BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory yang digunakan adalah teori motivasi, sedangkan Supporting theory adalah kinerja dan didukung dengan penyerapan anggaran, kompetensi dan motivasi serta penelitian sebelumnya. Masing-masing sub bab yang dimaksud akan dijabarkan secara rinci sebagai berikut.
2.1 Teori Motivasi
Orang-orang yang tidak hanya berbeda dalam kemampuan melakukan sesuatu, tetapi juga dalam motivasi mereka melakukan sesuatu. Motivasi orang bergantung pada kekuatan yang mendorong seseorang untuk menimbulkan dan mengarahkan perilaku (Gobson et.al, 2007:103). Peranan manusia sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi, maka harus dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi. Oleh karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja.
Robbins dan Judge (2008:222) mengemukakan bahwa motivasi merupakan proses yang menghasilkan suatu interaksi, arah dan ketekunan individu dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Kunci dalam sebuah motivasi adalah ketiga unsur hasil dari proses motivasi yang difokuskan. Intensitas terletak pada seberapa kerasnya seorang pegawai berusaha. Intensitas yang tinggi, tidak akan membawa hasil yang diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Upaya tersebut, diarahkan dengan konsisten menuju pencapaian tujuan organisasi
yang akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan merupakan ukuran seberapa lama pegawai mempertahankan usahanya. Mangkunegara (2005: 61) menyatakan bahwa motivasi sebagai kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Robbins (2015: 117) menyatakan bahwa motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian ini mengandung tiga elemen penting yaitu: 1) motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), 2) penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia dan 3) motivasi di tandai dengan munculnya rasa atau feeling yang relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan emosi serta dapat menentukan tingkah laku manusia. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan yang menyangkut kebutuhan.
Faktor motivasi terdiri dari dua indikator yaitu sikap dan situasi. Sikap dapat diartikan sebagai status mental seseorang dan sikap dapat diekspresikan dengan kata-kata dan tingkat intensitas yang berbeda. Situasi dapat diartikan sebagai suasana yang dapat menentukan sikap pegawai tersebut. Perilaku pegawai banyak dipengaruhi oleh situasi, apabila pegawai mendefinisikan sesuatu, sebagai hal nyata maka konsekuensinya menjadi nyata.
Beberapa pengertian di atas, menunjukkan bahwa motivasi adalah dorongan dalam diri pegawai yang menghasilkan suatu sikap untuk menggerakkan seluruh kemampuannya dalam mencapai tujuan organisasi sebagai upaya memenuhi beberapa kebutuhan individual. Robbins dan Judge (2008:223-230) terdapat beberapa teori yang menggambarkan konsep-konsep motivasi kerja:
1) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Ada lima hirarki kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Maslow adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik seperti rasa lapar, haus, perumahan, pakaian dan lainnya sebagainya.
b) Kebutuhan keamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan atau pemecatan.
c) Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki, serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kecurangan, persahabatan dan kasih sayang.
d) Kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
e) Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk mempergunakan potensi diri dalam mengembangkan diri semaksimal mungkin, ekspresi diri dan melakukan apa yang cocok dengan dirinya. 2) Teori X dan Y
Douglas McGregor membedakan dua tipe pekerjaan, yaitu:
a) Teori X, menyatakan bahwa orang-orang sesungguhnya malas dan tidak mau bekerja sama.
b) Teori Y, menyatakan bahwa orang-orang sesungguhnya energik, berorientasi kepada perkembangan, memotivasi diri sendiri dan tertarik menjadi produktif.
3) Teori Dua Faktor Herzberg
Herzberg (1966:128) mengemukakan bahwa teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor hygiene dan motivator yang menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan yaitu pertama maintenance factors yaitu faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus karena kebutuhan ini, akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor yang kedua yaitu motivation factors yaitu faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini, berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan.
Herzberg (1982:72) menyatakan bahwa sebagian besar kepuasan kerja karyawan, terjadi apabila ada kesempatan bagi karyawan untuk berprestasi, pengakuan, pekerjaan yang menarik dan peningkatan tanggung jawab, serta peningkatan kapasitas dirinya, sedangkan ketidakpuasan kerja terjadi karena faktor-faktor kebijakan yang tidak adil dari organisasi atau pimpinan yang tidak kompeten atau tidak adil, hubungan interpersonal yang buruk, kondisi kerja yang tidak menyenangkan, gaji yang tidak adil, ancaman terhadap status dan ketidak amanan kerja.
