• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE UNTUK APLIKASI PENURUNAN KADAR PADATAN TERSUSPENSI DALAM AIR

SLAMET PURWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Slamet Purwanto NIM F351100021

(4)
(5)

RINGKASAN

SLAMET PURWANTO. Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan SUPRIHATIN.

Flokulan dari senyawa polimer yang digunakan untuk pengolahan air ada dua jenis yaitu polimer sintetis dan polimer alami. Polimer sintetis seperti poliakrilamida (PAM) memiliki karakteristik yang antara lain adalah tidak atau sulit terurai secara biologi (nonbiodegradable), membentuk flok yang rapuh atau tidak tahan terhadap gaya geser (fragile, low shear stability), dosis penggunaan rendah, memiliki umur simpan yang lebih lama (long shelf life). Polimer alami seperti polisakarida (pati) memiliki karakteristik biodegradable, membentuk flok dengan stabilitas terhadap gaya geser yang tinggi (high shear stability), dosis penggunaan tinggi, shorter shelf life. Sifat unggul dari dua jenis polimer tersebut dapat digabungkan sehingga membentuk kopolimer baru yang memiliki gabungan sifat unggul unsur penyusunnya melalui reaksi kopolimerisasi cangkok. Penggunaan iradiasi gelombang mikro (microwave) pada teknik pencangkokan sangat disukai karena sifat reaksinya selektif, waktu reaksi yang singkat dan mudah dikendalikan secara elektronik.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kondisi proses sintesis (jumlah akrilamida dan waktu reaksi) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis dan (2) mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah menganalisis sifat fisiko kimia pati sagu, melakukan reaksi karboksimetilasi untuk menghasilkan carboxymethyl starch (CMS), mencangkokan akrilamida pada CMS menggunakan iradiasi gelombang mikro sehingga menghasilkan CMS-g-PAM, menganalisis sifat fisiko kimia CMS-g-PAM dan menguji kinerja flokulasinya.

Pati sagu yang digunakan memiliki kadar air 5,93%, kadar abu 0,02%, kadar protein 1,05%, kadar lemak 0,97%, kadar serat 0,15%, dan kadar karbohidrat 91,88%. Kadar pati yang terkandung di dalam karbohidrat tersebut adalah 67,48%. Dari kadar pati 67,48% tersebut, sepertinganya (15,42%) merupakan amilosa dan sisanya adalah amilopektin (52,06%). Hasil uji FTIR pada pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM menunjukkan terjadi sedikit perubahan struktur gugus fungsi. Hal tersebut mungkin disebabkan reaksi yang dijalankan tidak berjalan secara sempurna. Reaksi gelatinisasi pada saat pembuatan CMS tidak berlangsung sempurna dan suhu pada saat reaksi kopolimerisasi tidak mencapai suhu gelatinisasi. Lebih dari 90% CMS dapat dikopolomerisasi dengan akrilamida dengan perolehan produk tertinggi 99,82% dihasilkan dari perlakuan jumlah akrilamida 100 ml (setara dengan 50 g atau 0,70 mol) dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Hasil analisis ragam terhadap perolehan produk pada tingkat kepercayaan 95% menununjukkan bahwa jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perolehan produk yang dihasilkan.

(6)

Hasil pengujian pada nisbah pencangkokan (grafting ratio disingkat menjadi GR) dan efisiensi pencangkokan (grafting efficiency disingkat menjadi GE) menunjukkan bahwa nilai GR berkisar antara 0,87% hingga 10,06% sedangkan nilai GE berkisar antara 0,076% hingga 0,349%. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nilai GR dan nilai GE menunjukkan keduanya dipengaruhi secara nyata oleh waktu reaksi, jumlah akrilamida, dan interaksi keduanya. Tiap taraf pada semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara satu sama lain terhadap perubahan nilai GR dan nilai GE. Hanya taraf perlakuan jumlah akrilamida 50 dan 100 ml yang menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap nilai GE. Dengan melihat pada perolehan hasil dan nilai GE maka perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit dianggap merupakan kombinasi perlakuan terbaik.

