• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKONSTRUKSI DATA PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DECLINE CURVE ANALYSIS PADA LAPANGAN AA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKONSTRUKSI DATA PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DECLINE CURVE ANALYSIS PADA LAPANGAN AA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

REKONSTRUKSI DATA PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

DECLINE CURVE ANALYSIS PADA LAPANGAN ”AA”

Oleh : Aryo Rahardianto*

Pembimbing :

Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA

Abstrak

Terdapat banyak sekali lapangan tua di Indonesia yang telah diproduksikan sejak dahulu. Sayangnya, kebanyakan dari lapangan-lapangan tersebut saat ini tidak lagi memiliki sejarah produksi sumur harian yang detail, sehingga kita sangat sulit melakukan analisa terhadap performance dari lapangan tersebut, apalagi menentukan metode peningkatan perolehan minyak yang sesuai

Umumnya, data yang tersisa diantaranya hanyalah data mengenai laju alir saat awal produksi, laju alir saat akhir produksi, dan juga kumulatif produksi, tanpa adanya data pasti mengenai laju alir produksi harian pada sumur-sumur tersebut. Padahal, untuk mendapatkan prediksi mengenai IOIP, recoverable reserve, dan sisa minyak yang terkandung didalam reservoir, dibutuhkan data produksi harian secara detail agar didapatkan hasil yang akurat.

Untuk itulah, dari data-data yang ada, dilakukan usaha untuk merekonstruksi data produksi harian, diantaranya dengan menggunakan analisis decline curve agar didapatkan data produksi harian hingga akhirnya dapat diperoleh harga IOIP dengan menggunakan metode material balance maupun juga dengan simulasi reservoir.

Kata kunci: sejarah produksi sumur harian, metode analisis decline curve, metode material balance.

Abstract

Lots of oil and gas fields in Indonesia has been produced since long time ago. Unfortunately, most of that fields these days don’t have well daily production history in detail, that makes us so difficult to analyze performance of that field, especially to determine the most effective methode to enhance oil recovery.

Generally, the remaining data available, such as first oil rate produced, last oil rate produced, and cumulative production without any daily oil rates. To predict IOIP, recoverable reserve, and remaining oil that can be produced in reservoir, we need daily production rates data to obtain precise result.

That’s why, from existing data, we have to reconstruct production data. One of the techniques to reconstruct that data is by using decline curve analysis methode, so that we can obtain daily production rate to be used to predict IOIP by using material balance methode or by reservoir simulation

Keywords: well daily production history, decline curve analysis methode, material balance methode. *) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

Pendahuluan

Lapangan-lapangan migas di Indonesia banyak yang telah diproduksikan sejak tahun 1920an. Produksi lapangan migas pertama kali di Indonesia dilakukan oleh Belanda saat menjajah Indonesia. Saat itu teknologi dan pencatatan data riwayat sumur masih sangat sederhana dan hanya dilakukan dengan menggunakan tulisan tangan. Berkas-berkas mengenai data test sumur hingga bahkan sejarah produksi dari tiap sumur merupakan data yang sangat rahasia sehingga keberadaanya pun sangat disembunyikan oleh Belanda.

Kemudian, pada sekitar tahun 1940an, pada saat Jepang datang, Belanda semakin berusaha menyembunyikan keberadaan dari sumur migas tersebut. Beberapa cara yang dilakukan oleh Belanda

untuk menyembunyikan keberadaan sumur migas di Indonesia diantaranya adalah dengan menutup sumur-sumur migas dengan menimbunnya menggunakan kayu, batu, dan tanah, sehingga Jepang tidak dapat merebut hasil migas Indonesia. Karena itulah, kebanyakan pada tahun-tahun tersebut banyak sumur yang tidak berproduksi, hanya sedikit sekali sumur yang tetap diproduksikan selama keberadaan Jepang. Demikian juga dengan data-data test sumur, dan juga sejarah produksi sumur, banyak yang turut disembunyikan oleh pihak Belanda dari Jepang.

Setelah jaman penjajahan di Indonesia berakhir, data-data penting tersebut turut hilang bersamaan dengan keluarnya Belanda dari Indonesia, dan juga banyak keberadaan sumur yang tidak diketahui

(2)

posisinya karena banyak yang telah tertimbun dan hilang seiring dengan waktu.

