• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI STATISTIKA DALAM BIDANG KESEHATAN DENGAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI STATISTIKA DALAM BIDANG KESEHATAN DENGAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

1

APLIKASI STATISTIKA DALAM BIDANG KESEHATAN DENGAN

REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Johan Budhiana* jb_budhiana@yahoo.co.id

STIKES Kota Sukabumi Abstrak

Dalam menentukan variabel-variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon dimana variabel respon berskala ordinal dalam hal ini adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di RSUD. R. Syamsudin, SH. digunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal. Salah satu model regresi logistik ordinal adalah cumulative logit model atau proportional odds model. Penaksiran parameter dalam regresi logistik ordinal menggunakan metode penaksir kemungkinan maksimum dimana konsepnya memaksimumkan fungsi likelihood dengan menghasilkan persamaan yang merupakan fungsi nonlinier sehingga diperlukan metode iterasi algoritma newton-raphson untuk memperoleh estimasi parameternya Pemilihan variabel-variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon menggunakan metode backward elimination dengan tahap awal memasukkan seluruh variabel prediktor ke dalam model untuk kemudian diseleksi apakah masing-masing variabel prediktor secara signifikan berpengaruh terhadap variabel respon. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ordinal terhadap kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD. R. Syamsudin, SH., dari 9 variabel prediktor yang diuji hanya 3 variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pasien yaitu kualitas pelayanan dokter, kualitas pelayanan perawat dan kelengkapan alat medis. Semakin tinggi kepuasan pasien terhadap pelayanan dokter, pelayanan perawat dan kelengkapan alat medis maka pasien akan semakin puas terhadap pelayanan kesehatan di RSUD. R. Syamsudin SH.

Keyword : cumulative logit model, metode penaksir kemungkinan maksimum, metode iterasi algoritma newton-raphson

(2)

2

PENDAHULUAN

Era globalisasi yang menuntut persaingan tinggi disertai program otonomi daerah menuntut kesiapan rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Paradigma lama telah bergeser menjadi suatu paradigma baru yang ditandai dengan pengelolaan suatu organisasi yang menerapkan pola manajemen kualitas mutu dan peningkatan kinerja pelayanan yang handal dalam menghadapi persaingan dan dinamika kerja yang mengglobal, tak terkecuali pada sektor kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan prima kepada pasien merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas layanan dikaitkan dengan peluang pasar pengembangan industri perumahsakitan.

Semakin ketatnya persaingan serta

pasien yang semakin selektif dan berpengetahuan mengharuskan

RSUD. R.Syamsudin, SH di Kota Sukabumi selaku salah satu penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu indikator untuk mengukur kualitas pelayanan adalah dengan mengukur kepuasan pasien.

Menurut Kotler dalam Zahrotul (2008), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.

Menurut L.Green dalam

Notoatmojo (2003), untuk mengukur tingkat kepuasan pasien sangat bergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu Faktor prediposisi (predisposing factor), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai yang terdapat dalam diri individu/masyarakat. Faktor pendukung (enabling factor) adalah ketersediaan fasilitas kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan pelayanan petugas.

Survey terhadap pasien merupakan cara umum yang digunakan dalam menentukan variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi kepuasan pasien. Salah satu alat uji dalam menentukan variabel-variabel tersebut adalah dengan menggunakan metode statistika. Metode Statistika dapat menguji apakah variabel-variabel yang berhubungan dengan kepuasan pasien memang mempengaruhi kepuasan atau tidak. Salah satu metode

(3)

3

statistika yang digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang berhubungan dengan kepuasan pasien adalah menggunakan Analisis Regresi.

Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis statisika untuk menganalisis data dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh satu atau beberapa variabel prediktor terhadap variabel respon. Terdapat beberapa metode analisis regresi dimana cara dan penggunaannya didasarkan kepada banyaknya variabel dan skala pengukuran data serta beberapa asumsi tertentu yang harus dipenuhi.

Akan tetapi sejalan dengan banyaknya fenomena yang timbul dalam penelitian ilmiah maka banyak juga ditemui kasus dimana variabel responnya bersifat kategori yaitu mempunyai skala pengukuran ordinal dan nominal. Salah satu teknik analisis regresi untuk menganalisis hubungan dimana variabel respon berupa skala ordinal dengan variabel prediktor berupa skala kontinu atau kategori adalah Regresi Logistik Ordinal.

Model Regresi Logistik Ordinal adalah model regresi logistik untuk data respon ordinal dengan k kategori dimana k > 2 kategori. Model ini merupakan

pengembangan dari model regresi logistik dengan data nominal untuk 2 kategori. Dalam hal bentuk penaksir parameter model regresi, terdapat perbedaan model regresi logistik ordinal dengan regresi linier multiple. Dimana dalam penaksiran parameter model regresi logistik ordinal menghasilkan persamaan yang bukan merupakan fungsi linier pada koefisien regresinya sehingga nilai taksiran koefisien regresi dicari dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimator atau Penaksir Kemungkinan Maksimum.

Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan seperti yang telah dijelaskan diatas merupakan salah satu contoh kasus yang menggunakan regresi logistik ordinal. Penggunaan regresi logistik ordinal akan menentukan taksiran parameter dari variabel-variabel prediktor. Selain itu untuk menentukan variabel prediktor mana yang mempengaruhi variabel respon akan dilakukan suatu prosedur pemilihan untuk menyeleksi variabel-variabel prediktor mana yang berpengaruh terhadap variabel respon. Dalam hal ini untuk menyeleksi variabel-variabel prediktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang menghasilkan

(4)

4

tiga kategori dari varibel respon yang bersifat ordinal yaitu sangat puas, puas, tidak puas.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengkaji bentuk penaksir kemungkinan maksimum pada Regresi Logistik Ordinal.

2. Mengetahui model terbaik kepuasan pasien dalam pelayanan

kesehatan di RSUD.

R.Syamsudin, SH dengan menggunakan regresi logistik ordinal.

