• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR STUDI PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL PENGEMBANGAN 3A DI KSPN DERAWAN-SANGALAKI DAN SEKITARNYA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR STUDI PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL PENGEMBANGAN 3A DI KSPN DERAWAN-SANGALAKI DAN SEKITARNYA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

2018

LAPORAN AKHIR

DI KSPN DERAWAN-SANGALAKI DAN SEKITARNYA

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

STUDI PENYUSUNAN

RENCANA OPERASIONAL

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan Sangalaki dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2018 dengan baik.

Penyusunan Rencana Operasional ini bertujuan untuk menghasilkan acuan utama yang bersifat implementatif bagi para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dalam mengembangkan produk destinasi (3A) di KSPN Derawan Sangalaki dan sekitarnya sebagai destinasi pariwisata nasional secara sinergis, tepat sasaran, dan berdaya saing.

Laporan Akhir ini berisikan pendahuluan; konsep pengembangan produk destinasi (3A) dan tata kelola destinasi; serta gambaran umum kondisi 3A, tata kelola, dan permasalahan yang saat ini dihadapi oleh KSPN Lhoksado dan sekitarnya.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin YRA.

(3)

KATA PENGANTAR ……….………… i DAFTAR ISI ………...…………. ii DAFTAR TABEL ………...………… v DAFTAR GAMBAR ………..…...…..…. vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..…….………..……. 1

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran ………..…….………...……. 5

1.3 Kerangka Pemikiran ………..…….……….…….. 5

1.4 Ruang Lingkup ………..…….………... 7

1.5 Metodologi Studi ………..…….…………..………. 9

1.6 Hasil Kegiatan ………..…….…………..……….. 10

BAB II PENDEKATAN PENGEMBANGAN POTENSI 3A DAN TATA KELOLA DESTINASI 2.1 Konsep Pengembangan Produk Destinasi Pariwisata 3A ………..…... 11

2.1.1 Konsep 3A ….………..……...…….…………..……...…….…………..………. 11

2.1.2 Konsep Tourism Product Life Cycle …….…..……...…….…………..………… 14

2.1.3 Konsep Tingkatan Produk …….…..……...…….…………..……….………. 20

(4)

BAB III IDENTIFIKASI KONDISI DESTINASI

3.1 Profil Umum KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya ….………. 31

3.1.1 Ruang Lingkup KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………...… 31

3.1.2 Kebijakan terkait Pengembangan KSPN Derawan-Sangalaki dsk …….. 32

3.2 Kondisi Produk Pariwisata (3A) ……...…….…………..……...…….…………..………. 39

3.2.1 Atraksi ….………..……...…….…………..……...…….……..…. 40

3.2.2 Amenitas ….………..……...…….…………..……...…….….. 41

3.2.3 Aksesibilitas ….………..……...…….…………..……...…. 44

3.2.4 Kondisi Pasar Wisata KSPN Derawan-Sangalaki dsk ….………... 46

3.3 Kondisi Tata Kelola Destinasi ...……...…….…………..……...…….…………..………. 48

3.3.1 Peran Stakeholders dalam Pengembangan 3A ...……...…….………..….. 48

3.3.2 Hambatan dalam Pengembangan 3A ...……...……….…. 57

BAB IV ANALISIS POTENSI 3A DAN TATA KELOLA DESTINASI 4.1 Analisis Potensi 3A ….………. 64

4.1.1 Identifikasi Daya Tarik Unggulan dan Karakteristiknya ………. 64

4.1.2 Identifikasi Dukungan Amenitas ………... 66

4.1.3 Identifikasi Dukungan Aksesibilitas ………... 68

4.1.4 Analisa Pertumbuhan Pasar Wisatawan KSPN Derawan-Sangalaki. ………. 69 4.1.5 Analisis Ke-Ekonomian KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………... 70

4.1.6 Tema Unggulan Atraksi Wisata yang Berpotensi untuk Dikembangkan ………. 73 4.1.7 Posisi Perkembangan Produk ………. 76

4.2 Analisis Peran Stakeholders Dalam Pengembangan 3A ….……….. 80

BAB V RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN 5.1 Sub Kawasan Wisata Unggulan yang Dikembangkan……….. 98

(5)
(6)

TABEL HALAMAN

1 Perbandingan Raihan Pariwisata Nasional dan Kalimantan ……….. 2

2 Fase Tourism Area Life Cycle ………...……..………..………..…..…………. 17

3 Tema Pengembangan Wisata Kawasan Peruntukan Pariwisata Kab. Berau …… 38

4 Daya Tarik Wisata KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………..……..………..……….. 40

5 Prasarana Umum di KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………..……..………..……... 42

6 Fasilitas Umum di KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………...……..……… 42

7 Fasilitas Pariwisata di KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………...……..………... 43

8 Jumlah Kunjungan Wisatawan ………...……..………... 46

9 Pola Perilaku Wisatawan ………...……..………... 48

10 Stakeholders terkait di Kabupaten Berau ………...…..………...……..……… 48

11 Keterkaitan Stakeholders dengan Pengembangan Produk Wisata di KSPN Derawan-Sangalaki dsk. ………..………..…..………...……..……… 51

12 Analisis DOT KSPN Derawan-Sangalaki ………...……..………..………... 69

13 Analisis keekonomian KSPN Derawan-Sangalaki untuk Wisatawan Nusantara 71 14 Analisis keekonomian KSPN Derawan-Sangalaki untuk Wisatawan Mancanegara ……… 72

15 Potensi Augmented Product, KSPN Derawan-Sangalaki ……… 75

16 Pendekatan dan Variabel Dalam Analisis Stakeholder……….. 81

(7)

18 Pihak-pihak Yang Perlu Terlibat Dalam Pengembangan

KSPN Derawan Sangalaki ……… 89 19 Kategori Wilayah Masalah………. 90 20 Tata Kelola Destinasi Di KSPN Derawan Sangalaki Dan Sekitarnya……… 92 21 Daya Tarik Wisata Primer dan Sekunder KSPN Derawan-Sangalaki dan

sekitarnya, beserta Arah Pengembangannya……… 99 22 Rencana Operasional Pengembangan Potensi 3A di KSPN Derawan Sangalaki dan

(8)

GAMBAR HALAMAN

1 Kerangka Pemikiran ………..……….. 6

2 Peta Kawasan KSPN Derawan-Sangalaki dsk ……….…...…….. 7

3 Tourism Area Life Cycle ………...……..………..………..…..…………. 15

4 5 (lima) Tingkatan Produk ………..……… 21

5 Klasifikasi Stakeholders Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Pengaruhnya 26 6 Peran Organisasi Pengelola Destinasi ………. 27

7 Peta Kawasan KSPN Derawan-Sangalaki dsk ……….………...…….. 32

8 Tahapan Pembangunan Pariwisata ……….………...………... 34

9 Daya Tarik Wisata KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………. 40

10 Amenitas di KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………... 41

11 Aksesibilitas menuju KSPN Derawan-Sangalaki dsk ………... 45

12 Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan ………... 47

13 Tingkat pertumbuhan skala keekonomian KSPN Derawan-Sangalaki……….. 72

14 Kategori produk pariwisata aktual di KSPN Derawan-Sangalaki………. 74

15 Kurva pertumbuhan kunjungan wisatawan……….. 77

16 Grafik Posisi KSPN Derawan-Sangkali………. 78

(9)

18 Gambar matriks kepentingan-pengaruh………. 91 19 Posisi Tranformasi Tata Kelola Destinasi……… 96 20 Peta KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya……… 100

(10)

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan nasional 2014 – 2019. Artinya, seluruh kementerian wajib mendukung proses pembangunan kepariwisataan yang dilakukan. Pada tahun 2019, industri pariwisata diproyeksikan menyumbang devisa terbesar yaitu US$ 20 Miliar. Jumlah wisatawan mancanegara ditargetkan mencapai 20 juta dan wisatawan nusantara sebesar 275 juta orang. Dampak devisa yang masuk harus dapat dirasakan langsung oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 2019 pariwisata menjadi core economy Indonesia.

Performansi tahun 2017 tercatat 14,04 juta wisman dengan pertumbuhan 22% dan 277 juta wisnus dengan pertumbuhan 5%. Pertumbuhan kunjungan wisman tersebut jauh melampaui pertumbuhan pariwisata Asean yang sebesar 7% dan dunia sebesar 6,4%. Pariwisata berkontribusi pada devisa negara sebesar US$ 15,2 milyar dan telah menjadi sektor penyumbang devisa terbesar ke-2 setelah kelapa sawit.