Sejak tahun 1960an, kembali sumur-sumur yang telah lama ditutup tersebut berusaha diproduksikan kembali. Tentu saja banyak sekali kendala-kendala yang ada pada saat memproduksikan kembali sumur-sumur tersebut. Selain harus membersihkan sumur-sumur dari sisa-sisa penutupan sumur, kendala terbesar adalah tidak adanya atau minimnya data sejarah sumur yang diketahui.

Tidak adanya data produksi harian sejak awal sumur diproduksikan pada kebanyakan lapangan-lapangan tua di Indonesia tentu saja sangat menyulitkan kita untuk melakukan analisis kelakuan reservoir dan kemampuan produksi sumur, apalagi untuk menentukan metode yang tepat untuk diterapkan agar dapat meningkatkan produksi lapangan secara keseluruhan. Data yang ada biasanya hanyalah data sejarah sumur yang tidak begitu lengkap, diantaranya adalah data laju alir produksi awal saat sumur mulai diproduksikan, kemudian laju alir akhir sebelum sumur ditutup, dan kumulatif produksi selama sumur tersebut diproduksikan.

Hal-hal diatas adalah beberapa alasan dilakukannya studi kali ini. Contoh kasus yang digunakan adalah pada Lapangan ”AA” yang memiliki satu layer, dan analisis dilakukan pada salah satu blok lapangan tersebut.

Tujuan studi kasus kali ini adalah melakukan

rekonstruksi data, apabila seandainya lapangan tersebut tidak memiliki data laju alir produksi harian, agar didapatkan data laju alir sumur harian secara lengkap dengan menggunakan metode decline curve analysis untuk kemudian dibandingkan dengan data asli dari lapangan yang telah ada, sehingga nantinya dapat disimpulkan apakah decline curve analysis dapat digunakan untuk merekonstruksi data produksi atau tidak.

Decline Curve Analysis

Pada dasarnya, trend produksi akan cenderung turun membentuk suatu hubungan tertentu. Hal ini biasa digunakan untuk peramalan produksi. Metode peramalan produksi yang klasik yaitu dengan menggunakan Decline Curve Analysis yang merupakan metode yang banyak digunakan oleh industri. Metode ini murni menggunakan hubungan empirik dari data sejarah laju alir minyak terhadap waktu, dan kemudian menggunakannya untuk peramalan produksi kedepan berdasarkan trend yang diperoleh. Tetapi, dalam kasus ini, metode peramalan ini digunakan untuk meramalkan, atau lebih tepatnya memperkirakan laju alir harian yang telah terjadi pada waktu terdahulu.

Metode analisis kurva penurunan produksi yang umum dipakai yaitu kurva penurunan produksi dari Arps. Secara umum persamaan kurva penurunan produksi dari Arps dinyatakan sebagai :

(

)

1b (t ) i i

q =q 1 bD t+ − (1)

Dalam metode decline curve Arps dikenal tiga tipe kurva penurunan produksi yang dibedakan berdasarkan

harga dari konstanta b. Ketiga tipe metode tersebut yaitu :

1. Kurva Penurunan Produksi Eksponensial (exponential decline curve)

Dalam kurva penurunan produksi eksponensial, perbandingan laju penurunan produksi terhadap laju produksi terhadap waktu adalah konstan (a konstan) sehingga harga dari konstanta b = 0. Persamaan Arps untuk eksponensial menjadi:

Di (2)

(t) i

q =q e−

Persamaan diatas dapat diselesaikan secara grafis dengan merubah kedua ruas kedalam bentuk logaritmik natural menjadi :

( )t i Di

ln q =ln q +ln e− (3)

atau ( )t i i

ln q =ln q −D (4)

Apabila diplot antara laju produksi (qt) terhadap

waktu (t) maka persamaan diatas akan linear dengan kemiringan sebesar -1/a dan laju produksi initial (qi) sebagai perpotongan dengan sumbu y

(intercept).

2. Kurva Penurunan Produksi Hiperbolik (hyperbolic

decline curve)

Hyperbolic decline terjadi bila harga b berkisar

antara 0 dan 1, sehingga apabila harga a dan b disubtitusikan kedalam persamaan umum Arps maka persamaan Arps tidak akan mengalami perubahan. Persamaan penurunan produksi hiperbolik dinyatakan sebagai berikut :

( ) 1 b i i t ln q =q (1 bD t)+ − (5)

bila persamaan diatas dirubah dalam bentuk logaritma akan menjadi :

( )t i

(

i 1 log q q log 1 bD t b ⎛ ⎞ = −⎜ ⎟ + ⎝ ⎠

)

(6)

Persamaan ini berarti bila diplot antara laju alir q(t)

dan (l+(bt/a0)) dalam kertas log-log, maka akan berupa garis lurus dengan slop (-1/b) dan berpotongan dengan sumbu vertikal di qi.