METODE PENELITIAN

Prosedur Pemilihan Variabel-Variabel Prediktor yang Berpengaruh Terhadap Variabel Respon akan diaplikasikan dalam pemilihan variabel-variabel yang mempengaruhi variabel-variabel kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengambil tempat di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi. Waktu penelitian mulai

bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel-variabel prediktor yang dipergunakan untuk analisis Regresi Logistik Ordinal adalah sebagai berikut :

X1 : Jenis Kelamin X2 : Penghasilan X3 : Pekerjaan X4 : Pendidikan X5 : Jumlah Kunjungan X6 : Lama Perawatan X7 : Kualitas Pelayanan Dokter X8 : Kualitas Pelayanan Perawat X9 : Kelengkapan Alat Medis

Sebagai variabel respon adalah tingkat kepuasan pasien dengan 3 (tiga) kriteria adalah sebagai berikut :

1. Sangat Puas 2. Puas

3. Tidak Puas

Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998:108). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh pasien yang ada di Ruang Rawat Inap RSUD R.

(5)

5

Syamsudin, SH Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi. Konsumen yang dijadikan sampel adalah pasien yang datang berobat dan dirawat inap minimal dua hari perawatan di Ruang Rawat Inap RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sratified

Random Sampling dengan alasan bahwa di Ruang Rawat Inap RSUD R. Syamsudin, SH terdiri dari beberapa kelas sesuai dengan fasilitas yang diberikan.

Menurut Whitehead dalam Walters (2004), Ukuran sampel yang digunakan untuk analisis regresi logistik ordinal dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

                  

   k i j OR z z x n 1 3 2 2 1 2 1 1 log / 6    dimana : n = ukuran sampel 2 1

z = nilai tabel distribusi

normal dari kesalahan tipe I Z1- = nilai tabel distribusi

normal dari kesalahan tipe II OR = odds rasio minimal yang dianggap bermakna

_

 = rata-rata proporsi untuk setiap kategori respon ke-i

Menurut Campbell (1995), nilai

untuk

             2 2 1 2 1 / log 6x z z OR

dengan OR = 1,75 dan power (1-) dengan uji 2 sisi 5% diperoleh nilai sebesar 150,38

Dengan mengasumsikan bahwa peluang untuk setiap kategori adalah sama yaitu sebesar 0,33 maka ukuran sampel yang diambil adalah :

 

169 89 , 0 38 , 150 33 , 0 33 , 0 33 , 0 1 log / 84 , 0 96 , 1 6 3 3 3 2 2        x OR n

Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah ukuran sampel dalam penelitian ini sebanyak 169 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengkombinasikan Stratified Random

Sampling dan Accidental Sampling. Penggunaan Stratified Random Sampling karena memperhatikan strata dalam ruang rawat inap yang memiliki fasilitas yang berbeda. Sedangkan Accidental Sampling

(6)

6

karena pemilihan sample didasarkan kepada pasien yang ada di ruang rawat inap pada saat penelitian dilaksanakan.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan termasuk data primer yang diperoleh dari pasien atau keluarga pasien.

Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Data dikumpulkan dengan cara menyebar daftar pertanyaan kepada pasien di Ruang Rawat Inap RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan pengolahan data, uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 3 item pertanyaan dalam kuisioner yaitu item pertanyaan terhadap kualitas pelayanan dokter, kualitas pelayanan perawat dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi spearman, sedangkan uji reliabilitas menggunakan korelasi alpha-Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan maka ke-3 item pertanyaan tersebut dikatakan valid karena pada perhitungan korelasi spearman diperoleh nilai p-value < 0,05 yaitu sebesar 0,000 untuk semua item pertanyaan. Sedangkan semua item

dinyatakan reliabel karena nilai r alpha-Cronbach sebesar 0,842 lebih besar dari 0,7. Hasil uji validitas dan reliabilitas bisa dilihat pada Lampiran 3.

Penaksiran Parameter Pada Regresi Logistik Ordinal

Salah satu cara estimasi parameter yang dapat dipergunakan pada regresi logistik ordinal adalah dengan Maximum Likelihood Estimator (MLE). Konsepnya adalah memaksimumkan fungsi likelihood dari sampel random untuk menduga parameter (Hosmer dan Lemeshow, 2000).

Langkah-langkah penaksiran dengan MLE adalah sebagai berikut :

1. Membentuk fungsi likelihood,

Estimasi dari parameter regresi logistik ordinal didapatkan dengan menurunkan fungsi log likelihood terhadap parameter yang akan diestimasi dan disamakan dengan nol.

2. Persamaan ( ) 0   k L  

dipergunakan untuk estimasi parameter k dimana k = 1,2, …,p dan ( ) 0   j L  

(7)

7

intersep,  dimana j = 1,2, …, J-1.

3. Hasil dari persamaan pada no. 2

merupakan fungsi nonlinier sehingga diperlukan metode iterasi untuk memperoleh estimasi parameternya. Metode iterasi yang dipergunakan adalah metode iterative Weighted Least

Square (WLS) yaitu

menggunakan algoritma Newton-Raphson dengan langkah-langkah sebagai berikut ( Raharjanti, 2005) :

i. Memilih taksiran awal A*m,

m = 1,2, ..., misalkan diambil

r1= 0

ii. Pada setiap iterasi ke (m+1) menghitung taksiran baru : b

= A*m+1 = A*m+

*

 K iii. Iterasi dilanjutkan hingga

akhirnya diperoleh A*m+1 A*m

Prosedur Pemilihan Variabel-Variabel

Prediktor yang Berpengaruh

Terhadap Variabel Respon

Prosedur pemilihan variabel-variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon menggunakan teknik backward elimination sebagai berikut :

1. Menaksir parameter model regresi logistik ordinal

2. Melakukan pengujian signifikansi model secara serentak,.

Uji signifikansi model dapat dipergunakan likelihood rasio test. Hipotesis : H0 : β 1= β2 = ... = βp = 0 H1 : paling sedikit satu βj ≠ 0 untuk j = 1,2,...,p Statistik Uji :                      ^ ^ 2 ln ln 2 L G  Dimana :      ^ ln  = Fungsi likelihood di bawah H0      ^ ln = Fungsi likelihood di dalam ruang parameter

(8)

8

Dengan kriteria uji Tolak H0 jika G²

>²(p;0,05) dimana p adalah banyaknya prediktor dalam model; atau nilai p-value  0,05

3. Melakukan uji signifikansi parameter dari masing-masing variabel prediktor 4. Menghilangkan variabel prediktor yang memiliki nilai p-value terbesar melebihi nilai kriteria 

5. Melakukan kembali langkah no.2 sampai no.4.

6. Iterasi dihentikan pada saat p-value dari masing-masing variabel prediktor yang tersisa kurang dari 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur Pemilihan Variabel-Variabel Prediktor yang Berpengaruh

Terhadap Variabel Respon akan diaplikasikan dalam pemilihan variabel-variabel yang mempengaruhi variabel-variabel kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

Penaksiran Parameter Regresi Logistik Ordinal

Penaksiran terhadap parameter β dilakukan dengan menggunakan Metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Peluang pengamatan merupakan suatu fungsi dari parameter yang tidak diketahui yang dinamakan fungsi likelihood (Likelihood Function). Untuk memaksimumkan nilai dari fungsi likelihood tersebut digunakan Metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).