Kopolimer cangkok CMS-g-PAM yang dihasilkan dari reaksi kopolimerisasi mampu menurunkan nilai TSS, kekeruhan dan warna air sungai. Nilai efisiensi penyisihan (removal efficiency) TSS oleh pati sagu dan CMS berada di kisaran 50% dan oleh CMS-g-PAM di atas 60%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan TSS sekitar 10%. Nilai penyisihan kekeruhan oleh pati sagu berada di kisaran 70% dan oleh CMS-g-PAM di atas 75%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan kekeruhan di atas 5%. Nilai penyisihan warna oleh pati sagu adalah 65% dan oleh CMS adalah 60%, sedangkan oleh CMS-g-PAM di kisaran 70%. Kopolimerisasi mampu meningkatkan efisiensi penyisihan warna sekitar 5%. Berdasarkan nilai efisiensi penyisihan TSS, kekeruhan dan warna yang dikaitkan dengan nilai GE maka Kopolimer CMS-g-PAM dengan faktor perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit menunjukkan kinerja flokulasi yang terbaik terbaik Flokulan CMS-g-PAM terbaik yang dihasilkan mampu menurunkan TSS 7,5 mg/l menjadi 2,5 mg/l, kekeruhan 8,5 FTU menjadi 2 FTU dan warna 40,5 unit PtCo menjadi 11 unit PtCo. Dengan kata lain efisiensi penyisihan flokulan CMS-g-PAM terbaik dalam menurunkan TSS, kekeruhan dan warna secara berurutan adalah 66,67%, 76,47% dan 72,84%.

Dari hasil percobaan lanjutan diketahui bahwa penggunaan aluminium foil mempengaruhi kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE produk yang dihasilkan pada reaksi kopolimerisasi cangkok yang menggunakan iradiasi gelombang mikro. Nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan tanpa menggunakan tutup (1,262%) lebih tinggi hampir empat kali lipat (3,6 kali) jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil (0,349%).

Kata kunci: kopolimerisasi cangkok, iradiasi gelombang mikro, pati sagu, poli(akrilamida), flokulan

(7)

SUMMARY

SLAMET PURWANTO. Microwave Initiated Synthesis of Flocculants Based on Modified Sago Starch for the Treatment of Suspended Solid in Water. Under direction of ERLIZA HAMBALI dan SUPRIHATIN.

Flocculants usually are polymer. There are two types of polymer, synthetic polymer and natural polymer. The properties of synthetic polymer, for example polyacrylamide (PAM), are nonbiodegradable, forming a fragile floc (low shear stability), can be used at small amount with high performance of flocculation, and has a better shelf life. Natural polymers properties such as polysaccharides (starch) are biodegradable, forming a high shear stability floc, should be use in a higher amount of flocculant compare to the synthetic one, and has a shorter shelf life. A new polymer contained both of them can be produced by using microwave irradiation with graft copolymerization technique. The utilization of microwave irradiation on graft copolymerization is more preferred because of its selective reaction site, short reaction time and electronically easy to control.

This research are aimed to identify the best process conditions for synthesizing of flocculants (using two treatment factors: amount of acrylamide and microwave irradiation time) and to identify the performance of flocculants on reducing suspended solids contained in water. The research’s steps are physico-chemical properties analysis of sago starch, sago starch carboxymethylation reaction to produce carboxymethyl starch (CMS), graft copolymerization reaction of CMS with acrylamide by using microwave irradiation to produce CMS-g-PAM floculant, physico-chemical properties analysis of CMS-g-PAM and flocculation performance test of CMS-g-PAM on river water.

Sago starch’s proximate analysis result indicate that sago starch properties are as follow: water content 5.93%, ash content 0.02%, protein content 1.05%, oil or fat content 0.97%, raw fiber content 0.15%, and carbohydrate content 91.88%. Starch content of sagu starch is 67.48%, a third (15.42%) of it is amylose and the rest of it is amylopectin (52.06%). FTIR test results on sago starch, CMS and CMS-g-PAM indicated a slightly change in the functional group structure. This is probably due to the reaction conducted does not perfectly occurred. The reason is gelatinization reaction when synthesis CMS is not completely occurred and copolymerization temperature does not not reach the gelatinization temperature. More than 90% CMS can be graft-copolymerized with acrylamide and result in CMS-g-PAM. The highest conversion rate is 99.82% and it is resulted from the treatment combination of amount of acrylamide 100 ml (equivalent to 50 g or 0.70 moles) and 3 minutes copolymerization reaction time. Analysis of variance (ANOVA) results at 95% confidence level on conversion rate indicate that the amount of acrylamide, copolymerization reaction time and interaction of both of them does not significantly change the value of conversion rate.

Grafting ratio (GR) and grafting efficiency (GE) yielded by the treatment of acrylamide concentration and microwave irradiation length time are vary, 0.87% to 10.06% for GR and 0.076% to 0.349% for GE. The test results of analysis of variance (α=0.05) indicate that GR and GE values are significantly affected by amount of acrylamide, copolymerization reaction time and interaction both of them. Each level of all treatment has significantly different effect on the GR and

(8)

GE value changing. Only the treatment level of amounts of acrylamide 50 and 100 ml that is not significantly different effect on the GE values. Based on the conversion rate value and GE value then the combination treatment of the amount of acrylamide 100 ml and the 3 minutes copolymerization reaction time is considered as the best treatment.

