• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOMASSA DIATAS PERMUKAAN TANAH PADA POHON DAN SAPLING DI RUANG TERBUKA HIJAU MUHAMMAD SABKI PROPINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOMASSA DIATAS PERMUKAAN TANAH PADA POHON DAN SAPLING DI RUANG TERBUKA HIJAU MUHAMMAD SABKI PROPINSI JAMBI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BIOMASSA DIATAS PERMUKAAN TANAH PADA POHON DAN SAPLING

DI RUANG TERBUKA HIJAU MUHAMMAD SABKI PROPINSI JAMBI

ABOVEGROUND BIOMASS OF TREE AND SAPLING IN GREEN OPEN

SPACE MUHAMMAD SABKI JAMBI PROVINCE

Mahya Ihsan1*, Ummi Mardhiah Batubara2, Ika Oksi Susilawati3 Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi, Jambi*1 Kampus Pinang Masak, Jalan Jambi-Muara Bulian KM.15 Mendalo Darat, Jambi 36361.

Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi, Jambi*2 Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi, Jambi*3

mahyaihsan@yahoo.com

ABSTRACT

A study of aboveground biomass of tree and sapling in green open space Muhammad Sabki Jambi has been conducted from January until March 2015. The objective of this study were to investigated aboveground biomass tree and sapling in green open space Muhammad Sabki. Research conducted by using plot method place purposive random sampling at research location. Sampling has been made by using plot 10x10 meters for tree and 5x5 meters for sapling, totalize plots 250 were surveyed. Analysis aboveground biomass was done with two allometric equation by brown and Honzak {20xx}. Aboveground biomass of trees 302,17 ton/ha and contributed to total aboveground biomass of 98,55% and aboveground biomass of sapling 4,47 ton/ha and contributed to total aboveground biomass of 1,47%.

Key words : Aboveground Biomass, Green Open Space

ABSTRAK

Kajian tentang biomassa diatas permukaan tanah di ruang terbuka hijau Muhammad Sabki Jambi dilakukan mulai Januari sampai Maret 2015.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui biomassa diatas permukaan tanah pada pohon dan sapling di ruang terbuka hijau Muhammad Sabki.Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling pada lokasi penelitian. Pengambilan sampel dengan menggunakan plot berukuran 10 x 10 m untuk pohon dan 5x5 m untuk sapling, total plot yang telah disurvey sebanyak 250 plot. Biomassa diatas permukaan tanah dianalisis dengan menggunakan dua persamaan allometrik yang dikemukakan oleh Brown dan Honzak. Biomassa diatas permukaan tanah pada pohon 302,17 ton/ha dan berkontribusi sebesar 98,55% dari total biomassa dan Biomassa diatas permukaan tanah pada sapling 4,48 ton/ha dan berkontribusi sebesar 1,47% dari total Biomassa.

Kata kunci :Biomassa diatas permukaan tanah, Ruang terbuka hijau

1. PENDAHULUAN

Pembangunan di perkotaan cenderung mengarah pada pengurangan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Alih fungsi lahan menjadi pemukiman, pusat perdagangan dan pertokoaan, tempat rekreasi, pusat industri dan lain sebagainya di perkotaan semakin

(2)

meningkat [1]. Secara perekonomian memang berdampak positif namun berdampak negatif pada sisi ekologi. Akibatnya wilayah perkotaan menjadi tidak seimbang dan akan memunculkan banyak masalah lingkungan seperti pencemaran udara, tanah, dan air. Dampak lain yang dapat langsung dirasakan adalah kebisingan dan meningkatnya suhu udara karena perubahan iklim mikro [2].

