• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Sistem Akuaponik

Akuaponik adalah kombinasi akuakultur dan hidroponik yang bertujuan untuk memelihara ikan dan tanaman dalam satu sistem yang saling terhubung. Dalam sistem ini, limbah yang dihasilkan oleh ikan digunakan sebagai pupuk untuk tanaman, kemudian air yang dialirkan dengan sistem resirkulasi dari media pemeliharaan ikan dibersihkan oleh tanaman sehingga dapat digunakan kembali oleh ikan (Wahap et al. 2010). Interaksi antara ikan dan tanaman menghasilkan lingkungan yang ideal untuk tumbuh sehingga lebih produktif dari metode tradisional (Rakocy et al. 1997).

Penelitian tentang akuaponik dimulai oleh Universitas Virgin Island (UVI) sejak tahun 1971, penelitian berawal dari sulitnya memelihara ikan air tawar dan sayuran di pulau Semiarid, Australia. Hasil dari penelitian tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pada sistem akuaponik untuk tujuan komersil, namun upaya pengembangan sistem ini masih mengalami banyak kendala, barulah pada tahun 1980-an sistem akuaponik mulai berkembang luas (Rakocy et al. 1997). Sampai tahun 1980-an, seluruh usaha dalam menggabungkan akuakultur dan hidroponik tidak semuanya berhasil, namun beragam inovasi yang dilakukan telah mengubah teknologi akuaponik menjadi salah sistem untuk memproduksi bahan makanan (Diver, 2006). Karena akuaponik hemat energi, mencegah keluarnya limbah ke lingkungan, menghasilkan pupuk organik untuk tanaman (lebih baik dari bahan kimia), menggunakan kembali air limbah melalui biofiltrasi dan menjamin produksi bahan makanan melalui multi-kultur, membuat akuaponik pantas dikatakan salah satu model panutan untuk green technology (Wahap et al. 2010).

Pada sistem akuaponik, aliran air kaya nutrisi dari media pemeliharan ikan digunakan untuk menyuburkan tanaman hidroponik. Hal ini baik untuk ikan karena akar tanaman dan rhizobakter mengambil nutrisi dari air. Nutrisi yang

(2)

berasal dari feses, urin dan sisa pakan ikan adalah kontaminan yang menyebabkan meningkatnya kandungan racun pada media pemeliharaan, tetapi air limbah ini juga menyediakan pupuk cair untuk menumbuhkan tanaman secara hidroponik. Sebaliknya, media hidroponik berfungsi sebagai biofilter, yang akan menyerap amonia, nitrat, nitrit dan fosfor sehingga air yang sudah bersih dapat di alirkan kembali ke media pemeliharaan (Diver, 2006). Bakteri nitrifikasi yang terdapat pada media hidroponik memiliki peran penting dalam siklus nutrisi, tanpa mikroorganisme ini seluruh sistem tidak akan berjalan. Amonia dan nitrit bersifat racun bagi ikan, tetapi nitrat lebih aman dan merupakan bentuk dari nitrogen yang dianjurkan untuk pertumbuhan tanaman seperti buah-buahan dan sayuran (Rakocy et al. 2006).

Kelebihan akuaponik dari sistem lainnya (ECOLIFE, 2011) :

1. Sistem akuaponik berjalan dengan prinsip zero enviromental impact. Akuaponik dapat menghasilkan ikan berkualitas baik dan tanaman organik tanpa pupuk buatan, pestisida maupun herbisida.

2. Sistem akuaponik memanfaatkan air dengan bijak. Sistem ini menggunakan 90% lebih sedikit air daripada menanam tanaman dengan cara konvensional dan menggunakan air 97% lebih sedikit dari sistem akuakultur biasa.

3. Sistem akuaponik serbaguna dan mudah beradaptasi. Siste m ini dapat dibangun dengan segala ukuran dan cocok untuk berbagai tempat.