3. Kurva Penurunan Produksi Harmonik (harmonic

decline curve)

Kurva penurunan produksi akan bertipe harmonik jika harga konstanta b=1, sehingga persamaannya akan menjadi :

( )t i qi q 1 D t = − (7)

dalam bentuk log-log persamaan diatas akan menjadi :

( )t i

log q =log q −log(1 D t)+ i (8)

Prosedur Pengerjaan

Proses rekonstruksi yang dilakukan pada sumur-sumur lapangan “AA”, dilakukan dengan melihat data riwayat sumur, kapan pertama kali sumur diproduksikan, laju alir mula-mula suatu sumur, laju

(3)

alir akhir dan data produksi kumulatif terakhir yang tecatat sebagai prosess kontrol rekonstruksi. Dengan data-data tersebut kita dapat melihat kecenderungan penurunan produksi apakah secara harmonik, hiperbolik, ataupun exponential.

Berikut adalah proses rekonstruksi data laju alir produksi minyak, air dan gas.

1. Rekonstruksi Data Produksi Minyak

Untuk merekonstruksi data produksi yang hilang, diperlukan beberapa data produksi pada periode hilangnya data produksi secara keseluruhan tersebut. Data yang biasanya masih sempat tercatat pada riwayat sumur adalah data produksi kumulatif pada akhir tahun tertentu serta data laju produksi harian awal dan akhir, Dengan demikian, proses rekonstruksi dikontrol oleh semua data-data asli yang tersedia. Rekonstruksi laju alir dan produksi kumulatif tidak dilakukan secara terpisah, tetapi bersamaan dan saling berhubungan.

Ada dua metoda yang digunakan untuk merekonstruksi laju alir fluida:

Pertama apabila pada suatu periode tertentu diketahui data produksi harian awal dan akhir, dan juga produksi kumulatif pada periode tersebut, maka data produksi harian awal dan akhir dicari regresi kurva laju alirnya dengan menggunakan program Curve Expert™. Regresi

yang dipakai adalah hyperbolic regression karena bentuk kurvanya paling menyerupai bentuk umum kurva produksi kumulatif terhadap waktu. Berikutnya, proses kontrol laju alir rekonstruksi dengan menyesuaikan produksi kumulatif hasil rekonstruksi tersebut dengan produksi kumulatif yang tercatat. Hasil rekonstruksi ini menganggap selama periode produksi, sumur diproduksikan tiap hari.

Yang kedua adalah apabila pada data riwayat sumur terdapat beberapa selang produksi, dimana pada masing-masing selang terdapat data laju alir awal dan akhir, namun tidak terdapat nilai produksi kumulatif pada selang tersebut, maka metoda yang digunakan dengan menggunakan analisa decline curve adalah dengan melihat kecenderungan penurunan laju alir tersebut. Kecenderungan / trend yang biasa digunakan adalah exponential regression, setelah itu proses kontrol rekonstruksi ini dilakukan dengan menyesuaikan kumulatif produksi hasil rekonstruksi dibandingkan dengan data produksi kumulatif terakhir yang tercatat di riwayat sumur. Apabila tidak cocok maka nilai dari decline rate akan diubah apakah diperbesar ataupun diperkecil. Atau dengan mengubah jenis regresi yang digunakan, apakah menjadi hiperbolik atau harmonik 2. Rekonstruksi Data Produksi Air

Pada dasarnya proses rekonstruksi data produksi air sama halnya dengan rekonstruksi produksi minyak. Tetapi seringkali data yang tersedia hanya persentase kadar air di awal dan akhir, sehingga yang data itulah yang direkonstruksi dan selanjutnya dikonversi menjadi data laju alir air berdasarkan data laju alir minyak pada waktu yang sama. Kemudian data laju alir air dikonversi menjadi produksi kumulatif air dengan

anggapan sumur terus berproduksi selama periode produksi tertentu.

