• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH SEMINAR UMUM SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SEMINAR UMUM

SELECTIVE GENOTYPING DAN SELECTIVE PHENOTYPING PADA ANALISIS LOKUS SIFAT KUANTITATIF

DISUSUN OLEH: HARIMURTI BUNTARAN

08/269554/PN/11321

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2012

(2)

HALAMANPENGESAHAN MAKALAH SEMINAR UMUM

Selective Genotyping dan Selective Phellotyping Dad"A A .. nl:n: .. I ..", S:f.at .A"uClUI..Il.dIUU ..

.. LVKU03 J

Disusun oleh:

Nama

: Harimurti Buntaran

NIM : 08/2695541PN/11321

Jumsan : Budidaya Pertanian Program Stum : Pemuliaan Tanaman

Makalah Seminar Umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata kuliah pada semester genap tabun ajaran 201112012 di· Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Menyetujui : Tanda Tangan TanggaJ

Dosen Pembimbing

cJ

10

D.t..-.

'20

I'1... Dr.ag!. Panjisakti Basnnanda. S.P .. M.P.

Mengetahui :

Komisi Seminar Umum

Jurusan. Budidaya Pertanian

10

b4

'701'2..

Dr. Rudi Hari MUfti. S.P .. M.P. \1.engetahui :

Ketua Jurusan Budidaya Pertaruan

I l. t)4..

'Zo

I '2.. Dr. fr. Taryono, M.Sc.

(3)

Selective Genotyping dan Selective Phenotyping pada Analisis Lokus Sifat Kuantitatif

INTISARI

Analisis lokus sifat kuantitatif (quantitative trait loci, QTL) memerlukan cuplikan (sample) berukuran besar untuk mendapatkan hasil yang akurat. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan akan menjadi tinggi sehingga dibutuhkan cara agar biaya dapat ditekan, dengan menekan pengorbanan keakuratan sekecil mungkin. Selective genotyping dan

selective phenotyping merupakan dua cara yang ditawarkan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan tanpa

mengorbankan banyak ketidakakuratan. Selective genotyping dilakukan ketika biaya phenotyping murah sehingga biaya genotyping dapat dikurangi karena penggunaan ukuran cuplikan berkurang. Selective phenotyping dilakukan ketika biaya genotyping murah sehingga biaya untuk penanda dapat berkurang karena hanya genotipe tertentu yang sudah diketahui informasi QTLnya yang dipilih untuk phenotyping.

Kata kunci: analisis QTL, selective genotyping, selective phenotyping

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sifat-sifat kuantitatif merupakan sifat yang banyak diminati pada bidang pemuliaan tanaman karena banyak di antaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sifat-sifat kuantitatif adalah sifat-sifat yang terukur seperti tinggi tanaman, berat biji, dan kadar minyak.

Penelitian-penelitian untuk mendapatkan lokus sifat kuantitatif (quantitative trait locus, QTL) memberikan petunjuk yang berguna untuk identifikasi elemen genetik yang memengaruhi variasi sifat-sifat kuantitatif (Lander dan Botstein, 1989). Agar mendapat hasil yang akurat, eksperimen QTL memerlukan ukuran cuplikan (sampel) yang besar dalam genotyping (“genotipisasi”, kegiatan menentukan genotipe dalam suatu genom) dan phenotyping (“fenotipisasi”,   kegiatan   menentukan   fenotipe   untuk   semua   sifat   terukur). Ini mengakibatkan tingginya biaya analisis. Oleh karena itu, diperlukan suatu modifikasi untuk mengurangi biaya analisis, dengan tetap menjaga keakuratan penentuan lokasi QTL.

Lander dan Botstein (1989) memperkenalkan selective genotyping sebagai prosedur analisis QTL untuk mengurangi biaya dengan cara mengurangi ukuran cuplikan yang akan digenotipisasi. Jin et al. (2004) juga memperkenalkan suatu prosedur untuk mengurangi biaya analisis QTL yang disebutnya selective phenotyping yaitu mengurangi biaya fenotipisasi dengan memanfaatkan informasi genotipe yang sebelumnya sudah ada sehingga mengurangi penanda yang digunakan. Kedua prosedur diharapkan dapat mengurangi biaya analisis QTL dengan prosedur standar, tanpa mengurangi keakuratan analisis itu sendiri.

Makalah ini mencoba memperlihatkan bagaimana kedua modifikasi ini dilakukan dan bagaimana hasil penciutan ukuran cuplikan tidak banyak mengurangi keakuratan.

(4)

B. Tujuan

1. Mengetahui analisis QTL dengan prosedur selective genotyping dan selective phenotyping. 2. Membandingkan analisis QTL prosedur standar dengan prosedur selective genotyping dan

(5)

Selective Genotyping dan Selective Phenotyping pada Analisis QTL

Sifat kuantitatif didefinisikan sebagai sifat dengan distribusi kontinyu. Nilai sifat biasanya didapatkan dari pengukuran atau penghitungan. Sifat terukur ini dianggap dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik) dan lingkungan. Pada sifat kuantitatif ini setiap gen memiliki efek yang kecil terhadap sifat yang diekspresikan. Namun demikian, penemuan terkini, penggunaan kombinasi pemetaan genom dan genetika kuantitatif tradisional menunjukkan bahwa gen dalam jumlah sedikit dapat menghasilkan suatu sifat dengan distribusi kontinyu (Liu, 1998).

Pencarian dan penentuan letak gen yang mengontrol sifat kuantitatif atau kompleks memiliki peran penting bagi kegiatan pemuliaan tanaman karena banyak karakter agronomi yang diminati bersifat kuantitatif. Lokus-lokus yang mengatur sifat-sifat kuantitatif disebut lokus-lokus sifat kuantitatit (quantitative trait loci, QTL). Prosedur mencari dan menentukan lokasi QTL disebut pemetaan QTL.

Pemetaan QTL menggunakan data genotipe maupun fenotipe. Data genotipe diperoleh dari genotipisasi yaitu kegiatan untuk mengetahui genotipe suatu genom secara langsung dari DNA-nya, misalnya melalui penentuan alel penanda, sekuensing DNA, dan pemetaan gen (menentukan lokasi gen). Data fenotipe diperoleh dari fenotipisasi, yaitu kegiatan untuk mengetahui fenotipe suatu individu, seperti pengamatan morfologi, karakter agronomis, kandungan enzim, banyaknya protein, dan kadar minyak.

Pemetaan QTL memerlukan ukuran cuplikan yang besar untuk kedua kegiatan itu agar informasi yang diperoleh akurat. Hal ini tentu saja mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pun tinggi. Untuk genotipisasi, biaya yang besar harus dikeluarkan akibat cuplikan yang begitu banyak sehingga menghasilkan data genotipe. Padahal, penggunaan penanda molekuler memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk fenotipisasi, biaya dan tenaga yang dikeluarkan akan mahal jika sampel yang digunakan jumlahnya besar, misalnya, biaya perawatan sampel (hewan mewah), biaya analisis/kemikalia tinggi (kromatografi gas dan kromatografi cair berperforma tinggi atau HPLC), dan waktu tunggu/ruang terbatas (tanaman tahunan).

1. Selective genotyping

Untuk mengatasi masalah biaya genotipisasi, Lander dan Botstein (1989) memperkenalkan prosedur selective genotyping (“genotipisasi  selektif”). Selective genotyping melibatkan populasi yang besar, namun hanya individu yang memilkik simpangan ekstrem terhadap rerata (extreme phenotype) yang akan digenotipisasi. Dengan demikian, ukuran cuplikan yang diperiksa genotipenya akan berkurang jumlahnya.

(6)

Gambar 1. Selective genotyping. Seluruh populasi dievaluasi fenotipenya (contohnya ketahanan penyakit). Namun demikian, hanya individu yang berdeviasi ekstrem terhadap populasi yang akan digenotyping untuk analisis QTL (Collard et al., 2005).

Prosedur selective genotyping memiliki kelemahan. Prosedur ini efektif jika hanya satu sifat saja yang dianalisis (Darvasi, 1997). Pernyataan ini berlaku ketika prosedur ini digunakan untuk deteksi QTL. Jika sifat yang dianalisis lebih dari satu, maka prosedur ini tidak efektif karena satu sifat dengan sifat yang lain belum tentu memiliki distribusi yang sama. Prosedur selective genotyping efektif untuk mendeteksi QTL yang saling bertaut dan QTL epistasis selama tidak ada lokus yang memiliki efek besar (>10%) (Sen et al., 2009). Sen et al. (2009) menyatakan ketika satu lokus atau lebih memiliki efek yang besar, efektivitas selective genotyping tidak dapat diprediksi.

2. Selective phenotyping

Bila biaya genotipisasi tidak menjadi masalah, sedangkan biaya untuk fenotipisasi mahal, maka prosedur selective phenotyping dapat dilakukan untuk mengurangi biaya fenotipisasi. Jin et al. (2004) mengemukakan bahwa selective phenotyping merupakan strategi untuk meningkatkan efisiensi ketika fenotipisasi memerlukan usaha yang lebih besar daripada genotipisasi. Perkembangan bioteknologi telah menurunkan biaya genotipisasi secara drastis daripada biaya fenotipisasi (Jobs et al., 2003).

Ide yang mendasari selective phenotyping adalah memilih sekumpulan individu yang secara genetik berbeda pada lokasi-lokasi di kromosom yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, selective phenotyping memerlukan informasi pendahuluan tentang penanda yang terpaut pada QTL yang diminati. Pada prosedur ini hanya rekombinan yang berada pada interval yang difenotipisasi karena hanya rekombinan yang meningkatkan akurasi pemetaan untuk QTL yang terdeteksi (Jannink, 2005). Tipe rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati. Selective phenotyping tidak efektif jika ada peningkatan lokus tidak bertaut (Sen et al., 2009).

(7)

3. Simulasi sebagai teladan penerapan selective genotyping dan selective phenotyping

Untuk melihat perbedaan analsis QTL prosedur standar dengan prosedur selective genotyping dan selective phenotyping, dilakukan simulasi menggunakan data 250 cuplikan Brassica napus populasi DH (Double Haploid). Pada analisis standar 250 sampel tersebut digunakan semua untuk genotyping dan phenotyping. Pada genotyping, penanda yang digunakan adalah SSR (simple sequence repeats) dan AFLP (amplified fragment length polymorphism). Pada phenotyping, digunakan NIRS (Near-infrared spectroscopy) untuk mengetahui kadar asam erukat di biji. Pada simulasi ini digunakan software Windows QTL Cart V2.5.010. Dari analisis tersebut ditemukan QTL pada kromosom 8 dan 13.

Gambar 2. Hasil Analisis QTL prosedur standar. Ditemukan QTL pada kromosom #8 dan #13

Dari hasil tersebut, dilakukan simulasi selective genotyping dengan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi. Gambar 3 dan Gambar 4 adalah asil analisis QTL prosedur standar pada kromosom 8 dan 13, serta analisis QTL dengan prosedur selective genotyping pada nomor kromosom yang sama.

(8)

Gambar 3. Hasil Analisis QTL prosedur standar pada Kromosom 8. Terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL di kromosom 8.

Gambar 4. Hasil Analisis QTL prosedur standar pada Kromosom 13. Terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL di kromosom 13.

(9)

Gambar 5. Hasil Analisis QTL dengan prosedur selective genotyping. Tidak ada perbedaan hasil setelah dilakukan prosedur selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi.

Hasil analisis QTL dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil dengan analisis QTL prosedur standar. Nilai LODnya masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur selective genotyping efektif dilakukan. Pengurangan sampel tidak menjadikan nilai LOD turun dan berada di bawah batas yang ditentukan.

Gambar 6. Analisis QTL pada Kromosom 8 Brassica napus dengan selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi.

(10)

Hasil analisis QTL pada kromosom 8 dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, tetap terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL pada kromosom 8.

Gambar 7. Analisis QTL pada Kromosom 13 Brassica napus dengan selective genotyping. Seleksi dilakukan cara mengurangi sampel dari 250 menjadi 100 sampel saja. Seratus sampel tersebut terdiri atas 50 sampel kandungan asam erukat terendah dan 50 sampel kandungan asam erukat tertinggi.

Hasil analisis QTL pada kromosom 13 dengan prosedur selective genotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, tetap terdapat enam penanda yang terkait dengan QTL pada kromosom 13.

Pada prosedur selective phenotyping, hanya rekombinan yang berada pada enam penanda masing-masing kromosom yang dilakukan fenotipisasi. Rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan.

(11)

Gambar 8. Contoh Genotipe Tetua a (Biru), Tetua b (Merah), dan Rekombinan (Biru dan Merah).

Gambar 9. Hasil Analisis QTL Prosedur selective phenotyping pada Kromosom 8. Seleksi dilakukan dengan memilih rekombinan. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan.

Hasil analisis QTL pada kromosom 8 dengan prosedur selective phenotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, QTL yang diminati masih terdapat di enam penanda yang digunakan.

(12)

Gambar 10. Hasil Analisis QTL Prosedur selective phenotyping pada Kromosom 13. Seleksi dilakukan dengan memilih rekombinan. Dari 250 sampel, hanya 143 yang dipilih yang merupakan tipe rekombinan.

Hasil analisis QTL pada kromosom 13 dengan prosedur selective phenotyping tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan prosedur standar. Nilai LOD yang diperoleh masih di atas batas nilai LOD yang ditentukan. Pada prosedur ini, QTL yang diminati masih terdapat di enam penanda yang digunakan.

Hasil selective genotyping dan selective phenotyping dari hasil simulasi ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan. Kedua prosedur tersebut terbukti dapat menekan biaya dengan mengurangi besarnya cuplikan yang digunakan, tanpa mengubah hasil yang signifikan. Dengan demikian, kedua prosedur dapat dilakukan bergantung pada keadaan dan kebutuhan. Jika biaya phenotyping lebih kecil daripada genotyping, maka prosedur selective genotyping dapat menghemat biaya genotyping karena penggunaan sampel berkurang. Sebaliknya, jika biaya phenotyping lebih tinggi daripada genotyping, maka prosedur selective phenotyping dapat mengurangi biaya karena hanya penanda dan genotipe tertentu berdasarkan informasi QTL yang sudah diketahui.

(13)

KESIMPULAN

1. Kedua prosedur dapat digunakan sebagai pengganti analisis QTL standar tanpa mengubah hasil pada analisis standar.

2. Bila biaya phenotyping lebih kecil daripada genotyping, maka selective genotyping dapat menghemat biaya genotyping karena penggunaan sampel berkurang.

3. Bila biaya phenotyping lebih tinggi daripada genotyping, maka selective phenotyping dapat mengurangi biaya karena hanya penanda dan genotipe tertentu berdasarkan informasi QTL yang sudah diketahui.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Collard, B.C.Y., M.Z.Z. Jahufer, J.B. Brouwer, and E.C.K. Pang. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mapping and marker-assisted selection for crop improvement: The basic concepts. Euphytica 142: 169—196.

Darvasi, A. 1997. The effect of selective genotyping on QTL mapping accuracy. Mammalian Genome 8: 67—68.

Jannink, J.-L. 2005. Selective phenotyping to accurately map quantitative trait loci. Crop Sci. 45:901 169—908.

Jin C., Hong L., A. D. Attie, G. A. Churchill, D. Bulutuglo, and B. S. Yandell. 2004. Selective phenotyping for increased efficiency in genetic mapping studies. Genetics 168: 2285—2293. Jobs, M., W. M. Howell, L. Strömqvist, T. Mayr, and A. J. Brookes. 2003. DASH-2: flexible,

low-cost, and high-throughput SNP genotyping by dynamic allele-specific hybridization on membrane arrays. Genome Research 13: 916—924.

Lander, E. S. and D. Botstein. 1989. Mapping mendelian factors underlying quantitative traits using RFLP linkage maps. Genetics 121: 185—199.

Liu, B. H. 1998. Statistical Genomics: Linkage, Mapping, and QTL Analysis. CRC Press, Boca Raton.

Sen, S  ́., F. Johannes, and K. W. Broman. 2009. Selective genotyping and phenotyping strategies in a complex trait context. Genetics 181: 1613 169—1626.

Wang S., C. J. Basten, and Z.-B. Zeng. 2011. Windows QTL Cartographer 2.5. Department of Statistics, North Carolina State University, Raleigh, NC.

(15)

LAMPIRAN Sesi diskusi

1. Monika

Tanya: Mengapa mengambil tema QTL?

Jawab: Karena QTL sangat bermanfaat sebagai alat dalam bidang pemuliaan tanaman. Melalui QTL kita dapat menduga lokus-lokus yang berkontribusi terhadap sifat-sifat kuantitatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan mengetahui lokus-lokus sifat kuantitatif, seleksi dapat dilakukan berdasarkan lokus-lokus tersebut. Selain itu, dengan melakukan karakterisasi terhadap sekuens yang ditunjukkan oleh QTL dapat dilihat sebetulnya apa peran dari lokus sifat kuantitatif tersebut terhadap fenotipe yang terkait dengannya.

