• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grand theory dan supporting theory. Grand theory yang digunakan adalah teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grand theory dan supporting theory. Grand theory yang digunakan adalah teori"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory yang digunakan adalah teori teori atribusi, sedangkan supporting theory adalah locus of control serta definisi tentang Kecerdasan, Pengetahuan, Pengalaman Kerja, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan kinerja.

2.1 Teori Atribusi

Teori atribusi mempelajari proses tentang bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang misalnya kemampuan atau usaha dan kekuatan eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, misalnya kesulitan tugas atau keberuntungan (Suartana, 2010: 181). Teori atribusi membantu memahami bagaimana orang-orang memandang penyebab suatu kejadian, menilai tanggung jawab atas hasil, dan mengevaluasi kualitas personal dari orang-orang yang terlibat (Schermerhorn, 2014: 61). Proses atribusi adalah proses yang meliputi persepsi keputusan apakah suatu perilaku atau kejadian sebagian besar disebabkan oleh diri seseorang (faktor internal) atau oleh lingkungan (faktor eksternal) (McShane, 2010: 75). Perilaku individu yang

(2)

disebabkan dari kekuatan internal dan eksternal tergantung pada tiga faktor, antara lain sebagai berikut:

1) Perbedaan, yang berarti apakah seseorang manunjukkan perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda.

2) Konsensus, merupakan perilaku yang ditunjukkan jika semua orang yang mengalami situasi yang sama merespon dengan cara yang sama.

3) Konsistensi, jika seseorang merespon dengan cara yang sama sepanjang waktu (Robbins dan Judge, 2017: 105).

McShane (2010: 75) menjelaskan bahwa atribusi internal adalah ketika seseorang berperilaku yang sama di masa lalu (high consistency), berperilaku yang sama terhadap orang lain atau dalam situasi yang berbeda (low distinctiveness), dan orang lain tidak berperilaku yang sama dalam situasi yang sama (low consensus). Sedangkan, atribusi eksternal adalah ketika seseorang memiliki konsistensi yang rendah (low consistency), kekhasan yang tinggi (high distinctiveness), dan konsensus yang tinggi (high consessus). Kedua tipe ini mengarah pada persepsi yang berbeda dari seseorang berkaitan dengan perilakunya.

Atribusi menjelaskan alasan mengenai perilaku seseorang yang mungkin mempengaruhi penilaian (judgement) tentang karakteristik dasar individu (Bela, 2017). Berdasarkan teori tersebut, maka baik tidaknya kinerja seorang pegawai dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal dari pegawai.

(3)

2.2 Locus of Control

Locus of Control merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh Rotter pada tahun 1966. Rotter menyatakan bahwa individu-individu mengembangkan ekspektasi-ekspektasi mengenai kesuksesan mereka dalam situasi tertentu akan tergantung pada perilaku personal mereka atau dikendalikan oleh pihak diluar dirinya (Srimindarti dan Hardiningsih, 2015). Locus of Control menunjukkan konsep pembagian dari persepsi individu yang menerima tanggung jawab pribadi atas apa yang terjadi terhadapnya sesuai tipe kepribadian seseorang (Bela, 2017). Locus of control didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang mengenai jumlah kendali yang dimiliki seseorang atas kejadian dalam kehidupan pribadinya (McShane, 2010: 45).

Menurut Sanjiwani dan Wisadha (2016) locus of control merupakan salah satu aspek kepribadian yang dimiliki oleh setiap individual dan dapat dibedakan atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Seseorang memiliki locus of control internal jika seseorang tersebut merasa seakan-akan konsekuensi dari tindakannya tergantung pada perilaku pribadinya atau karakteristiknya, dan mereka percaya bahwa mereka mengendalikan takdir atau nasibnya sendiri. Sedangkan, seseorang dengan locus of control eksternal percaya bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah diluar kendali dan ditentukan oleh kekuatan dari luar, serta beranggapan bahwa outcome adalah hasil dari keberuntungan, takdir atau kesempatan, dan konsekuensinya tidak dapat diprediksi (Bela, 2017).