Ketersediaan RTH di perkotaan sangat penting untuk menanggulangi dampak pemanasan global yang menjadi isu penting saat ini, terutama dalam menurunkan kadar gas CO2 sebagai hasil pembakaran bahan bakar fosil dari kenderaan bermotor dan asap pabrik. Penelitian tentang Ruang Terbuka hijau di kota Malang [3] menunjukkan serapan karbon di RTH di kota Malang sebesar 158. 620,98 ton/ha pada tahun 2010 dan diprediksi menurun pada tahun-tahun berikutnya. Menurut perundangan yang berlaku, kebutuhan ruang terbuka hijau harus mencakup 30% dari luas daerah yang ada [4]. Angka tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan hidrologi, mikroklimat dan faktor ekologi lain yang dapat menghasilkan udara bersih.

Pertambahan populasi di perkotaan menyebabkan meningkatnya jumlah alat transportasi yang berbahan bakar fosil, sehingga secara langsung meningkatkan emisi gas CO2 di atmosfer [3]. Untuk mengatasinya, diperlukan tumbuhan yang secara langsung dapat menyerap gas CO2 melalui proses asimilasi karbon atau fotosintesis. Hasil asimilasi karbon diubah menjadi senyawa organik dikenal dengan biomassa [5].Biomassa tersimpan banyak dalam tubuh tumbuhan baik pada akar, batang dan daun. Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu.

Jambi merupakan kota yang sedang berkembang baik dari segi populasi, pembangunan, perkantoran dan pertokoan [6]. Tersedianya RTH di kota Jambi mutlak diperlukan sekarang maupun dimasa yang akan datang. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (DP3K) kota Jambi, secara keseluruhan terdapat delapan RTH di Kota Jambi yaitu : RTH hutan Kota Muhammad Sabki, RTH Hutan Pinus, RTH Hutan Rengas Danau Teluk Kenali, RTH Hutan Kota Buffer TPA, RTH Hutan Kota ex TPA, RTH Hutan Kota Pulau Sijenjang, RTH Hutan Kota SMP 25 dan RTH Hutan Kota Bagan Pete dengan luas total 266,19 ha.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Hutan Kota Muhammad Sabki Jambi merupakan satu-satunya kawasan yang terletak diantara pemukiman penduduk di kota Jambi. Kawasan ini berada dibawah pembinaan Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan kota Jambi dengan kisaran luas lebih kurang sebelas hektar. Selain menyediakan suplai oksigen bagi wilayah sekitarnya, hutan ini juga banyak dikunjungi

(3)

Pengembangan kawasan ini dibagi menjadi tiga zona pemanfaatan yaitu zona pemanfaatan rendah, zona pemanfaatan sedang dan zona pemanfaatan intensif. Zona Pemanfaatan rendah memiliki topografi yang bergelombang dengan vegetasi yang masih alami. Zona pemanfaatan sedang hampir mirip dengan zona pemanfaatan rendah, dengan vegetasi alami hasil tanam kembali seperti Bulian, Meranti dan Pulai. Berbeda dengan keduanya, zona pemanfaatan sedang diperuntukkan bagi tumbuh-tumbuhan pelindung dan mengandung nilai estetika.