2. Boris

Tanya: Mengapa rekombinan yang digunakan untuk selective phenotyping?

Jawab: Karena hanya rekombinan yang meningkatkan akurasi pemetaan untuk QTL yang terdeteksi. Tipe rekombinan dipilih karena bisa memberikan informasi tentang lokus-lokus yang bertaut yang terkait dengan sifat yang kita minati.

3. Sari

Tanya: Dari judul yang dipilih sebenarnya kesimpulan yang diambil apa, bedanya apa antara kedua prosedur itu?

Jawab: Kesimpulannya prosedur selective genotyping (SG) dan selective phenotyping (SP) bisa digunakan untuk menggantikan prosedur standar untuk menghemat biaya analisis QTL. Beda antara prosedur SG dan SP adalah SG digunakan ketika phenotyping murah dan genotyping mahal, sedangkan SP digunakan ketika biaya genotyping murah dan phenotyping mahal atau memerlukan waktu yang lama.

4. Wisnu

Tanya: Nilai LOD > 2 atau < 2 bagaimana?

Jawab: Nilai LOD adalah rasio logaritma dari peluang terdapat qtl dari data yang didapat dengan peluang tidak terdapat QTL/terjadinya independent assortment dari data yang didapat. Jika nilai LOD lebih dari 2, maka dianggap terdapat QTL. Jika nilai LOD yang lebih besar dari 3, maka memang terdapat QTL.

Contohya nilai lod 3 menunjukkan log10 dari 1000. Ini artinya peluang bahwa dua penanda

tertaut atau terdapat QTL 1000× lebih besar daripada tidak terdapat QTL atau terjadinya independent assortment. Misalnya peluang mendapat data dari sebuah observasi dengan asumsi terdapat tautan (linkage) dan frekuensi rekombinasi yang pasti adalah 0,1 dan peluang mendapatkan data yang sama dengan asumsi terjadi independent assortment adalah 0,0001. Rasio dari kedua peluang ini adalah 0,1

/

0,0001

= 1000, logaritma dari 1000 (nilai LOD)

adalah 3.

𝐿𝑂𝐷 = 𝑙𝑜𝑔10 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑖𝑓 𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑑 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 𝑖𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑙𝑜𝑐𝑖 𝑢𝑛𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑑 𝐿𝑂𝐷 = 𝑝𝑒𝑙𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑞𝑡𝑙

Gambar

Gambar 1. Selective genotyping. Seluruh populasi dievaluasi fenotipenya (contohnya ketahanan penyakit)
Gambar 2. Hasil Analisis QTL prosedur standar. Ditemukan QTL pada kromosom #8 dan #13
Gambar 3. Hasil Analisis QTL prosedur standar pada Kromosom 8. Terdapat enam penanda yang terkait dengan  QTL di kromosom 8
Gambar 5. Hasil Analisis QTL dengan prosedur selective genotyping. Tidak ada perbedaan hasil setelah dilakukan   prosedur selective genotyping
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama tiga siklus dapat disimpulkan bahawa penerapan model pembelajaran kontekstual melalui kegiatan cooking class (kelas

Pengertian Sistem Penamaan Dalam Dokumen Rekam Medis : yaitu, sistem penamaan adalah tata cara penulisan nama seseorang dalam dokumen rekam medis (DRM) , yang bertujuan

Dengan kata lain, Pada proses training akan menentukan nilai minimum error yang bisa di tolerir oleh jaringan saraf buatan lapisan banyak seperti yang disampaikan diatas

Hasil penelitian menyimpulkan Sarana produksi berupa luas lahan, bibit, garam, pupuk, pestisida, peralatan dan tenaga kerja pada usahatani tembakau rakyat di daerah penelitian cukup

70 FORMULASI SEDIAAN BALSEM DARI EKSTRAK DAUN KEMANGI ( Ocimum.. Sanctum Linn) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI OBAT TRADISIONAL Wahyuddin Jumardin, Safaruddin Amin,

Strategi pembelajaran PAI kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa

selaku panitia Pengadaan Barang/ Jasa (POKJA. VI I ULP Kota Cimahi) berdasarkan Surat Keputusan Walikota Cimahi Nomor 027/ Kep.389-Adbang/ 2012, tentang Penetapan Personil

El mercado o el segmento no es atractivo dependiendo de si las barreras de entrada son fáciles o no de franquear por nuevos participantes que puedan llegar con nuevos recursos