87
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
FORMULATION SALEP FENNEL LEAVES EXTRAC (Feoniculum vulgare Mill)
WITH SALEP HIDROKARBON BASE VARIATION (VASELIN ALBUM)
AND WATER BASE (PEG 6000) ON
Staphylococcus aureus
Riris Nurul Hidayah
1(ririsnurul95@yahoo.com), Beta Ria Erika Marita Dellima
2,
Mitta Aninjaya
3ABSTRACT
Background: Fennel leaves (Feoniculum vulgare Mill) has potential as a medicine. The content of polyphenols, saponins, essential oils, and flavonoids found in the leaves show antibacterial effects. Fennel leaf extract is more perfect when formulated in ointment form. The use of ointment may allow direct contact with the skin.
Objective: The objective of this research was to know the antibacterial activity and physical characteristic of fennel leaves extract (Feoniculum vulgare Mill) as inhibitor of Staphylococcus aureus.
Research Method: This research is an experimental research by using One Group Pretest Posttest method. Fennel leaf extract (Feoniculum vulgare Mill) was obtained by maceration for 5 days. Furthermore fennel leaf extract identified active compounds contained therein. Then fennel leaf extract at concentrations of 20%, 25%, 30%, 35%, and 40% were tested for antibacterial activity of Staphylococcus aureus. Fennel leaf extract of 40% concentration is formulated in an ointment preparation with a hydrocarbon base (vaseline album) and water soluble base (PEG 6000). Testing of antibacterial activity using Staphylococcus aureus and physical properties of ointment. Testing of antibacterial activity using Staphylococcus aureus with agar diffusion method with sunuran technique, while for Tests physical properties of ointment include organoleptic test, homogeneity test, scattering, adhesion, power protection test, pH test. The data obtained were analyzed by Anova test statistic and Kruskal Wallis test.
Result: The result of identification of active compound of fennel leaf extract have flavonoids, polyphenols, saponins. The base salt of hydrocarbon (vaseline album) and water soluble base (PEG 6000) showed that the spread of both ointment base did not show any significant difference and adhesion showed significant difference. The antibacterial activity of the hydrocarbon base ointment (vaseline album) and the water soluble base (PEG 6000) has a significant difference.
Conclusion: The base used in this study has an effect on the physical quality of fennel leaf extract. This is seen from the scattering power value and the attachment power of both formulations. An ointment preparation with a hydrocarbon base (vaseline album) and a water soluble base (PEG 6000) affects the effectiveness of antibacterial ointment.
Keyword: Fennel leaf (Feoniculum vulgare Mill), ointment, hydrocarbon base (vaseline album), water soluble base (PEG 6000), Staphylococcus aureus
1
College Student of STIKES Duta Gama Klaten
2Lecturer I of STIKES Duta Gama Klaten
388
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
PEDAHULUAN
Negara Indonesia mempunyai iklim
tropis, hal ini menyebabkan cuaca di
Indonesia relatif panas terkadang juga sangat
panas sehingga banyak menimbulkan
berbagai penyakit berbagai penyakit yang
menyerang pada kulit manusia. Salah satu
penyakit tersebut adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus (Jawetz dkk., 2008). Staphylococcus
aureus
adalah
bakteri
yang
dapat
menyebabkan penyakit penumonia 18,1%
kasus, osteomielitis ditemukan sebanyak
60-70% kasus, endokarditis dan infeksi pada
kulit (Jawetz dkk., 2005).
Salah satu tanaman yang memiliki
potensi obat yaitu daun adas (Feoniculum
vulgare Mill.). Dalam daun adas ini terdapat
kandungan flavonoid, polifenol, saponin, dan
minyak atsiri (Bahari., 2011). Adapun
penelitian yang dilakukan oleh Hendra dkk.
(2013), menyatakan bahwa bagian tanaman
adas seperti daun dan biji adas mengandung
minyak atsiri. Kandungan Flavonoid dalam
daun adas menunjukan beberapa efek
biologis
dari
tubuh
manusia,
seperti
antioksidan, antialergi, antibakteri, antifungi,
antivirus, dan sebagai agen antikarsinogenik,
sehingga flavonoid banyak dikembangkan
menjadi obat-obatan (Endang, 2015).