Pengembangan kawasan ini masih terus berlanjut dan diharapkan dapat terus dipertahankan keberadaannya. Untuk itu diperlukan banyak informasi untuk menjadi dasar baik pengembangan maupun pengeloaannya. Penelitian ini bertujuan menghitung biomassa diatas permukaan tanah pada tegakan pohon dan sapling sebagai upaya mitigasi pemanasan global di kota Jambi. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan seberapa besar karbon yang akan dilepaskan jika dikemudian hari lokasi ini dikonversi menjadi bentuk lain.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di kawasan Ruang Terbuka Hijau hutan kota Muhammad Sabki, Jambi. Penelitian dilakukan pada tiga zona pemanfaatan; zona pemanfaatan rendah (01o39’12,482’ LS, 103o34’56,576’ BT), zona pemanfaatan sedang (01o39’15,068” LS, 103o34’57,263” BT) dan zona pemanfaatan intensif (01o39’18,977” LS, 103o35’06,491”). Lokasi penempatan plot ditetapkan dengan metode Purposive Sampling with Random Start. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representative, sedangkan metode pengambilan sampelnya dengan menggunakan metode kuadrat. Pengambilan data vegetasi dan Biomassa pada masing-masing lokasi dibuat plot berukuran 10 x 10 m sebanyak 50 plot untuk pohon dan 5x5 m untuk sapling sebanyak 200 plot, sehingga terdapat 250 plot pada semua lokasi penelitian. Pada setiap plot dilakukan pengamatan pada seluruh pohon yang berdiameter >10 cm dengan mengukur diameter batang setinggi dada ( 1,3 m), dan sapling mulai dari tegakan yang berdiameter 2-9,99 cm [7], [8].Data yang diambil meliputi diameter dan tinggi pohon dan sapling.Biomassa diatas permukaan tanah dianalisis dengan menggunakan dua persamaan allometrik. Untuk biomassa pohon digunakan rumus yang dikemukakan oleh Brown [9], yaitu Y = exp{-2.134+2.530*ln (D)}, sedangkan untuk sapling digunakan persamaan yang dikemukakan oleh Honzak [10], yaitu Y = exp[-3.068 + 0.957 ln (D2 * H)] dimana Y = biomass (t/ha), D = diameter dan H = tinggi.

(4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Struktur Tegakan

Struktur tegakan hutan dapat diukur berdasarkan kerapatan dan penguasaan wilayah yang ditempati oleh pepohonan [11]. Struktur tegakan terbentuk sebagai hasil penataan diameter, bentuk kanopi, tinggi pohon dan stratifikasi pohon [12]. Pohon-pohon yang terdapat pada kawasan ini merupakan percerminan dari jenis-jenis saplingnya. Berdasarkan hasil pengamatan, jenis-jenis sapling yang diidentifikasi sebahagian besar sama dengan jenis-jenis pohon. Kerapatan pohon secara keseluruhan di RTH ini yaitu sebesar 720 individu/ha dan kerapatan sapling sebesar 436 individu/ha. Nilai Kerapatan pohon dan sapling pada ketiga zona pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada zona pemanfaatan rendah dan zona pemanfaatan sedang, sapling berkontribusi lebih besar dibandingkan dengan pohon.Sedangkan pada zona pemanfaatan intensif, kerapatan pohon berkontribusi lebih besar daripada sapling (Gambar.1). Tingginya angka kerapatan pada sapling tersebut menunjukkan perjalanan suksesi menuju kestabilan. Selain itu juga dikarenakan tidak adanya gangguan dari luar dan masih intensifnya pengeloaan pada kawasan ini. Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan mendukung kehidupan tegakan baik dari segi faktor fisik kimia lingkungan, dispersal, natalitas, fertilitas maupun fekunditas [13].

Tabel 1. Variabel struktur tegakan Pohon dan Sapling di lokasi Penelitian.

No Parameter tegakan Zona Pemanfaatan

Rendah Sedang Intensif

1 Kerapatan Pohon (ind/ha) 366 220 126

2 Kerapatan Sapling (ind/ha) 226 150 58

3 Luas Basal Area Pohon (m2/ha) 18,02 9,23 5,07

4 Luas Basal Area Sapling (m2/ha) 0,65 0,59 0,19

5 Total Basal Area (m2/ha) 18,67 9,82 5,26

6 Biomassa Pohon (ton/ha) 173,9 83,32 44,95

7 Biomassa Sapling (ton/ha) 1,73 2,09 0,65

8 Total Biomassa (ton/ha) 175,6 85,41 45,6

Luas Basal area menggambarkan seberapa besar penguasaan ruang yang dihuni oleh tegakan sehingga dapat diamati dinamika populasi yang terjadi dalam komunitas hutan tersebut [14]. Luas basal area pohon berkontribusi sebesar 97,86% sedangkan sapling berkontribusi sebesar 2,14%. Besarnya kontribusi pohon dan sapling pada masing-masing zona pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar 2.