Sebagian besar ikan air tawar yang tahan terhadap padat tebar tinggi akan tumbuh dengan baik pada sistem akuaponik (Rackocy et al. 2006). Beberapa jenis ikan yang telah dibudidayakan menggunkan sistem akuaponik adalah lele (Catfish), rainbow trout, mas (Common carp), koi, mas koki dan baramundi (Asian sea bass). Tanaman yang digunakan dalam sistem akuaponik berupa tanaman sayur (bayam, kemangi, kangkung) dan tanaman buah (tomat, mentimun, paprika). Media tanam yang digunakan dalam sistem akuaponik sama dengan

(3)

cara bertanam hidroponik, yaitu dengan menggunakan batu apung, pasir, sabut kelapa, batu kerikil dan nutrient film (ECOLIFE, 2011).

2.2 Ikan Nilem

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Berdasarkan Kottelat et al (1993), ikan nilem dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus hasselti

Bentuk tubuh ikan nilem (Osteochilus hasselti) hampir serupa dengan ikan mas, perbedaanya terletak pada ukuran kepala ikan nilem yang relatif lebih kecil. Pada sudut-sudut mulut nilem, terdapat dua pasang sungut peraba, dengan warna tubuh hijau abu-abu. Sirip punggung memiliki 3 jari-jari lunak. Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris. Sirip dubur disokong oleh 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak. Sirip dada terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Jumlah sisik pada gurat sisi ada 33-36 keping. Dekat sudut rahang atas ada 2 pasang sungut peraba. Ikan nilem dapat mencapai panjang tubuh 32 cm (Susanto, 2008).

(4)

2.2.2 Habitat dan penyebaran

Ikan nilem merupakan ikan air tawar asli Indonesia. Ikan ini hidup di sungai yang berarus sedang dan berair jernih. Ikan nilem tersebar di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Malaysia dan Thailand. Ikan nilem mempunyai nama daerah lain, seperti : lehat, regis, monto, palong, palouw, pawas, assam dan penora. Pada umumnya, ikan nilem dapat dipelihara pada daerah dengan ketinggian sekitar 150-800 m dari permukaan laut (Susanto, 2008). Suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan nilem adalah berkisar antara 18oC – 28oC (Zakaria, 2003).

2.2.3 Kebiasaan makan dan cara makan

Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan herbivora, yaitu pemakan makanan nabati, antara lain yaitu alga dan plankton. Ikan nilem menyukai fitoplankton kelompok Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Chlorophyceae (Taofiqurohman, 2007).

2.3 Kangkung darat (Ipomoea reptans)

Klasifikasi kangkung darat adalah sebagai berikut (Anggara, 2009) : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub-kelas : Asteridae Ordo : Solanales Familia : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea reptans Poir.

Kangkung merupakan tanaman yang mudah ditanam, produktif, dan bergizi tinggi yang dapat diproduksi sepanjang tahun. Tanaman kangkung darat (Gambar 2) merupakan sumber gizi murah dan mudah ditemukan. Daun kangkung berbentuk panjang, berwarna hijau keputih-putihan dan merupakan sumber pro-vitamin A (Edi dan Yusri, 2009). Kangkung tumbuh menjalar dengan

(5)

banyak percabangan, sistem perakarannya tunggang dan cabang-cabang akarnya menyebar, tangkai daun melekat pada buku-buku batang.

Kangkung darat sangat cocok digunakan dalam sistem akuaponik karena memerlukan pengairan dan pemupukan. Air media pemeliharaan ikan akan mencukupi keperluan nutrisi kangkung darat. Kangkung darat dapat diperbanyak dengan biji, dipanen dengan cara memetik bagian yang muda atau dengan mencabut seluruh bagian tanaman termasuk akarnya.

Gambar 2. Kangkung darat (Ratannanda, 2011)

2.4 Effective Microorganisms (EM)

Effective microorganisms (EM) dikembangkan di Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang pada awal 1980-an oleh Prof. Dr Teruo Higa, seorang profesor holtikultura. Teknologi EM awalnya ditemukan secara tidak sengaja, kemudian mulai diteliti secara serius untuk meningkatkan produktivitas perk ebunan organik (Kyan et al., 1999).Teknologi EM terus berkembang dan kini digunakan oleh lebih dari 160 negara dan diproduksi di lebih dari 60 negara. Studi tentang EM di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 1989, teknologi ini mulai di uji pada berbagai tanaman dan memberikan pengaruh yang positif. Effective Microorganisms (EM4) resmi terdaftar di Kementerian Pertanian Indonesia pada

tahun 1993 (Zaenudin, 2003).