3. Rekonstruksi Data Produksi Gas

Lapangan ”AA” secara keseluruhan dapat dikatakan tidak memproduksikan gas, atau produksi gas dapat diabaikan karena nilainya sangat kecil. Tetapi terdapat beberapa sumur yang menghasilkan gas yang cukup signifikan sehingga rekonstruksi juga dilakukan terhadap gas. Selain itu data produksi gas diperlukan dalam menghasilkan Campbel Plot dan Pot Aquifer Plot. Proses rekonstruksi produksi gas sama dengan proses rekonstruksi pada produksi minyak.

Sebagai contoh proses rekonstruksi dan peramalan digunakan sumur AA 74, hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut untuk minyak dan air. Untuk hasil rekonstruksi gas dan juga sumur-sumur lainnya dapat dilihat pada lampiran A.

Gambar 1

Hasil Rekonstruksi data produksi sumur AA 74

Validasi Data

Sebagai validasi data, setelah didapatkan laju alir harian yang hilang dari proses rekonstruksi data produksi, dilakukan analisis NP dan OOIP terhadap data tersebut. Perbandingan dilakukan antara data hasil rekonstruksi dengan data asli lapangan.

Setelah rekonstruksi data dilakukan, dari data laju alir harian hasil rekonstruksi tersebut kemudian dicari nilai NP (kumulatif produksi minyak) dari seluruh sumur yang ada pada lapangan tersebut. Berikut adalah perbandingan hasil kumulatif produksi minyak yang didapat.

Perbandingan NP, MMBBL Hasil Rekonstruksi Data Lapangan

10.457 10.417 Tabel 1

Tabel Perbandingan harga NP

Dari tabel diatas, terlihat bahwa kumulatif produksi antara hasil rekonstruksi dengan data lapangan berbeda tidak begitu jauh. Sedangkan untuk data kumulatif produksi air dan gas, tidak dilakukan perbandingan karena tidak tersedianya data lapangan kumulatif produksi air dan gas.

Berikutnya, dilakukan pula rekonstruksi data tekanan lapangan dan PVT untuk nantinya digunakan

(4)

dalam metode material balance. Karena minimnya data yang tersedia, rekonstruksi tekanan dilakukan berdasarkan data test tekanan reservoir beberapa sumur yang dianggap mewakili keadaan lapangan. Sumur-sumur yang dipilih adalah Sumur-sumur-Sumur-sumur yang memiliki waktu produksi yang paling lama, dan juga pada saat sumur-sumur tersebut ditutup, hampir tidak ada sumur lainnya yang berproduksi sehingga diasumsikan naik turunnya tekanan reservoir mengikuti tekanan reservoir sumur-sumur ini. Sedangkan untuk data PVT, dapat dicari menggunakan korelasi maupun dari data PVT sumur jika ada. Sebaiknya data PVT dipilih dari sumur yang memiliki data test PVT saat awal sumur diproduksikan. Grafik data PVT dapat dilihat pada lampiran B, sedangkan hasil rekonstruksi tekanan reservoir sepanjang waktu dapat dilihat pada gambar berikut:

Tekanan Reservoir Vs Waktu

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 9/1/1936 5/11/1950 1/18/1964 9/26/1977 6/5/1991 2/11/2005 Waktu Te kan an R ese rv oi r, p s i Gambar 2

Hasil Rekonstruksi Tekanan Reservoir

Pengolahan data lainnya yang dapat dilakukan adalah untuk mencari tenaga pendorong dari reservoir. Metode penentuan tenaga pendorong yang umum digunakan adalah dengan metode Campbel Plot. Untuk reservoir minyak, campbell plot adalah kebalikan dari metode modified cole plot untuk gas. Ini berdasarkan pada persamaan analog :

(9)

Dimana N adalah original oil in place (OOIP) dalam STB, dan F adalah cumulative reservoir voidage, sehingga untuk reservoir minyak digunakan persamaan:

(10) Yang kemudaian diubah menjadi :

(11) Dimana :

Et adalah ekspansi total expansion,

Eo adalah kumulatif ekspansi minyak, dimana :

Eo = BBt – Bti (12)

Eg adalah kumulatif ekspansi gas, dimana :

Eg = BBti / Bgi (Bg – Bgi) (13)

Efw adalah kumulatif ekspansi formasi dan air,

dimana :

(14)

m adalah rasio volume awal gas cap terhadap volume awal oil zone, pada kondisi reservoir. BBt adalah total formation volume factor:

B

Setelah itu dilakukan Plotting F/Et pada Y axis versus F

pada X axis yang akan menghasilkan grafik mengikuti pola seperti di bawah ini

Gambar 3

Grafik Template Cambell Plot

Dari grafik yang dihasilkan oleh data suatu reservoir maka dapat terlihat grafik campble mana yang paling sesuai dengan plot-plot diatas, sehingga kita bisa memperkirakan tenaga pendorong pada reservoir tersebut.