Capaian tersebut tentunya memberikan dorongan lebih kuat untuk terus menumbuhkembangkan destinasi-destinasi pariwisata baru. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan daya tarik wisata Indonesia yang lebih kuat dalam meraih target kunjungan, melalui pilihan yang lebih beragam pada destinasi yang akan dikunjungi wisman dan wisnus. Dalam konteks sustainable development, hal ini juga merupakan isu strategis yang perlu terus ditindaklanjuti secara tepat, konsisten, dan segera. Distribusi wisatawan akan memberikan dampak positif bagi penyebaran dampak ekonomi, peningkatan kualitas lingkungan, dan sosial budaya masyarakat. Kunjungan wisatawan

(11)

2

perlu didistribusikan secara lebih luas dan tidak terlalu bertumpu pada destinasi pariwisata di Pulau Bali, Jawa, dan Kepulauan Riau (Batam).

Berpedoman pada PP no. 50 tahun 2011 tentang RIPPARNAS tahun 2010 – 2025, maka terdapat 50 DPN – 222 KPPN – 88 KSPN yang akan dikembangkan. Saat ini fokus pengembangan dilakukan pada 10 destinasi prioritas nasional. Berdasarkan RIPPARNAS tersebut, di Kalimantan terdapat 7 DPN - 25 KPPN – 8 KSPN. Namun demikian, belum ada satupun dari destinasi tersebut yang terletak di Kalimantan merupakan destinasi prioritas pengembangan nasional. Posisi Kalimantan dalam konstelasi pariwisata nasional masih belum signifikan.

TABEL 1 : Perbandingan Raihan Pariwisata Nasional dan Kalimantan, 2017

No. Parameter Nasional Kalimantan Kontribusi 1 Jumlah kunjungan

wisman 14,04 juta 140.000 1 %

2 Jumlah kunjungan

wisnus 277 juta 10 juta 3,6 %

3 Jumlah DPN-KPPN-KSPN 50 - 222 - 88 7 - 25 - 8 Signifikan

4 Destinasi Prioritas 10 0 Tidak ada

5 Produk Domestik Bruto

2016 (dlm trilyun)

1.240.600 21 0.0017%

Sumber : Kompilasi berbagai sumber, 2018

Merujuk pada kondisi tersebut, maka Kementerian Pariwisata melalui Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional II Area IV berupaya melakukan percepatan pengembangan destinasi prioritas pariwisata Kalimantan. Upaya percepatan pengembangan ini difokuskan pada pengembangan produk destinasi 3A dan tata kelola destinasi untuk segera mampu menarik minat kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara. Pengembangan ini disamping perlu dilakukan secara sinergis, juga perlu didukung oleh upaya peningkatan kapasitas para pelakunya untuk dapat berkontribusi secara optimal. Stakeholders dimaksud mencakup baik di dalam maupun di luar kawasan pengembangan; baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Para pihak ini sesuai dengan ruang lingkup tugas dan fungsinya akan bersinergi dalam proses implementasi program dan rencana aksi dalam suatu skenario pengembangan

(12)

3

untuk kurun waktu yang telah direncanakan. Pembangunan kepariwisataan Provinsi Kalimantan Timur dalam RIPPARNAS terdapat pada KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya. Pada tahun 2018 ini, di Provinsi Kalimantan Timur fokus kegiatan dilakukan di KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya.

KSPN Derawan-Sangalaki terletak di Kabupaten Berau, berdasarkan Peta yang disajikan dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Republik Indonesia hanya berada di dua kecamatan, yakni Kecamatan Derawan dan Kecamatan Maratua, dan Kecamatan lainnya yang berada di Kabupaten Derawan adalah daerah sekitar dari KSPN Derawan-Sangalaki.

Kabupaten Berau sendiri saat ini sudah memetakan Kawasan Peruntukan Pariwisata Kabupaten Berau di dalam PERDA Kab. Berau No. 9 tahun 2017 tentang RTRW Kabupaten Berau Tahun 2016-2036. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau menghendaki adanya Kawasan Peruntukan Pariwisata seluas 41.024,61 (empat puluh satu ribu dua puluh empat koma enam satu) Ha, yang terbagi atas Kawasan Pariwisata Darat dan Kawasan Pariwisata Laut yang di dalamnya sudah terdapat empat tema pengembangan yakni :

a. Pengembangan Wisata Alam; b. Pengembangan Wisata Sejarah; c. Pengembangan Wisata Budaya; dan d. Pengembangan Wisata Buatan.

KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya saat ini sudah memiliki 173 daya tarik wisata yang terdiri atas 125 daya tarik wisata alam, 27 daya tarik wisata budaya dan 21 daya tarik buatan manusia yang saat ini tersebar di Kabupaten Berau. Daya tarik unggulan yang saat ini menjadi KSPN Derawan-Sangalaki adalah Daya Tarik Wisata Alam dengan tema khusus Pengembangan Wisata Bahari.

Pengembangan wisata bahari saat ini terfokus pada beberapa pulau yang ada di Kecamatan Derawan dan Kecamatan Maratua, yakni Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Sangalaki dan Pulau Kakaban. Pengembangan Amenitas dan Aksessibilitas terpusat di Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Data terakhir menunjukkan bahwa

(13)

4

sudah terdapat banyak Resort, penginapan dan homestay diantaranya adalah resort Derawan Dive Resort, Derawan Beach, Maratua Paradise Resort, dan Green Nirvana Resort.

Daerah sekitar pulau-pulau tersebut merupakan tempat dimana beberapa spesies biota laut hidup. Adapun biota laut yang menjadi daya tarik unggulan KSPN Derawan-Sangalaki adalah Hiu Paus, (Rhincondon typus), Ubur-ubur, (Aurelia aurita, Tripedalia cystophora, Mastigias papua), Pari Manta (Manta ray).

Merujuk pada gambaran umum di atas, KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata strategis nasional.

Sejalan dengan kondisi tersebut di atas, maka penting untuk dilakukan kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A KSPN di Provinsi Kalimantan Timur adalah KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya. Beberapa faktor yang mendasari perlunya penyusunan rencana program ini adalah :

1. Diperlukan suatu rencana untuk mempercepat pengembangan kepariwisataan di KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya yang bersifat implementatif dan sinergis; 2. Membantu menangani masalah-masalah kepariwisataan secara terpadu pada saat

ini dan masa datang;

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya melalui peningkatan kapasitas para pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan sumber daya pariwisata KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya.

Pada akhirnya, melalui penyusunan Rencana Operasional ini diharapkan pengembangan dan pengelolaan KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya akan dapat terlaksana lebih cepat, terarah, dan bersinergi sesuai dengan prinsip perolehan ekonomi yang tinggi, berkesesuaian dengan kepentingan masyarakat lokal, dan terjaganya kelestarian lingkungan taman nasional.

(14)

5

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2.1 Maksud

Maksud kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagai upaya tindak lanjut Implementasi RIPPARNAS dan Master Plan KSPN di Provinsi Kalimantan tahun 2018 dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas produk destinasi (3A) dan tata kelola destinasi prioritas pariwisata untuk mendukung pencapaian target pembangunan pariwisata nasional.

1.2.2 Tujuan

Tujuan kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur adalah untuk menghasilkan acuan utama yang bersifat implementasi program bagi para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dalam mengembangkan KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur sebagai destinasi pariwisata nasional secara sinergis, tepat sasaran, dan berdaya saing.

1.2.3 Sasaran

Sasaran kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur adalah tersusunnya suatu Rencana Operasional untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas produk destinasi (3A) dan tata kelola KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya sebagai destinasi prioritas pariwisata.

1.3 Kerangka Pemikiran

Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur dilakukan dengan menggunakan kerangka pemikiran pada gambar di halaman berikut.

(15)

6

GAMBAR 1 : Kerangka Pemikiran

Ketiga aspek yang dikaji dalam studi ini adalah :

a. Kondisi aktual KSPN, berkaitan dengan kondisi aktual produk, meliputi atraksi, amenitas (sarana/fasilitas, prasarana) dan aksesibilitas;

b. Kebijakan yang berkaitan dengan KSPN, meliputi berbagai kebijakan terkait KSPN pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota terkait dan instansi terkait/lembaga pengelola KSPN; dan

c. Kondisi aktual tata kelola KSPN, berkaitan dengan peta dan peran stakeholders serta sinergitas antar stakeholders yang terkait dengan KSPN tersebut, baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan lokasi atraksi wisata di dalam kawasan.

