• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Proyek

Manajemen proyek terdiri dari dua kata yaitu “Manajemen” dan “Proyek”. Menurut Husen (2009:2), manajemen adalah suatu ilmu pengetahuan tentang seni memimpin organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap sumber-sumber daya terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien.

Manajemen merupakan proses terpadu dimana individu-individu sebagai bagian dari organisasi dilibatkan untuk memelihara, mengembangkan, mengendalikan, dan menjalankan program-program yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditetapkan dan berlangsung terus menerus seiring dengan berjalannya waktu (Dipohusodo, 1996:2).

Sedangkan proyek adalah upaya yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana serta sumber daya yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu (Dipohusodo, 1996:9).

Menurut Husen (2009:4), proyek adalah gabungan dari sumber-sumber daya seperti manusia material, peralatan, dan modal/ biaya yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.

Sebuah proyek adalah usaha yang kompleks, tidak rutin, yang dibatasi oleh waktu, anggaran, sumber daya, dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Larson, 2006:3).

(2)

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpukan beberapa pengertian dari manajemen proyek. Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu serta keselamatan kerja (Husen 2009:4).

Menurut Ervianto (2005:21), manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.

2.2. Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya dilaksanakan satu kali dan umumnya mempunyai waktu yang pendek dimana awal dan akhir proyek relatif pasti.

Menurut Dipohusodo (1996:69), proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur.

Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik, membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005:12).

 Bersifat unik: tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu melibatkan grup pekerja yang berbeda-beda.

(3)

 Membutuhkan sumber daya (resources): sumber daya yang terlibat di proyek, yaitu pekerja (men), uang (money), mesin (manchines), metode (methods) dan bahan (materialis).

 Membutuhkan organisasi: setiap organisasi mempunyai beragam tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang bervariasi dan ketidakpastian.

Gambar 2.1. Three dimentional objective

Kemudian kinerja proyek konstruksi dapat diukur berdasarkan tiga kendala (triple constrain): sesuai spesifikasi yang ditetapkan (tepat mutu), sesuai time

schedule (tepat waktu), dan sesuai biaya yang direncanakan (tepat biaya).

Gambar 2.2. Triple constrain

Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada proyek konstruksi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan terus menerus dan berulang dalam waktu yang

(4)

lama, sedangkan kegiatan proyek adalah rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dengan jangka waktu yang relatif pasti. Oleh karena itu, suatu kegiatan proyek mempunyai awal dan akhir yang jelas serta hasil kegiatan yang bersifat unik (Ervianto, 2005:13).

2.2.1. Jenis-Jenis Proyek Konstruksi

Menurut Ervianto (2005:14), proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu:

 Bangunan gedung: rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:

1. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal. 2. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi

pondasi umumnya sudah diketahui.

3. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.

 Bangunan sipil: jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:

1. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia.

2. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi yang sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.

(5)

Kedua kelompok bangunan tersebut sebenarnya saling tumpang tindih, tetapi pada umumnya direncanakan dan dilaksanakan oleh disiplin ilmu perencana dan pelaksanaan yang berbeda.

2.2.2. Tahap Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi

Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang panjang dan didalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan. Disamping itu, di dalam kegiatan konstruksi terdapat suatu rangkaian kegiatan yang berurutan dan berkaitan. Biasanya rangkaian kegiatan tersebut dimulai dari lahirnya suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan (need), pemikiran kemungkinan keterlaksanaannya (feasibility study), keputusan untuk membangun dan pembuatan penjelasan (penjabaran) yang lebih rinci tentang rumusan kebutuhan tersebut (briefing), penuangan dalam bentuk rancangan awal (preliminary design), pembuatan rancangan yang lebih rinci dan pasti (design development dan detail design), persiapan administrasi untuk pelaksanaan pembangunan dengan memilih caoln pelaksana (procurement), kemudian pelaksanaan pembangunan pada lokasi yang telah disediakan (construction), serta pemeliharaan dan persiapan penggunaan bangunan tersebut (maintenance, start-up, dan implementation). Kegiatan membangun berakhir pada saat bangunan tersebut mulai digunakan (Ervianto, 2005:15).

Lagi menurut Ervianto (2005:16), beberapa aspek yang harus dikaji dalam setiap tahapan merupakan kerangka dasar dari proses konstruksi. Aspek ini terbagi menjadi empat kelompok utama, yaitu:

(6)

 Aspek fungsional: konsep umum, pola operasional, program tata ruang, dan lain sebagainya.

 Aspek lokasi dan lapangan: iklim, topografi, jalan masuk, prasarana, formalitas hukum, dan lain sebagainya.

 Aspek konstruksi: prinsip rancangan, standar teknis, ketersediaan bahan bangunan, metoda membangun dan keselamatan operasi.

 Aspek operasional: adminstrasi proyek, arus kas, kebutuhan perawatan, kesehatan dan keselamatan kerja.

2.2.2.1. Tahap Studi Kelayakan

Studi kelayakan proyek merupakan studi awal yang dilakukan terhadap suatu rencana proyek. Pada tahap ini akan dilakukan studi apakah suatu proyek tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan, baik dari aspek perencanaan dan perancangan, aspek ekonomi (biaya dan sumber pendanaan), maupun aspek lingkungan. Jadi studi kelayakan ini bertujuan untuk meyakinkan pemilik proyek (owner) bahwa proyek konstruksi yang diusulkannya layak untuk dilaksanakan.

Menurut Ervianto (2005:16), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap studi kelayakan (feasibility study) adalah:

1. Menyusun rancangan proyek secara kasar dan membuat estimasi biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

2. Meramalkan manfaat yang akan diperoleh jika proyek tersebut dilaksanakan, baik manfaat langsung (manfaat ekonomis) maupun manfaast tidak langsung (fungsi sosial).