Hasil Campbell Plot yang dibentuk dari data hasil rekonstruksi untuk Lapangan “AA” ini adalah sebagai berikut:

Campbell Plot Lapangan "AA"

0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000 300000000 350000000 400000000 F, rb F/ E o , M M S tb p g g gi g gi G B We-WpBw =N+ B -B B -B Gambar 4

Campbell Plot Lapangan “AA”

Terlihat dari grafik diatas, hasil perhitungan Campbell Plot untuk lapangan ”AA” menyerupai pola tenaga pendorong Weak Water Drive dan juga solution gas

(depletion) drive sebagai tenaga pendorong utamanya.

Sehingga untuk IOIP dapat ditarik garis sejajar dengan

depletion drive, didapat harga IOIP sekitar 32 MMSTB

(

)

F = Np Bt + Bg Rp - Rsi + Wp Bw⎡

B

t = BoB + Bg(Rsi − Rs) (15)

Plot lainnya yang dapat dibentuk untuk menganalisa IOIP yang juga merupakan pengembangan dari Material Balance adalah metode POT-Aquifer plot. Pot aquifer plot ini menggambarkan hubungan antara F/Eo dan ΔP/Eo, dimana definisi F dan Eo telah dijelaskan sebelumnya. Dari hasil observasi terhadap plot ini kita juga dapat menentukan nilai IOIP dari lapangan ”AA”. Pada plot ini, perpotongan kurva pada sumbu-Y akan menunjukkan nilai IOIP bila lapangan tersebut memiliki mekanisme pendorong selain

depletion drive. Jadi plot ini hanya diperlukan apabila

reservoir yang kita tinjau bukan merupakan depletion

drive reservoir. Dan untuk kasus kali ini, plot ini dapat

digunakan karena Lapangan ”AA” juga memiliki tenaga

Et = E + mE + Eo g fw

(

)

(

)

fw = B 1+mti 1 wi w f i wi S c c p p S + − − E

(5)

pendorong selain depletion drive, yaitu adalah weak

water drive, sehingga analisis POT-Aquifer plot

dilakukan pada weak water drive. Berikut adalah plot yang dibentuk berdasarkan data hasil rekonstruksi yang telah dilakukan.

Pot Aquifer Plot Lapangan "AA"

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 ΔP/Eo F /Eo , M M St b Gambar 5

POT-Aquifer Plot Lapangan “AA”

Dari ekstrapolasi grafik F/Eo dan ΔP/Eo sehingga memotong sumbu-Y, didapatkan nilai yang merupakan harga IOIP dari Lapangan ”AA”, yaitu sekitar 35 MMSTB. Disini Plot POT-Aquifer plot tidak berupa garis lurus, hal ini disebabkan karena adanya ketidak- konstanan perubahan tekanan reservoir. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tekanan reservoir Lapangan ”AA” pada periode produksi pernah mengalami kenaikan tekanan akibat ditutupnya hampir seluruh sumur-sumur produksi pada waktu yang cukup lama, sehingga naiknya tekanan reservoir tersebut mengubah slope perubahan tekanan pada grafik. Ditambah lagi, pada kasus ini digunakan asumsi bahwa tekanan reservoir diidentikkan dengan tekanan salah satu sumur yang dianggap mewakili kelakuan tekanan reservoir. Tentu saja hal ini mengakibatkan adanya bermacam-macam slope perubahan tekanan pada sumur akibat dibuka-tutupnya sumur tersebut yang pada kenyataanya perubahan tekanan pada satu sumur belum tentu langsung terasa pada tekanan reservoir keseluruhan lapangan. Dengan adanya perbedaan slope perubahan tekanan ini, ternyata mempengaruhi nilai ΔP/Eo, sehingga pada plot POT-Aquifer Plot tidak didapatkan grafik berupa garis lurus. Tetapi pada kasus ini, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi nilai perolehan IOIP, karena data tekanan sumur yang digunakan - seperti yang telah dijelaskan sebelumnya - dianggap paling merepresentasikan kelakuan tekanan reservoir.