Ekstrak akan lebih sempurna dalam
penggunaannya apabila di formulasikan
dalam bentuk sediaan. Sediaan yang cocok
untuk
terapi
topikal
adalah
salep.
Penggunaan salep dapat memungkinkan
kontak langsung dengan kulit lebih lama
sehingga pelepasan zat aktifnya akan lebih
maksimal. Selain itu sediaan salep lebih
disukai
karena
praktis
dalam
penggunaannya, dapat melembutkan pada
kulit, sebagai perlindungan dari radikal
bebas, dan mempermudah perbaikan kulit
seperti
luka
bakar
(Voigt,
1994).
Keberhasilan dan kegagalan terapi salep
tergantung dari pemilihan basis. Pemilihan
basis hidrokarbon (vaselin putih) dan basis
larut air (PEG 6000) dikarenakan dasar salep
yang dapat dicuci dengan air, emulsi minyak
dalam air, dasar salep yang dapat larut dalam
air dan campuranya (Departemen Kesehatan
RI.,1979).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa daun adas mempunyai
daya antibakteri maka perlu dilakukan
penelitian antibakteri Staphylococcus aureus
dari ekstrak daun adas yang diformulasikan
dalam
sediaan
salep
dengan
basis
hidrokarbon (vaselin album) dan basis larut
air (PEG 6000) terhadap Staphylococcus
aureus penyebab infeksi pada kulit.
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental
dengan desain penelitian One Group
Pretest Posttest.
2. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Terpadu Fakultas Farmasi Universitas
Ahamad
Dahlan
Yogyakarta,
dan
Laboratorium
STIKES
Duta
Gama
Klaten, Balai Laboratorium Kesehatan
Yogyakarta pada bulan Juni hingga
Agustus 2017.
89
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
3. Alat Penelitian
a) Pembuatan Ekstrak
Alat yang digunakan dalam pembuatan
ekstrak adalah timbangan digital,
bejana,
pengaduk,
kertas
saring,
blender, cawan porselin, gelas ukur,
rotar evaporator, waterbath.
b) Analisis Fitokimia
Alat yang digunakan dalam analisis
fitokimia adalah waterbath, cawan
porselin, batang pengaduk, tabung
reaksi.
c) Pembuatan Salep dan Uji Fisik
Salep
Alat yang digunakan dalam pembuatan
salep serta uji sifat fisik salep sendiri
dari mortir dan stemper, batang
pengaduk, timbangan digital, cawan
porselin, sudip, gelas ukur, pot salep,
kaca obyek, uji pH, alat uji daya sebar,
alat uji lekat dan anak timbangan.
d) Uji Antibakteri
Alat yang digunakan untuk uji bakteri
adalah tabung reaksi, cawan petri,
inkubator, glass ukur, petri disk,
bunsen, burner, jarum ose, vortex, dan
densichek.
4. Bahan Penelitian
a) Analisis Fitokimia
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian Analisis fitokimia adalah
Mg, HCL pekat, FeCl
3NaCl, gelatin,
aquadest.
b) Pembuatan Salep
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian ekstrak adas, didapat di
daerah Cepogo Kabupaten Boyolali,
vaselin putih dan PEG 6000.
c) Uji Antibakteri
Bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian uji antibakteri adalah biakan
Staphylococcus aureus, media MHA,
dan salep ekstrak daun adas.
5. Jalannya Penelitian
a) Determinasi tanaman
Determinasi tanaman adas yang di
lakukan di Laboratorium Biologi
Fakultas
Farmasi
Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
b) Penyiapan simplisia
Daun adas di peroleh sampel dari
daerah Cepogo, Boyolali. daun adas
kemudaian
dipisahana
dari
batangnya lalu cuci hingga bersih
selanjutnya dikeringkan di bawah
sinar matahari selama 2 hari,
kemudian diangin-anginkan diatas
loyang plastik selama 4 hari di dalam
ruangan sampai terlihat kering.