(5)

Gambar 1. Kontribusi Pohon dan Sapling (%) pada masing-masing zona pemanfaatan dilokasiPenelitian

Gambar 2. Kontribusi Luas Basal Area (%) Tegakan pada Setiap Zona Pemanfaatan di Lokasi Penelitian

3.2 Biomassa di Atas Permukaan Tanah

Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas [15]. Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu [16].Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan, sehinggabiomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan

(6)

[15].Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer [5].

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa biomassa pada tingkatan pohon jauh lebih besar bila dibandingkan dengan biomassa pada tingkatan sapling.Perbedaan nilai ini sebanding dengan nilai Luas Basal Area dan nilai kerapatan yang sangat berbeda pada kedua tegakan [17]. Biomassa yang didapat dari hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai biomassa pada hutan primer di Ekosistem Leuser yang diteliti oleh Atthorick, [11] yaitu sebesar 659,22 ton/ha. Perbedaan nilai ini sangat wajar karena kawasan Ekosistem Leuser merupakan Taman Nasional yang dijaga kelestariannya dan telah mencapai tahap stabilisasi pada proses suksesinya.Kontribusi Biomassa tegakan pada setiap zona pemanfaatan ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.

Gambar 3. Kontribusi Biomassa (%) Tegakan Pohon dan Sapling pada Setiap Zona Pemanfaatan di Lokasi Penelitian

Hasil penelitian ini termasuk dalam kategori sama dengan hutan primer di Asia Tenggara yang pada umumnya memiliki nilai biomassa berkisar 300-500 ton/ha [18],[19], [20]. Penelitian ini juga menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai bomassa pada kawasan Hutan Aro Jambi yaitu sebesar 348,02 ton/ha [21].

4. UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (DP3K) kota Jambi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Hutan Kota Muhammad Sabki Jambi, Sivitas akademika universitas Jambi khususnya Fakultas Sains dan Teknologi yang memfasilitasi penulis selama melakukan penelitian.

(7)

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum.Ruang Terbuka

Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan.Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH Di

Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60. Institut Pertanian Bogor. Bogor.2005.

[2]. Abkar, M., Kamal, M.,M.S., Mariapan, M., Maulan, S. Sheybani, M. 2010.The Role of Urban Green Spaces in Mood Change. Aust. J. Basic & Appl. Sci., 4(10): 5352-536. [3]. Andriono ,F., I. Hanafi, B. Yanuwiadi, Soemarno,.2013. Green Open Space Scenarios

in Reducing CO2 Emissions in Malang City. Indonesia: A Dynamic System Approach,

The International Journal of Engineering And Science, Vol 3 Issue 6, 6-8.

[4]. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.Indonesia. 2007.

[5]. Sutaryo, D. Penghitungan Biomassa Sebuah pengantar untuk studi karbon dan

perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.2009

[6]. Badan Pusat Statistik Propinsi Jambi Dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Jambi. Jambi Dalam Angka 2012. Jambi.2012

[7]. Mueller-Dombois D, Ellenberg H. Aims and Methods of Vegetation Ecology. New York: John Wiley and Sons.1974

[8]. Greig-Smith P.Quantitative plant ecology. Vol. 9. Studies in Ecology. Blackwell Oxford, UK.1983.

[9]. Brown S, Lugo AE. 1990. Tropical secondary forests. J Trop Ecol. 6: 1-32.

[10]. Honzák, M.; Lucas, R.M.; do Amaral, I.; Curran, P.J.; Foody, G.M.; Amaral, S.

Estimation of the leaf area index and total biomass of tropical regeneratingforests: a comparison of methodologies. In: Gash, J.H.C.; Nobre, C.A.; Roberts, J.M.; Victoria,

R.C. (Eds). Amazonian deforestation and climate. John Wiley & Sons, Chichester, U.K. 1996.