Perbandingan antara harga IOIP dari hasil rekonstruksi data dengan harga IOIP dari hasil simulasi data lapangan dapat dilihat pada tabel berikut:

Perbandingan harga OOIP, MMStb

Hasil Rekonstruksi Hasil Simulasi Data Lapangan

35 38.007 Tabel 2

Tabel Perbandingan harga IOIP

Pada tabel diatas terlihat bahwa harga IOIP antara hasil rekonstruksi data dengan harga hasil simulasi data lapangan terdapat sedikit perbedaan. Hal ini disebabkan karena benyaknya asumsi yang digunakan, sehingga untuk akurasi harga IOIP menjadi tidak begitu tepat. Tetapi pada kasus ini, perbedaan harga IOIP sebesar 3 MMStb merupakan harga yang masih dapat ditolerir mengingat banyaknya asumsi yang digunakan dan juga data awal yang tersedia untuk digunakan sebagai kontrol proses rekonstruksi data sangat minim.

Dari hasil perbandingan perhitungan kumulatif produksi dan juga nilai IOIP antara data hasil rekonstruksi dengan data lapangan, didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, sehingga proses rekonstruksi data produksi dengan menggunakan metode Decline

Curve Analysis dapat dikatakan valid dan dapat

digunakan untuk melakukan rekonstruksi data produksi apabila pada suatu lapangan tidak terdapat data laju alir harian secara lengkap.

Kesimpulan

1. Dalam proses rekonstruksi data, digunakan metode decline curve analysis baik secara hiperbolik, eksponensial, maupun harmonik sesuai dengan trend penurunan produksi

2. Proses kontrol rekonstruksi data fluida (minyak, air, dan gas) dilakukan dengan beberapa batasan, yaitu data produksi harian awal, data produksi harian akhir dan produksi kumulatif.

3. Proses validasi data hasil rekonstruksi dilakukan menggunakan 2 data, yaitu data kumulatif produksi akhir lapangan, dan harga IOIP antara data hasil rekonstruksi dengan data asli lapangan.

4. Untuk perbandingan harga antara hasil rekonstruksi data dengan data asli lapangan, dapat dilihat sebagai berikut:

Hasil

Rekonstruksi Lapangan Data

Perbandingan NP, MMBBL 10.457 10.417

Perbandingan OOIP, MMStb 35.000 38.007

5. Perbandingan harga hasil pengolahan data dari data hasil rekonstruksi dan data asli lapangan, didapatkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda. Mengingat banyaknya asumsi yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa proses rekonstruksi data produksi dengan menggunakan metode

Decline Curve Analysis dapat dikatakan valid.

6. Metode Decline Curve Analysis dapat digunakan untuk melakukan rekonstruksi data produksi apabila pada suatu lapangan tidak terdapat data laju alir harian secara lengkap.

Saran

Untuk melakukan rekonstruksi data produksi dengan menggunakan metode ini, sebaiknya perlu diperhatikan kembali asumsi-asumsi yang digunakan.

Dalam proses pembentukan dan penyesuaian data saat rekonstruksi, penggunaan asumsi penurunan laju

(6)

alir secara pesimistik ataupun optimistik sebaiknya disesuaikan dengan data pendukung lainnya jika ada, seperti porositas, permeabilitas, dan kelakuan sumur sekitarnya sehingga jangan terlalu berbeda jauh dengan kenyataan di lapangan

Pemilihan sumur yang dijadikan acuan sebagai data tekanan reservoir haruslah sumur yang paling merepresentasikan kelakuan reservoir agar didapatkan nilai tekanan reservoir yang mendekati harga tekanan sebenarnya.

Daftar Notasi

b = konstanta Arp’s decline curve exponent Bg = formation volume factor gas, RB/Mscf Bo = formation volume factor minyak, RB/STB Bt = formation volume factor total minyak, RB/STB Bw = formation volume factor air, RB/STB

Cf = kompresibilitas formasi, 1/psi Cw = kompresibilitas air, 1/psi Di = Arp’s dimensionless decline rate

e = 2.71828, konstanta Napierian

Eg = kumulatif ekspansi gas, RB/STB untuk reservoir

minyak, RB/Mscf untuk reservoir gas.