Model logit yang digunakan adalah cumulative logit models atau

proportional odds model adalah sebagai berikut:

PrYj|X

  X, j 1,2,...,k1

LogitjT

(3.10)

dimana θ merupakan vektor intersep dan

k

T   

  1, 2,..., adalah vektor parameter slope. Jika j < θj+1 maka

model ini adalah model kumulative dengan slope yang sama yaitu model garis regresi yang berdasar pada peluang kumulatif kategori respon.

Jika

 

X

 

X

 

X

 

X j

 

X j       123 ... , maka

 

X  1

 

X  2

 

X  3

 

X ... J

 

X 1 J      (3.11)

Model logistik ordinal yang terbentuk adalah       X X X kXk x x x it                       ... 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1 log 1 log

(9)

9      x J X X X kXk J x J x J it                     1 1 1 2 2 3 3 ... 1 1 1 log 1 log (3.12) dimana           , 1,2,..., 1 1 ... 3 2 1            j J X T J e X T J e X j X X X X j         

dan j

 

X 1 . Model ini disebut

cumulative logit model atau proportional odds model sebab odds ratio kejadian

Yj

adalah independen pada setiap indikator kategori.

Dalam penelitian ini terdapat 3 kategori untuk variabel respon, sehingga model regresi logistik yang terbentuk adalah 1.       X X X kXk x x x it                       ... 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1 log 1 log 2.      x X X X kXk x x it                       ... 3 3 2 2 1 1 2 2 1 2 log 2 log Fungsi Likelihood

Peluang kumulatif digunakan dalam menaksir parameter, maka likelihood dapat ditulis sebagai perkalian J-1 kategori, sehingga fungsi peluang bersama dari

Y1,Y2,...,Yn

adalah proporsional untuk perkalian n fungsi multinomial.

Untuk sebuah ukuran sampel n dari kemungkinan pengamatan Y, X adalah

   n i x y f x f L 1 ) ( ) ( ,   

   

   

... 2 3 3 2 3 2 3 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 ,                      Ri Ri i i i i R i i n i i R i R i i i i R i i L              

 

 

             RJiRJi Ji i J Ji i J R Ji i J 1 1 1 1      (3.13) Fungsi Log-Likelihood

Berdasarkan L(,), maka fungsi log-likelihood adalah                     n i i i R i i R i i i R i R i i R L 1 2 log 2 2 log 2 1 2 log 1 2 1 log 1 , log      

32

 

log 32

3 log

 

3 ...  Ri R iii Rii  J i

 

J i

RJi R J i

Ji  J i

RJi

 

Ji R 1 log 1   1 log   1  log

                               i X T e i X T e i X T e i X T e i R i R n i i X T e i X T e i R             1 1 1 2 1 2 log 1 2 1 1 1 1 log 1   ... 2 1 2 3 1 3 log 2 3                i X T e i X T e i X T i X T e i R i R          

                   i X T J e i X T J e i J R Ji R     1 1 1 1 log 1 (3.14)

maka fungsi log-likelihood adalah

   

                         n i e e i X T i R i R i X T e i X T i R L 1 1 2 log 1 2 1 1 log 1 1 , log         

(10)

10

log

3 2

2 3 1 1 log 2 1 log        e e i X T i R i R i X T e i X T e                           

Xi

T J e i J R i X T e i X T e                                   1 1 log 1 1 ... 2 1 log 3 1 log (3.15)

Berdasarkan fungsi log-likelihood, maka

                                     n i i X T e i X T e e e e i R i R i X T e i X T e i R L 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 log              

 

                              n i e e e i R i R i X T e i X T e i R L 1 2 12 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 log 2         

                n i i i e e e R R L 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 log       0 log 1 2     j L   dimana j = 3,...,J-1 , 1 2 1 1 1 2 1 log 2                            n i i X T e i X T e ji X i R j L       dimana j=2,...,J-2  

                       n i u TXi e i X T u e u e u e u e i u R ui R u L 1 1 1 1 log          

                   i X T u e i X T u e u e u e u e ui R i u R        1 1    

                       n i i X T u e i X T u e i u R i u R u L 1 2 1 1 1 2 log 2       

 

                          2 1 1 1 1 1 1 u e u e u u e ui R i u R u e u e u u e i u R ui R         dimana u=2,...,J-2  

                   n i u e u e u u e i u R ui R u u L 1 1 2 1 1 1 log 2       , u=2,...,J-1 2 , 0 log 2       j u jika j u L      

                              n i i X T u e i X T u e ji X i u R i u R j u L 1 2 1 1 1 log 2       , u=2,…,j-2    

 

                                                     n i i X T J e i X T J e i J R i X T J e i X T J e J e J e J e i J R i J R J L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 log                

 

                                n i i X T J e i X T J e i J R J e J e J J e i J R i J R J L 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 log 2           

                               n i i X T J e i X T J e ji X i J R j J L 1 2 1 1 1 2 1 1 log 2                                               n i i X T e i X T e ui X i X T e i X T e ui X ui X i R i R i X T e i X T e ui X ui X i R u L 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 log               

                      i X T J e i X T J e ui X i J R     1 1 1 1 1 ...

(11)

11

 

                                            n i i X T e i X T e ji X ui X i X T e i X T e ji X ui X i R i R i X T e i X T e ji X ui X i R j u L 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 log 2                

                                 2 1 1 1 1 1 ... i X T J e i X T J e uj X ui X i J R     (3.16)

Berdasarkan hasil diatas diperoleh bahwa turunan pertama fungsi

log-likelihood L(,) terhadap  dan  bukan merupakan fungsi linier dalam . Karena nonlinier maka untuk mendapatkan taksiran parameter digunakan Metode Newton-Raphson.