Crider dalam Maturidi (2016) menjelaskan terdapat beberapa ciri individu yang cenderung memiliki locus of control internal yaitu suka bekerja keras,

(4)

memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah, selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin, dan selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Sedangkan, ciri individu yang cenderung memiliki locus of control eksternal yaitu kurang memiliki inisiatif, mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan, kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol, dan kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan seseorang dengan locus of control internal menunjukkan motivasi yang lebih besar dan ingin selalu berusaha lebih baik daripada kondisi sebelumnya dibandingkan dengan seseorang yang memiliki locus of control eksternal, sehingga mengarah pada pencapaian prestasi kerja yang lebih tinggi.

2.3 Kinerja

Bagian ini akan menjelaskan pengertian atau definisi kinerja dan penilaian kinerja.

2.3.1 Definisi Kinerja

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2010: 9) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja sendiri diartikan sebagai hasil

(5)

seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugasnya.

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuannya, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Beberapa ahli juga menyebutkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya (Nuraini, 2017: 12). Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai perannya dalam organisasi. Kinerja dikatakan hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan. Kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan. Umpan balik dapat dihasilkan melalui hasil kerja seseorang tersebut untuk selalu aktif melakukan pekerjaanya secra baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula (Suryani, 2016).

2.3.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan oleh seorang karyawan. Hasil pengamatan tersebut dilakukan sebagai bentuk penilaian yang berguna untuk menetapkan sebuah kesimpulan mengenai keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam bekerja (Nuraini, 2017: 14). Pada prinsipnya, penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi.

(6)

Seorang pegawai dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila pegawai tersebut memenuhi seluruh aspek yang ada dalam aspek yang diukur dalam penilaian kinerja. Menurut Gomes dalam Nuraini (2017: 46) terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam mengukur kinerja, antara lain:

1) Quantity of work, yaitu jumlah waktu, unit, nominal, atau aktivitas yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang tertentu.

2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan standar yang ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya.

3) Job knowledge, yaitu tingkat pengetahuan dan keterampilannya mengenai pekerjaan.

4) Creativeness, yaitu ide atau gagasan yang dimunculkan dalam bentuk tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul. 5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk terlibat dan berkontribusi untuk bekerja

sama dengan rekan dalam tim.

6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya secara mandiri untuk menyelesaikan pekerjaan.

7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru sekaligus memperbesar tanggungjawabnya.

8) Personal qualities, yaitu berhubungan dengan kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi.

(7)

2.4 Kecerdasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) kecerdasan merupakan kesempurnan perkembangan akal budi seperti kepandaian dan ketajaman pikiran. Kecerdasan memiliki pengertian yang sangat luas. Kecerdasan dalam arti umum merupakan suatu kemampuan umum yang membedakan kualitas orang yang satu dengan orang yang lain. Kecerdasan menurut para ahli adalah kemampuan seseorang dalam mencerna pengetahuan dan mempraktikkan apa yang sudah dikuasai untuk memecahkan suatu permasalahan (Jaya, 2016). Kecerdasan diartikan sebagai kombinasi dari berbagai komponen dan fungsi dari pengalaman manusia, termasuk pengetahuan, instuisi dan emosi dalam berkomunikasi (Amirkhani dan Yosefi, 2015).

Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas kecerdasan dapat diartikan sebagai kesempurnaan dari akal budi seseorang yang dapat diwujudkan dalam suatu kemampuan untuk memperoleh kecakapan tertentu dan untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah dalam kehidupan secara nyata dan tepat. Kecerdasan terdiri dari kecerdasan intelektual, keceradasan emosional, dan kecerdasan spiritual (Setiawan dan Latrini, 2016).

2.4.1 Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta (Hardiat, 2016). Intelektual lebih difokuskan kepada kemampuannya dalam berpikir. Menurut Robbins dan Jugde (2017: 35) kecerdasan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan

(8)

berbagai aktifitas berpikir, memecahkan masalah dan mampu menyimpulkan dan mengelola informasi menjadi nyata.