Kemudian simplisia dipres dalam
plastik untuk penyimpanannya.
c) Pembuatan ekstrak daun adas
Daun adas kering sebanyak 3 kg
direndam dalam pelarut etanol 70%
selama 5 hari. Kemudaian ampas di
peras untuk mengambil campuran zat
aktif dengan pelarut. Ampas yang
sudah di peras dilakukan remaserasi.
Selanjutnya pemisahan antara zat
aktif
dengan
pelarut
penyari
digunakan alat rotary evaporator
sehingga di peroleh ekstrak kenta.
90
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
d) Analisis fitokimia
Flavonoid
Ekstrak daun adas 100 mg larutkan
dengan etanol dengan metanol panas,
masukan Mg sebanyak 0,1 gram dan
5 tetes HCL pekat kemudian saring.
dihasilkan berwarna kuning, orange,
sampai merah menunjukkan adanya
senyawa flavonoid.
Polifenol
Ekstrak daun adas 100 mg
dipanaskan dengan air (10 ml)
sampai mendidih kemudian disaring
panas-panas, tetes FeCl
3Adanya
warna
hijau-biru
menunjukan
senyawa polifenol.
Tanin
Ekstrak daun adas sebanyak 100 mg
di panaskan dengan 10 ml air,
disaring
dengan
kertas
saring,
ditambah larutan NaCl 2% (1 ml)
dan larutan gelatin 1% (5ml) bila
timbul endapan menunjukkan adanya
tanin.
Saponin
Ekstrak daun adas sebanyak 100 mg
di tambahkan aquadest 10 ml
kemudian dikocok kuat-kuat, tunggu
selama 30 menit Apabila masih
terdapat
busa,
kemungkinan
mengandung saponin.
Pembuatan serikadar
Pengujian aktivitas daya hambat
ekstrak
etanolik
daun
adas
menggunakan
konsentrasi
20%,
25%, 30%, 35%, 40% b/v. Cara
penentuanya timbang masing masing
ekstrak sesuai konsentrasi yaitu yang
akan dibuat 1 gram, 1,25 gram, 1,50
gram, 1,75 gram, dan 2 garam.
Masing-masing bahan setelah di
timbang di masukan dalam labu takar
kemudian ad kan dengan aquadest
sampai memenuhi batas garis yaitu 5
ml.
Formulasi
Tabel 1. Formulasi Salep Ekstrak
Daun Adas
Formulasi 1
Formulasi 2
Ekstrak daun adas
6 gram (40% b/b)
Ekstrak daun
adas 16 gram
(40% b/b)
PEG 6000
24 gram
Vaselin putih
24 gram
m.f Unguenta
40 gram
m.f Unguenta
40 gram
Pembuatan Salep Ekstrak Daun
Adas dengan Basis Hidrokarbon
(Vaselin Album)
Vaselin album dimasukkan dalam
mortir, tambahkan ekstrak daun adas
ke dalam mortir yang berisi basis,
lalu aduk sampai homogen. Masukan
ke dalam pot salep, lalu lakukan uji
sifat fisik salep.
Pembuatan Salep Ekstrak Daun
Adas dengan Basis
PEG
6000
dan
propilenglikol
dilelehkan
dalam
waterbath,
kemudian tuang dalam mortir panas
tambahkan ekstrak daun adas dalam
mortir yang berisi basis lalu aduk
sampai homogen. Masukan dalam
pot salep, lalu lakukan uji sifat fisik
salep.
91
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
Pemeriksaan
evaluasi
sediaan
salep ekstrak daun adas
Uji Organoleptis
Warna, bau dan bentuk sediaan
(Ulaen, 2012).
Uji Homogenitas
Sediaan
diuji
homogenitasanya
dengan cara dioleskan pada sekeping
kaca,
Diamati
sediaan
salep
menunjukan susunan yang homogen
(Ulaen, 2012).
Uji Daya Sebar
Sediaan diuji daya sebarnya dengan
cara di timbang 0,5 gram salep,
kemudian di tetakan di tengah kaca
bulat. Kaca yang satunya diletakan di
massa salep dan dibiarkan selama 1
menit. Kemudian diukur diameter
salep
yang
menyebar
dengan
menggunakan penggaris diambil dari
panjang rata-rata beberapa sisi.