(7)

3. Menyusun analisa kelayakan proyek, baik secara ekonomis maupun finansial.

4. Menganalisis dampak lingkungan yang mungkin terjadi apabila proyek tersebut dilaksanakan.

2.2.2.2. Tahap Penjelasan

Setelah studi kelayakan proyek dilaksanakan dan dinyatakan layak untuk dilanjutkan, pemilik proyek (owner) melakukan penjelasan (briefing) kepada konsultan perencana proyek. Hal yang disampaikan mengenai fungsi proyek dan biaya yang diizinkan sehingga konsultan perencana dapat secara tepat menafsirkan keinginan pemilik proyek dan membuat taksiran biaya yang diperlukan.

Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahan penjelasan (briefing) adalah:

1. Menyusun rencana kerja dan menunjuk para perencana dan tenaga ahli. 2. Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan,

merencanakan rancangan, taksiran biaya, persyaratan mutu.

3. Mempersiapkan ruang lingkup kerja, jadwal waktu, taksiran biaya dan implikasinya, serta rencana pelaksanaan.

4. Mempersiapkan sketsa dengan skala tertentu sehingga dapat memberikan gambaran berupa denah dan batas-batas proyek.

2.2.2.3. Tahap Perancangan

Tahap perancangan (design) ini bertujuan melengkapi penjelasan proyek dan menentukan tata letak, rancangan, metode konstruksi, dan taksiran biaya konstruksi

(8)

agar mendapatkan persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang terlibat. Tahap ini juga mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan, termasuk gambar rencana dan spesifikasi, serta melengkapi semua dokumen tender.

Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perancangan (design) adalah:

1. Mengembangkan ikhtisar proyek menjadi penyelesaian akhir. 2. Memeriksa masalah teknis.

3. Meminta persetujuan akhir ikhtisar dari pemilik proyek. 4. Mempersiapkan:

a. Rancangan skema (perancangan) termasuk taksiran biaya. b. Rancangan terinci.

c. Gambar kerja, spesifikasi dan jadwal. d. Daftar kuantitas.

e. Taksiran biaya akhir.

f. Program pelaksanaan pendahuluan, termasuk jadwal waktu.

2.2.2.4. Tahap Pengadaan/ Pelelangan

Setelah tahap perancangan diselesaikan oleh konsultan perencana, maka tahap selanjutnya adalah mencari penyedia jasa yang akan menjadi pelaksana konstruksi. Proses ini disebut procurement. Salah satu cara untuk mencari penyedia jasa adalah dengan pelelangan atau tender. Pelelangan didefinisikan sebagai berikut.

Serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/ jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/ jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikutioleh pihak-pihak yang terkait secara azas sehingga terpilih penyedia terbaik.

(9)

Pelaksanaan pelelangan di Indonesia diatur oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Keppres tentang Pelaksanaan APBN). Keppres yang mengatur pengadaan barang dan jasa telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, yang terbaru adalah Keppres No. 80 Tahun 2003.

Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengadaan/ pelelangan adalah sebagai berikut.

Tahap Kegiatan Dokumen

Prakualifikasi Dokumen Disain

Gambar rencana, anggaran biaya, syarat lelang, spesifikasi, bill of quantity (BOQ)

Waktu penyesuaian Pengumuman lelang

Dokumen Lelang

Gambar rencana, spesifikasi, bill of quantity Pendaftara lelang

Pengambilan dokumen Undangan lelang

Rapat penjelasan pekerjaan Peninjauan lokasi

Penyusunan anggaran Pemasukan penawaran Evaluasi dan negosiasi Keputusan pemenang

Pelaksanaan konstruksi Dokumen Kontrak

Gambar rencana, anggaran biaya, spesifikasi, bill of quantity, persyaratan kontrak, berita acara penjelasan pekerjaan, bentuk surat penawaran, bentuk kontrak addendum, change

order

Pemeliharaan

(10)

2.2.2.5. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan (construction) ini bertujuan mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang telah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya (tepat biaya), waktu yang telah disepakati (tepat waktu), dan dengan mutu yang telah disyaratkan (tepat mutu).

Menurut Ervianto (2005:18), kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan, mengoordinasi, mengendalikan semua operasional dilapangan.

Kegiatan perencanaan dan pengendalian adalah:

1. Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan. 2. Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan. 3. Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja.

4. Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material. Kegiatan koordinasi adalah:

1. Mengoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan perlengkapan yang terpasang.

2. Mengoordinasikan para subkontraktor. 3. Penyeliaan umum.

2.2.2.6. Tahap Pemeliharaan dan Persiapan Penggunaan

Tahap pemeliharaan dan persiapan penggunaan (maintenance and start up) ini bertujuan untuk menjamin kesesuaian bangunan yang telah selesai dilaksanakan dengan dokumen kontrak yang telah ditetapkan serta peruntukan fasilitas yang ada apakah telah sesuai dengan sebagaimana mestinya. Selain itu, pada tahap ini juga

(11)

dibuat suatu catatan mengenai konstruksi berikut petunjuk operasinya dan melatih staf dalam menggunakan fasilitas yang tersedia.

Menurut Ervianto (2005:19), kegiatan yang dilakukan pada tahap maintenance

and start up ini adalah:

1. Mempersiapkan catatan pelaksanaan, baik berupa data-data selama pelaksanaan maupun gambar pelaksanaan (as built drawing).

2. Meneliti bangunan secara cermat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi.

3. Mempersiapkan petunjuk operasional/ pelaksanaan serta pedoman pemeliharaannya.

4. Melatih staf untuk melaksanakan pemeliharaan.

2.3. Perencanaan Proyek

Perencanaan merupakan salah satu fungsi vital dalam kegiatan manajemen proyek. Menurut Soeharto (1997), Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan.

Adapun tujuan perencanaan adalah melakukan usaha untuk memenuhi persyaratan spesifikasi proyek yang ditentukan dalam batasan biaya, mutu, dan waktu ditambah dengan terjaminnya faktor keselamatan kerja (Husen, 2009:77).

Dari pengertian diatas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu proses, yang berarti bahwa perencanaan mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu. Adapun proses perencanaan itu sendiri terdiri dari:

(12)

1. Penentuan tujuan: sesuatu yang memberikan arah gerak kegiatan yang akan dilakukan.

2. Penentuan sasaran: sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai bila organisasi tersebut ingin memenuhi tujuannya.