[11]. Aththorick, T . Setiadi, D. Purwanto, Y. Guhardja, E. Vegetation stands structure and aboveground biomass after the shiftingcultivation practices of Karo People in Leuser Ecosystem, North Sumatra. Biodiversitas. 2012April 13(2). 92-97.

[12]. Richards, P.W. The Tropical Rainforest. Cambridge. Cambridge University.1996 [13]. Kimmins, J.P. Forest Ecology. New york: Macmillann Publishing Co.1987

[14]. Istomo.Hubungan antara Komposisi Struktur dan Penyebaran Ramin(Gonystylus

bancanus) dengan Sifat-sifat Tanah Gambut (Studi Kasus di HPH PT. Inhutani III Kalteng). [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.1994

[15]. Brown, S. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest: APrimer. FAO Forestry. Italy.1997

(8)

[16]. Yuniawati.Estimasi Potensi Biomassa Dan Massa Karbon Hutan TanamanAcacia crassicarpa di Lahan Gambut (Studi Kasus Di Areal HTI Kayu Serat Di Pelalawan, Propinsi Riau).Jurnal PenelitianHasil Hutan. 2011November 29(4): 343-355.

[17].

Satoo, T. and H.A.I. Madgwick. Forest Biomass. Martinus Publishers.

Netherlands.1982.

[18].

Yamakura T, Hagihara A, Sukardjo S, Ogawa H. Aboveground biomass of tropical

rain forest stands in Indonesian Borneo. Vegetatio.1986 Dec68(2): 71-82.

[19]. Laumonier Y, Edin A, Kanninen M, Munandar AW. Landscape-scalevariation in the structure and biomass of the hill dipterocarp forest of Sumatra: implications for carbon stock assessments. Forest Ecology and Management. 2010. 259: 505-513. [20]. Niiyama K, Kajimoto T, Matsuura Y, Yamashita T, Matsuo N, Yashiro Y,Ripin A,

Kassim AR, Noor NS. Estimation of root biomass based on excavation of individual root systems in a primary dipterocarp forest in Pasoh Forest Reserve, Peninsular Malaysia. JournalTropical Ecology.2010. 26: 271-284.

[21]. Tresnawan, H dan Rosalina, U. Pendugaan Biomassa di Atas Tanah diEkosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan (Studi Kasus Hutan Dusun Aro,Jambi).

Gambar

Tabel 1. Variabel struktur tegakan Pohon dan Sapling di lokasi Penelitian.
Gambar  1.  Kontribusi  Pohon  dan  Sapling  (%)  pada  masing-masing  zona  pemanfaatan  dilokasiPenelitian
Gambar  3.  Kontribusi  Biomassa  (%)  Tegakan  Pohon  dan  Sapling  pada  Setiap  Zona  Pemanfaatan di Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

meaning in a way that realistic ar t can’t.. Penyederhanaan bentuk tidak selalu merupakan penghilangan detail, tetapi bisa menjadi cara membuat fokus, yang tidak dapat

Dari hasil tersebut rata-rata menghasilkan kandungan energi diatas 4.000 kal/gr, hal ini telah membuktikan bahwa biorang dari sampah kehutanan (daun jati) dan sampah

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 6, No.4 edisi Oktober 2010 sebagai edisi terakhir untuk tahun 2010, terbit untuk menyajikan beberapa topik ilmiah dengan isu utama

Dari sisi pengeluaran, pada Triwulan II-2017, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 7,41 persen, kemudian diikuti oleh

Pemilihan MFCC sebagai metode ekstraksi ciri dan codebook sebagai metode identifikasi suara diharapkan dapat memberikan hasil berupa jumlah orang yang bertepuk tangan

Hal ini sesuai dengan asas unus testus nullus testis (satu saksi bukan saksi). c) Akta harus ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. Kedudukan Tanda tangan

Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium fosfat, dan sistin. 1) Batu struvit dihubungkan

Mutan padi beras merah toleran terhadap cekaman kekeringan yaitu pada penurunan kadar lengas tanah 75% pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur panen, berat biji