Ditambah 150 gram beban tambahan,
diamkan selama 1 menit dan dicatat
diameter
salep
yang
menyebar
seperti sebelumnya. Dan ulangi
masing masing 3x untuk tiap salep
yang diperiksa (Ulaen, 2012).
Uji Daya Lekat
Salep dilekatkan secukupnya di atas
gelas objek yang diketahui luasnya.
Diletakkan glass objek yang lain
diatas salep tersebut. Kemudian
diletakan dengan beban 1 kg selama
5 menit. Kemudian dilepaskan beban
seberat
80
gram
dan
dicatat
waktunya hingga kedua glass objek
ini lepas. Ulang sebanyak 3x.
Uji pH
Sebanyak 0,5 gram sediaan salep
dilarutkan dalam 30 ml aquadest.
Diukur nilai pH-nya menggunakan
stik
pH
universal
sampai
menunjukkan
perubahan
(Ulaen,
2012).
Uji Daya Proteksi
Diambil sepotong kertas saring
(10x10) cm lalu dibasahi dengan
larutan
PP
sebagai
indikator,
keringkan, kemudian diolesi dengan
sediaan pada kertas saring, pada
kertas saring yang lain, dibuat satu
area (2,5x2,5) cm dengan parafin
cair. Setelah kering akan didapat
areal yang dibatasi dengan parafin
tersebut. Lalu ditempelkan kertas
saring
no.2
dikertas
saring
sebelumnya (no.1). Kemudian basahi
areal ini dengan larutan KOH (0,1N).
Lakukan pengamatan setelah kertas
saring yang telah dibasahi dengan
latutan PP pada waktu15, 30, 45, 60
detik, 3 dan 5 menit (Ulaen, 2012).
Uji Antibakteri
Siapkan MHA di dalam cawan perti
dan masing-masing biakan bakteri
Staphylococcus aureus (satu ose
bakteri di campur dalam tabung
reaksi kemdian divortex) goreskan
dalam cawan petri. Buat sumuran
dengan diameter ± 6 cm. Masukan
salep dalam lubang tersebut hingga
penuh lalu inkubasi selama 1 x 24
jam dengan suhu 37°C. Dilakukan 3
kali
percobaan.
Setelah
selesai
92
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
inkubasi,
dilakukan
pengamatan
terhadap zona hambat pertumbuhan
antibakteri dengan cara mengukur
diameter zona bening di sekitar
sumuran. Aktivitas antibakteri diukur
dengan mengurangi diameter total
zona hambat dengan sumuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di di
Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tujuan determinasi yaitu menguraikan
cici-ciri
morfologi
tanaman
yang
digunakan dalam penelitian ini.
2. Hasil
Ekstrak
dan
Penentuan
Rendemen Ekatrak Daun Adas
Serbuk simplisia tanaman adas sebanyak
3 kg di maserasi selama 5 hari dan
kemudian di lakukan remaserasi selama 1
hari. Hasil dari proses maserasi dan
remaserasi
selanjutnya
akan
dibuat
menjadi ekstrak kental Sehingga di dapat
ekstrak kental tanaman adas sebanyak
161,1673
gram.
Rendemen
ekstrak
tanaman adas yang diperoleh sebanyak
53,77 % b/b.
3. Analisis Fitokimia Ekstrak Tanaman
Adas
Uji fitokimia untuk mengetahui
senyawa aktif yang terkandung dalam
tanaman adas
Tabel 2. Hasil
Analisis
Fitokimia
Ekstrak Tanaman Adas
Golongan Senyawa Aktif
Ekstrak Keterangan Hasil Positif
Flavonoid + Berwarna kuning
Polifenol + Berwarna hijau kehitaman
Tanin - Tidak terdapat endapan
Saponin + Ada busa atau gelembung
Keterangan :
+ = positif mengandung senyawa - = tidak terkandung senyawa
Dari hasil penapisan fitokimia pada
tabel di atas diketahui bahwa ekstrak
daun adas (Foeniculum vulgare Mill)
positif mengandung senyawa flavonoid.