Aplikasi teori hygiene motivasi yaitu dengan memodifikasi dan memperkaya jenis pekerjaan sehingga karyawan mendapat pengalaman lebih banyak dari faktor motivator itu sendiri. Pekerjaan dimodifikasi dan diperkaya dengan cara menawarkan kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan
pengalaman dan prestasi, kesempatan untuk mengambil tanggung jawab, peluang untuk menjadi mandiri dan kesempatan untuk belajar. Herzberg (1982:74) menyatakan bahwa jika manajer memodifikasi dan memperkaya pekerjaan, karyawan akan lebih tertarik dalam pekerjaan mereka dan mereka akan menghasilkan kualitas output yang lebih tinggi.
Herzberg (1974:74) memperkenalkan delapan saran untuk memperkaya pekerjaan antara lain: 1) memberikan karyawan dengan umpan balik kinerja langsung dari pekerjaan itu sendiri, 2) membangun hubungan dengan klien, di mana karyawan memiliki kesempatan untuk melayani klien secara internal atau eksternal, 3) menciptakan peluang terus menerus untuk belajar, 4) memberikan karyawan melakukan kontrol atas jadwal mereka sendiri, 5) memberikan pengawasan kepada karyawan atas sumber daya organisasi, 6) pemberian kebebasan kepada karyawan untuk dapat berkomunikasi secara langsung (bukan melalui saluran hirarki) dengan orang-orang dalam organisasi dan 7) menyediakan karyawan tanggung jawab pribadi untuk kinerja mereka sendiri.
4) Teori Kebutuhan David Mc Clelland
Terdapat tiga kebutuhan penting, yang mendorong untuk berbuat atau bertindak yaitu:
a) Kebutuhan prestasi, tercermin pada keinginan seseorang mengambil tugas yang dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi, keinginan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan risikonya dan berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif
b) Kebutuhan afiliasi, tercermin pada keinginan seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain, bersahabat dimana dia lebih mementingkan
aspek hubungan dengan orang lain, bersahabat dimana dia lebih mementingkan aspek hubungan pada pekerjaan, senang bergaul, berusaha mendapatkan persetujuan dari orang lain.
c) Kebutuhan kekuasaan, tercermin pada keinginan seseorang untuk mempunyai pengaruh atas orang lain, dia berusaha menguasai orang lain, mengarahkan dan mengatur dengan cara membuat orang lain terkesan padanya serta selalu menjaga reputasinya agar tetap bisa berpegaruh.
2.2 Kinerja
Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance. Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada, tahun 1979 (dalam Prawirosentono, dkk, 1999:1-2) “to perform“ mempunyai beberapa “entries” berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6) to act a part in a play, (7) to perform music, (8) to do what is expected of person or machine.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”. Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai: ”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan yang melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi. Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono, dkk. (1999:2) yang mengartikan kinerja sebagai, “hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika”.
Pendapat Prawirosentono di atas terungkap bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Gomes (2003:142) mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”. Sementara Rivai (2005:14) mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.”
Stolovitch and Keeps (1992:34) mengemukakan bahwa: “Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta”. Griffin (1987:67), mengemukakan: “Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja”. Casio (1992:137) mengemukakan: ”Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan. Donnelly, et al (1994:210) mengemukakan: “Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.”
Bernardin dan Russell (1993:379) menyebutkan bahwa: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period”. Sementara Simamora (2004:339) lebih tegas menyebutkan bahwa: “Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan seseorang. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja sering disalahtafsirkan sebagai upaya (effort) yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil.”
Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat Gomes (2003:142), Rivai (2005:14), Griffin (1987:67), Casio (1992:137), Donnelly, et al. (1994:210), Bernardin dan Russell (1993:379) dan Simamora (2004:339) adalah bahwa kinerja merupakan tingkat keberhasilan yang diraih oleh pegawai dalam melakukan suatu aktivitas kerja dengan merujuk kepada tugas yang harus dilakukannya.