3. Pengkajian posisi awal terhadap tujuan: untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi perencanaan saat awal terhadap sasaran.

4. Pemilihan alternatif: dalam mencapai tujuan dan sasaran terdapat berbagai alternatif, umumnya dipilih alternatif yang paling efisien dan ekonomis. 5. Penyusunan rangkaian langkah untuk mencapai tujuan: proses ini

menetapkan langkah yang terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan setelah memperhatikan berbagai batasan.

Empat hal yang menjadi filosofi dari sebuah perencanaan yaitu:  Aman, keselamatan terjamin.

 Efektif, produk perencanaan berfungsi sesuai yang diharapkan.  Efisien, produk yang dihasilkan hemat biaya.

 Mutu terjamin, tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditentukan.

Aspek perencanaan yang paling penting dalam menyusun penjadwalan proyek adalah struktur atau hierarki proyek (Work Breakdown Structure) dan perencanaan sumber daya.

2.3.1. Work Breakdown Structure (WBS)

WBS merupakan diagram terstruktur atau hierarki yang berbentuk diagram pohon (tree structure diagram), biasanya terdiri dari kegiatan-kegiatan umum yang dipecahkan menjadi kegiatan-kegiatan khusus. Penyusunan WBS dilakukan dengan

(13)

cara top down, dengan tujuan agar komponen-komponen kegiatan tetap berorientasi ke tujuan proyek. WBS juga memudahkan penjadwalan dan pengendalian karena merupakan elemen perencanaan.

Menurut Husen (2009:96), kerangka perencanaan terdiri atas kerangka-kerangka seperti dibawah ini:

 Kerangka penjabaran program.  Kerangka perencanaan detail.  Kerangka pembiayaan.  Kerangka penjadwalan.  Kerangka cara pelaporan.

 Kerangka penyusunan organisasi

Dari kerangka-kerangka tersebut, WBS dapat membantu proses penjadwalan dan pengendalian dalam suatu sistem yang terstruktur menurut hierarki yang makin terperinci, sampai pada lingkup yang makin kecil berupa paket-paket pekerjaan dengan aktivitas yang jelas. Paket-paket pekerjaan ini nantinya dapat dikelola sebagai unit kegiatan yang diberi kode identifikasi yang kinerja biaya, mutu, dan waktunya dapat diukur. Oleh karena itu, penyempurnaan dan tindakan koreksi dapat dilakukan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan selama pelaksanaan proyek.

Oleh karena itu, WBS dapat dipakai untuk membagi seluruh level proyek menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam satu format struktur level, fasilitas, dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai, pemecahan level sampai pada paket pekerjaan terakhir dengan kegiatan yang jelas dan cukup untuk perencanaan detail sebagai fase awal proyek.

(14)

Menurut Husen (2009:97), faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan WBS secara umum disusun berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:

 Pembagian berdasarkan area/ lokasi yang berbeda.

 Pembagian kategori yang berbeda untuk tenaga kerja, peralatan, dan material.

 Pembagian subdivisi pekerjaan berdasarkan spesifikasi pekerjaan.

 Pembagian pihak, seperti kontraktor utama, subkontraktor, dan pemasok. Klasifikasi diatas dapat membantu menentukan tingkatan WBS untuk memudahkan monitoring terhadap bagian-bagiannya. Serta menentukan penanggung jawab masing-masing elemen pada setiap tingkatan.

Berikut ini merupakan contoh struktur WBS dengan kegiatan dan identitas kode yang digunakan:

 WBS (Work Breakdown Structure) 1. Proyek rumah 2 lantai

1.1. Lantai 1 1.1.1. Pekerjaan persiapan 1.1.2. Pekerjaan tanah 1.1.3. Pekerjaan pondasi 1.1.4. Pekerjaan beton 1.1.5. Pekerjaan dinding 1.1.6. Pekerjaan penggantung 1.1.7. Pekerjaan plafond 1.1.8. Pekerjaan Pengecatan 1.1.9. Pekerjaan atap

(15)

1.1.10. Pekerjaan lantai 1.1.11. Pekerjaan sanitasi

1.1.12. Pekerjaan instalasi listrik 1.1.13. Pekerjaan halaman 1.2. Lantai 2 1.2.1. Pekerjaan beton 1.2.2. Pekerjaan dinding 1.2.3. Pekerjaan penggantung 1.2.4. Pekerjaan plafond 1.2.5. Pekerjaan lantai 1.2.6. Pekerjaan pengecatan 1.2.7. Pekerjaan atap 1.2.8. Pekerjaan sanitasi

1.2.9. Pekerjaan instalasi listrik

2.3.2. Perencanaan Sumber Daya

Perencanaan sumber daya yang matang dan cermat sesuai kebutuhan logis proyek akan membantu pencapaian sasaran dan tujuan proyek secara maksimal, dengan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi. Kebutuhan sumber daya pada tiap-tiap proyek tidak selalu sama, bergantung pada skala, lokasi, serta tingkat keunikan masing-masing proyek. Namun demikian, perencanaan sumber daya dapat dihitung dengan pendekatan matematis yang memberikan hasil optimal dibandingkan hanya dengan perkiraan pengalaman saja, yang tingkat efektivitas dan efisiensi rendah.

(16)

Pendekatan matematis menghasilkan tingkat penyimpangan yang minimal serta perkiraan yang mendekati kondisi sebenarnya.

Dalam menentukan alokasi sumber daya untuk proyek, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

 Jumlah sumber daya yang tersedia dengan kebutuhan maksimal proyek.  Kondisi keuangan untuk membayar sumber daya yang akan digunakan.  Produktivitas sumber daya.

 Kemampuan dan kapasitas sumber daya yang akan digunakan.  Efektivitas dan efisiensi sumber daya yang akan digunakan.

2.3.2.1. Perencanaan Biaya Proyek

Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi biaya proyek.