Hasil positif ditunjukkan juga pada uji
polifenol adanya warna hijau kehitaman.
Kemudian untuk Uji kandungan tanin
didapat hasil bahwa tanaman adas tidak
memiliki kandungan tanin, ditunjukkan
pada uji fitokimia yang tidak memiliki
endapan.
Serta
uji
terakhir
untuk
mengetahui kandungan saponin hasil
positif ditunjukkan setelah dilakukan
pengocokan dari busa stabil yang
terbentuk selama 30 menit. Dikarenakan
saponin merupakan zat yang memiliki
sifat sabun.
4. Hasil
Konsentrasi
Daya
Hambat
Ekstrak Tanaman Adas
Pembuatan
konsentrasi
untuk
mengetahui daya hambat ekstrak daun
adas (Foeniculum vulgare Mill) terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dengan
93
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
konsentrasi yaitu 20%, 25%, 30%, 35%,
40% b/v.
Tabel 3. Hasil Rata-Rata Diameter Zona Hambat Ekstrak Daun Adas
Waktu Inkubasi Diameter Zona Hambat (mm) 20% 25% 30% 35% 40% 24 jam - 5 6,97 7,33 12
Uji ekstrak daun adas terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dengan
beberapa konsentrasi setelah di inkubasi
selama 1 x 24 jam diketahui bahwa
Peningkatan zona hambat seiring dengan
kenaikan konsentrasi, dimana semakain
besar konsentrasi semakain besar pula
komponen zat aktif yang terdapat di
dalamnya, sehingga zona hambat yang
terbentuk semakin besar. Di karena
ekstrak daun adas memiliki kandungan
senyawa
yang
berfungsi
sebagai
antibakteri. Hasil zona hambat ekstrak
daun adas selanjutnya akan dibuat suatu
sediaan dalam bentuk salep menggunakan
kadar 40%.
5. Hasil Uji Sifat Fisik Salep Ekstrak
Daun Adas
Uji Organoleptis
Pengujian ini bertujuan pengujian
orgnaoleptis ini adalah untuk mengamati
sediaan krim yang dihasilkan secara
visual. Hasil uji organo leptis dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Organoleptis Salep
Ekstrak Daun Adas
Formulasi Bentuk Bau Warna A Setengah padat Bau khas ekstrak daun adas Hijau kehitaman B Setengah padat Bau khas ekstrak daun adas Hijau kehitaman
Berdasarkan hasil pada tabel 4
Hasil uji organoleptis salep ekstrak daun
adas menunjukan bahwa sediaan salep
ekstrak daun adas memenuhi kualitas
peryaratan sediaan salep artinya memiliki
warna yang sesuai dengan warna ekstrak
daun adas, memiliki bau yang khas dari
ekstrak daun adas dan berbentuk setengah
padat, sesuai dengan karakteristik suatu
sediaan salep.
Uji Homogenitas
Pengujian ini untuk mengetahui
homogenitas dari formulasi salep ekstrak
daun adas. Hasil dapat dilihat pada tabel
5.
Tabel 5. Uji Homogenitas Salep Ekstrak Daun
Adas
No Formula Hasil Uji
1. A Homogen
2. B Homogen
Keterangan :
A : Salep ekstrak daun adas dengan basis hidrokarbon (vaselin album)
B : Salep ekstrak daun adas dengan basis mudah di cuci dengan air (PEG 6000)
Hasil pengujian masing-masing
formulasi salep yang dioleskan pada
sekeping kaca menunjukan hasil yang
homogen yang terlihat rata dan tidak ada
perbedaan warna atau komponen salep.
Dengan demikian, semua sediaan salep
mempunyai homogenitas yang baik dan
memenuhi
persyaratan
Farmakope
Indonesia edisi III.
Uji Daya Sebar
Suatu sediaan salep diharapkan
mampu menyebar dengan mudah pada
permukaan
kulit,
Semakin
mudah
dioleskan maka luas permukaan kontak
94
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
obat dengan kulit akan semakin besar,
sehingga
absobsi
obat
di
tempat
memberikan hasil yang optimal.
Tabel 6 Hasil Uji Daya Sebar Salep Ekstrak
Daun Adas
Formulasi
Daya sebar (cm)
Tanpa beban
Rata-rata Replikasi I Replikasi II Replikasi III A 5,4 5,2 5,2 5,2 B 4,5 4,7 4,3 4,5 Formulasi Daya sebar (cm)
Beban 150 gram
Rata-rata Replikasi 1 Replikasi II Replikasi III A 5,5 5,9 5,7 5,7 B 5,5 4.6 4,9 5 Keterangan :
A : Salep ekstrak daun adas dengan basis hidrokarbon (vaselin album) B : Salep ekstrak daun adas dengan basis
mudah di cuci dengan air (PEG 6000)
Hasil pengujian salep ekstrak daun
adas
untuk
masing-masing
formula
menunjukan bahwa salep ekstrak daun
adas dengan basis hidrokarbon (vaselin
album) memiliki daya sebar yang lebih
baik dibanding dengan bas is larut air
(PEG 6000). Dikarenakan basis larut air
(PEG 6000) memiliki BM lebih dari 3000
yang berupa padatan semi kristal.
menyebabkan konsistensi salep ekstrak
daun adas dengan basis PEG 6000
meningkat sehingga massa salep menjadi
semakin padat dan keras sehingga susah
untuk dioles dan susah menyebar.
Sedangkan untuk basis hidrokarban
(vaselin album)memiliki konsistensi lebih
lunak sehingga mudah untuk dioles dan
menyebar.
Uji Daya Lekat
Daya lekat merupakan kemampuan
salep dapat melekat pada permukaan
kulit. Kemampuan daya lekat merupakan
salah
satu
syarat
salep
dapat
di
aplikasikan pada kulit. Daya lekat
semakin besar maka waktu kontak antara
salep dan kulit semakin lama, sehingga
absorbsi obat melalui kulit semakin besar
(Alfath, 2012). Hasil uji daya lekat dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji daya lekat salep ekstrak daun adas
Formulasi
Daya lekat (detik)
Rata-rata Replikasi 1 Replikasi II Replikasi III A 81 70 96 82 B 44 56 31 43 Keterangan :
A : Salep ekstrak daun adas dengan basis hidrokarbon (vaselin album)
B : Salep ekstrak daun adas dengan basis mudah di cuci dengan air (PEG 6000)
Berdasarkan
tabel
7
diatas
dilakukan uji daya lekat dengan perlakuan
3 kali replikasi pada masing-masing
formulasi, sehingga di dapatkan rata-rata
daya lekat formula I sebesar 82 detik dan
formulasi II sebesar 43 detik. Pada tabel
diatas menunjukkan hasil uji daya lekat
tidak lebih dari 2 menit (120 detik),
sehingga dapat disimpulkan bahwa zat
aktif yang dilepaskan pada basis tidak
banyak terserap oleh kulit.
Uji Daya Proteksi
Uji daya proteksi bertujuan untuk
mengetahui kemampuan salep ekstrak
daun adas melindungi kulit dari pengaruh
luar seperti sinarmatahari dan polusi.
Hasil uji daya proteksi dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Daya Proteksi Salep Ekstrak Daun Adas
Formulasi Waktu 15 detik 30 detik 45 detik 60 detik 3 menit 5 menit A - - - - B - - - -
95
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
Keterangan :
- : tidak ada noda merah
+ : ada noda merah
Berdasarkan
hasil
uji
daya
proteksi salep ekstrak daun adas pada
kedua formulasi tersebut sama-sama
dapat
memberikan
perlindungan
terhadap kulit dari pengaruh luar
sehingga
keefektifan
salep
lebih
maksimal, ditandai dengan tidak adanya
noda merah pada kertas saring pada
waktu lebih dari 5 menit. Dengan
demikian, perbedaan basis hidrokarbon
(vaselin album) dan basis larut air (PEG
6000) tidak berpengaruh terhadap daya
proteksi salep ekstrak daun adas.