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan intelektual merupakan kemampuan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan menguasainya serta dapat menerapkannya kedalam suatu masalah yang sedang dihadapi. Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan yang mempunyai kecerdasan intelektual rendah.

Robbins dan Judge (2017: 36) menyatakan terdapat tujuh dimensi kecerdasan intelektual, sebagai berikut:

1) Kecerdasan angka merupakan kemampuan untuk melakukan aritmatika yang cepat dan akurat.

2) Komprehensi verbal merupakan kecerdasan untuk memahami apa yang dibaca atau didengar dan hubungan antar kata.

3) Kecepatan perseptual merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan visual secara cepat dan akurat.

4) Penalaran induktif merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi urutan logis dalam sebuah masalah dan kemudian memecahkan masalah.

5) Penalaran deduktif merupakan kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi sebuah argumen.

6) Visualisasi spasial merupakan kemampuan untuk mengimajinasi bagaimana sebuah objek terlihat jika posisinya dalam ruang diubah.

(9)

7) Ingatan merupakan kemampuan untuk mempertahankan dan meningkatkan pengalaman masa lalu.

2.4.2 Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sering disebut sebagai penentu keberhasilan masa depan seseorang. Kecerdasan emosional merupakan keahlian pegawai dalam memanajemen emosi diri sendiri maupun emosi pada orang lain (Damaryanthi dan Dewi, 2016). Goleman (2006) dalam Setiawan dan Latrini (2016) menyatakan kecerdasan emosional adalah kecerdasan mengendalikan dan memantau perasaan orang lain dan diri sendiri serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu tindakan dan pikiran, sehingga agar sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang unggul dalam pekerjaan sangat diperlukan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional terdiri dari lima dimensi (Paisal dan Anggraini, 2010), sebagai berikut:

1) Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk menyadari apa yang dirasakan. 2) Pengelolaan diri merupakan kemampuan untuk mengelola emosi dan

rangsangan sendiri.

3) Motivasi diri merupakan kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.

4) Empati merupakan kemampuan untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain.

5) Keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk menangani emosi orang lain.

(10)

2.4.3 Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan manusia memaknai bagaimana arti dari kehidupan serta memahami nilai tersebut dari setiap perbuatan yang dilakukan dan kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki (Jaya, 2016). Menurut Ramadhani, dkk (2016) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara komprehensif. Kecerdasan spiritual ini dibutuhkan untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang dapat menjadikan seseorang bekerja lebih baik.

Menurut Sukidi dalam Ramadhani, dkk (2016) terdapat beberapa dimensi kecerdasan spiritual, antara lain:

1) Mutlak jujur merupakan berkata benar dan konsisten akan kebenaran.

2) Keterbukaan merupakan dimana seseorang bersikap terbuka maka dianggap telah berpartisipasi di jalan menuju dunia yang baik.

3) Pengetahuan diri merupakan fisik, pikiran, jiwa, motivasi dan pikiran sebagai alat-alat yang penting untuk dipahami dan dipelajari sebelum seseorang benar-benar sukses membantu orang-orang disekitar mereka.

(11)

4) Fokus pada kontribusi merupakan hukum yang lebih mengutamakan memberi dari pada menerima.

5) Spiritual non dogmatis merupakan komponen kecerdasan spiritual dimana didalamnya terdapat kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, serta kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu (Suhartini, 2014). Menurut Haris (2014) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan yang dimaksud terjadi melalui panca indera manusia, meliputi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan mencerminkan kemampuan kognitif seorang pegawai berupa kemampuan untuk mengenal, memahami, menyadari dan menghayati suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.

Pengetahuan seseorang dapat dikembangkan melalui pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pengalaman. Pendidikan tersebut membekali seseorang dengan dasar-dasar pengetahuan, teori logika, pengetahuan umum, kemampuan analisis serta pengembangan watak dan kepribadian.