Menurut Husen (2009:101), tahapan identifikasi perencanaan biaya proyek adalah sebagai berikut:

1. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global berdasarkan informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan berdasarkan unit biaya bangunan berdasarkan harga per meter persegi. 2. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak detail

berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.

3. Tahap pelelangan, biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar kerja yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak pekerjaan.

(17)

4. Komponen biaya total proyek biasanya terdiri dari:

a. Biaya langsung (direct cost), merupakan biaya tetap selama proyek berlangsung, terdiri atas biaya tenaga kerja, material, dan peralatan. b. Biaya tak langsung (indirect cost), merupakan biaya tidak tetap

selama proyek berlangsung, yang dibutuhkan guna penyelesaian proyek. Yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya manajemen proyek, tagihan pajak, biaya perizinan, asuransi, administrasi, ATK, keuntungan/ profit.

Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan proyek, dilakukan estimasi biaya berdasarkan analisis harga satuan yang terdiri dari komponen-komponen biaya cukup banyak seperti dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Komponen harga satuan

2.3.2.2. Perencanaan Tenaga Kerja

Sumber daya manusia atau tenaga kerja, sebagai penentu keberhasilan proyek, harus memiliki kualifikasi, keterampilan, dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan

(18)

untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Perencanaan SDM dalam suatu proyek mempertimbangkan juga perkiraan jenis, waktu dan lokasi proyek, baik secara kualitas maupun kuantitas. Proyek yang secara geografis berbeda biasanya membutuhkan pengelolaan dan ketersediaan tenaga kerja yang juga berbeda.

Menurut Husen (2009:105), Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan tenaga kerja adalah:

 Produktivitas tenaga kerja.

 Jumlah tenaga kerja pada periode yang paling maksimal.  Jumlah tenaga kerja tetap dan tidak tetap.

 Biaya yang dimiliki.  Jenis pekerjaan.

Produktivitas kelompok pekerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan pekerjaan (satuan volume pekerjaan) yang dibagi dalam satuan waktu, jam atau hari. Produktivitas dapat digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja beserta upah yang harus dibayarkan (Husen, 2005:105).

2.4. Penjadwalan Proyek

Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan proyek konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan berbagai kejadian dalam proyek konstruksi yang menyatakan bahwa perencanaan yang baik dapat menghemat ± 40% dari biaya proyek, sedangkan perencanaan yang kurang baik dapat menimbulkan kebocoran anggaran sampai ± 400% (Ervianto, 2005:161).

(19)

Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis (Callahan, 1992).

Menurut Clough (1979:86), pengertian penjadwalan proyek adalah sebagai berikut:

“A project schedule is a projected timetable of construction operations that will serve as the principal guideline for project execution.”

Secara umum dapat diartikan bahwa penjadwalan proyek merupakan sebuah jadwal proyeksi dari suatu proyek yang akan berfungsi sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan proyek.

Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material serta rencana durasi proyek dan progres waktu untuk penyelesaian proyek. Dalam proses penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat lebih terperinci dan sangat detail. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pelaksanaan evaluasi proyek.

Selama proses pengendalian proyek, penjadwalan mengikuti perkembangan proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring yang berkala selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang paling realistis agar alokasi sumber daya dan penetapan durasinya sesuai dengan sasaran dan tujuan proyek.

Menurut Husen (2009:133), secara umum penjadwalan mempunyai manfaat-manfaat seperti berikut:

(20)

1. Memberikan pedoman terhadap unit pekerjaan/ kegiatan mengenai batas-batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.

2. Memberikan sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistematis dan relistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan waktu.

3. Memberikan saran untuk menilai kemajuan pekerjaan.

4. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan, dengan harapan proyek dapat selesai sebelum waktu yang di tetapkan.

5. Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan. 6. Merupakan sarana penting dalam pengendaliaan proyek.

Lagi menurut Husen (2009:134), tingkat kompleksitas penjadwalan proyek sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Sasaran dan tujuan proyek.

2. Keterkaitan dengan proyek lain agar terintegrasi dengan master schedule. 3. Dana yang di perlukan dan dana yang tersedia.

4. Waktu yang di perlukan, waktu yang tersedia, serta perkiraan waktu yang hilang dan hari-hari libur.

5. Susunan dan jumlah kegiatan proyek serta keterkaitan di antaranya. 6. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat proyek. 7. Sumber daya yang di perlukan dan sumber daya yang tersedia. 8. Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas.

Makin besar skala proyek, semakin kompleks pengelolaan penjadwalan karena dana yang di kelolah sangat besar, kebutuhan dan penyediaan sumber daya juga besar, kegiatan yang di lakukan sangat beragam serta durasi proyek menjdi sangat

(21)

panjang. Oleh karena itu, agar penjadwalan dapat diimplementasikan, digunakan cara-cara atau metode teknis yang sudah digunakan seperti metode penjadwalan proyek. Kemampuan scheduler yang memadai dan bantuan software komputer untuk penjadwalan dapat membantu memberikan hasil yang optimal.

2.4.1. Metode Penjadwalan Proyek

Ada beberapa metode penjadwalan proyek konstruksi yang sering digunakan untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Pertimbangan penggunaan metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan. Kinerja waktu akan berimplikasi terhadap kinerja biaya, sekaligus kinerja proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, variabel–variabel yang mempengaruhinya juga harus di monitor, misalnya mutu, keselamatan kerja, ketersediaan peralatan dan material, serta stakeholder yang terlibat. Bila terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan evaluasi dan tindakan koreksi agar proyek tetap pada kondisi yang di inginkan.

2.4.1.1. Bagan Balok (Barchart)

Barchart ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Taylor pada tahun 1917.

Sampai diperkenalkannya metode ini dianggap belum pernah ada prosedur yang sistematis analitis dalam aspek perencanaan dan pengendalian proyek. Metode ini telah digunakan secara luas dalam proyek konstruksi karena sederhana, mudah dalam pembuatannya dan mudah dimengerti oleh pemakainya.