Analisis terhadap aspek tersebut di atas akan menghasilkan gambaran tentang posisi pengembangan 3A dan bagaimana peran para stakeholder dalam pengembangan tersebut. Keluaran dari kajian ini adalah rekomendasi yang bersifat praktis dalam bentuk program pengembangan destinasi, khususnya 3A di KSPN, yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan tata kelola guna mempercepat proses pengembangan 3A (Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas) di destinasi pariwisata.

(16)

7

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah kegiatan ini adalah KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya.

GAMBAR 2: Peta Kawasan KSPN Derawan – Sangalaki dan sekitarnya

Sumber : Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2011

Ruang lingkup kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur adalah:

a. Menyusun pendekatan pengembangan potensi produk destinasi 3A dan tata kelola destinasi KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur; b. Mengidentifikasi kondisi destinasi KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya, yang

meliputi profil umum KSPN, kondisi produk destinasi 3A, dan kondisi tata kelola destinasi;

c. Menganalisis potensi produk destinasi 3A dan tata kelola destinasi KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur; dan

(17)

8

d. Menyusun Rencana Operasional untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas produk destinasi (3A) dan tata kelola destinasi KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

1.5 Metodologi Studi

Metodologi studi yang digunakan dalam kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur adalah:

1.5.1 Metode Penyusunan

Penyusunan Rencana Operasional ini mengacu kepada aspek utama yang dikaji yaitu aspek produk destinasi 3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan pemangku kepentingan dalam tata kelola destinasi pariwisata.

Metode studi yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu studi yang bertujuan membuat deskrpsi atas suatu fenomena alam/sosial secara sistematis faktual dan akurat. Metode ini dipilih mengingat fungsinya yang mampu mengumpulkan informasi aktual dan menggambarkan fenomena yang sedang berlangsung, dapat mengidentifikasi permasalahan-permasalahan atau melakukan justifikasi mengenai fakta dari kondisi-kondisi dan tindakan-tindakan yang sedang berlangsung dan dapat melakukan perbandingan dan evaluasi.

Dalam studi ini semua aspek kajian akan dideskripsikan secara rinci, terutama yang berkaitan dengan potensi 3A dan tata kelola di KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

(18)

9

1.5.2 Teknik dan Alat Kumpul Data

Kegiatan penyusunan rencana operasional ini menghimpun data sekunder dan data primer dengan menggunakan beberapa teknik dan alat kumpul data, yaitu: 1. FGD (Focus Group Discussion)

FGD dilakukan dengan melibatkan unsur pentahelix yang merupakan stakeholders terkait pengembangan KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

2. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengamati kondisi dan potensi produk destinasi (3A) KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur. Alat kumpul data yang digunakan adalah daftar periksa. 3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah pengambilan data melalui dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang terkait dengan masalah yang dikaji. Dalam kegiatan ini, dokumen yang dihimpun antara lain dokumen kebijakan, laporan, dan data terkait KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

4. Teknik Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mendalami informasi yang diperoleh dari FGD dari narasumber yang berkompeten dan atau memiliki kewenangan/kepentingan dalam pengembangan KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

(19)

10

1.6 Hasil Kegiatan

Kegiatan Studi Penyusunan Rencana Operasional Pengembangan 3A di KSPN Derawan dan sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur ini menghasilkan :

a. Buku Laporan Rencana Operasional;

b. Softcopy dokumen terkait penyusunan Rencana Operasional dalam bentuk CD; dan c. Bahan paparan Rencana Operasional dalam bentuk softcopy powerpoint.

(20)

2.1. Konsep Pengembangan Produk Destinasi Pariwisata 3A

(Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas)

2.1.1. Konsep 3A

Destinasi Pariwisata adalah tempat dimana produk pariwisata berada, hal ini dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2011, bahwa Destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif yang didalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum,

Fasilitas Pariwisata, dan Aksessibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan

melengkapi terwujudnya kepariwisataan. PP 50 tahun 2011 tersebut menyatakan bahwa Daya Tarik Wisata, Fasilitas umum, Fasilitas Pariwisata dan Aksessibilitas merupakan bagian dari apa yang disebut produk pariwisata, hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Medlik dan Middleton.

3A tersebut terdiri atas Atraksi, Amenitas atau Fasilitas dan Aksessibilitas, perpaduan tiga hal tersebut merupakan produk pariwisata, namun apabila komponen-komponen tersebut berdiri sendiri, maka komponen-komponen tersebut tidak dapat disebut sebagai produk pariwisata (Middleton, 2001). Seiring dengan perkembangan pengetahuan kepariwisataan beberapa literatur memunculkan komponen-komponen lainnya sebagai bagian dari produk pariwisata. Komponen lainnya berdasarkan Morrison dalam buku panduan Pengantar Pengelolaan Destinasi Pariwisata (2012:24) memisahkan Sumber Daya Manusia, Citra dan Harga sebagai komponen tambahan dalam produk destinasi pariwisata, Cooper dkk dalam Sunaryo (2013:159) memisahkan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata dan menambahkan kelembagaan sebagai bagian

(21)

12

dari destinasi pariwisata, namun yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah 3A yang dikemukakan oleh Middleton.

Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan ke dalam beberapa tipe Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas sebagai berikut:

1. Atraksi

Atraksi merupakan penyedia utama yang memberikan motivasi awal bagi wisatawan yang mengunjungi sebuah destinasi pariwisata dan dapat dikelompokkan dalam beberapa klasifikasi (Morrison, 2012) adapun klasifikasi yang dirujuk menurut Middleton adalah :

a. Atraksi wisata Alam, meliputi bentang alam, pantai, iklim dan bentukan geografis lain dari suatu destinasi dan sumber daya alam lainnya;

b. Atraksi wisata buatan/Binaan Manusia, meliputi angunan dan infrastruktur pariwisata termasuk arsitektur bersejarah dan modern, monumen, trotoar jalan, taman dan kebun, pusat konvensi, marina, ski, tempat kepurbakalaan, lapangan golf, toko-toko khusus dan daerah yang bertema;

c. Atraksi Wisata Budaya, meliputi sejarah dan cerita rakyat (legenda), agama dan seni, teater musik, tari dan pertunjukkan lain, dan museum. Beberapa dari hal tersebut dapat dikembangkan menjadi event khusus, festival, dan karnaval; dan d. Atraksi Wisata Sosial, meliputi pandangan hidup suatu daerah, penduduk asli,

bahasa, dan kegiatan-kegiatan pertemuan sosial.

2. Amenitas/Fasilitas

Amenitas merupakan keseluruhan layanan dan fasilitas penunjang wisatawan ketika melakukan kegiatan di sebuah destinasi pariwisata (Morrison, 2012). Hal tersebut meliputi :

a. Akomodasi meliputi hotel, desa wisata, apartmen, villa, caravan, hostel, guest house, dan sebagainya;

(22)

13

c. Transportasi di suatu atraksi, meliputi taksi, bus, penyewaan sepeda dan alat ski

di atraksi yang bersalju;

d. Aktivitas, seperti sekolah ski, sekolah berlayar dan klub golf;

e. Fasilitas-fasilitas lain, misalnya pusat-pusat bahasa dan kursus keterampilan; f. Retail outlet, seperti toko, agen perjalanan, suvenir, peralatan berkemah; dan g. Pelayanan-pelayanan lain, misalnya salon kecantikan, pelayanan informasi,

penyewaan perlengkapan dan kebijaksanaan pariwisata.

3. Aksesibilitas

Menurut Sunaryo (2013: 173), aksesibilitas pariwisata dimaksudkan sebagai “segenap sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk mencapai suatu destinasi maupun tujuan wisata terkait” :

a. Infrastruktur;

b. Jalan, bandara, jalur kereta api, pelabuhan laut, marina;

c. Perlengkapan, meliputi ukuran, kecepatan, jangkauan dari sarana; d. Transportasi umum;

e. Faktor-faktor operasional seperti jalur/rute operasi, frekuensi; f. Pelayanan, dan harga yang dikenakan;

g. Peraturan Pemerintah yang meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan transportasi.

(23)

14

2.1.2. Konsep Tourism Product Life Cycle

Sejak tahun 80-an para peneliti sudah mulai menggunakan pembangunan kepariwisataan di suatu daerah dengan menggunakan TALC (Tourist Area Life Cycle) (Butler; 1980). TALC ini awalnya digunakan di dunia pemasaran untuk memetakan kondisi produk atau yang lebih dikenal dengan Product Life Cycle (PLC). PLC ini menyatakan bahwa pada awal produksi maka sebuah produk akan memiliki keuntungan yang negatif untuk kemudian bertumbuh dan mengalami keuntungan sehingga pada akhirnya berada pada posisi matang atau mature dimana penjualan dan keuntungan mulai menurun, dan PLC ini diakhiri dengan pilihan untuk rejuvenation atau terlahir kembali dan decline (penurunan signifikan keuntungan dan penjualan).