EM adalah campuran dari mikrorganisme menguntungkan yang diaplikasikan untuk meningkatkan kepadatan mikroba yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari- hari. Teknologi EM4 digunakan dalam agrikultur, perbaikan

(6)

kualitas air, mengurangi bau, peternakan, kesehatan manusia dan pengendalian limbah industri (Zaenudin, 2003).

Menurut Kyan et al. (1999) EM terdiri dari beberapa jenis mikroorganisme, yaitu :

1) Bakteri Photosynthetic (Rhodopseudomonas spp)

Bakteri photosyntetic atau phototropic adalah kelompok bakteri yang men-sintetis zat bermanfaat dari hasil sekresi akar, bahan organik dan gas-gas berbahaya (cth : H2S), dengan menggunakan cahaya matahari dan panas sebagai

sumber energi. Zat- zat yang dihasilkan oleh mikroba ini (asam amino dan gula) mempercepat pertumbuhan tanaman. Keberadaan bakteri photosinthetic dapat berdampingan dengan Azotobacter dan Rhizobium sehingga meningkatkan kapasitas fiksasi nitrogen.

2) Bakteri asam laktat (Lactobacillus spp)

Bakteri asam laktat memproduksi asam laktat dari gula dan karbohidrat yang di hasilkan oleh bakteri photosyntetic dan ragi. Asam laktat mampu menekan pertumbuhan mikro-organisme berbahaya dan meningkatkan proses dekomposisi bahan organik (lignin dan selulosa). Bakteri asam laktat juga mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan mikro-organisme penyebab penyakit seperti Fusarium, yang sering menyerang komoditas pertanian.

3) Ragi (Saccharomyces spp)

Ragi mensintesis antimikroba dan berbagai zat bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dihasilkan oleh bakteri photosynthetic, bahan organik dan akar tanaman.

Dalam bidang perikanan, EM digunakan dalam pembesaran ikan, budidaya Crustacea dan untuk kegiatan budidaya ikan hias. Di Thailand, EM digunakan dalam budidaya udang dan terbukti meningkatkan pendapatan pembudidaya.

(7)

2.5 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup adalah persentase organisme yang hidup dalam periode waktu tertentu. Dalam budidaya ikan, kelangsungan hidup merupakan presentase dari jumlah ikan yang hid up di akhir siklus budidaya per-jumlah ikan pada awal penebaran. Kelangsungan hidup sangat berkaitan dengan kematian (mortalitas) suatu populasi. Kematian ikan dalam kegiatan budidaya umum- nya terjadi karena penyakit, serangan parasit, perubahan kondisi lingkungan yang mencolok, kualitas air yang buruk dan terjadinya kompetisi pakan antar ikan (Effendie, 1997).

Pillay dan Kutty (2005) mengatakan bahwa kesehatan ikan juga mempengaruhi kelangsungan hidup ikan. Untuk menperoleh ikan yang sehat, nutrisi yang cukup sangat penting bagi ikan. Nutrisi memberikan tenaga bagi ikan untuk mengatasi berbagai jenis agen penyebab penyakit. Kandungan nutrisi yang tidak mencukupi kebutuhan ikan pada pada pakan akan menyebabkan nutritional deficiency symptoms yang berhubungan erat dengan tidak seimbangnya vitamin dalam pakan. Vitamin yang tidak seimbang dapat menyebabkan tumor thyroid, kerusakan hati, visceral granuloma, anaemia dan kerusakan pigmen warna.