(22)

Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom

arah vertikal. Kolom arah horizontal menunjukkan waktu. Saat mulai dan akhir dari sebuah kegiatan dapat terlihat dengan jelas, sedangkan durasi kegiatan digambarkan oleh panjangnya diagram batang (Ervianto, 2005:162).

Menyusun Barchart

Barchart dapat dibuat secara manual atau dengan menggunakan komputer.

Bagan ini tersusun pada koordinat X dan Y. Pada sumbu tegak lurus X, dicatat pekerjaan atau elemen atau paket kerja dari hasil penguraian lingkup suatu proyek, dan digambar sebagai balok. Sedangkan pada sumbu horizontal Y, tertulis satuan waktu, misalnya hari, minggu atau bulan. Disini, waktu mulai dan waktu akhir masing-masing pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan.

Pada waktu membuat barchart telah diperhatikan urutan kegiatan, meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara satu dengan yang lain. Format penyajian bagan balok yang lengkap berisi perkiraan urutan pekerjaan, skala waktu, dan analisis kemajuan pekerjaan pada saat pelaporan.

Langkah-langkah membuat barchart:

1. Daftar item kegiatan, yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan.

2. Urutan kegiatan, dari daftar kegiatan tersebut diatas, disusun urutan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prioritas item kegiatan yang akan dilaksanakan kemudian, dan tidak mengesampingkan kemungkinan pelaksanaan pekerjaan secara bersamaan.

(23)

3. Waktu pelaksanaan pekerjaan, adalah jangka waktu pelaksanaan dari seluruh kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai seluruh kegiatan berakhir. Waktu pelaksanaan pekerjaan diperoleh dari penjumlahan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap kegiatan.

(24)

BARCHART PROYEK: CONTOH

LOKASI: XYZ

No. Deskripsi Kegiatan Nilai Durasi Bobot Minggu

Rupiah Minggu % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pekerjaan persiapan 1.000.000 2 2,22 1,11 1,11

2 Pekerjaan galian tanah 500.000 2 1,11 0,56 0,56

3 Pekerjaan pondasi 1.500.000 3 3,33 1,11 1,11 1,11

4 Pekerjaan beton bertulang 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11

5 Pekerjaan pasangan/ plesteran 2.000.000 3 4,44 1,48 1,48 1,48

6 Pekerjaan pintu, jendela 6.000.000 2 13,33 6,67 6,67

7 Pekerjaan atap 7.000.000 2 15,56 7,78 7,78 8 Pekerjaan langit-langit 2.000.000 2 4,44 2,22 2,22 9 Pekerjaan lantai 5.000.000 2 11,11 5,56 5,56 10 Pekerjaan finishing 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11 NILAI NOMINAL 45.000.000 100,00 PRESTASI PERMINGGU 1,11 1,67 1,67 12,22 13,70 8,15 15,93 15,56 18,89 11,11 PRESTASI KUMULATIF 1,11 2,78 4,44 16,67 30,37 38,52 54,44 70,00 88,89 100,00

(25)

2.4.1.2. Kurva S (Hanumm Curve)

Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm atas pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek. Kurva S dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot pekerjaan yang dipresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh kegiatan proyek. Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan proyek.

Indikasi tersebut dapat menjadi informasi awal guna melakukan tindakan koreksi dalam pengendalian proses pengendalian proyek. Tetapi informasi tersebut tidak detail dan hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek. Perbaikan lebih lanjut dapat menggunakan metode lain yang dikombinasikan, misalnya metode

barchart atau network planning dengan memperbaharui sumber daya maupun waktu

pada masing-masing pekerjaan.

Menyusun Kurva S

Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing-masing kegiatan pada suatu metode diantara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu vertical sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva S. Bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih sedikit, kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cuku besar, lalu pada akhir proyek volume kegiatan kembali mengecil. Untuk menentukan bobot pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat perhitungan persentase berdasarkan biaya per item

(26)

pekerjaan/ kegiatan dibagi total anggaran atau berdasarkan volume rencana dari komponen kegiatan terhadap volume total kegiatan.

Secara umum langkah-langkah menyusun kurva S adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pembobotan pada setiap item pekerjaan.

2. Bobot item pekerjaan dihitung berdasarkan biaya item pekerjaan dibagi biaya total pekerjaan dikalikan 100%.

3. Setelah bobot masing-masing item dihitung, lalu distribusikan bobot pekerjaan selama durasi masing-masing aktivitas.

4. Setelah itu jumlah bobot dari aktivitas tiap periode waktu tertentu, dijumlahkan secara kumulatif.

5. Angka kumulatif pada setiap periode ini diplot pada sumbu y (ordinat) dalam grafik dan waktu pada sumbu x (absis).

6. Dengan menghubungkan semua titik didapat kurva S.

Pada umumnya kurva S diplot pada barchart, dengan tujuan untuk mempermudah melihat kegiatan-kegiatan yang masuk dalam suatu jangka waktu tertentu pengamatan progress pelaksanaan proyek.

(27)

BARCHART – KURVA S PROYEK: CONTOH

LOKASI: XYZ

No. Deskripsi Kegiatan Nilai Durasi Bobot Minggu

Rupiah Minggu % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pekerjaan persiapan 1.000.000 2 2,22 1,11 1,11

2 Pekerjaan galian tanah 500.000 2 1,11 0,56 0,56

3 Pekerjaan pondasi 1.500.000 3 3,33 1,11 1,11 1,11

4 Pekerjaan beton bertulang 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11

5 Pekerjaan pasangan/ plesteran 2.000.000 3 4,44 1,48 1,48 1,48

6 Pekerjaan pintu, jendela 6.000.000 2 13,33 6,67 6,67

7 Pekerjaan atap 7.000.000 2 15,56 7,78 7,78 8 Pekerjaan langit-langit 2.000.000 2 4,44 2,22 2,22 9 Pekerjaan lantai 5.000.000 2 11,11 5,56 5,56 10 Pekerjaan finishing 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11 NILAI NOMINAL 45.000.000 100,00 PRESTASI PERMINGGU 1,11 1,67 1,67 12,22 13,70 8,15 15,93 15,56 18,89 11,11 PRESTASI KUMULATIF 1,11 2,78 4,44 16,67 30,37 38,52 54,44 70,00 88,89 100,00