Adapun TALC yang dikemukakan oleh Butler di tahun 1980 menggunakan 5 (lima) tahapan, yang dimulai oleh tahapan Eksplorasi (Exploration), Keterlibatan (Involvement), Pembangunan (Development), Konsolidasi (Consolidation), Stagnasi (Stagnation), Terlahir Kembali (Rejuvenation) atau Penurunan (Decline). Tahapan-tahapan tersebut memiliki karakter khusus didalamnya, karakter tersebut memang berbeda dengan apa yang diungkapkan dalam PLC, adapun karakter tahapan dari TALC adalah sebagai berikut:

1. Eksplorasi: adalah tahap dimana mulai ada wisatawan yang datang dengan hanya sedikit fasilitas wisata, wisatawan hadir menuju destinasi tersebut karena tertarik akan daya tarik wisata alam yang dimiliki destinasi tersebut;

2. Peningkatan keterlibatan: ditandai dengan mulai adanya interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal, menghasilkan adanya layanan dasar bagi wisatawan;

3. Tahapan Pembangunan: ditandai penambahan fasilitas untuk wisatawan dan kegiatan promosi, kendali atas destinasi mulai bergesar pada investor, dan jumlah wisatawan mulai melebihi jumlah warga lokal;

4. Tahapan Konsolidasi: tahapan dimana pariwisata sudah dianggap sebagai sumber pendapatan utama dan kawasan-kawasan pariwisata mulai terbentuk, dan fasilitas-fasilitas destinasi mulai harus diperbaharui;

5. Tahapan Stagnasi: pada tahapan ini destinasi sudah memiliki citra yang baik, namun tidak lagi populer, dan fasilitas-fasilitas penginapan mulai tidak terawat; dan

(24)

15

6. Tahapan Post-stagnasi, dimana terdapat dua pilihan untuk terlahir kembali atau

decline, menurun.

GAMBAR 3 :Tourism Area Life Cycle

Sumber : Butler (2006)

Meskipun TALC adalah konsep yang sangat berguna untuk memetakan pembangunan kepariwisataan, setiap kawasan atau destinasi memiliki bentuk kurva yang berbeda dan belum tentu memiliki tahapan yang sama, bisa saja ada tahapan yang terlewati (Butler dalam Zhong: 2007). Beberapa destinasi memiliki kecocokan sempurna dengan model yang ada (Berry; 2006, Smithh: 1992 dalam Zhong 2007) dan ada pula yang memang tidaki memiliki nodel seperti apa yang dikemukakan oleh Butler, sehingga perlu ada modifikasi terhadap TALC yang digunakan sesuai dengan konteks Analisa yang dilakukan, maka perubahan yang dilakukan dalam TALC kali ini adalah penyesuaian terhadap karakteristik masing-masing tahapan disesuaikan dengan kemungkinan kondisi produk pariwisata KSPN, adapun penyesuaian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2 di halaman 18.

(25)

16

Tahapan dan durasi berada dalam tahapan tersebut ditentukan oleh berbagai macam faktor, baik faktor internal dan faktor eksternal (Agarwal dalam Zhong: 2007). Hasil beberapa penelitian yang dimaksudkan sebagai faktor internal dari TALC adalah komponen dari destinasi tersebut (keunikan atraksi, masyarakat lokal dan sikap masyarakat terhadap perkembangan pariwisata), manajemen terkait, pelayanan dan kualitas destinasi. Di sisi lain faktor eksternal yang sangat berpengaruh adalah konsumen (perubahan preferensi), produsen, dan peraturan terkait yang berpengaruh (cf. Keller: 1977), adapun faktor penentu lainnya adalah kewirausahaan dan peran biro perjalanan yang sudah dibuktikan dalam penelitian (Ioannides; 1992 dalam Zhong: 2007).

(26)

17

Eksplorasi

Keterlibatan

masyarakat

Pembangunan

Konsolidasi

Stagnasi

stagnasi

Post-• Atraksi wisata yang ada masih alamiah dan dikonsumsi dengan jumlah wisatawan yang sangat terbatas; • Aksesibilitas yang ada sangat terbatas hanya ditujukan untuk kegiatan masyarakat sehari-hari; • Amenitas yang ada sangat terbatas hanya ditujukan untuk • Atraksi wisata mulai menjadi sumber pendapatan masyarakat; • Amenitas di tingkat lokal destinasi mulai terbentuk sebagai bagian dari interaksi antara masyarakat dan wisatawan; • Aksesibilitas masih sangat terbatas, kemudahan akses destinasi dalam tingkat lokal mulai terbentuk sebagai bagian dari interaksi masyarakat dan • Atraksi-atraksi baru mulai bermunculan sebagai barang komplementer dari atraksi utama; • Aksesibilitas khusus untuk pariwisata mulai terbangun sebagai akibat dari adanya pemain baru dalam pariwisata yakni pemerintah dan investor; • Amenitas khusus pariwisata mulai terbangun sebagai akibat dari adanya pemain baru dalam pariwisata yakni pemerintah dan investor;

• Pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mulai melambat, dan merupakan puncak pertumbuhan pasar wisatawan;

• Adanya upaya dari masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha untuk mempertahankan pertumbuhan pasar wisatawan;

• Atraksi-atraksi baru mulai bermunculan sebagai bagian dari upaya mempertahankan pertumbuhan jumlah wisatawan; • Produktivitas aksesibilitas mulai menurun • Tingkat kunjungan wisatawan mulai menurun; • Atraksi wisata mulai ditinggalkan oleh wisatawan • Terjadi penurunan produktivitas aksesibilitas; • Terjadi penurunan produktivitas amenitas;

• Adanya upaya dari masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha untuk mempertahankan pertumbuhan pasar wisatawan; • Fase dimana diperlukan atraksi baru dan fasilitas-fasilitas baru untuk dapat terlahir kembali dan melanjut-kan era pemba-ngunan pariwisata.

(27)

18

sehari-hari. • Wisatawan berperan sebagai bagian dari pemasar destinasi pariwisata; • Masyarakat masih belum mengerti profit dan benefit dari kegiatan pariwisata di destinasi pariwisata berperan sebagai bagian dari pemasar destinasi pariwisata; • Masyarakat sudah mulai menyadari profit dari kegiatan pariwisata dan ingin ikut berkontribusi dalam kegiatan pariwisata. wisatawan mulai bertumbuh signifikan, dan kegiatan pemasaran dilakukan oleh pemerintah dan investor; • Masyarakat mulai kehilangan aset dan sumber

pendapatan mulai bergeser kepada para investor dan pemerintah

menurun;

(28)

20

2.1.3. Konsep Tingkatan Produk

Menurut Kotler dan Keller (2016), produk lebih dari sekedar hal yang nyata dan terlihat. Sebuah produk dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan para konsumen dan menunjukkan nilai produk ini juga berimbas pada nilai abstrak yang dimiliki produk tersebut. Karena alasan ini, Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa ada 5 (lima) tingkat produk yang dapat diidentifikasi dan dikembangkan. Tingkatan produk ini dibangun berdasarkan hirarki nilai konsumen (a customer-value hierarchy). Dalam rangka untuk membentuk nilai ini, tingkatan produk digunakan untuk menempatkan dimana suatu produk terletak atau dilihat dari persepsi konsumen.

Lima tingkat produk ini menunjukkan nilai aktual dan potensial yang dimiliki produk. Setidaknya setiap produk harus mampu mencapai tingkat ke-3 untuk dapat sesuai dengan preferensi konsumen. Dalam konteks persaingan dan upaya menciptakan daya saing, maka setiap produk harus mampu mencapai tingkat ke-4 dengan menambahkan nilai beda yang kuat. Ini akan menjadikan suatu produk akan memiliki nilai tambah dan menjadi pilihan utama konsumen.

Penjelasan 5 (lima) tingkatan produk adalah sebagai berikut : 1. Core Product

Produk Inti bukan merupakan produk fisik, konsumen tidak dapat menyentuh produk tersebut, karena produk inti adalah layanan atau manfaat yang benar-benar dimiliki dan dibeli oleh konsumen. Contoh jika konsumen membeli sebuah paket wisata maka benefit yang didapatkan dari konsumen tersebut adalah rasa terhibur ketika melakuakn kegiatan berwisata dalam rangkaian paket tersebut.