Bebas dari serangan penyakit merupakan unsur yang sangat penting bagi kesehatan ikan, tetapi lingkungan juga memiliki peran yang berarti untuk menja ga kondisi ikan agar tetap sehat. Sebagian besar spesies pathogen penyebab penyakit dalam budidaya ikan ditemukan di lingkungan perairan, namun keberadaan mereka tidak langsung menyebabkan terjadinya penyakit ikan. Penyakit merupakan hasil interaksi antara ikan, agen penyebab penyakit dan lingkungan. Ikan yang sehat akan memiliki k etahanan tubuh yang lebih tinggi dalam menghadapi agen penyebab penyakit sehingga dapat terhindar dari serangan penyakit (Pillay dan Kutty, 2005).

2.6 Pertumbuhan

Dalam istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang dan berat adalam suatu waktu, tetapi jika dipelajari lebih lanjut, pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks.

(8)

Menurut Effendie (1997) pertumbuhan suatu individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikendalikan, diantaranya ialah keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan iala h makanan, suhu perairan dan kimia perairan (oksigen, keasaman dan ammonia).

Untuk tumbuh ikan perlu asupan dari makanan (nutrisi) atau dari lingkungan (oksigen, air, mineral dsb.) yang akan digunakan sebagai sumber energi (Bureau et al. 2000). Apabila terdapat energi berlebih, akan dimanfaatkan untuk produksi sel baru sebagai penambahan unit (Effendie, 1997).

Menurut Pillay dan Kutty (2005) spesies hewan sangat tergantung pada oksidasi molekul kompleks yang terkandung pada makanan yang mereka makan untuk memenuhi kebutuhan energi. Molekul- molekul kompleks akan dipecah selama proses pencernaan menjadi molekul- molekul yang lebih sederhana dan diserap oleh tubuh sehingga menghasilkan energi. Proses biologis saat dimanfaatkannya energi ini disebut metabolisme dan kecepatan pemanfaatan energi ini disebut laju metabolisme.

Terdapat dua jenis energi, yaitu energi panas (heat energy) yang digunakan untuk memelihara suhu tubuh dan energi bebas (free energy) yang digunakan untuk aktivitas biologis dan pertumbuhan. Energi bebas ini sangat penting bagi ikan, energi ini digunakan untuk pemeliharaan tubuh ikan, pertumbuhan dan reproduksi (Pillay dan Kutty, 2005).

2.7 Kualitas Air

Kualitas air merupakan semua faktor fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan dan penggunaan air. Kolam dengan kualitas air yang baik akan menghasilkan ikan yang lebih banyak dan lebih sehat. Kualitas air dalam kolam terus berubah tergantung kondisi (PIR, 2003).

(9)

2.7.1 Amonia

Amonia pada kolam budidaya diproduksi dari proses dekomposisi bahan organik yang disebabkan oleh alga, tumbuhan, he wan dan pakan yang membusuk. Amonia juga berasal dari produk ekskresi ikan (urin dan feses). Amonia di dalam air dapat terdiri dari dua bentuk, NH3 yang berbentuk gas atau ion ammonium

(NH4+ ). Amonia bersifat racun bagi kegiatan budidaya ikan pada bentuk gas dan

dapat menyebabkan iritasi insang dan gangguan pernafasan (PIR, 2003).

Jumlah amonia dipengaruhi oleh suhu dan pH kolam budidaya. Pada suhu dan pH yang tinggi NH4+ akan diubah menjadi NH3 yang menyebabkan

meningkatnya jumlah amonia dalam kolam budidaya. Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk menggurangi jumlah amonia pada kolam budidaya seperti : mengurangi atau menghentikan pemberian pakan, menambah air baru pada kola m, mengurangi padat tebar dan memberi aerasi pada kolam (PIR, 2003).

2.7.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang berada dalam air (McCaffrey, 2009). Oksigen terlarut merupakan faktor yang paling penting dalam kolam budidaya air tawar. Jumlah oksigen dipengaruhi oleh suhu air, padat tebar, salinitas dan jumlah vegetasi akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut akan bervariasi sepanjang hari. Oksigen terlarut dalam air diperoleh melalui difusi dari udara ke air, aerasi mekanik melalui sistem aerasi maupun angin dan melalui fotosintesis tumbuhan air.