Uji pH
Uji
pH
akan
menentukan
kestabilan bahan aktif dalam suasana
asam atau basa. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji pH Salep Ekstrak Daun Adas Formulasi Hasil Uji Ph Rata-rata Replikasi 1 Replikasi II Replikasi III A 5 5 5 5 B 5 5 5 5
Keterangan :
A : Salep ekstrak daun adas dengan basis
hidrokarbon (vaselin album)
B : Salep ekstrak daun adas dengan basis
mudah di cuci dengan air (PEG
6000)
Sediaan salep yang di gunakan
pada kulit adalah salep yang memiliki
nilai pH kulit yaitu 4,5 – 6,5 agar tidak
mengiritasi
kulit
dan
nyaman
digunakan. Berdasarkan hasil pengujian
nilai pH dengan menggunakan bantuan
stick universal, formulasi menggunakan
basis hidrokarbon (vaselin album) dan
basis larut air (PEG 6000) memiliki
nilai pH yang sama yaitu 5. Dengan
demikian nilai pH formulasi I dan II
termasuk sediaan topikal yang ideal
karena tidak mengiritasi kulit.
Uji
Antibakteri
Staphylococcus
aureus
Uji aktivitas antibakteri bertujuan
mengetahui daya hambat salep ekstrak
daun adas terhadap Staphylococcus
aureus. Pengujian aktvitas antibakteri
ini dilakukan pada perbedaan basis
dalam salep ekstrak daun adas dengan
basis salep hidrokarbon (vaselin album)
dan basis larut air (PEG 6000).
Gambar 1. Diameter zona hambat salep basis vaselin album
Gambar 2. Diameter zona hambat salep basis PEG 6000
Tabel 4.16. Hasil Uji Daya Hanbat Salep Ekstrak Daun Adas
Replikasi Diameter zona hambat (mm) Kontrol positif (gentamisin) Formulasi A Formulasi B 1 10,66 15,60 20,00 2 9,66 14,66 15,00 3 10,00 14,66 Rata-rata 10,10 14,66 17,50
96
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017
Dari data diatas dapat di lihat
bahwa sediaan salep ekstrak daun adas
konsentrasi
40%
dengan
basis
hidrokarbon (vaselin album) pada
formulasi I memiliki diameter daya
hambat rata-rata 10,10 mm, sedangkan
pada formulasi II dengan basis larut air
(PEG 6000) memiliki diameter daya
hambat 14,99 mm.
Formulasi salep ekstrak daun
adas dengan basis larut air (PEG 6000)
memiliki zona hambat yang lebih besar
dibanding basis hidrokarbon (Vaselin
album). Dikarenakan kandungan zat
aktif flavonoid yang memiliki sifat
polar dan PEG 6000 merupakan basis
salep larut air memiliki sifat polar.
Sehingga hasil daya antibakteri yang
baik dan efektif disebabkan karena
flavonoid
dapat
terlarut sempurna
dengan basis PEG 6000. Daya hambat
antibakteri dengan basis vaselin album
yang bersifat non polar sehingga
senyawa aktif flavonoid dalam ekstrak
kemungkinan tidak terlarut sempurna.
KESIMPULAN
1. Sediaan salep ekstrak daun adas
memiliki daya antibakteri terhadap
Staphylococcus
aureus
dan
dapat
mempengaruhi
efektivitas
salep
antibakteri.
2. Basis yang digunakan pada penelitian
ini memiliki pengaruh terhadap mutu
fisik salep ekstrak daun adas.
SARAN
1. Perlu dilakukan uji viskositas dan uji
iritasi
salep
ekstrak
daun
adas
(Foeniculum
vulgare
Mill)
untuk
memastikan keamannya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai optimasi salep ekstrak daun
adas (Foeniculum vulgare Mill) dengan
menggunakan basis lain dan sediaan
yang lain.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang uji aktivitas antibakteri salep
ekstrak daun adas dengan menggunakan
bakteri yang berbeda.
97
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. IX Nomor 2 Desember 2017