Untuk mengestimasi varians dan kovarians diperoleh dari turunan kedua

fungsi log-likelihood. Turunan kedua dari fungsi log-likelihood merupakan model negatif elemen dari matriks Hessian yang

dinyatakan dengan

 

XVX H

 

I    . Selanjutnya

Metode Newton Raphson digunakan untuk mengestimasi parameter model non-linier.

(12)

12

Metode Newton Raphson

Model nonlinier dinyatakan sebagai

X

ei f y ,  (3.17) Dimana

  

     

  y1,y2,...,yT ,f X, f x1, ,f x2, ,...,f xT, y

  x x xT X 1, 2,...,

adalah vektor dari variabel prediktor dan

e e eT

e 1, 2,..., adalah random error.

Maka untuk menaksir parameter yang tidak diketahui diperoleh melalui optimasi objective function. Dengan spesifikasi tersebut dapat digunakan least square estimation, yaitu residual sum of squares function :  

y f X,

y fX,

e e S   

dengan meminimumkan objective function S tersebut maka akan dilakukan penaksiran parameter .

Dengan metode iterasi newton-rhapson, mula-mula fungsi objektif S() akan diaproksimasi dengan second order Taylor series di sekitar initial value (1)

 

 

   

 

 

 

 

1 1 2 1 2 1 1 1 1                         S S S S

Turunan pertama dari persamaan tersebut adalah        1

 1

0 2 1 0                              S S S

Persamaan menurut (2) secara implisit adalah    1

   2 1

0 2 1            S S (3.18)

bila (2) menggantikan (1) maka akan diperoleh (3) dan seterusnya. Sehingga persamaan umumnya dapat ditulis :

   

 

  n S n S n n                 1 2 1 (3.19)

Persamaan 3.19 merupakan Newton-Raphson Iteration. Jika iterasi sudah konvergen, yaitu (n+1) = n. Maka persamaan 4.10 dapat disimpulkan

  0   n S   dimana memenuhi

persyaratan first order condition di persamaan 4.9.

Karena estimasi parameter dengan Metode Maximum Likelihood sangat sulit, maka digunakan program komputerisasi yaitu program SPSS versi 16.

(13)

13

Pemilihan Variabel-Variabel Yang

Berpengaruh Terhadap Kepuasan

Pasien

Seleksi terhadap variabel-variabel prediktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien dilakukan dengan menggunakan metode seleksi mundur atau backward elimination. Keuntungan menggunakan model ini adalah bahwa semua variabel prediktor pada langkah awal mempunyai kesempatan untuk masuk ke dalam model secara lengkap untuk kemudian diseleksi apakah masing-masing variabel prediktor memang secara signifikan berpengaruh terhadap variabel kepuasan pasien. Penyeleksian dilakukan secara bertahap dengan mengeluarkan variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien.

1. Iterasi pertama adalah memasukkan semua variabel prediktor ke dalam model. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan melalui software SPSS diperoleh bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel pekerjaan pasien (p = 0,935). Sehingga variabel pekerjaan pasien untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model.

2. Iterasi kedua, Berdasarkan perhitungan yang dilakukan melalui

software SPSS diperoleh bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel penghasilan pasien (p = 0,981). Sehingga variabel penghasilan pasien untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model. 3. Iterasi ketiga, Berdasarkan

perhitungan yang dilakukan melalui software SPSS diperoleh bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel lama perawatan pasien (p = 0,927). Sehingga variabel lama perawatan untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model. 4. Iterasi keempat, Berdasarkan

perhitungan yang dilakukan melalui software SPSS diperoleh bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel pendidikan pasien (p = 0,776). Sehingga variabel pendidikan pasien untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model. 5. Iterasi kelima, Berdasarkan

perhitungan yang dilakukan melalui software SPSS diperoleh bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel jenis kelamin pasien

(14)

14

dengan nilai (p = 0,546). Sehingga variabel jenis kelamin pasien untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model.

6. Iterasi keenam, bahwa variabel yang paling tidak signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah variabel frekuensi kunjungan pasien dengan nilai (p = 0,461). Sehingga variabel frekuensi kunjungan pasien untuk analisis selanjutnya dikeluarkan dari model.

7. Iterasi ketujuh, Berdasarkan perhitungan yang dilakukan melalui

software SPSS diperoleh bahwa semua variabel yang ada yaitu variabel kualitas pelayanan dokter, kualitas pelayanan perawat dan kelengkapan alat medis sangat signifikan terhadap variabel kepuasan pasien karena memiliki nilai p-value < 0,05. Sehingga model terbaik untuk variabel-variabel prediktor terhadap kepuasan pasien bisa dibentuk. Hasil perhitungan bisa dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal Berdasarkan Tabel 4.1, diperoleh model terbaik untuk kepuasan pasien.

Variabel-variabel yang signifikan terhadap variabel kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan dokter, kualitas pelayanan perawat dan kelengkapan alat medis. Selengkapnya model yang bisa dibentuk dari hubungan tersebut adalah

 

) 3 ( 8 683 , 1 ) 2 ( 8 389 , 2 ) 3 ( 7 572 , 1 ) 2 ( 7 324 , 2 176 , 6 1 1 1 1 x x x x Log Logit                  ) 2 ( 9 339 , 1 ) 1 ( 9 988 , 22 xx (4.1)

 

) 3 ( 8 683 , 1 ) 2 ( 8 389 , 2 ) 3 ( 7 572 , 1 ) 2 ( 7 324 , 2 336 , 1 2 1 2 2 x x x x Log Logit                  ) 2 ( 9 339 , 1 ) 1 ( 9 988 , 22 xx (4.2)

Estimate SE Wald df Sig OR

Intercept 1 -6,176 0,669 85,262 1 0,000 Intercept 2 -1,336 0,421 10,089 1 0,007 Dokter Tidak Puas Puas -2,324 -1,572 0,926 0,629 5,840 6,246 1 1 0,016 0,012 0,098 0,208 Perawat Tidak Puas Puas -2,389 -1,683 0,959 0,604 6,211 7,761 1 1 0,013 0,005 0,092 0,186 Alat Tidak Lengkap Cukup Lengkap -22.988 -1,339 0,000 0,465 . 8,302 1 1 0,004 0,000 0,262

(15)

15

Uji Kecocokan Model

Berdasarkan hasil perhitungan

seperti yang ada pada Lampiran 5, Model Fitting Information–2 Log

Likelihood untuk intercept dan semua variabel prediktor, diperoleh nilai chi-square 82,641 dengan nilai p-value 0,000 (< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa model fit atau cocok dengan data. Kesimpulan ini diperkuat dengan nilai Pearson pada Goodness-OfFit dimana hasil perhitungan menunjukkan model signifikan karena p-value = 0,011 yang berarti model fit dengan data.