2. Generic Product

Merupakan suatu bentuk dasar dari produk. Contoh sebuah paket wisata, maka generic product-nya adalah kegiatan perjalanan yang dari rumah menuju destinasi, menginap di hotel, melakukan aktivitas di destinasi wisata, sampai dengan kembali ke rumah.

(29)

21

3. Expected Product

Merupakan satu set atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh konsumen ketika mereka produk. Contoh paket wisata adalah mereka ingin menginap di hotel yang bersih-tenang-menyenangkan, daya tarik yang dikunjungi sesuai dengan keinginan, kendaraan yang digunakan kondisinya bagus. Persaingan sebagian besar terjadi pada tingkat produk ini.

4. Augmented Product

Produk Tambahan adalah produk non fisik yang ditambahkan yang dapat berupa value added atau fitur atau nilai tambahan yang dapat diberikan kepada konsumen dengan atau tanpa adanya tambahan biaya. Komponen tambahan ini berfungsi sebagai nilai beda yang kuat dan melebihi harapan pelanggan. Ini akan menjadikan suatu produk akan memiliki nilai tambah yang unggul dibanding pesaing dan menjadi pilihan utama konsumen.

Contoh yang sama ketika membeli paket wisata maka bisa saja produsen memberikan nilai tambahan berupa Candle Light Dinner untuk pasar wisata pasangan, tambahan berupa kenaikan kualitas kamar, dan banyak lagi fitur-fitur lainnya yang dapat ditambahkan.

5. Potential Product

GAMBAR 4: 5 (lima) Tingkatan Produk Produk potensial adalah sederetan potensi yang dimiliki produk yang menjadi dasar untuk pengembangan produk di masa mendatang. Potensi ini mencakup semua kemungkinan penambahan dan transformasi produk yang mungkin terjadi di masa depan. Di sini destinasi harus dapat mencari cara baru untuk meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan membedakan penawaran dari pesaing.

(30)

22

2.2. Konsep Tata Kelola Destinasi Pariwisata

Undang-undang Pariwisata RI No.10 tahun 2009 menyatakan, “Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Terdapat tiga elemen pembentuk produk di sebuah destinasi pariwisata yaitu Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas, dikenal dengan 3A, dan pada beberapa konsep lain ditambahkan elemen Sumber Daya Manusia, Citra dan Harga. Pendekatan lain menyatakan bahwa elemen pembentuk destinasi terdiri atas aspek fisik (klimatologi, geografi, hidrologi, lingkungan dan lain-lain), produk wisata (atraksi, amenitas dan aksesibilitas) dan aspek non-fisik (lembaga pariwisata, citra, harga, pasar dan pelayanan). Elemen-elemen ini harus dikembangkan dan dikelola dengan baik agar dapat membentuk pengalaman yang berkualitas bagi wisatawan. Pengelolaan destinasi melibatkan pengelolaan yang terkoordinasi dan terintegrasi dengan bauran destinasi pariwisata (atraksi, aksesibilitas dan amenitas).

Agar supaya destinasi pariwisata dapat dikembangkan dan dikelola secara berkelanjutan dan bertanggung jawab maka dibutuhkan adanya tata kelola yang tepat termasuk perencanaan dan pengelolaan. Perencanaan pariwisata yang baik akan menghasilkan suatu rencana yang dapat dijadikan pedoman dan memberikan arah yang tepat, langkah-langkah strategis dan taktis yang lebih sistemik dalam pengembangan destinasi pariwisata serta pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat di destinasi tersebut. Perencanaan pariwisata yang baik akan meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi serta mengoptimalkan manfaat atau dampak positif yang dapat dinikmati oleh wisatawan maupun masyarakat di suatu destinasi.

Tata kelola destinasi pariwisata didefinisikan oleh Beritelli, Bieger dan Laesser (2007) sebagai, “setting and developing rules and mechanisms for a policy, as well as business strategies, by involving all the institutions and individuals”, yakni sebuah upaya

(31)

23

dalam menetapkan dan mengembangkan peraturan dan mekanisme kebijakan, serta strategi bisnis, dengan melibatkan semua lembaga dan individu. Tata kelola destinasi pariwisata berkaitan dengan bagaimana organisasi pengelola destinasi pariwisata dikelola dan siapa yang melakukan pengelolaan tersebut. Hal ini juga menyangkut

kebijakan, sistem dan proses yang digunakan untuk memastikan bahwa semua

pemangku kepentingan terlibat.

Tata kelola destinasi pariwisata yang efektif tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak tertentu saja tetapi membutuhkan upaya dari berbagai pemangku kepentingan di dalam dan di luar destinasi, kerjasama yang sinergis antar pemangku kepentingan sangat dibutuhkan. Dalam konteks Indonesia, kerjasama tersebut melibatkan penta helix, meliputi pemerintah (pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota), masyarakat (termasuk lembaga swadaya dan kelompok penggerak pariwisata), dunia usaha (pengelola usaha/industri, asosiasi industri, asosiasi profesi), lembaga pendidikan (sekolah menengah dan perguruan tinggi), dan media serta tidak kalah pentingnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD sebagai pihak legislatif. Kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan akan memberikan manfaat setidaknya berupa pertukaran informasi, pemanfaatan fasilitas secara bersama, peningkatan minat pasar, peningkatan kapasitas dan peluang terbangunnya program pengembangan dan dukungan anggaran yang memadai dari berbagai sumber.

Destinasi pariwisata adalah entitas yang sangat sulit dikelola karena dinamika kepentingan dan manfaat yang diinginkan oleh para pemangku kepentingan. Walaupun mereka memiliki banyak keterkaitan dan saling ketergantungan, mereka tidak saling bekerja sama dan seringkali memiliki visi pembangunan dan langkah yang berbeda dan pada akhirnya tidak mampu menghasilkan kinerja yang rendah dalam pengembangan destinasi. Selain perencanaan yang baik dan tepat, percepatan pengembangan destinasi membutukan koordinasi, keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, kemitraan (hubungan kerjasama atas dasar kepercayaan, kemandirian dan kesetaraan untuk mencapai tujuan bersama), kepentingan dan tujuan bersama yang jelas (program dan sasaran kinerja).

(32)

24

Pembangunan pariwisata bersifat multi-dimensional dan multi-sektoral, sehingga dalam pengembangannya seluruh pemangku kepentingan harus bekerjasama secara sinergis, saling melengkapi sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal. Selama ini pengembangan destinasi di berbagai wilayah masih berjalan lamban, salah satunya disebabkan para pemangku kepentingan berada dalam sistem yang terfragmentasi, oleh sebab itu dibutuhkan integrasi dan sinkronisasi diantara mereka. Salah satu kunci keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata yang berkelanjutan adalah dukungan dari seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Pemangku kepentingan dapat dibagi kedalam beberapa kategori atau kelompok, tergantung pada sampai sejauh mana tingkat ketertarikan dan potensinya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata.

Berdasarkan cakupan wilayah kebijakan dan kewenangan, pengelola destinasi pariwisata dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu :

a. Pengelola pariwisata lokal, yang lebih banyak menjalankan fungsi internal dalam pengelolaan destinasi, diantaranya Kelompok Penggerak Pariwisata, BUMDES dan lain-lain;

b. Pengelola pariwisata regional, yang lebih banyak melakukan koordinasi antar organisasi pariwisata lokal, pengelolaan internal lebih kecil daripada ekternal, dalam banyak hal mengambil peran untuk memfasilitasi pengembangan di suatu destinasi dan penghubung dengan pengelola nasional, dalam konteks Indonesia didalamnya termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi serta Instansi/Lembaga pengelola KSPN (seperti Taman Nasional) atau terkait dengan pengelolaan KSPN yang bisa meliputi beberapa kabupaten dan kota; dan

c. Pengelola pariwisata nasional, pengelolaan eksternal lebih dominan dan merencanakan strategi secara keseluruhan, di Indonesia menjadi tugas dan fungsi dari Kementerian Pariwisata yang melakukan koordinasi dengan KL lainnya. Berdasarkan tingkat kepentingan dan seberapa besar pengaruhnya dalam pengembangan destinasi, terdapat tiga kategori kelompok stakeholders dalam

(33)