(28)

2.4.1.3. Line of Balance (LoB)

Line of Balance (LoB) adalah metode penjadwalan menggunakan sumbu

koordinat, yaitu absis dan ordinat, absis menunjukkan waktu kerja dan ordinat menunjukkan jumlah unit pekerjaan atau lokasi kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan garis miring menyatakan jenis kegiatan sekaligus menunjukkan kecepatan dari kegiatan tersebut. Kemiringan dari setiap garis alir kegiatan menunjukkan tingkat produktifitas dari kegiatan tersebut. Semakin tegak garis alir tersebut maka semakin tinggi tingkat produktifitasnya.

Line of Balance (LoB) merupakan metode penjadwalan proyek yang ditujukan

untuk perencanaan proyek yang memiliki kegiatan-kegiatan yang berulang (repetitif). Seperti pada proyek perumahan, konstruksi jalan raya, pemasangan pipa dan lain sebagainya. Untuk proyek dengan jumlah kegiatan relatif sedikit dengan kegiatan yang berulang, metode ini sangat efektif untuk digunakan.

Dalam berbagai literatur penggunaan istilah metode penjadwalan yang digunakan untuk kegiatan yang berulang ini berbeda-beda. Dalam Robert B. Harris and Photios G. Ioannou (1998:3), dikatakan bahwa untuk proyek dengan unit yang dipisahkan (discrete units) misalnya perumahan, apartemen dan sebagainya, digunakan istilah penjadwalan berupa: Line of Balance (LoB) (O’Brien 1969, Carr and Meyer 1974, Halpin and Woodhead 1976, Harris and Evans 1977); Construction

Planning Technique (CPT) (Peer 1974, Selinger 1980); Vertical Production Method

(VPM) (O’Brien 1975, Barrie and Paulson 1978); Time-Location Matrix Model (Birrell 1980); Time Space Scheduling Method (Stradal and Cacha 1982);

Disturbance Scheduling (Whitman and Irwig 1988); or HVLS: Horizontal and Vertical Logic Scheduling for Multistory Projects (Thabet and Beliveau 1994).

(29)

Untuk proyek jalan raya, pemasangan pipa, terowongan, dan sebagainya dimana progress proyek diukur berdasarkan panjang horizontalnya, istilah penjadwalan berupa: Time Versus Distance Diagrams (Gorman 1972); Linear Balance Charts (Barrie and Paulson 1978); Velocity Diagrams (Dressler 1980); or Linear Scheduling

Method (LSM) (Johnston 1981, Chrzanowski and Johnston 1986, Russell and

Casselton 1988).

LoB juga berfungsi sebagai media control dan monitoring, karena bisa digunakan untuk menunjukkan jumlah pekerjaan yang sudah selesai dalam kurun waktu tertentu, sehingga tingkat produksi bisa selalu dikontrol apakah sesuai dengan rencana awal. Hal ini ditunjukkan oleh lead times. Lead times adalah waktu yang harus dilalui suatu pekerjaan sampai seluruh kegiatan selesai.

Interupsi

Interupsi adalah adanya penghentian atau penundaan kegiatan untuk suatu waktu tertentu yang ditunjukkan dengan garis mendatar pada garis alir kegiatan. Banyak penyebab terjadinya interupsi, antara lain: sumber daya yang terhenti, kesulitan teknis dan sebagainya.

Gambar 2.6. Contoh interupsi Keterangan: = Interupsi

(30)

Restraint

Restranint adalah waktu tunggu antara selesainya suatu kegiatan dengan mulainya kegiatan yang lain. Hal ini terjadi antara lain karena kedua kegiatan mempunyai sumber daya yang sama dan jumlahnya terbatas sehingga diperlukan waktu transfer sumber daya dari kegiatan sebelumnya.

Gambar 2.7. Contoh restraint Keterangan: = Restraint

Buffer

Buffer adalah jarak yang diperlukan antara dua kegiatan. Jarak dapat berupa lokasi (buffer lokasi) maupun waktu (buffer waktu). Buffer waktu mempunyai duakonsep yaitu: buffer waktu minimum dan buffer waktu maksimum.

Gambar 2.8. Buffer lokasi dan buffer waktu Keterangan:

(31)

Menyusun Line of Balance (LoB)

Menurut Uher (1996), ada beberapa tahapan atau standar dalam perencanaan dengan metode line of balance, yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan urutan pelaksanaan masing-masing pekerjaan dalam bentuk diagram lengkap dengan estimasi waktu (single network planning) untuk satu putaran kegiatan repetitif.

2. Menentukan lead times untuk masing-masing pekerjaan. 3. Menghitung target penyelesaian proyek.

4. Menggambarkan target penyelesaian proyek dalam bentuk diagram sesuai dengan kurun waktu yang diharapkan.

5. Mempersiapkan jadwal line of balance.

6. Menentukan buffer times atau waktu jagaan untuk menghindari resiko keterlambatan suatu kegiatan.

7. Menggambarkan grafik line of balance.

8. Menganalisis jadwal dan grafik line of balance untuk mendapatkan jadwal pelaksanaan proyek yang berimbang.

(32)

Gambar 2.10. Diagram LoB transfer dari barchart untuk 3 unit berulang Gambar 2.9. Barchart untuk 3 unit berulang

(33)

2.4.1.4. Metode Jaringan Kerja (Network Planning)

Jaringan proyek adalah suatu alat yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan memonitor kemajuan proyek. Jaringan menggambarkan berbagai aktivitas yang harus diselesaikan, urutan logis, kesalingketergantungan antar aktivitas, serta waktu aktivitas tersebut dimulai dan berakhir (Larson, 2006:140).