Penurunan jumlah oksigen disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu blooming fitoplankton dan zooplankton, padat tebar tinggi, kekeruhan air yang tinggi sehingga mengganggu proses fotosintesis dan suhu air yang tinggi. Konsentrasi okigen terlarut yang rendah dapat mematikan spesies akuakultur. Beberapa efek yang timbul berupa stress, rentan terhadap serangan penyakit, efisiensi pakan menjadi rendah, pertumbuhan lambat dan menyebabkan kema tian (PIR, 2003).

(10)

2.7.3 Suhu Air

Hewan air menerima suhu dari lingkungan dan tidak toleran terhadap perubahan suhu yang cepat (TFS, 2008). Inilah yang menyebabkan suhu tubuh ikan biasanya sama dengan suhu air. Suhu akan mempengaruhi seluruh proses kimia dan biologis. Suhu air memiliki pengaruh langsung kepada ikan, seperti mempengaruhi pertumbuhan, oksigen terlarut, kebutuhan makanan dan efisiensi konversi pakan. Semakin tinggi suhu air, semakin besar kebutuhan oksigen dan pakan sehingga mendorong pertumbuhan yang lebih cepat (PIR, 2003).

Suhu yang optimum akan berbeda sesuai dengan jenis ikan yang di budidaya. Setiap spesies ikan mempunyai limit toleransi minimum dan maksimum sehingga suhu yang optimum dibutuhkan untuk menjamin pertumbuhan yang optimal dan suksesnya reproduksi (PIR, 2003).

2.7.4 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran dari tingkat asam atau basa air. pH diukur menggunakan amonia test kit. Derajat keasaman (pH) yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah (contoh 9,6 atau 4,5), menyebabkan air tidak cocok digunakan. Ikan muda sangat sensitif dengan perubahan pH. pH yang optimal untuk budidaya ikan air tawar sekitar 6.5 – 8 (McCaffrey, 2009).

Derajat keasaman (pH) yang tidak optimal akan memberikan pengaruh yang buruk bagi kegiatan budidaya yaitu : dapat menyebabkan stress, mudah terserang penyakit, reproduksi yang rendah dan pertumbuhan terganggu. Tanda dari pH air yang tidak optimal dapat dilihat dari bertambahnya lendir pada permukaan insang, kerusakan pada lensa mata, cara berenang menjadi tidak normal, kerusakan sirip, pertumbuhan fitoplankton dan zooplankton yang buruk pada kolam dan bahkan menyebabkan kematian. Tidak optimalnya pH air disebabkan oleh air yang memiliki kadar asam tinggi, air yang digunakan berkualitas buruk dan meningkatnya produksi CO2 pada kolam (PIR, 2003).

Gambar

Gambar 1. Ikan Nile m (Wicaksono, 2005)

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran matematika mendorong kepercayaan diri siswa dalam kemampuan nalar, berargumentasi, dan justifikasi atau menilai kemampuan berpikirnya sendiri.Para siswa

Tujuan tutorial ini adalah untuk mendokumentasikan buat diri sendiri atau orang lain, yang bisa jadi kesasar ke sini baik sengaja atau tidak sengaja. Tutorial ini enggak aku

Adapun pengembangan media yang dibutuhkan yaitu media yang berupa tiruan dan berbunyi, pengembangan media pada materi animal pernah dilakukan oleh (Rizty

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data tingkat salinitas dan penyebaran pada lahan sawah tadah hujan melalui kegiatan survey di Desa Durian, Kecamatan Pantai

Berdasarkan hasil kuisioner Aplikasi Pengamanan SMS menggunakan metode Caesar cipher dan Blowfish cipher diketahui bahwa sebesar 53,3% responden kuisioner masih tidak

Latar belakang: Pasien Anomali Kongenital Multipel (MCA) merupakan kelainan serius yang berpengaruh besar baik terhadap aspek medis, sosial maupun kosmetik dengan

Indonesia terletak di daerah rawan gempa, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, dalam perencanaan struktur gedung

Kota Langsa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi