Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 130
Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia
PERBANDINGAN TOTAL WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN
KEPROFESIAN DAN PEKERJAAN NON-KEPROFESIAN APOTEKER DI
KOTA PURWOKERTO
Vitis Vini Fera R. U*., Syaeful Bahri, Budi Raharjo.
Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman *Corresponding author: vitis.fera@ymail.com
ABSTRAK
Kinerja profesional apoteker sangat dibutuhkan dalam praktek pekerjaan kefarmasian di
apotek. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola waktu yang dihabiskan apoteker
dalam melaksanakan pekerjaan keprofesian dan non keprofesian di Kota Purwokerto.
Rancangan penelitian deskriptif cross sectional dan memakai instrumen penelitian kuesioner
yang telah divalidasi. Jumlah sampel terdiri dari 42 apoteker yang berpraktek di 4 (empat)
kecamatan di Kota Purwokerto. Tiap responden diminta untuk merangking 10 kegiatan yang
ada di apotek, baik menurut persepsi aktual dan ideal dari responden. Skala rangking yang
digunakan adalah 5 skala rangking (
1 = tidak pernah, 2 = pernah, 3 = sedikit, 4 = banyak
dan 5 = selalu)
. Tiap 1 skala rangking terdiri dari 2 kegiatan. Data yang diperoleh berupa
skor rata – rata tiap item kegiatan, gap antara aktual dengan ideal dan rangking untuk
mengetahui pola waktu yang dihabiskan apoteker dalam melaksanakan pekerjaan keprofesian
dan pekerjaan non keprofesian pada kondisi aktual dan kondisi ideal.
Hasil urutan kegiatan
berdasarkan urutan ranking pertama hingga terakhir adalah sebagai berikut Menyerahkan
obat, Memastikan kebenaran resep, Konseling untuk obat tanpa resep (OTC),
Mempersiapkan, meracik obat hingga memberikan etiket obat, Manajerial Apotek,
Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, Kegiatan keprofesian lainnya,
Kepegawaian, Kegiatan non-keprofesian lainnya, Pekerjaan kerumahtanggaan. Gap
negatif terbesar (-0,81) ada pada kegiatan pekerjaan memastikan kebenaran resep
(memeriksa indikasi, menghitung dosis, mencegah drug related problems, menentukan
akseptabilitas / penerimaan pasien dan berkonsultasi dengan penulis resep jika
diperlukan). Sedangkan pada pekerjaan non keprofesian semua menunjukkan gap positip.
Hasil penelitian dapat menggambarkan bahwa responden belum bisa mencapai waktu
yang mereka inginkan untuk melakukan pekerjaan keprofesian. Dilain pihak para
apoteker juga berharap untuk menghabiskan waktu lebih banyak dalam melakukan
pekerjaan keprofesian dibandingkan dengan pekerjaan non keprofesian di apotek.
Kata Kunci: Apoteker, Apotek, Pekerjaan Keprofesian dan Pekerjaan Non
Keprofesian, Purwokerto.
COMPARISON OF TOTAL TIME SPENT IN PROFESSIONAL WORK AND
NON-PROFESSIONAL WORK BY PHARMACIST IN PURWOKERTO
ABSTRACT
Pharmacist professional performance is required in the practice of pharmacy in
pharmacy work. The aim of this study was to determine the pattern of time spent in
performing work pharmacist professionalism and non-professionalism in Purwokerto.
This is a descriptive cross sectional study using validated questionnaire. The total sample
consisted of 42 pharmacists who practice in four (4) districts in Purwokerto. Each
respondent was asked to rank the 10 activities in the pharmacy, according to both actual
and ideal perception of the respondents. Ranking scale used is 5 ranking scale (1 = never,
2 = never, 3 = little, 4 = much and 5 = always). Each 1 ranking scale consists of two
activities. Data were obtained as the average score - average of each item of activity, the
gap between the ideal and the actual ranking to determine the pattern pharmacist time
spent in carrying out the work and the work of non-professionalism professionalism on
the actual conditions and ideal conditions. Results sequence of activities based on the
rank ordering of the first to the last is as follows Submit medicine, Ensuring truth
prescriptions, counseling for drugs without prescription (OTC), Preparing, dispensing
medicine to give etiquette drugs, Managerial pharmacies, health promotion and disease
prevention, activity is professionalism other, staffing, activities of other
non-professionalism, housekeeping work. The largest negative gap (-0.81) is in work activities
ensure the correctness of the recipe (check indication, calculating the dose, to prevent
drug-related problems, determine the acceptability / acceptance of patients and
consultation with prescribers if needed). While in the non-profession work all showed a
positive gap. Results of this study illustrate that the respondent has not been able to reach
the time they want to do the work of professions. On the other hand the pharmacist also
expect to spend more time in doing work profession compared to non work in the
pharmacy profession.
Keywords
: Pharmacist, Pharmacy, Professional work, non professional work,
Purwokerto
PENDAHULUAN
Pada saat ini, peraturan layanan obat di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Apoteker tidak boleh lagi hanya menjaga apotek, tetapi harus berpraktek di Apotek. Ikatan Apoteker Indonesia telah mencanangkan gerakan No Pharmacist No service, PP 51/2009 telah mensyaratkan bahwa pelayanan atas resep dokter harus dilakukan dan dijamin oleh Apoteker. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa apoteker bertanggungjawab untuk semua kegiatan yang ada di Apotek, baik pekerjaan yang sifatnya professional/yang tidak bisa didelegasikan kepada pihak lain maupun kegiatan yang bersifat non professional/yang bisa didelegasikan kepada
pihak lain (Kemenkes, 2009; Hdayat,2010 IAI).
Pharmacy Practice Activity Clasification (PPAC) ) yang dikembangkan oleh American Pharmacists Association (APhA)membagi pekerjaan keprofesioan menjadi 4 domain yaitu : Memastikan Terapi dan Hasil yang Tepat, Pemberian Obat, Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, dan Sistem Manajemen Kesehatan. Sedangkan pekerjaan non-keprofesian meliputi mengelola staf, menjual produk non-obat seperti kosmetik, minuman dan makanan ringan (Anonim, 2014). Dengan demikian, apoteker berperan membantu pasien dalam menjaga kesehatan mereka dan mempromosikan penggunaan obat yang rasional untuk meningkatkan kualitas
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 132
Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia
hidup pasien. Peran terbaru ini telah merubah citra profesional apoteker (Hermansyah dkk, 2012). Pada kenyataannya, belum semua apoteker di Indonesia telah melaksanakan tantangan baru ini. Penelitian Kurniawaty (2013) di Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa apoteker yang hadir selama jam buka apotek hanya 6%. Sedangkan di Kota Medan, pada tahun 2008 dilaporkan bahwa 52,94 % apoteker tidak hadir setiap hari di apotek. Penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek belum dilaksanakan dengan maksimal. Sehingga keadaan ini menyebabkan kehadiran apoteker pada jam buka apotek cukup rendah (Ginting, 2009) Pada kenyataannya, belum semua apoteker di Indonesia telah melaksanakan tantangan baru ini. Penelitian Kurniawaty (2013) di Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa apoteker yang hadir selama jam buka apotek hanya 6%. Sedangkan di Kota Medan, pada tahun 2008 dilaporkan bahwa 52,94 % apoteker tidak hadir setiap hari di apotek. Penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek belum dilaksanakan dengan maksimal. Sehingga keadaan ini menyebabkan kehadiran apoteker pada jam buka apotek cukup rendah (Ginting, 2009) hasil penelitian Aryunadi (2014) di apotek – apotek Kabupaten Banyumas terkait standar pelayanan kefarmasian yang menyatakan bahwa aspek pelayanan kefarmasian di apotek Kabupaten Banyumas masih harus ditingkatkan karena termasuk kedalam kategori kurang dengan skor 60,04%. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2014) menunjukkan bahwa secara kesuluruhan penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek, wilayah Kabupaten Purbalingga memiliki skor 74,47% dan dapat dikategorikan cukup.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa apoteker tidak fokus pada memberikan kualitas kerja yang profesional berada di apotek. Bahkan Hermansyah dkk, 2012 melaporkan bahwa apoteker di Indonesia menghabiskan sedikit waktu dalam melaksanakan pekerjaan keprofesian dan pekerjaan non keprofesian. Dengan demikian perlu diketahui pola kegiatan yang dilakukan apoteker ketika apoteker berada di apotek.
METODE
Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional, menggunakan instrumen kuisioner yang telah di validasi oleh Hermansyah dkk 2012. Kuisioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian persepsi aktual dan bagian persepsi ideal. Kuisioner berjumlah 10 pertanyaan tertutup terdiri dari 7 pertanyaan tentang pekerjaan keprofesian dan 3 pertanyaan pekerjaan non-keprofesian. Alternatif jawaban yang disediakan baik untuk bagian aktual dan bagian ideal adalah skala 1 sampai 5 yaitu 1 = tidak pernah, 2 = pernah, 3 = sedikit, 4 = banyak dan 5 = selalu. Pengisian kuisoner dilakukan oleh apoteker dengan cara merangking 2 pertanyaan untuk masing-masing alternatif jawaban. Populasi pada penelitian ini merupakan apoteker di Kota Purwokerto dengan menggunakan tehnik sampling total sampling. Data yang diperoleh berupa skor rata – rata tiap item kegiatan, gap antara aktual dengan ideal dan rangking untuk mengetahui pola waktu yang dihabiskan apoteker dalam melaksanakan pekerjaan keprofesian dan pekerjaan non keprofesian pada kondisi aktual dan kondisi ideal. Gap (aktual-ideal) positif menunjukkan kinerja kegiatan tersebut sudah melebihi target dari apoteker yang bersangkutan, gap bernilai nol menunjukkan kinerja kegiatan tersebut telah memenuhi target dari apoteker yang bersangkutan. Gap bernilai negatif menunjukkan kegiatan tersebut belum memenuhi target dari apoteker yang bersangkutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari total jumlah responden sebanyak 80 apoteker, 42 apoteker bersedia mengisi kuisioner dengan baik dan benar (respon rate 52,5%) . Gambaran karaktersitik apoteker dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa mayoritas responden merupakan apoteker muda yang baru saja berpraktek dan kemungkinan besar belum lama lulus dari pendidikan profesi apoteker. pada apoteker fresh graduate ini diharapkan penuh dengan idealismen seperti yang diajarkan di institusi pendidikan. hasil gap antara waktu aktual
dengan waktu ideal pekerjaan keprofesian dan pekerjaan non keprofesian digambarkan dalam tabel 2.
Dari hasil penelitian terlibat bahwa seluruh kegiatan keprofesian memiliki rangking yang lebih tinggi daripada kegiatan non keprofesian. ini menunjukkan bahwa apoteker telah mengerti dan melakukan bahwasaat mereka berada di apotek maka porsi waktu yang dihabiskan adalah untuk melakukan pekerjaan keprofesian. Skor waktu ideal tertinggi ada pada kegiatan menyerahkan obat. Ini menunjukkan bahwa apoteker sudah memahami bahwa kegiatan menyerahkan obat haruslah menjadi kegiatan utama yang dilakukan apoteker di apotek dan tidak bisa digantikan oleh pihak lain. Hal ini sesuai dengan PP51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Skor harapan yang lebih tinggi pada pekerjaan kepprofesian menunjukkan bahwa apoteker memiliki harapan yang lebih tinggi untuk dapat melakukan pekerjaan keprofesian daripada pekerjaan non keprofesian. Harapan tertinggi ada pada kegiatan memastikan kebenaran resep. Kegiatan ini adalah kegiatan yang mutlak hanya bisa dilakukan oleh apoteker. Hal ini menunjukkan bahwa apoteker ingin memberikan layanan ini dengan lebih baik. Pada hasil ini terlihat bahwa satu-satunya kegiatan yang memiliki gap nol adalah kegiatan menyerahkan obat. Pada kegiatan ini apoteker telah memenuhi target dalam melaksanakan kegiatan ini. Gap bernilai positif hanya terjadi pada kegiatan non keprofesian. Gap negatif terbesar (-0,81) ada pada kegiatan memastikan kebenaran resep, dan selanjutnya secara berurutan adalah kegiatan Mempersiapkan, meracik obat hingga memberikan etiket obat, Manajerial Apotek, Konseling untuk obat tanpa resep (OTC), Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Ranking kegiatan aktual yang dilakukan oleh apoteker adalah sebagai berikut : 1. Memastikan kebenaran resep;2. Menyerahkan obat; 3. Konseling untuk obat tanpa resep (OTC); 4. Mempersiapkan, meracik obat hingga memberikan etiket obat; 5. Manajerial Apotek; 6. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit; 7. Kegiatan keprofesian lainnya; 8. Kepegawaian; 9. Kegiatan non-keprofesian
lainnya; 10. Pekerjaan kerumahtanggaan. Dari hasil rangking ini dapat terlihat bahwa kegiatan keprofesian memiliki rangking yang lebih tinggi daripada kegiatan non keprofesia. Ini menunjukkan bahwa apoteker telah melaksanakan praktek apoteker sesuai dengan sumpah dan kode etik apotekernya.
KESIMPULAN
Set Pola waktu yang dihabiskan apoteker di Kota Purwokerto lebih banyak digunakan untuk melaksanakan pekerjaan keprofesian dibandingkan pekerjaan non keprofesian baik pada waktu aktual maupun waktu ideal.
Terdapat perbedaan pola waktu yang dihabiskan apoteker dalam melaksanakan pekerjaan keprofesian antara waktu aktual dengan waktu ideal. Pada waktu aktual apoteker lebih banyak meluangkan waktunya pada pekerjaan menyerahkan obat sedangkan pada waktu ideal apoteker ingin lebih banyak meluangkan waktunya pada pekerjaan memastikan kebenaran resep.
.
DAFTAR PUSTAKA
WHO, 2006, Developing Pharmacy Practice A Focus On Patient Care, Handbook 2006 Edition, Department of Medicines Policy and Standards Geneva, Switzerland.
Anonim, 2014, Pharmacy Practice Activity
Classification Source Information,
http://www.nlm.nih.gov/research/umls/
sourcereleasedocs/current/PPAC/,
diakses tanggal 10 Juni 2014.
Aryunadi, Y.F, 2014, Evaluasi Penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek di Kabupaten Banyumas,
Skripsi, Jurusan Farmasi
Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Cordina M, Safta V, Ciobanu A,
Sautenkova N. An assessment of
community pharmacists’ attitudes
towards professional practice in the
Republic of Moldova. Pharmacy
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 134
Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia
Practice 2008 Jan-Mar;6(1):1-8.
Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian,
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian,
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ginting, A.B.R., 2009, Penerapan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek di
Kota Medan, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sumatra Utara Medan.
Handayani, W, 2014, Evaluasi Penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek Kabupaten Purbalingga Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,
Skripsi, Jurusan Farmasi Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Hermansyah A, Sukorini AI, Setiawan CD,
Priyandani Y. The conflicts between
professional and non professional work
of community pharmacists in Indonesia.
Pharmacy Practice
2012
Jan-Mar;10(1):33-39.
Kurniawaty, R., 2013, Evaluasi Penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Kota Tasikmalaya, Skripsi,
Jurusan Farmasi Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Tabel 1. Distribusi Apoteker Berdasarkan Karakteristik Apoteker
No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1 Jenis Kelamin . Laki-laki 8 19% . Perempuan 34 81% 2 Umur . 20 – 30 tahun 22 52,4% . 31 – 40 tahun 11 26,2% . 41 – 50 tahun 7 16,6% . > 51 tahun 2 4,8%
3 Waktu Berpraktek di Apotek
. < 1 tahun 10 24%
. 1– 3 tahun 24 57%
. 4– 10 tahun 3 7%
. > 11 tahun 5 12%
Tabel 2. Analisis Gap Antara Waktu Ideal dan Aktual Pekerjaan Keprofesian dan non Keprofesian
No Pekerjaan
Waktu Gap
Aktual Ideal
1 Memastikan kebenaran resep 3,83 4,64 -0,81 2 Mempersiapkan, meracik obat
3,64 3,83 -0,19 hingga memberikan etiket obat
3 Menyerahkan obat 4,45 4,45 0
4 Promosi kesehatan dan
2,52 2,67 -0,15 pencegahan penyakit
5 Konseling untuk obat tanpa
3,73 3,88 -0,15 resep (OTC)
6 Manajerial Apotek 3,04 3,21 -0,17
7 Kegiatan keprofesian lainnya 2,50 2,54 -0,04
8 Kepegawaian 2,40 2,02 +0,38
9 Pekerjaan kerumahtanggaan 1,73 1,19 +0,54
10 Kegiatan non-keprofesian
2,11 1,54 +0,57 lainnya