Network planning diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh tim perusahaan

Dupont dan Rand Corporation untuk mengembangkan sistem kontrol manajemen. Metode ini dikembangkan untuk mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki ketergantungan yang kompleks. Metode ini relatif lebih sulit, hubungan antar kegiatan jelas, dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis. Dari informasi

network planning-lah monitoring serta tindakan koreksi kemudian dapat dilakukan,

yakni dengan memperbaharui jadwal. Akan tetapi, metode ini perlu dikombinasikan dengan metode lainnya.

Menurut Husen (2009:138), ada beberapa tahapan penyusunan network

scheduling yaitu sebagai berikut:

1. Menginventarisasi kegiatan-kegiatan dari paket terakhir WBS berdasarkan item pekerjaan, lalu diberi kode kegiatan untuk mempernudahkan identifikasi.

2. Memperkirakan durasi setiap kegiatan dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan, volume pekerjaan, jumlah sumber daya, lingkungan kerja, serta produktivitas pekerja.

3. Penentuan logika ketergantungan antar kegiatan dilakukan dengan tiga kemungkinan hubungan, yaitu kegiatan yang mendahului (predecessor), kegiatan yang didahului (successor), serta bebas.

(34)

4. Perhitungan analisis waktu serta alokasi sumber daya, dilakukan setelah langkah-langkah diatas dilakukan dengan akurat dan teliti.

Manfaat penerapan network scheduling menurut Husen (2009:138) adalah sebagai berikut:

1. Penggambaran logika hubungan antar kegiatan (kesalingketergantungan antar kegiatan), membuat perencanaan proyek menjadi lebih rinci dan detail.

2. Dengan memperhitungkan dan mengetahui waktu terjadinya setiap kejadian yang ditimbulkan oleh satu atau beberapa kegiatan, kesukaran-kesukaran yang bakal timbul dapat diketahui jauh sebelum terjadi sehingga tindakan pencegahan yang diperlukan dapat dilakukan.

3. Dalam network dapat terlihat jelas waktu penyelesaian yang dapat ditunda atau ditepati.

4. Membantu mengomunikasikan hasil network yang dtampilkan.

5. Memungkinkan dicapainya hasil proyek yang lebih ekonomis dari segi biaya langsung (direct cost) serta penggunaan sumber daya.

6. Berguna untuk menyelesaikan legal claim yang diakibatkan oleh keterlambatan dalam menentukan pembayaran kemajuan pekerjaan, menganalisis cahsflow, dan pengendalian biaya.

7. Menyediakan kemampuan analisis untuk mencoba mengubah sebagian dari proses, lalu mengamati efek terhadap proyek secara keseluruhan. Metode network planning terdiri atas Activity On Arrow (AOA) dan Activity

(35)

2.4.1.5. Precedence Diagram Method (PDM)

Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh sebuah lambang segi empat karena letak kegiatan ada dibagian node maka sering disebut juga Activity On Node (AON). Kegiatan dalam PDM diwakili oleh sebuah lambang yang mudah diidentifikasi, bentuk umum yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12. Node PDM Keterangan:

ES = Earliest Start, waktu mulai paling awal suatu kegiatan.

EF = Earliest Finish, waktu selesai paling awal suatu kegiatan. Jika hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu adalah ES kegiatan berikutnya.

LS = Latest Start, waktu paling akhir kegiatan boleh mulai. Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan.

LF = Latest Finish, waktu paling akhir kegiatan boleh selesai.

Hubungan antar kegiatan dalam metoda ini ditunjukkan oleh sebuah garis penghubung, yang dapat dimulai dari kegiatan kiri ke kanan atau dari kegiatan atas ke bawah. Jika kegaitan awal terdiri dari sejumlah kegiatan dan diakhiri oleh sejumlah kegiatan pula maka ditambahkan kegiatan dan kegiatan akhir yang

(36)

keduanya merupakan kegiatan fiktif. Misalnya untuk kegiatan awal ditambahkan kegaitan START dan kegiatan akhir ditambahkan kegiatan FINISH.

Jalur Kritis

Untuk menentukan kegiatan yang bersifat kritis dan kemudian menentukan jalur kritis dapat dilakukan perhitungan kedepan (forward analysis) dan perhitungan kebelakang (backward analysis). Perhitungan kedepan (forward analysis) dilakukan untuk mendapatkan besarnya Earliest Start dan Earliest Finish. Yang merupakan

predecessor adalah kegiatan I, sedangkan kegiatan yang dianalisis adalah kegiatan J.

Gambar 2.13. Hubungan kegiatan I dan J Besarnya nilai ESj dan EFj dihitung sebagai berikut:  ESj = ESi + SSij atau ESj = EFi + FSij

 EFj = ESi + SFij atau EFj = EFi + FFij atau ESj + Dj Catatan:

 Jika ada lebih dari satu anak panah yang masuk dalam suatu kegiatan maka diambil nilai terbesar

 Jika tidak ada/ diketahui FSij atau SSij dan kegiatan non-splitable maka ESj dihitung dengan cara berikut: ESj = EFj – Dj

(37)

Perhitungan kebelakang (backward analysis) dilakukan untuk mendapatkan besarnya Latest Start dan Latest Finish. Sebagai kegiatan successor adalah kegiatan J, sedangkan kegiatan yang dianalisis adalah kegiatan I.

Gambar 2.14. Hubungan kegiatan I dan J Besarnya nilai LSj dan LFj dihitung sebagai berikut:  LFi = LFj + FFij atau LFi = LSj + FSij

 LSi = LSj + SSij atau LSi = LFj + SFij atau LFi + Di Catatan:

 Jika ada lebih dari satu anak panah yang masuk dalam suatu kegiatan maka diambil nilai terkecil

 Jika tidak ada/ diketahui FFij atau FSij dan kegiatan non-splitable maka LFj dihitung dengan cara berikut: LFj = LSi + Di

Jalur kritis ditandai oleh beberapa keadaan sebagai berikut:  Earliest Start (ES) = Latest Start (LS)  Earliest Finish (EF) = Latest Finish (LF)  Latest Finish (LF) – Earliest Start (ES) = Durasi Kegiatan

(38)

Kegiatan Splitable

Sebuah kegiatan yang dapat atau harus dihentikan untuk sementara pada suatu saat dan kemudian dilanjutkan kembali beberapa saat kemudian dinamakan kegiatan

splitable. Contoh kegiatan ini adalah pengecoran beton untuk elemen structural

bangunan gedung (balok, kolom, plat lantai).