25

pengembangan suatu destinasi, yaitu :

a. Stakeholders primer, merupakan stakeholder yang terkena dampak secara langsung, baik dampak positif maupun dampak negatif, dari suatu rencana atau pelaksanaan pengembangan destinasi serta mempunyai kaitan kepentingan langsung dengan kegiatan tersebut. Stakeholder primer memiliki pengaruh dan kepentingan dan harus dilibatkan penuh dalam tahapan-tahapan pengembangan; b. Stakeholder kunci, adalah mereka yang memiliki kewenangan legal dalam hal

pengambilan keputusan. Stakeholder kunci bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan destinasi;

c. Stakeholder sekunder atau pendukung, merupakan stakeholder yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap suatu rencana tetapi memiliki kepedulian yang besar terhadap proses pengembangan suatu destinasi. Stakeholder pendukung menjadi fasilitator dalam pengembangan suatu kegiatan dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan (para investor atau pihak swasta, LSM/NGO, peneliti);

Secara lebih tajam klasifikasi stakeholders tersebut dipertajam lagi berdasarkan peran yang lebih rinci sebagaimana tertera pada matriks di Diagram 1. dibawah yaitu :

a. Subyek, stakeholder dengan kepentingan tinggi tetapi memiliki pengaruh yang rendah;

b. Pemain kunci (key players), stakeholder dengan tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi;

c. Pengikut lain (crowd), stakeholder dengan tingkat kepentingan dan pengaruh yang rendah; dan

d. Pendukung (contest setter), stakeholder dengan tingkat kepentingan yang rendah tetapi memiliki pengaruh yang tinggi.

(34)

26

GAMBAR 5: Klasifikasi Stakeholders Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Pengaruhnya

Sumber : Fletcher, A., & Guthrie, J. (2003) dan Reed, M.S., & A. Graves. (2009)

Pendekatan lainnya membuat klasifikasi stakeholders berdasarkan perannya dalam pembangunan, antara lain :

a. Policy creator - stakeholder yang berperan sebagai pengambil keputusan dan penentu suatu kebijakan;

b. Koordinator - stakeholder yang berperan mengkoordinasikan stakeholder lain yang terlibat;

c. Fasilitator - stakeholder sebagi fasilitator yang berperan memfasilitasi dan mencukupi apa yang dibutuhkan kelompok sasaran;

d. Implementer - stakeholder pelaksana kebijakan yang didalamnya termasuk kelompok sasaran;

e. Akselerator - stakeholder yang berperan mempercepat dan memberikan kontribusi agar suatu program dapat berjalan sesuai sasaran atau bahkan lebih cepat waktu pencapaiannya;

Pembagian kategori juga bisa berdasakan tingkat dari destinasinya (luasan wilayah atau wilayah administratif). Dalam konteks pengembangan pariwisata di tingkat Kabupaten, pemangku kepentingan yang terkait bisa berada dalam wilayah

(35)

27

administratif kabupaten, antar kabupaten, dengan di tingkat provinsi, nasional atau bahkan antar negara, tergantung kepada kebutuhan pengembangan destinasinya.

GAMBAR 6: Peran Organisasi Pengelola Destinasi

Sumber : DCG 2016, DM Training CTDS STP Bandung

Lembaga pemerintahan suatu destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap organisasi destinasi pariwisata secara inovatif dan sistemik melalui penggunaan jaringan, informasi dan teknologi yang dipandu secara terpadu dengan partisipasi dari masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang telah berbagi tujuan, proses dan kepentingan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, jumlah kunjungan wisata, lama tinggal dan jumlah pengeluaran wisatawan dan manfaat bagi masyarakat.

Masyarakat adalah salah satu elemen kunci dalam pembangunan destinasi karena memiliki posisi sebagai tuan rumah, pelaku, dan juga aktivitasnya bisa menjadi daya tarik wisata seharusnya ditempatkan sebagai objek dan subjek, termasuk keterlibatannya sejak tahap perencanaan dan pengembangan serta pengelolaan. Terdapat lima faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan masyarakat di suatu destinasi, yaitu :

(36)

28

a. Membangun saluran komunikasi;

b. Menghasilkan pendapatan;

c. Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan;

d. Melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan aktivitas pariwisata; dan e. Memperluas kerjasama antar pemangku kepentingan.

Didalam hubungan antar pemangku kepentingan terdapat beberapa aspek yang perlu dicermati yaitu peran, organisasi, kerjasama, program dan sinergi. Pemetaan yang tepat terhadap siapa saja pemangku kepentingan yang ada pada suatu destinasi, bagaimana peran dan fungsi pengeloaan destinasi saat ini, situasi hubungan antar pemangku kepentingan menjadi kondisi awal yang tepat dalam membangun strategi, kebijakan dan program yang berkaitan dengan partisipasi dan kerjasama yang sinergis.

Kerjasama antar pemangku kepentingan dan keterlibatannya sejak tahapan perencanaan di suatu destinasi pariwisata akan memberikan beberapa manfaat, diantaranya yang penting adalah :

a. Dapat meningkatkan legitimasi dari aksi bersama jika para pemangku kepentingan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atas hal yang bersinggungan dengan mereka;

b. Dapat terhindar dari biaya yang terjadi karena terjadi konflik antar pemangku kepentingan;

c. Keinginan untuk bekerjasama akan membuat koordinasi dalam perumusan kebijakan pengembangan dan pengelolaan destinasi dan implementasinya menjadi lebih baik dan mudah;

Keberhasilan kemitraan dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

a. Kapasitas masing-masing (individual excellence), mitra atau para mitra memiliki kekuatan atau keunggulan yang dapat dikontribusikan dalam kemitraan yang terjalin;

b. Kepentingan (importance), kemitraan sejalan dengan tujuan dan strategi dari mitra-mitra kerjanya;

(37)

29

c. Saling ketergantungan (interdepedence), seluruh mitra saling membutuhkan satu

dengan yang lainnya dan mereka memiliki sumber daya, kapabilitas dan pengalaman yang saling melengkapi;

d. Investasi (investment), para mitra saling percaya satu dengan lainnya;

e. Informasi (information), para mitra saling membagi informasi dan mengkomunikasikannya secara terbuka;

f. Keterpaduan (integration), para mitra membangun hubungan dan saling berbagi cara dan pengalaman mengembangkan atau melakukan sesuatu;

g. Institusionalisasi (institutionalization), kemitraan harus diwujudkan secara formal dan bersifat mengikat, misalnya ada MoU atau kontrak antar para pihak; dan h. Integritas (integrity), rasa saling percaya tumbuh karena sikap saling

menghormati antara satu dengan lainnya.

Pengembangan tata kelola suatu destinasi pariwisata meliputi 4 (empat) tahapan sebagai berikut :

1. Tahap penguatan gerakan kesadaran kolektif stakeholders, pada tahapan ini terdapat beberapa indikator sebagai betikut :

a. Memiliki forum/pertemuan reguler untuk membahas manajemen destinasi; b. Tercipta jejaring yang kuat antar pemangku kepentingan;

c. Memiliki dasar kebijakan yang jelas yang mendukung tata kelola destinasi; dan

d. Terdapat komitmen pemangku kepentingan terhadap tata kelola destinasi (dukungan APBD, Fisik, Rencana Aksi, dll).

2. Tahap pengembangan manajemen destinasi, tahap dimana sudah terdapat master plan, telah dilakukan penataan dan revitalisasi destinasi meliputi aksesibilitas, fasilitas dan masyarakat serta peningkatan kapasitas masyarakat. Terdapat beberapa indikator sebagai berikut :

a. Memiliki database kondisi destinasi (3A dan pasar)/baseline assessment; b. Memiliki Tourism Masterplan;

(38)

30

d. Terdapat pengelolaan sarana wisata yang baik;

e. Terdapat pengembangan infrastruktur di destinasi;

f. Terdapat pengembangan kapasitas SDM dan kelompok pemangku kepentingan;

g. Memiliki pola perjalanan wisata (travel pattern); dan h. Penerapan manajemen risiko.

3. Tahapan pengembangan bisnis, terdapat peningkatan kapasitas usaha,

bertumbuhnya ekosistem kewirausahaan, pengembangan ekonomi kreatif dan lain-lain. Beberapa indikator utamanya adalah sebagai berikut :

a. Terdapat kegiatan inovasi/ diversifikasi atraksi wisata; b. Memiliki kegiatan riset terapan pengembangan bisnis;

c. Terdapat pengelolaan promosi dan pemasaran destinasi;

d. Terdapat pengembangan aktivitas kewirausahaan dan memperluas business networking komunitas lokal dan pelaku usaha;

e. Terdapat pengembangan ekosistem di destinasi (pariwisata berkelanjutan, pariwisata inklusif, investasi pariwisata, dll);

f. Melakukan benchmark terus menerus di tingkat nasional dan internasional; g. Terjadi kunjungan, tingkat kepuasan dan pengalaman wisatawan; dan h. Tercipta kepuasan masyarakat (community satisfaction index).