(12)

Pengetahuan pegawai mengenai tugas atau pekerjaan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut (Nisak, 2015):

1) Berpikir analisis merupakan kemampuan memahami situasi dengan merincinya menjadi bagian-bagian kecil atau melihat implikasi sebuah situasi secara rinci. Pada intinya, seseorang akan berpikir secara analitis atau sistematis terhadap sesuatu yang kompleks.

2) Berpikir konseptual merupakan kemampuan dalam memahami situasi atau masalah dengan menempatkan setiap bagian menjadi kesatuan untuk mendapatkan gambar yang lebih besar. Kemampuan ini akan mampu membuat seseorang bersifat kreatif, konseptual, atau induktif.

3) Pengetahuan terhadap pekerjaan merupakan pemahaman yang dimiliki oleh seorang pegawai termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan seperti menguasai teknikal, professional, atau manajerial, dan juga motivasi untuk memperluas, memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut.

2.6 Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan dalam bekerja yang dapat diukur dari masa kerja dan jenis pekerjaan yang pernah dikerjakan karyawan selama periode tertentu (Aristarini, dkk, 2014). Pengalaman kerja diperlukan untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia dalam perusahaan, tujuannya adalah untuk memberikan suatu kerja yang efektif kepada perusahaan dan sebagai sarana peningkatan produktivitas kerja bagi tenaga kerja itu sendiri. Semakin lama

(13)

seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka pengalaman yang dimiliki akan semakin banyak. Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi kinerja suatu individu karena semakin lama pengalaman kerja yang dimiliki maka seseorang akan memiliki tingkat keahlian yang lebih baik dalam bidangnya (Dwijayanthi dan Dharmadiaksa, 2013).

Menurut Foster (2001: 43) seorang pegawai dikatakan berpengalaman atau tidak dapat ditentukan oleh beberapa hal, sebagai berikut:

1) Lamanya waktu atau masa kerja. Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan baik.

2) Tingkat pengetahuan. Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan infomasi pada tanggungjawab pekerjaan.

3) Keterampilan yang dimiliki. Keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

4) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.

2.7 Tambahan Penghasilan Pegawai

Tambahan Penghasilan Pegawai adalah tambahan penghasilan pegawai yang diberikan dalam bentuk uang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan

(14)

mendukung pelaksanaan tugas (Pergub Nomor 58 Tahun 2017). Tambahan Penghasilan Pegawai merupakan salah satu upaya mewujudkan pemerintahan yang baik serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai aparatur sipil negara daerah.

Tambahan Penghasilan Pegawai pada Pemerintah Provinsi Bali diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa aparatur sipil Negara (ASN) selain menerima gaji juga berhak menerima tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja yang diberikan pada Pemerintah Provinsi Bali adalah berupa Tambahan Penghasilan Pegawai yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 125 Tahun 2016 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai. Dalam pelaksanaannya, Tambahan Penghasilan Pegawai dibayarkan berdasarkan jabatan dan golongan, serta berdasarkan kehadiran. Tambahan Penghasilan Pegawai ini dibayarkan setiap bulannya kepada pegawai aparatur sipil negara. Berikut merupakan besaran Tambahan Penghasilan Pegawai yang dibayarkan sesuai dengan jabatan dan golongan yang tercantum dalam Pasal 6 Peraturan Gubernur Bali Nomor 58 Tahun 2017:

(15)

Tabel 2.1

Besaran Tambahan Penghasilan Pegawai Berdasarkan Jabatan dan Golongan

No. Jabatan Golongan Besaran TPP (Rp)

