr/cm3 namun kayu ini mempunyai nilai kuat tumpu yang cukup tinggi.

(63)

d. Nilai kuat tumpu terhadap serat dapat dicari dengan rumus:

Ǵú = 0,97 //^

// ú+^ ú

5.2. Saran

Beberapa saran yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan yang mungkin dapat bermanfaat, antara lain:

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai teknik-teknik pengujian kuat tumpu dengan metode Eurocode 5, NDS, dan Hirai.

2. Pada penelitian ini sudut pembebanan bervariasi antara 0°, 30°, 45°, 60°, dan 90° maka perlu penelitian lebih lanjut mengenai sudut-sudut pembebanan terhadap serat yang lainnya agar hasil penelitian menjadi lebih mendetail.

3. Kecepatan alat UTM yang dipakai dalam penelitian ini sebaiknya diatur terlebih dahulu agar memudahkan dalam pengujian dan memberikan ketepatan angka penurunan dengan lebih jelas pada saat pembacaan grafik hubungan antara beban dan penurunan.

Gambar

Tabel 2.1.  Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas penilaian secara maksimal pada
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Tabel 2.2. Kuat tumpu paku (Fe) untuk berbagai nilai berat jenis kayu
Gambar 2.4. Distribusi tegangan tumpu pada sambungan baut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Companies such as Lyft, Uber, TaskRabbit, Postmates, Upwork (and too many other new startups to count) all depend on a large pool of workers who make no set work commitments, who

Jadi, peranan guru adalah menggunakan aktiviti bahasa yang bermakna dan berkesan untuk membolehkan kanak-kanak menguasai struktur bahasa yang terdapat di dalam sistem bahasanya

Menentukan %entuk setara dari PLSV den$an 'ara kedua ruas ditam%ah/ Menentukan %entuk setara dari PLSV den$an 'ara kedua ruas ditam%ah/ dikuran$i/ dikalikan atau di%a$i den$an

Pada sebuah penelitian dimana peningkatan respon saraf diobservasi di amigdala kanan untuk menampilkan wajah marah dan gembira pada anak yang mengalami trauma psikis di masa

Perbaikan tidak dilakukan pada waste point 4 karena usaha yang harus dikeluarkan lebih besar dari pada hasil yang akan

Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal

Jikalau kalimat Allah ini disabdakan disaat Quran memang telah selesai diturunkan (past perfect) pada malam qadar, maka Kalimat tersebut (ayat 1 tersebut!)

Data respon berganda berulang dari sebaran Normal Baku, selalu menghasilkan nilai rata-rata AIC yang lebih besar dibandingkan dari sebaran Lognormal dan Gamma