4. Tahap penguatan dan penataan organisasi pengelolaan destinasi, terjadi penguatan struktur organisasi, penerapan good governance, dan mulai tercapai kestabilan finasial.

(39)

3.1

Profil Umum KSPN Derawan-Sangalaki dsk.

3.1.1 Ruang Lingkup KSPN Derawan-Sangalaki dsk

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional No. 50 Tahun 2001 sudah memetakan ruang lingkup KSPN Derawan Sangalaki dalam Lampiran IV Peraturan Pemerintah tersebut. Peta menunjukkan bahwa KSPN Derawan-Sangalaki berada di Kecamatan Derawan dan Kecamatan Maratua Kabupaten Berau, adapun yang perlu difahami adalah ruang lingkup KSPN selalu mencantumkan daerah sekitar dalam hal ini adalah Kabupaten Berau sebagai bagian dari KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya.

Peta KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya menunjukkan bahwa cakupan KSPN Derawan-Sangalaki hanya ada pada Kecamatan Derawan

dan Kecamatan Maratua, sedangkan kecamatan lain yang ada di Kabupaten

Berau adalah daerah sekitar dari KSPN Derawan-Sangalaki, Berikut adalah peta KSPN Derawan-Sangalaki berdasarkan PP tersebut:

(40)

32

Gambar 1: Peta Kawasan KSPN Derawan-Sangalaki dsk

Sumber : Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2011

3.1.2 Kebijakan terkait Pengembangan KSPN Derawan-Sangalaki

dsk.

Pengembangan kepariwisataan nasional tidak terlepas dari peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut membatasi secara jelas ruang lingkup wilayah dan ketentuan umum terkait, khususnya kawasan peruntukan pariwisata.

3.1.2.1 Perda Provinsi Kalimantan Timur tentang RPJP prov. Kaltim No. 15 Tahun 2008;

Provinsi Kalimantan Timur sudah menetapkan Visi, Misi dan Sasaran Pembangunan Daerah ke dalam Perda Prov. Kaltim tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) No. 15 Tahun 2008. Perda tersebut pada akhirnya harus menjadi cita-cita bersama yang harus dapat diwujudkan dengan jangka waktu antara 2005-2025. Adapun Visi dari Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagai berikut:

(41)

33

“Terwujudnya Masyarakat yang Adil dan Sejahtera Dalam

Pembangunan Berkelanjutan”,

Dalam mewujudkan Visi tersebut maka misi yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kalimantan Timur yang mandiri, berdayasaing tinggi dan berakhlak mulia;

2. Mewujudkan struktur ekonomi yang handal dengan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya;

3. Mewujudkan pelayanan dasar bagi masyarakat secara merata dan proporsional;

4. Mewujudkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan yang partisipatif berbasis penegakan hukum; dan

5. Mewujudkan pembangunan yang terpadu dan serasi dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis ekonomi dan ekologi. Pariwisata sebagai salah satu industri penggerak perekonomian Provinsi Kalimantan Timur diharapkan dapat berkontribusi positif dalam pengembangan ekonomi wilayah. RPJPD Provinsi Kalimantan Timur sudah menetapkan tahapan pembangunan pariwisata ke dalam 4 (empat) tahapan pada Gambar 8 di halaman selanjutnya.

(42)

34

Gambar 8: Tahapan Pembangunan Pariwisata

Sumber: RPJPD Provinsi Kaltim.

RPJMD Ke-1 (2005-2008). pengembangan pariwisata ini dilakukan

dengan menciptakan

keterkaitan antar

kepariwisataan secara nasional,

pengembangan

promosi wisata dan

disertai dengan

penetapan dan

pengembangan objek

dan atraksi wisata

unggulan.

RPJM Ke-2 (2009-2013). Dalam tahap ini sudah

mulai dimantapkan

kalender wisata untuk

menyambut wisatawan

pada berbagai event serta

semakin tertata dan

menarik obyek wisata

unggulan daerah. Promosi wisata sudah pada tingkat

nasional yang ditandai

oleh terbentuknya jaringan pariwisata nasional dan internasional.

RPJM ke-3 (2014-2018). Kemasan wisata yang makin menarik melalui pengembangan jalur wisata dan kalender wisata yang makin menarik dikemas. Obyek wisata yang ada semakin tertata dan memiliki ciri yang

khas sehingga secara

keseluruhan membentuk atraksi

yang saling melengkapi.

Pengelolaan pariwisata semakin membaik, yang ditandai oleh semakin meningkatnya kualitas

SDM dan manajemen

kepariwisataan.

RPJM Ke-4 (2019-2023) Wisata berbasis ekologi atau ecotourism, budaya dan alam makin diminati masyarakat luar negeri, jaringan wisata nasional dan internasional sudah terbentuk sehingga Kalimantan Timur sudah masuk dalam tujuan utama wisata Indonesia.

Kalender wisata sudah menjadi bagian dari perjalanan wisatawan nusantara dan mancanegara. Akomodasi wisata dan industri wisata memiliki ciri atau muatan lokal yang makin menarik. Obyek wisata memiliki ciri khas yang saling melengkapi,

keanekaragaman hayati semakin

melengkapi daya tarik wisata yang sudah

berkembang. Pengelolaan pariwisata

semakin membaik, yang ditandai oleh semakin tingginya spesialisasi keahlian bidang pariwisata dan arah kebijakan pengembangan wisata didukung oleh berbagai sektor lain sebagai satu sistem pembangunan yang utuh.

(43)

35

3.1.2.2 Perda Provinsi Kalimantan Timur tentang RTRW Prov. Kaltim No. 1 Tahun 2016;

Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Industri Pariwisata merupakan salah satu industri yang dijadikan unggulan hal ini memang disebabkan oleh kesadaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang sudah menyadari bahwa sumberdaya migas dan batubara semakin berkurang, pariwisata dianggap sebagai solusi unggulan sektor migas dan batubara yang memang tidak dapat diperbaharui.

Harapan Provinsi Kalimantan Timur begitu besar pada kegiatan pariwisata sehingga dalam RTRW Prov. Kaltim penjelasan pasal 34 dinyatakan bahwa Kawasan pariwisata yang terbentuk dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Meningkatkan devisa dari pariwisata dan mendayagunakan investasi;

b. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan subsektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;

c. Tidak mengganggu fungsi lindung;

d. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

e. Meningkatkan pendapatan masyarakat;

f. Meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; g. Menciptakan kesempatan kerja;

h. Melestarikan nilai warisan budaya, adat istiadat, kesenian dan mutu keindahan lingkungan alam; dan/atau

i. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Besarnya harapan terhadap industri pariwisata juga diiringi dengan pemberian ruang untuk Kawasan Peruntukan Pariwisata seluas kurang

lebih 97.442 Ha., yang tersebar di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai

(44)

36

Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten

Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Kabupaten Berau sebagai bagian dari Provinsi Kalimantan Timur memiliki posisi khusus dalam RTRW Prov. Kaltim, Pasal 55 menyatakan bahwa Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Derawan dan sekitarnya merupakan Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, sehingga akan ada arahan khusus untuk Kawasan tersebut dalam kerangka zona

pariwisata bahari dan zona Kawasan lindung terumbu karang dan perairan.

3.1.2.3 Perda Kabupaten Berau tentang RPJP Kabupaten Berau

Sejalan dengan RPJP Provinsi, RPJP Kabupaten Berau sudah menentukan cita-cita bersama melalui Visi dan Misi Kabupaten yang juga menjadi penentu arah kebijakan sampai dengan kegiatan yang akan dilakukan SKPD Kabupaten Berau. Jangka Waktu RPJP ini berlaku mulai dari 2006-2026, berikut adalah cita-cita pembangunan Kabupaten

Berau yang tertuang dalam Visi dan Misi Kabupaten Berau VISI

“Terwujudnya Kabupaten Berau sebagai sentra industri dan daerah ekowisata berbasis pertanian dan kelautan terkemuka di Kawasan

Timur Indonesia tahun 2026”.

MISI

1. Mewujudkan perekonomian daerah yang tangguh dengan berorientasi kerakyatan, memiliki daya saing dan berkelanjutan; 2. Mewujudkan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kualitas

SDM yang menguasai iptek berbasis imtak;

3. Mengembangkan infrastruktur dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik;

(45)

37

4.