2.3 Penyerapan Anggaran
Penyerapan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penyerapan anggaran, pengawasan anggaran dan pertanggungjawaban penyerapan anggaran. Tahapan penyerapan anggaran ini dimulai ketika Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Penyerapan anggaran menurut Kuncoro (2013) adalah tahap penyusunan dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggung jawaban anggaran, pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi Kementerian Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran dan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Noviwijaya, dkk (2013) Penyerapan anggaran satuan kerja adalah proporsi anggaran satuan kerja yang telah dicairkan atau direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.02/2011 dalam Gagola, dkk (2016) menyebutkan bahwa penyerapan anggaran merupakan salah satu indikator evaluasi kinerja atas aspek implementasi. Penyerapan anggaran juga merupakan salah satu unsur akuntabilitas keuangan pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Dijelaskan oleh BPKP (2011) dalam Gagola, dkk. (2016) bahwa kegagalan target penyerapan anggaran memang berakibat hilangnya manfaat belanja, karena dana yang dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah yang artinya terdapat dana yang menganggur sehingga terjadi rendahnya penyerapan anggaran.
Peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor: 101/PMK.02/2011 tentang klasifikasi anggaran, mendefinisikan belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat serta, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Belanja modal terdiri dari beberapa jenis belanja modal diantaranya adalah: 1) Belanja modal tanah merupakan pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai, 2) Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai, 3) Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai, 4) Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai dan 5) Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan serta jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.
2.4 Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan (ability) atau kapasitas untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik (Robbins, 2007:38).
Kompetensi menurut Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas).
Fogg (2004:90) membagi kompetensi menjadi 2 (dua) kategori yaitu kompetensi dasar (threshold) dan kompetensi pembeda (differentiating) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Kompetensi dasar (threshold competencies) adalah karakteristik utama yang biasanya berupa
pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca sedangkan kompetensi differentiating adalah kompetensi yang membuat seseorang berbeda dari yang lain.
Kinerja organisasi jelas mencakup kinerja anggota organisasi. Kesuksesan kerja pada masing-masing anggota organisasi menjadi penting bagi tercapainya keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kepala Badan Kepegawaian Negeri (BKN) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Manajerial dan kemapuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
Makna kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksikan pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisa kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karir, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kerja yang diharapkan.
2.5 Motivasi
Peranan manusia sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi maka harus dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja. Sardiman (2011: 73), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi intern (kesiap-siagaan). Berawal dari kata motif itu maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak. Motivasi kerja adalah keinginan bersama untuk mencapai tujuan, kesetiaan pada organisasi dan pimpinan, disiplin kerja yang tinggi dan baik, mampu menghadapi kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan, serta minat dan kecintaan pada pekerjaan yang tinggi.
Robbins (2015: 117) menyebutkan bahwa motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian ini mengandung tiga elemen penting yaitu: bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. Motivasi di tandai dengan munculnya feeling yang relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan emosi serta dapat menentukan tinggkah-laku manusia. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan dan tujuan ini menyangkut kebutuhan.
Herzberg (1982:72) mengatakan bahwa sebagian besar kepuasan kerja karyawan terjadi apabila ada kesempatan bagi karyawan untuk berprestasi, pengakuan, pekerjaan yang menarik dan peningkatan tanggung jawab serta peningkatan kapasitas dirinya sedangkan ketidakpuasan kerja terjadi karena faktor-faktor kebijakan yang tidak adil dari organisasi pimpinan yang tidak kompeten atau tidak adil, hubungan interpersonal yang buruk, kondisi kerja yang tidak
menyenangkan, gaji yang tidak adil, ancaman terhadap status dan ketidakamanan kerja.
Aplikasi teori hygiene motivasi yaitu dengan memodifikasi dan memperkaya jenis pekerjaan sehingga karyawan mendapat pengalaman lebih banyak dari faktor motivator itu sendiri. Pekerjaan dimodifikasi dan diperkaya dengan cara menawarkan kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan pengalaman dan prestasi, kesempatan untuk mengambil tanggung jawab, peluang untuk menjadi mandiri dan kesempatan untuk belajar. Herzberg menyatakan bahwa jika manajer memodifikasi dan memperkaya pekerjaan, karyawan akan lebih tertarik dalam pekerjaan mereka dan mereka akan menghasilkan kualitas output yang lebih tinggi (Herzberg: 1982:73).
Herzberg memperkenalkan delapan saran untuk memperkaya pekerjaan,antara lain: memberikan karyawan dengan umpan balik kinerja langsung dari pekerjaan itu sendiri, membangun hubungan dengan klien di mana karyawan memiliki kesempatan untuk melayani klien internal atau eksternal, menciptakan peluang terus menerus untuk belajar, memberikan karyawan kontrol atas jadwal mereka sendiri, memberikan pengawasan kepada karyawan atas sumber daya organisasi, pemberian kebebasan karyawan untuk dapat berkomunikasi langsung (bukan melalui saluran hirarki) dengan orang-orang dalam organisasi dan menyediakan karyawan tanggung jawab pribadi untuk kinerja mereka sendiri (Herzberg, 1974).