Efw = kumulatif ekspansi formasi dan air, RB/STB

untuk reservoir minyak, RB/Mscf untuk reservoir gas.

Eo = kumulatif ekspansi minyak, termasuk

didalamnya solution gas awal, RB/STB

Et = kumulatif total ekspansi, RB/STB untuk

reservoir minyak, RB/Mscf untuk reservoir gas.

F = kumulatif reservoir voidage, res bbl Gp = kumulatif produksi gas, Mscf

m = rasio OGIP gas cap dengan OOIP zone minyak

pada kondisi reservoir, dimensionless

N = original oil in place (OOIP), STB Np = kumulatif produksi minyak, STB p = tekanan, psia

qi = laju alir awal, MSCF/D q(t) = laju alir, MSCF/D

Rp = kumulatif producing gas/oil ratio, Mscf/STB Rs = perbandingan solution gas/oil, Mscf/STB Rsi = solution gas/oil ratio awal, Mscf/STB Swi = saturasi air mula-mula, fraksi t = waktu, hari

We = kumulatif water influx, reservoir bbl Wp = kumulatif produksi air, STB Subscripts

f = formasi fw = formasi dan air

g = gas i = awal o = minyak p = kumulatif produksi s = solution t = total w = air Daftar Pustaka

1. Arps, J.J.,”Analysis of Decline Curve”,Paper SPE 945228-G., 1945.

2. Craft, B.C., Hawkins, M.,”Applied Petroleum Reservoir Engineering, Revised by Terry, R.E.”, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1991

3. Pletcher, J.L.,”Improvements to Reservoir Material Balance Methode”, Paper SPE 75354-PA., 2002. 4. Permadi, A.K.,“Diktat Teknik Reservoir I”, 2004.

(7)

Lampiran A - Hasil Rekonstruksi Data Produksi A.1 Hasil Rekonstruksi laju alir minyak dan air

Hasil Rekonstruksi laju alir minyak dan air tiap sumur:

(8)
(9)
(10)
(11)

A.2 Hasil Rekonstruksi laju alir gas

(12)
(13)
(14)

Lampiran B - Grafik Data PVT Bo Vs Pressure 1.036 1.037 1.038 1.039 1.04 1.041 1.042 1.043 1.044 1.045 1.046 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 Pressure, psi B o , b b l/s tb Rs Vs Pressure 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 Pressure, psi Rs , s c f/ s tb Bg Vs Pressure 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 Pressure, psi B g , cu ft/ s c f Bt Vs Pressure 0 2 4 6 8 10 12 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 Pressure, psi B t, b b l/s cf

Gambar

Tabel Perbandingan harga NP
Grafik Template Cambell Plot
Tabel Perbandingan harga IOIP

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa diagram ada yang rinci (jenis timming diagram ) dan lainya ada yang bersifat umum (misalnya diagram kelas). Para pengembang sistem berorientasi objek menggunakan bahasa

Menurut Al-Muttaqin_Tegal pada mulanya kita harus bisa mengenal dan membaca huruf hijaiyyah yang jumlahnya ada 28 huruf. Jika kita mengetahui dan dapat membaca 28

 Kesesuaian antara perlakuan/tindakan para kru terhadap penumpang (V2.2) dengan hasil indeks 85,18.. 4) Secara umum responden pengguna angkutan AKDP Koridor

“Kelemahan yang dimiliki pada Event Indonesia Fashion Week 2012 ini adalah sekian banyak aspek yang akan diangkat dalam event tersebut maka sebenarnya persiapan waktu

Namun ternyata tidak semua guru memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang studi yang diampunya, seperti guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri

Seperti pada babi , ovarium pada anjing dan kucing menyerupai buah murbei karena banyak folikel yang sedang tumbuh atau karena banyak corpus luteum terbentuk khususnya

Begitu juga dengan kesehatan, meningkatnya anggaran yang dialokasikan untuk kesehatan maka akan melengkapi sarana dan prasarana kesehatan sehingga dengan kesehatan

Orang, kelompok, negra y"rig ai*utsud seperti orang Tionghwa (Cina), Inggris, Portugis' Jepang [Neiara tertama kedua men3ajatr tnOonesia setelatr Belanda yakni 3,5