Berdasarkan nilai Pseudo R-Square, nilai tertinggi adalah Nagelkerke yaitu 0,475. Hal ini menunjukkan bahwa variabel prediktor yaitu Kepuasan terhadap Pelayanan Dokter, Kepuasan Pelayanan Perawat dan Kelengkapan Alat Medis mampu menjelaskan variasi kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit sebesar 47,5% sedangkan sisanya 52,5% dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.

Interpretasi Odds Ratio

Berdasarkan pada Tabel 4.1, dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

Interpretasi Kepuasan Terhadap Kualitas Pelayanan Dokter

Seorang pasien yang menyatakan tidak puas terhadap kualitas pelayanan dokter akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah (0,098) terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang menyatakan sangat puas terhadap kualitas pelayanan dokter.

Seorang pasien yang menyatakan puas terhadap kualitas pelayanan dokter akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah (0,208) terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang menyatakan sangat puas terhadap kualitas pelayanan dokter.

Interpretasi Kepuasan Terhadap Kualitas Pelayanan Perawat

Seorang pasien yang menyatakan tidak puas terhadap kualitas pelayanan perawat akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah (0,092) terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang menyatakan sangat puas terhadap kualitas pelayanan perawat.

Seorang pasien yang menyatakan puas terhadap kualitas pelayanan perawat akan cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah (0,186) terhadap pelayanan kesehatan di rumah

(16)

16

sakit dibandingkan dengan pasien yang menyatakan sangat puas terhadap kualitas pelayanan perawat.

Interpretasi Kepuasan Terhadap Kelengkapan Alat Medis

Seorang pasien yang menyatakan kelengkapan alat medis cukup lengkap akan cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit

dibandingkan dengan pasien yang menyatakan lengkap terhadap peralatan medis.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seorang pasien menyatakan kelengkapan alat medis semakin lengkap akan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Agresti, A. (1996). An Introduction to Categorical Data Analysis. John Wiley & Sons, New York.

Ananth CV, Kleinbaum DG. (1997). Regression models for ordinal responses: a review of methods and applications. International Journal Epidemiologi; 26:1323-33.

Bender, R. and Benner (2000). A. Calculating Ordinal Regression Models in SAS and S-Plus. Biometrical Journal, 42, 6, 677-699.

Bender, R. and Grouven (1997). Ordinal Logistic Regression in medical. Journal of the Royal College of Physicians of London. Vol .31, 1997

Campbell, Julious, Altman. (1995). Estimating sample size for binary, ordered categorical, and continuous outcome in two group.

Gunarsa, S. (1995). Psikologi Keperawatan. Cetakan ke-2. Jakarta: Gunung Mulia.

Hosmer, D. W. and Lemeshow, S. (2000). Applied logistic regression. 2nd edition.John Wiley & Sons, New York,

Kim, HS. (2004), Topics In Ordinal Logistic Regression And Its Applications. Dissertation, 2004

McCullagh, P. (1980), Regression Models for Ordinal Data (with discussion), Jurnal Royal Statistic Society, B(42): 109 – 142.

McCullagh, P. and J. A. Nelder. (1989). Generalized Linear Models. Second ed. London: Chapman and Hall.

Notoadmodjo, S. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Raharjanti, R,P dan Widiharih, T. (2005). Model Logit Kumulatif Untuk Respon Ordinal.

FMIPA Undip.

SPSS, Inc. (2002), Ordinal Regression Analysis, SPSS Advanced Models 10.0., Chicago, IL

Walters, SJ. (2004). Sample size and power estimation for studies with health related quality of life outcomes: a comparison of four methods using the SF-36. BioMed Central. Health and Quality of Life Outcomes. 2:26

Yuliarmi, N, N dan Riyasa, P. (2007). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Skripsi. FE Uniersitas Udayana

Zahrotul,N,A. (2008). Kepuasan Pasien Ditinjau Dari Kualitas Pelayanan Perawat di Rumah Sakit TK. IV dr. M. Yasin Watampone. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. Yogyakarta.

(18)

18

Pengaruh Fasilitas Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Instalasi Rawat

Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi

Rosliana Dewi* roslianadewi@ymail.com STIKES Kota Sukabumi

ABSTRAK

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di Ruang Instalasi Rawat Inap masih dibawah standar. Hal ini menandakan kurangnya motivasi yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan pekerjaannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh fasilitas terhadap motivasi kerja perawat.

Fasilitas adalah penunjang seperti sarana dan prasarana yang dapat memudahkan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Motivasi kerja adalah suatu kondisi / keadaan yg mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilaku yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam lingkungan kerjanya.

Penelitian menggunakan jenis penelitian korelasional melalui pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah perawat pelaksana ruang instalasi rawat inap berjumlah 97 orang, sampel penelitian sebanyak 78 orang. Teknik pengambilan sampel dengan stratified proportional random sampling. Uji validitas Fasilitas dari 20 item 18 item pertanyaan yang valid dengan nilai reliabilitas 0,662. Analisis hipotesa menggunakan chi kuadrat dan koefisien kontingensi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan paling banyak Perawat mengungkapkan bahwa fasilitas Cukup sebanyak 60,3% (47 perawat), paling banyak Perawat memiliki motivasi kerja cukup sebanyak 71,8% (56 orang) dan hasil P Value = 0,000 yang berarti ada pengaruh fasilitas terhadap motivasi kerja perawat.

Fasilitas berpengaruh terhadap motivasi kerja sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh rumah sakit adalah dengan meningkatkan fasilitas yang dapat meningkatkan motivasi kerja perawat.

(19)

19

PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat. Menurut UU No. 44 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelayanan Rawat Inap

merupakan salah satu jenis pelayanan yang sangat kompleks dan dapat memberikan kontribusi yang paling besar dari pelayanan lain serta tidak lepas dari potensi sumber daya keperawatan yang sangat menentukan mutu pelayanan yang dihasilkan disamping sumber daya yang lain. Peran perawat sangat penting karena sebagai ujung tombak di pelayanan Rawat

Inap dan merupakan tenaga yang paling lama kontak atau berhubungan dengan pasien selama 24 jam.