Menurut Gomes (2001:180) adapun indikator untuk mengukur motivasi kerja yang terdiri dari dua bagian yaitu faktor individual dan faktor organisasional. Yang tergolong faktor individual adalah kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan (ability). Faktor organisasional meliputi: pembayaran gaji/upah, keamanan pekerjaan, hubungan sesama pegawai, pengawasan,
pujian dan pekerjaan itu sendiri. Menurut Hasibuan (2009:149) metode motivasi ada dua macam, yaitu: 1) Motivasi langsung (direct motivation) adalah motivasi (materiil dan non materil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya dan 2) Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Menurut Siagian (2000:286) indikator-indikator motivasi sebagai berikut: 1) Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi akan tetapi juga bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual, 2) Motivasional dan Pemeliharaan. Faktor motivasional adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang bersumber dari dalam diri seseorang. Faktor hygiene adalah faktor yang bersifat ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, 3) Keadilan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima dan 4) Harapan adalah suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri seseorang (pegawai) yang menghasilkan suatu sikap untuk menggerakkan seluruh kemampuan dalam dirinya untuk mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi bebebrapa kebutuhan individual. Pada dasarnya variabel motivasi ini mendukung teori motivasi sebagai grand teory yang telah diuraikan sebelumnya.
2.6 Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai kinerja keuangan telah banyak dilakukan diantaranya oleh Tarri, dkk. (2015) menguji pengaruh kompetensi pengelola keuangan dan akuntabilitas, (baik secara simultan maupun parsial) terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah (studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Aceh Utara). Populasi penelitian merupakan 63 Kepala SKPD yang ada di Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pengelola keuangan dan akuntabilitas, baik secara simultan maupun secara parsial berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.
Wardhana (2015) meneliti tentang pengaruh kompetensi terhadap akuntabilitas instansi pemerintah dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi dengan hasil penelitiannya adalah bahwa kompetensi berpengaruh pada akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan komitmen organisasi mampu memoderasi pengaruh kompetensi pada akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Nurhayati (2017) tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui kemampuan motivasi memoderasi pengaruh kompetensi, kepemimpinan dan lingkungan pada kinerja Bendahara Desa di Kabupaten Tabanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) motivasi tidak mampu memoderasi pengaruh kompetensi pada kinerja Bendahara Desa di Kabupaten Tabanan; (2) motivasi mampu memperkuat pengaruh kepemimpinan pada kinerja Bendahara Desa di Kabupaten Tabanan dan (3) motivasi tidak mampu memoderasi pengaruh lingkungan kerja pada kinerja Bendahara Desa di Kabupaten Tabanan.
Safwan, dkk. (2014) bertujuan untuk mengetahui kompetensi dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah kabupaten Pidie Jaya dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasibaik secara bersama-sama maupun secara parsial berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
Zirman, dkk. (2010) penelitiannya untuk mengetahui pengaruh kompetensi aparatur pemerintah daerah, penerapan akuntabilitas keuangan, motivasi kerja dan ketaatan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah berpenggaruh positif dan Penerapan Akuntabilitas Keuangan menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sedangkanmotivasi kerja menghasilkan pengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Ketaatan pada Peraturan Perundangan juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Windy, dkk (2012) menguji pengaruh kompensasi, motivasi dan komitmen organisasional memiliki signifikan terhadap kinerja pegawai akuntansi pada perusahaan manufaktur yang memproduksi alas kaki di Surabaya dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan pada kinerja karyawan, kompensasi dan komitmen organisasional sedangkan tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Santoso (2011) meneliti tentang pengaruh kompetensi dan motivasi auditor pada kualitas audit di kantor akuntan publik Denpasar dan Badung dengan hasil penelitianya adalah bahwa dimensi kompetensi dan motivasi auditor berpengaruh positif pada kualitas audit.