Gambar 2.15. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable

Kegiatan Splitable

Hitungan kedepan (forward analysis) Hitungan kebelakang (backward analysis) ESj = EFj – Dj – interupsi LSi = LFi – Di – interupsi

EFj = ESj – Dj + interupsi LFi = LSi – Di + interupsi EFj – ESj = Dj + interupsi LFi – LSi = Di + interupsi

Tabel 2.2. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable

Adapun kegiatan non-splitable adalah kegiatan yang harus dilaksanakan dan tidak diizinkan untuk berhenti ditengah pelaksanaannya.

(39)

Kegiatan Non-Splitable

Hitungan kedepan (forward analysis) Hitungan kebelakang (backward analysis)

ESj = EFj – Dj LSi = LFi – Di

EFj = ESj – Dj LFi = LSi – Di

EFj – ESj = Dj LFi – LSi = Di

Tabel 2.3. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan non-splitable

Float

Float dapat didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang tersedia dalam suatu

kegiatan sehingga memungkinkan kegiatan tersebut dapat ditunda atau diperlambat secara sengaja atau tidak disengaja. Akan tetapi, penundaan tersebut tidak menyebabkan proyek menjadi terlambat dalam penyelesaiannya. Float dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu total float dan free float.

Total float adalah sejumlah waktu yang tersedia untuk keterlambatan atau

perlambatan pelaksanaan kegiatan tanpa mempengaruhi penyelesaian proyek secara keseluruhan. Free Float adalah sejumlah waktu yang tersedia untu keterlambatan atau perlambatan pelaksanaan kegiatan tanpa mempengaruhi dimulainya kegiatan yang langsung mengikutinya.

 Total Float (TF)i = Minimum (LSj – EFi)  Free Float (FF)i = Minimum (ESj – EFi)

Pengertian Lag

Link lag adalah garis ketergantungan antara kegiatan dalam suatu network planning. Perhitungan lag dapat dilakukan denga cara:

(40)

 Melakukan perhitungan ke depan untuk mendapatkan nilai-nilai Earliest

Start (ES) dan Earliest Finish (EF)

 Hitung besarnya lag

 Buatlah garis ganda untuk lag yang nilainya = 0  Hitung Free Float (FF) dan Total Float (TF)

Lag ij = ESj – EFi

Free Float i = minimum (lag ij)

Total Float i = minimum (lag ij + TF j)

Hubungan Overlapping

Hubungan antara kegiatan I dengan kegiatan J dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

1. Hubungan Finish to Start (FS)

Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya (start) kegiatan berikutnya (successor) tergantung pada selesainya (finish) kegiatan sebelumnya (predecessor). FS dapat dikondisikan menjadi tiga, yaitu: Finish to Start dengan lag = 0, Finish to Start dengan lag positif, Finish to Start dengan

lag negatif.

(41)

2. Hubungan Start to Start (SS)

Hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya (start) kegiatan berikutnya (successor) tergantung pada mulainya (start) kegiatan sebelumnya (predecessor). SS dapat dikondisikan menjadi tiga, yaitu: Start to Start dengan lag = 0, Start to Start dengan lag positif, Start to Start dengan lag negative.

Gambar 2.18. Hubungan SS

3. Hubungan Finish to Finish (FF)

Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya (finish) kegiatan berikutnya (successor) tergantung pada selesainya (finish) kegiatan sebelumnya (predecessor). FF dapat dikondisikan menjadi tiga, yaitu:

Finish to Finish dengan lag = 0, Finish to Finish dengan lag positif, Finish to Finish dengan lag negatif.

(42)

4. Hubungan Start to Finish (SF)

Hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya (finish) kegiatan berikutnya (successor) tergantung pada mulainya (start) kegiatan sebelumnya (predecessor). SF dapat dikondisikan menjadi tiga, yaitu:

Start to Finish dengan lag = 0, Start to Finish dengan lag positif, Start to Finish dengan lag negatif.

(43)

Gambar 2.21. Contoh penggunaan penjadwalan proyek metode PDM pada konstruksi perumahan untuk 3 unit berulang

Gambar

Gambar 2.1. Three dimentional objective
Gambar  rencana,  anggaran  biaya,  spesifikasi,  bill  of  quantity,  persyaratan  kontrak,  berita  acara  penjelasan  pekerjaan,  bentuk  surat  penawaran,  bentuk  kontrak  addendum, change  order
Gambar 2.3. Komponen harga satuan
Gambar 2.4. Contoh penjadwalan proyek metode Barchart
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil/Temuan Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa aplikasi Sistem Informasi Manajemen Proyek dapat membantu Penanggung Jawab Teknis

Sebagai suatu proses, manajemen proyek mengenal urutan pelaksanaan yang logis, yang menggambarkanbahwa tindakan manajemen proyek semata-mata diarahkan pada pencapaian

 Pengertian Manajemen Proyek menurut Husen (2009:4), Manajemen Proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan ketrampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan

“Proses mengatur keahlian manusia untuk mencapai tujuan organisasi” Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses

Manajemen proyek menurut PMI (Project Management Institute), adalah ilmu dan seni yang berkaitan dengan memimpin dan mengkoordinir sumber daya yang terdiri dari manusia dan

22 2.2.2 Manajemen Proyek Konstruksi Manajemen adalah suatu ilmu pengetahuan tentang seni memimpin organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

Taurusyanti dan Lesmana, 2015 8 Analisa Penerapan Manajemen Waktu Dan Biaya Pada Proyek pembangunan Hotel Bw Luxury Jambi Dengan menggunakan CPM dapat di ketahui jangka waktu