4. Menumbuh kembangkan budaya daerah menuju masyarakat yang madani; dan

5. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa secara konsisten dengan mengutamakan kepentingan publik;

Kabupaten Berau menaruh harapan yang cukup besar terhadap kegiatan kepariwisataan khususnya adalah Ekowisata. Ekowisata Kabupaten Berau diharapkan dapat menjawab tantangan perekonomian daerah dan menjadi

perekat ketahanan ekonomi Kabupaten Berau. Harapan tersebut

melahirkan beberapa prinsip yang harus dilakukan dalam melakukan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Kabupaten Berau yakni : • Potensi wisata di Pulau Derawan-Pulau Maratua-Pulau Sangalaki

diintegrasikan menjadi satu kawasan wisata yang menonjolkan keasrian dan kelestaraian alam bahari melalui pengembangan sarana dan

prasarana pariwisata yang ramah dan menyatu dengan alam;

• Pengembangan ekowisata juga diarahkan melibatkan masyarakat lokal sehingga masyarakat memperoleh manfaat ekonomi dan ikut bertanggung jawab atas kelangsungan potensi ekowisata, agar mampu mendorong peningkatan daya saing perekonomian di daerah, peningkatan kualitas perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat lokal, serta perluasan kesempatan kerja;

• Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan secara arif dan

berkelanjutan serta ditangani dan didukung oleh sumber daya manusia

yang profesional serta dapat mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya serta daerah tujuan wisata di Kabupaten Berau.

3.1.2.4 Perda Kabupaten Berau tentang RTRW Kab. Berau No. 09 Tahun 2017.

Luasan daratan dan lautan Kabupaten Berau yang berjumlah kurang lebih 36.962,38 Km2., Pemerintah Kabupaten Berau menetapkan 41.024,61 Ha sebagai Kawasan Peruntukan pariwisata, hal ini tertulis

(46)

38

dalam Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 35. Kawasan tersbut terbagi atas 4 jenis pengembangan wisata, yakni :

a. Pengembangan Wisata Alam; b. Pengembangan Wisata Sejarah; c. Pengembangan Wisata Budaya, dan d. Pengembangan Wisata Buatan.

Tabel 1: Tema Pengembangan Wisata Kawasan Peruntukan Pariwisata Kab. Berau

Pengembangan Wisata

Alam Pengembangan Wisata Sejarah Pengembangan Wisata Budaya Pengembangan Wisata Buatan

a. Pengembangan wisata bahari meliputi : 1. Kecamatan Pulau Derawan; 2. Kecamatan Maratua; 3. Kecamatan Biduk-Biduk; 4. Kecamatan Batuputih, dan 5. Kecamatan Talisayan. a. Kecamatan Gunung Tabur; b. Kecamatan Sambaliung; c. Kecamatan Teluk Bayur; d. Kecamatan Batu Putih; dan e. Kecamatan Kelay. a. Wisata budaya Banua meliputi: 1. Kecamatan Gunung Tabur; dan 2. Kecamatan Sambaliung.

a. Wisata Tangap, dan Danau Tumbit di Kecamatan Teluk Bayur; b. Wisata Bendungan Merancang, Sungai Ulak di Kecamatan Gunung Tabur; c. Wisata kuliner dan

belanja di Kecamatan Tanjung Redeb. d. Wisata religi di Kecamatan Tanjung Redeb, Gunung Tabur dan Sambaliung e. Wisata rekreasi di kecamatan Tanjung Redeb dan Sambaliung b. Pengembangan wisata

minat khusus meliputi :

1. Kecamatan Pulau Derawan; 2. Kecamatan Maratua; 3. Kecamatan Biduk-Biduk; 4. Kecamatan Kelay; dan 5. Kecamatan Segah. 6. Kecamatan Talisayan b. Wisata budaya Dayak meliputi: 1. Kecamatan Kelay; dan 2. Kecamatan Segah.

(47)

39

Pengembangan Wisata

Alam Pengembangan Wisata Sejarah Pengembangan Wisata Budaya Pengembangan Wisata Buatan

c. Pengembangan wisata alam / ekowisata meliputi: 1. Kecamatan Pulau Derawan; 2. Kecamatan Tabalar; 3. Kecamatan Biatan; 4. Kecamatan Batu Putih; 5. Kecamatan Biduk-biduk 6. Kecamatan Kelay 7. Kecamatan Segah 8. Kecamatan Talisayan 9. Kecamatan Maratua c. Wisata budaya Bajau meliputi: 1. Kecamatan Derawan; dan 2. Kecamatan Maratua.

Sumber: RTRW Kabupaten Berau.

Berdasarkan pencermatan terhadap RTRW Kabupaten Berau maka tema wisata yang mungkin dapat dikembangkan dalam kerangka KSPN Derawan-Sangalaki adalah Pengembangan Wisata Bahari, Pengembangan Wisata Minat Khusus, Pengembangan Wisata Alam dan Pengembangan Wisata Budaya Bajau.

3.2

Kondisi Produk Pariwisata (3A)

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kondisi aktual produk pariwisata yang yang diminati oleh wisatawan dan atau produk pariwisata yang berpotensi menjadi daya tarik wisata unggulan bagi KSPN Derawan-Sangalaki dan sekitarnya.

(48)

40

3.2.1

Atraksi

Atraksi wisata atau daya tarik wisata KSPN Derawan-Sangalaki pada dasarnya ada pada keunikan biota bawah laut yang berada di sekitar Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Sangalaki dan di Pulau Kakaban.

Adapun atraksi lainnya yang dapat dikembangkan adalah Kebudayaan Bajau yang berada di Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Aktivitas yang memungkinkan untuk dilakukan di bawah laut seperti Diving, Snorkling, atau bahkan Free Diving.

Gambar 9: Daya Tarik Wisata KSPN Derawan-Sangalaki, dsk

Sumber: Data Peneliti, 2018

Untuk menyelenggarakan aktivitas tersebut memang membutuhkan SDM tersertifikasi dan alat yang terstandar. Jika dihadapkan pada permintaan wisatawan memang masih dibutuhkan penambahan SDM tersertifikasi dan penambahan alat terstandar.

Tabel 2: Daya Tarik Wisata KSPN Derawan-Sangalaki

No Lokasi

Daya Tarik

(benda, fenomena alam dan budaya)

Aktivitas (yang

sudah ada) Kondisi (unique selling point)

1 Derawan Whale Shark • Diving; • Snorkling; • Photography

Populasi terbesar ke-dua di Indonesia setelah di Papua Pantai pasir putih • Diving;

• Snorkling; • Photography

Pantai yang ukurannya disesuaikan dengan pasang surut air laut

(49)

41

2 Kakaban Jelly Fish • Diving; • Snorkling; • Photography

Hanya ada dua spot di dunia yang memiliki stingless jelly

fish.

3 Sangalaki Manta Ray • Diving; • Snorkling; • Photography

Salah satu diving spot dimana

Manta Ray mudah ditemukan

Lumba-lumba • Photography; • Penelitian Penyu bertelur • Photography

• Penelitian

4 Maratua Tari Daerah

Daya tarik potensial kehidupan dan budaya Suku Bajau

Musik Tradisional Taman laut Sumber: Olah data peneliti: 2018

3.2.2 Amenitas

Sejalan dengan semangat pembangunan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Berau dalam RPJP Daerah Kabupaten Berau tahun 2006 s.d. tahun 2026, Pemerintah Kabupaten Berau terus berupaya mengimbangi bertumbuhnya permintaan wisatawan dengan membangun Prasarana umum, Fasilitas umum, serta memberikan kemudahan dalam pembangunan fasilitas pariwisata.

Gambar 10: Amenitas di KSPN Derawan-Sangalaki dsk.

Sumber: Data peneliti, 2018

3.2.2.1 Prasarana Umum

Prasarana umum KSPN Derawan-Sangalaki dsk saat ini sudah mencukupi kebutuhan warga dan wisatawan, namun yang perlu di

Gambar

TABEL 1 : Perbandingan Raihan Pariwisata Nasional dan Kalimantan, 2017  No.  Parameter  Nasional  Kalimantan  Kontribusi
GAMBAR 2: Peta Kawasan KSPN Derawan – Sangalaki dan sekitarnya
GAMBAR 3 :Tourism Area Life Cycle
GAMBAR 4: 5 (lima) Tingkatan Produk  Produk  potensial  adalah  sederetan  potensi  yang  dimiliki  produk  yang  menjadi dasar untuk pengembangan  produk  di  masa  mendatang
+7

Referensi

Dokumen terkait