Zainuddin dkk (2012) bertujuan untuk menguji dampak motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja kerja dalam pengaturan anggaran partisipatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi anggaran meningkatkan motivasi intrinsik dan bahwa motivasi intrinsik mengarah pada motivasi ekstrinsik, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kinerja kerja. Dhermawan, dkk (2012) meneliti pengaruh motivasi, lingkungan kerja, kompetensi dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan di lingkungan kantor dinas pekerjaan umum provinsi Bali dengan hasil penelitiannya adalah Motivasi dan kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Harry dkk (2013) menguji pengaruh motivasi terhadap kepuasaan kerja pegawai, pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai, pengaruh kepuasaan kerja terhadap kinerja pegawai, dan menguji kepuasaan kerja sebagai variabel pemediasi antara motivasi dan kinerja pegawai dengan hasil penelitian menunjukan motivasi berpengaruh signifikan pada kepuasaan kerja, motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai dan kepuasaan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Temuan juga menunjukan bahwa kepuasaan kerja merupakan variabel pemediasi antara motivasi dengan kinerja pegawai.
Puttri dkk (2013) meneliti tentang pengaruh kompetensi dan motivasi pada kualitas anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderasi pada pemerintah daerah kota Padang dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi memiliki pengaruh yang signifikan pada kualitas anggaran. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa peraturan tidak memoderasi kompetensi pada kualitas anggaran, tetapi peraturan dapat memoderasi motivasi padakualitas anggaran.
Anwar (2005) merumuskan secara bersama-sama seluruh variabel bebas faktor-faktor motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat kepuasan kerja pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi faktor-faktor motivasi yang diberikan maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja pegawai. Lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, dan kebutuhan, cukup berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai BKKBN Kabupaten Muara Enim. Hal ini erat kaitannya dengan karakteristik yang dimiliki oleh responden dan secara parsial variabel kebutuhan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kepuasan kerja pegawai. Sedangkan variabel lingkungan kerja dan tingkat pendidikan memiliki pengaruh tidak bermakna terhadap kepuasan pegawai.
Sukmasari (2011) menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pengelola keuangan, hal ini sejalan dengan penelitian, Puspasari (2014) bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai sedangkan Purtanto (2015) menyatakan bahwa kompetensi SDM berpengaruh negatif signifikan terhadap penyerapan anggaran artinya semakin berkompeten seorang pengelola keuangan tidak mampu meningkatkan serapan anggaran barang dan jasa. Hasil yang sama juga diperoleh Syarifudin (2014) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Manafe (2015) menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran belanja modal di Kabupaten Rote Ndao, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan angggaran belanja modal di Kabupaten Rote Ndao dari tahun anggaran 2009 sampai dengan tahun 2013 dengan hasil penelitian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belanja modal terdiri dari
faktor geografis dan kondisi alam dengan persentase pengaruh sebesar 88,72 persen, faktor lemahnya perencanaan dengan persentase pengaruh sebesar 81,02 persen, faktor administrasi dan sumber daya manusia dengan persentase pengaruh sebesar 77,19 persen dan yang terakhir adalah faktor sistem tender/pengadaan barang dan jasa yang memakan waktu lama dengan persentase pengaruh sebesar 66,61 persen.
Madyaningsih (2015) mengevaluasi dan strategi peningkatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada kantor wilayah pada kantor wilayah kementrian hukum dan hak asasi manusia Daerah Istimewa Yogyakarta dengan hasil penelitian bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa di unit layanan pengadaan (ULP) kantor wilayah kementerian hukum dan hak asasi manusia Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berjalan baik namun pelaksanaannya belum optimal atau belum sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Emkhad (2015) mengidentifikasi faktor-faktor penyebab minimnya penyerapan APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011 dengan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa masing-masing daerah kabupaten/kota memiliki faktor-faktor penyebab minimnya penyerapan APBD yang berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi internal dari pemerintahan daerah. Namun, ada beberapa faktor yang hampir sama antara daerah satu dengan daerah yang lainnya, misalnya: faktor regulasi, faktor politik, faktor tender/lelang dan faktor komitmen organisasi
Ridani (2015) menganalisis penyerapan anggaran belanja daerah Kabupaten Bulungan dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan anggaran belanja dipengaruhi oleh tujuh faktor yaitu pelaksanaan anggaran dan kemampuan kontraktor, penganggaran, komitmen organisasi, pengendalian dan pengawasan internal,
kompetensi sumber daya manusia pengadaan barang/jasa, kompetensi sumber daya manusia pengelolaan keuangan dan regulasi.
Rahma (2014) tujuan penelitiannya adalah untuk menguji keterlambatan penyerapan anggaran belanja kementerian negara/lembaga di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pembendaharaan Nasional (KPPN) Yogyakarta tahun anggaran 2014 dengan hasil penelitian Kementerian Negara/Lembaga mengalami keterlambatan penyerapan anggaran belanja dengan penyebab utama keterlambatan terletak pada permasalahan internal satuan kerja.