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi dimanifestasikan antara lain melalui praktik profesi yang diatur dalam suatu ketetapan hukum, yaitu Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148 Tahun 2010 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik perawat. Dengan demikian diharapkan perlindungan hukum masyarakat terjamin melalui akuntabilitas perawat dalam praktik.

Pelayanan keperawatan yang dapat diterima oleh masyarakat terlihat dari disiplin dan motivasi tenaga keperawatan. Dimana disiplin dan motivasi yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan sebagai pemberi layanan yang rendah

(20)

20

akan berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan jasa pelayanan dan beralih ke tempat pelayanan kesehatan lainnya. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas. Tanpa adanya motivasi dari pegawai untuk bekerja dan bagi kepentingan institusi maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu.

Motivasi merupakan bagian integral dari kegiatan organisasi atau perusahaan dari dalam proses pembinaan, pengembangan dan pengerahan tenaga kerja manusia. perawat akan bekerja dengan lebih baik dalam lingkungan dimana mereka merasa dihargai dan merasa dapat berguna untuk orang banyak. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Hasibuan, 2010). Tetapi pada dasarnya motivasi yang keluar tergantung dari bentuknya baik itu dari dalam diri sendiri, dari lingkungan luar atau pun dari

keadaaan yang mendesak seseorang untuk melakukan suatu hal sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Tidak banyak orang yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan yang diharapkan banyak faktor yang bisa membuat motivasi seseorang menjadi kurang seperti karena fasilitas yang kurang dapat menurunkan motivasi kerja seseorang karena keterbatasan sarana yang diperlukan. Selain itu seperti umur, situasi lingkungan kerja, dan program rutin seperti pelatihan dan fasilitas dapat menjadi faktor yang memepengaruhi motivasi seseorang (Purwanto, 2008).

Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi adalah rumah sakit yang terletak di Cibadak Kabupaten Sukabumi, pada tahun 1994 sampai sekarang status Rumah sakit menjadi kelas C sesuai SK Menkes No. 95/menkes/SK/II/1994. Sampai pada tahun 2002 Rumah Sakit Umum Sekarwangi berubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi Kabupaten Sukabumi berdasarkan peraturan Bupati no. 6 tahun 1999 tanggal 22 April Tahun 2002 dengan akreditasi 5 pelayanan dasar penuh oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen

(21)

21

kesehatan Sertifikasi No.

YM.00.03.2.2.489.

Tahun 2009 tepatnya pada tanggal 31 Desember 2009 telah ditetapkan menjadi PPK BLUD melalui Keputusan Bupati Sukabumi Nomor 900 / Kep. 789-RSUD Sekarwangi / 2009 tentang Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah ( PPK – BLUD ) secara Penuh Pada Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

Sampai sekarang RSUD sekarwangi memiliki fasilitas rawat jalan dengan 15 klinik spesialis, memiliki 9 ruang rawat inap dengan klasifikasi kelas VIP, kelas I, kelas II, kelas III dan HCU dengan jumlah perawat 107 orang dengan penunjang pelayanan dan fasilitas lain yang semakin bertambah ini menjadikan tantangan yang sangat tinggi untuk Rumah sakit karena semakin banyaknya masyarakat yang percaya dengan pelayanan yang tersedia serta untuk perawat yang lebih sering bertemu selama 24 jam dengan pasien untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal dan meningkatkan motivasi kerja agar bisa memberikan pelayanan yang memuaskan

Berdasarkan data profil BLUD RS Sekarwangi terdapat kekuatan ataupun kelebihan dari pelayanan yaitu, sumber daya manusia yang mempunyai komitmen yang tinggi dari para dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, tenaga non keperawatan dan administrasi terhadap pengembangan pelayanan rumah sakit moralitas tinggi, kemampuan memberikan pelayanan cepat dan santun, serta pengendalian kualitas pelayanan yang terpadu. Namun disamping itu terdapat kelemahan seperti, sumber daya manusia yang sebagian kecil belum profesional/tidak sesuai protap dalam memberikan pelayanan, sehingga menimbulkan adanya komplain dari pelanggan. Selain itu peralatan medik dan non medik yang belum memadai. (Profil BLUD RSUD Sekarwangi Cibadak Kabupaten Sukabumi 2010).

Tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap pada trimester 1 2011 terhadap pelayanan keperawatan didapatkan pasien yang mengatakan puas atas pelayanan keperawatan mencapai 60 % dan pasien yang mengatakan tidak puas 40 % dengan standar minimal kepuasan yang harus dicapai rumah sakit sesuai dengan Standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang di keluarkan oleh

(22)

22

direktorat jendral bina pelayanan medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu 90%. Ini bisa menandakan bahwa kurangnya dorongan atas tindakan yang diberikan kepada pasien dimana dapat mencerminkan motivasi kerja yang kurang sehingga angka kepuasan tidak mencapai standar. Dimana mungkin banyak faktor yang bisa mempengaruhi motivasi kerja perawat yang kurang dalam memberikan pelayanan. (Bidang Peningkatan dan Pengendalian Mutu 2012)

Berdasarkan hasil studi Pendahuluan melalui teknik Wawancara 8 dari 10 perawat mengatakan fasilitas dan lingkungan kerja kurang memadai seperti diantaranya prasarana alat-alat yang kurang memadai, sarana ruangan yang sempit, lingkungan fisik yang tidak nyaman, sedangkan untuk lingkungan non fisik terjalin dengan baik. Sehingga memepengaruhi motivasi kerja perawat, dan 2 orang perawat mengatakan bahwa fasilitas alat – alat sudah cukup membaik, ruangan cukup nyaman dan untuk Lingkungan fisik di ruang rawat inap cukup mendukung dalam memotivasi kerja dan lungkungan non fisik antara atasan dan sesama terjalin baik.

TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh fasilitas terhadap motivasi kerja perawat di Ruang Instalasi Rawat

Inap BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi. 2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran fasilitas di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

b. Mengidentifikasi gambaran Motivasi Kerja Perawat di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. c. Mengidentifikasi pengaruh fasilitas terhadap Motivasi Kerja Perawat di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan rumusan yang ada dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan apakah terdapat asosiasi antara dua variabel atau lebih serta seberapa jauh korelasi yang ada antara variabel yang diteliti (Hidayat,

(23)

23

2010). Dengan pendekatan cross sectional, yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas dan terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, atau yang dapat mengukur variabel Independen dan Variabel

Dependen pada waktu yang

bersamaan.Pada penelitian ini mengkaji pengaruh fasilitas terhadap Motivasi kerja Perawat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian pada sampel dengan jumlah 78 orang perawat pelaksana dan data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan proses pengolahan data dan menganalisa data. Hasil penelitian yang menjelaskan Pengaruh Fasilitas terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut :

A. HASIL PENELITIAN

1. Analisa Univariat

a. Gambaran Umum

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian adalah Pendidikan responden, status

kepegawaian, jenis kelamin dan lama kerja, distribusi frekuensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Frekuensi Perawat berdasarkan Pendidikan B e

rdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap

BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi memiliki tingkat Pendidikan D-III Keperawatan sebanyak 97,4% (76 Perawat) dan paling Sedikit memiliki tingkat Pendidikan S.Kep sebanyak 2,6% (2 perawat). Pendidikan Perawat Jumlah Prosentase (%) D-III Keperawatan 76 97,4 S.Kep 2 2,6 Jumlah 78 100

(24)

24 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Status Kepegawaian Status Kepegawaian Jumlah Prosentase (%) PNS 35 44,9 PHL 43 55,1 Jumlah 78 100 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi memiliki status kepegawaian PHL sebanyak 55,1 % (43 perawat) dan paling sedikit memiliki status kepegawaian PNS 44,9% (35 perawat) Tabel 3 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%) Perempuan 62 79,5 Laki – laki 16 20,5 Jumlah 78 100 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat

Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi adalah

Perempuan sebanyak 79,5 % (62 perawat) dan paling sedikit laki- laki sebnanyak 20,5 % (16 perawat). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Lama Kerja Lama kerja Jumlah Prosentase

(%) ≤ 1 tahun 5 6,4 1-5 tahun 38 48,7 6-10 tahun 22 38,2 ≥ 10 tahun 13 16,7 Jumlah 78 100 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat

Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki lama

(25)

25

kerja 1-5 tahun sebanyak 48,7% (38 perawat) dan yang paling sedikit lama kerja ≤ 1 tahun sebanyak 6,4 % (5 perawat). b. Analisa Univariat berdasarkan Variabel yang diteliti Tabel 5 Distribusi Frekuensi Persepsi Perawat Fasilitas Jumlah Prosentase

(%) Baik 0 0 Cukup 47 60,3 Kurang 31 39,7 Jumlah 78 100 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat

Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi

mengungkapkan bahwa fasilitas Cukup sebanyak 60,3 % (47 perawat), sedangkan yang paling sedikit mengungkapkan

fasilitas kurang sebanyak 39,7 % (31 perawat) Tabel 6 Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Perawat Jumlah Prosentase (%) Baik 8 10,3 Cukup 56 71,8 Kurang 14 17,9 Jumlah 78 100 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki motivasi kerja cukup sebanyak 71,8 % (56 orang), dan paling sedikit memiliki motivasi kerja perawat yang baik sebanyak 10,3 % (8 Orang).

2. Analisa Tabulasi silang

Dalam Penelitian ini karena ada tabel yang bernilai 0 dan total nilai expected account lebih dari 20% yang tidak sesuai dengan syarat chi

(26)

26

kuadrat maka dilakukan penggabungan sel sehingga tabulasi silang Motivasi Kerja Perawat dengan Fasilitas Di Ruang instalasi Rawat Inap

BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut :

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Fasilitas Terhadap Motivasi

Kerja

Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa dari 78 perawat pelaksana di Ruang Instalasi Rawat Inap

BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi. Perawat yang mengungkapkan fasilitas cukup mayoritas memiliki motivasi kerja cukup sebanyak 97,9% (46 perawat) dan yang mengungkapkan fasilitas kurang mayoritas motivasi kerja cukup sebanyak 58,1 % (18 perawat)

3. Analisa Bivariat

Hasil analisa ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh fasilitas terhadap Motivasi Kerja Perawat di Ruang Instalasi

Rawat Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi. Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh Fasilitas

terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Instalasi Rawat

Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.

Tabel 8 Pengaruh Fasilitas terhadap Motivasi Kerja

Perawat Fasilitas Motivasi Kerja Perawat

Cukup % kurang % Total %

Cukup 46 97,9 1 2,1 47 100

Kurang 18 58,1 13 41,9 31 100

Total 64 82,1 14 17,9 78 100

Fasilita s

Motivasi Kerja Perawat

P value Koefisie n Konting ensi Cukup Kura ng Tot al Cukup 46 1 47 0,000 0,453 Kurang 18 13 31 Total 64 14 78

(27)

27

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai P value = 0,000 berarti < 0,05 yang menunjukan ada pengaruh antara fasilitas dengan motivasi kerja perawat. Dengan nilai koefisien kontingensi 0,453 yang menunjukan bahwa keeratan pengaruh fasilitas dengan motivasi kerja Cukup kuat.

B. PEMBAHASAN

Pembahasan hasil

penelitian ini dimaksud untuk memberikan penjelasan terhadap hasil penelitian deskriptif maupun hasil penelitian korelasi yang akan dijabarkan sebagai berikut.

1. Gambaran Fasilitas di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi

mengungkapkan bahwa fasilitas Cukup sebanyak 60,3% (47

perawat), sedangkan yang paling sedikit mengungkapkan fasilitas kurang sebanyak 39,7 % (31 perawat)

Berdasarkan data bahwa fasilitas di ruang rawat inap termasuk Cukup hal ini mungkin dikarenakan para perawat merasakan fasilitas seperti sarana (ruangan) dan prasarana (alat – alat kesehatan) yang ada dan tersedia di ruangan cukup memenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam bekerja.

2. Gambaran Motivasi Kerja

Perawat di Ruang Instalasi

Rawat Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki motivasi kerja cukup sebanyak 71,8% (56 perawat), dan paling sedikit memiliki motivasi kerja perawat yang baik sebanyak 10,3 % (8 Orang). Menurut Hasibuan (2010) Motivasi kerja adalah

(28)

28

suatu kondisi / keadaan yg mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara perilaku yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam lingkungan kerjanya.