1. Pimpinan Tinggi Madya - 30.000.000,-

2. Pimpinan Tinggi Pratama - 25.000.000,-

3. Direktur Rumah Sakit - 25.000.000,-

4. Administrator IV 12.000.000,-

5. Administrator III 9.650.000,-

6. Pengawas IV 6.250.000,-

7. Pengawas III 5.400.000,-

8. Fungsional Ahli IV 5.000.000,-

9. Fungsional Ahli III 4.200.000,-

10. Fungsional Keterampilan III 3.600.000,-

11. Fungsional Keterampilan II 3.000.000,-

12. Pelaksana III 3.000.000,-

13. Pelaksana II 2.400.000,-

14. Pelaksana I 2.400.000,-

Sumber: Pemerintah Provinsi Bali.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya mengenai kinerja telah banyak dilakukan diantaranya oleh Hardiat (2016) meneliti tentang pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam peneitian ini adalah 50 karyawan marketing PT. Nasmoco bahana Motor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.

Prasetya (2016) meneliti mengenai pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan pada PDAM Sragen. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier

(16)

berganda. Sampel dalam penelitian ini merupakan karyawan PDAM Sragen sebanyak 60 responden. Penelitian ini menunjukkan hasil kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini juga menyatakan kecerdasan emosional berpengaruh lebih dominan terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan kecerdasan spiritual.

Nisak (2015) meneliti mengenai pengaruh pengetahuan, keterampilan, konsep diri, dan karakteristik pribadi terhadap kinerja staf. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini staf bagian administrasi SMK N yang ada di Kota Pekalongan berjumlah 60 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengetahuan, keterampilan, konsep diri, dan karakteristik pribadi terhadap kinerja staf.

Rizki (2017) dalam penelitiannya meneliti mengenai pengaruh pengetahuan, pengalaman, dan akuntabilitas terhadap kualitas kinerja auditor internal. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang auditor internal pada BUMN Sektor Industri Pengolahan Kota Bandung. Penelitian ini memperoleh hasil pengetahuan, pengalaman dan akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas kinerja auditor internal.

Rahmawati dan Suwitho (2016) meneliti mengenai pengaruh kompensasi dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitin ini adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang karyawan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia

(17)

(persero). Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa kompensasi dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Muhadi (2017) meneliti mengenai pengaruh tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja terhadap peningkatan kinerja pelayanan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitin ini adalah analisis regresi linier berganda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 42 kepala urusan (KAUR) di Desa se-kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja pelayanan.

Hardani, dkk (2016) meneliti tentang pengaruh tunjangan kinerja dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai negeri sipil balai karantina pertanian kelas Banjarmasin. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh dengan jumlah responden sebanyak 66 orang pegawai negeri sipil. Hasil penelitian ini menunjukkan tunjangan kinerja dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil. Tunjangan kinerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil dan disiplin kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil.

Calvin (2017) meneliti mengenai dampak dari remunerasi terhadap kinerja karyawan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah 83 karyawan Politeknik Abdul Gusan dan Perguruan Tinggi Negeri di Negara Bagian Nigeria. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang kuat dan positif antara

(18)

remunerasi dengan kinerja karyawan, dimana gaji atau upah dan bonus atau insentif berfungsi sebagai bentuk motivasi untuk para karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Rasio leverage mengandung beberapa implikasi yaitu: (1) para kreditur akan melihat modal sendiri perusahaan, atau dana yang disediakan oleh pemilik untuk menentukan besarnya

Leech (1993:19-21) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian, yaitu: (1) penutur dan mitra tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai tindakan atau kegiatan; (4)

Mulyo Haryanto (2016), melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Current Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA)

Analisis laporan keuangan juga berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksankanan analisis rasio, yaitu Rasio Pertumbuhan (Halim,

Rasio leverage mengandung beberapa implikasi yaitu : (1) para kreditur akan melihat modal sendiri perusahaan, atau dana yang disediakan oleh pemilik untuk menentukan besarnya

Permasalahan dalam Third Norm Form (3NF) adalah keberadaan penentu yang tidak merupakan bagian dari Primary Key (PK) menghasilkan duplikasi rinci data pada

Harapan yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah harapan orang tua untuk melihat anaknya menjadi orang yang sukses dan kepercayaan seorang anak