Berdasarkan data diatas motivasi kerja perawat termasuk cukup, banyak hal yang dapat mempengaruhi menurut Hasibuan (2010) metode untuk memotivasi ada yang secara langsung ataupun tidak langsung, motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan langsung kepada individu atau karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya, seperti pujian, penghargaan, tunjangan, bonus dan lain- lain. Hal ini mungkin saja tidak dirasakan oleh seluruh perawat di ruang rawat inap sehingga menjadikan motivasi mereka cukup dalam bekerja mungkin karena kurangnya pujian yang didapatkan ataupun tidak adanya penghargaan yang diberikan kepada perawat yang berprestasi dari rumah sakit. Atau bisa juga dari motivasi tidak langsung

dimana motivasi ini diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas yang mendukung, ataupun dari ruangan yang terang dan nyaman, alat alat yang baik, suasana pekerjaan yang serasi.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi

Kabupaten Sukabumi

mengungkapkan bahwa fasilitas Cukup sebanyak 60,3% (47 perawat), sedangkan yang paling sedikit mengungkapkan fasilitas kurang sebanyak 39,7% (31 perawat) seperti menurut Hasibuan (2010) fasilitas adalah penunjang seperti sarana dan

prasarana yang dapat

memudahkan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga hal ini mungkin saja yang mempengaruhi motivasi kerja cukup, karena fasilitas yang dirasakan oleh perawat cukup baik dari ruangan yang sesuai atau pun alat –alat medis yang sesuai atau yang tersedia.

(29)

29

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa paling banyak Perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki lama kerja 1-5 tahun sebanyak 48,7% (38 perawat) dan yang paling sedikit lama kerja ≤ 1 tahun sebanyak 6,4 % (5 perawat). Menurut Usmara (2006) staf yang lebih lama masa kerjanya seringkali menilai dan mengharaapkan penghasilan tambahan tertentu karena latar belakang senioritas.

Berdasarkan data diatas lama kerja mungkin dapat mempengaruhi motivasi kerja karena lama kerjanya 1-5 tahun yang sudah cukup lama dalam bekerja dapat berpengaruh mungkin karena sudah merasakan kejenuhan dengan keadaan yang ada di lingkungan kerja ataupun merasakan keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam bekerja karena dengan lama kerja yang dinilai masih baru otomatis umur pekerja pun masih muda yang berfikir kritis terhadap apa yang mereka

rasakan mungkin ini akan berpengaruh kepada motivasi kerja perawat di ruangan.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa paling banyak perawat pelaksana di ruang Instalasi rawat Inap BLUD RS Sekarwangi adalah perempuan sebanyak 79,5% (62 perawat), dan paling sedikit laki-laki sebanyak 20,5% (16 perawat). Menurut Marilyn M. Freedman (2008) setiap posisi normatif dari kelompok dihubungkan dengan peran terkait. Suami atau ayah diharapkan menjadi pencari uang, peran formal yang standar terdapat dalam keluarga adalah kepala rumah tangga sebagai

pencari nafkah. Dapat

disimpulkan bahwa laki-laki motivasi kerjanya lebih tinggi dibanding perempuan.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa paling banyak perawat Di Ruang Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki tingkat pendidikan D-III Keperawatan sebanyak 97,4% (76

(30)

30

perawat) dsn paling sedikit S1 Keperawatan sebanyak 2,6% (2 perawat). Menurut Usmara (2006) nilai – nilai pada motivasi kerja dipengaruhi oleh karakter atau latar belakang personal dari staf diantaranya pendidikan, pendidikan tinggi akan menilai dan mengharapkan lebih penghargaan dibandingkan mereka yang memiliki level pendidikan yang lebih rendah.

Berdasarkan data

pendidikan DIII Keperawatan dikatakan paling banyak namun hasil motivasi cukup, hal ini mungkin dengan pendidikan tinggi individual cenderung untuk mengharapkan penghargaan dan insentif yang tinggi pula tetapi mungkin pada kenyataannya hal tersebut tidak atau kurang terpenuhi sehingga menghasilkan motivasi kerja yang cukup. Dan bila dihubungkan sesuai Tabel 2 sebagian besar perawat pelaksana di ruang instalasi rawat inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi memiliki status kepegawaian BHL sebanyak 55,1% (43 perawat) dan paling

sedikit PNS sebanyak 44,9% (35 perawat) hal ini mungkin bisa mempengaruhi motivasi ketika semakin tinggi pendidikan

seseorang akan lebih

menginginkan intensif yang lebih tinggi pula tapi hal ini tidak bisa teraplikasi karena sebagian besar perawat adalah PHL yang mungkin intensif yang mereka harapkan tidak sebanding dengan

perawat yang status

kepegawaiannya adalah seorang PNS.

3. Pengaruh Fasilitas

Terhadap Motivasi Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa dari 78 perawat di Ruang Instalasi

Rawat Inap BLUD RS

Sekarwangi Kabupaten

Sukabumi. Perawat yang mengungkapkan fasilitas cukup mayoritas memiliki motivasi kerja cukup sebanyak 97,9% (46 perawat) dan yang mengungkapkan fasilitas kurang mayoritas motivasi

Gambar

Table 1  Jumlah Klien Dengan  Hipertensi Terbanyak Di 5  Puskesmas Kota Sukabumi tahun

Referensi

Dokumen terkait

Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisin Combination Therapy (ACT).. Primaquin diberikan per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb

tentang Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Trenggalek Nomor: 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati

Masalah ekonomi yang dihadapi Amerika dan negara-negara di Eropa membuat para investor global menjadikan Indonesia salah satu pilihan investasi terbaik karena memiliki pertumbuhan

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap VII – tahap IX yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

Berbagai kemungkinan penggunaan komputer meliputi: tutorial, latihan tes, simulasi, permainan, dan pemecahan masalah (Sudjana dan Rivai, 1989). Tutorial digunakan untuk

Karena lucutan celah cethus sedemikian cepat dalam orde I-Jdetik (I(T6detik) serta menghasilkan spektrum sinar UV yang sedemikian kuat intensitasnya maka untuk memperoleh citra

RESOURCES KPP PRATAMA JAKARTA CENGKARENG KPP MINYAK DAN GAS BUMI 132 031712250.034-000 ANDALAS METANA ENERGY KPP PRATAMA

Penambahan bahan kimia, dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek untuk