Flocculant CMS-g-PAM yielded by grafting copolymerization can reduce the value of TSS, turbidity and color of river water. TSS removal efficiency of sago starch and CMS are around 50% and TSS removal efficiency of CMS-g-PAM is above 60%. It could be concluded that graft copolymerization can improve the performance of TSS removal efficiency approximately 10%. Turbidity removal efficiency of sago starch ia about 70% and turbidity removal efficiency of CMS-g-PAM is above 75%. It could be concluded that graft copolymerization reaction can improve the turbidity removal efficiency around 5%. Water color removal efficiency of sago starch is 65% and water color removal efficiency of CMS is 60%, while the water color removal efficiency of CMS-g-PAM is about 70%. It could be concluded that graft copolymerization can improve water color removal efficiency about 5%. Flocculant CMS-g-PAM yielded by acrylamide concentration 50 g and microwave irradiation length time 3 minutes perform the best flocculation on reducing TSS. The best flocculant can reduce TSS 7.5 mg/l to 2.5 mg/l, turbidity 8.5 FTU to 2 FTU and water color 40.5 PtCo units to 11 PtCo units. In other words, removal efficiency the best flocculant of CMS-g-PAM on reducing TSS, turbidity and color respectively are 66.67%, 76.47% and 72.84%.

Aluminum foil used as a beaker glass lid in the microwave oven when copolimerization performed has significantly affected the grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded. Grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded from the condition of without beaker glass lid usage is two times higher compared to grafting efficiency of CMS-g-PAM yielded from the condition of with beaker glass lid (aluminium foil).

Keywords: graft copolymerization, microwave irradiation, sago starch, poly (acrylamide) flocculants

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SINTESIS FLOKULAN DARI PATI SAGU DAN AKRILAMIDA MENGGUNAKAN MICROWAVE INITIATED TECHNIQUE UNTUK APLIKASI PENURUNAN KADAR PADATAN TERSUSPENSI DALAM AIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)

Judul Tesis : Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air

Nama : Slamet Purwanto NIM : F351100021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Erliza Hambali Ketua

Prof Dr Ing Ir Suprihatin Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 hingga Desember 2012 ialah kopolimerisasi cangkok dengan iradiasi gelombang mikro, dengan judul Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida Menggunakan Microwave Initiated Technique untuk Aplikasi Penurunan Kadar Padatan Tersuspensi dalam Air.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Erliza Hambali dan Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Suprihatin selaku pembimbing, serta Dr Ir Machfud, MS dan Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kuki Permana beserta jajaran staf PT. Indocement Tunggal Prakarsa tbk, yang telah membantu pendanaan penelitian ini, rekan-rekan staf peneliti di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, SBRC LPPM – IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri tercinta Iim Jaemah, SE dan ananda Hanif Muhammad Rafa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xxi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

Luaran Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Tanaman Sagu 5

Karakteristik Pati Sagu 7

Akrilamida 10

Kopolimerisasi dan Mekanismenya 10

Kopolimerisasi Cangkok dengan Gelombang Mikro (Microwave) 13

Reaksi Karboksimetilasi Pati Sagu 14

Mekanisme Reaksi Kopolimerisasi Cangkok CMS-g-PAM 15

Kopolimer pada Proses Koagulasi/Flokulasi 17

3 METODE 23

Bahan 23

Alat 23

Metodologi Penelitian 23

Rancangan Percobaan 30

Waktu dan Tempat Penelitian 32

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu 33

Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia CMS-g-PAM 34

Hasil Uji Kinerja Kopolimer Cangkok CMS-g-PAM sebagai

Flokulan pada Air Sungai 45

5 SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 57

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbandingan produktivitas beberapa tanaman penghasil pati 5 2 Perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa pati lain 7 3 Beberapa koagulan/flokulan yang sering digunakan pada pengolahan

air 18

4 Rangkuman penelitian terdahulu 20

5 Faktor perlakuan bobot CMS dan waktu reaksi pada reaksi

kopolimerisasi dengan gelombang mikro 26

6 Taraf perlakuan jumlah akrilamida (A) dan waktu reaksi (B) 31

7 Hasil analisis proksimat pati sagu 33

8 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi 43 9 Peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan CMS-g-PAM 46 10 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan

beberapa flokulan lain yang sejenis 47

11 Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan

CMS-g-PAM 49

12 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan

beberapa flokulan lain yang sejenis 51

13 Peningkatan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dan CMS-g-PAM 52 14 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman sagu dan batang sagu 5

2 Pohon industri sagu 6

3 Struktur molekul α-glukopiranosil 8

4 Struktur molekul amilosa 8

5 Struktur kimia amilopektin 8

6 Susunan amilosa dan amilopektin pada struktur granula pati 9

7 Struktur molekul akrilamida 10

8 Ilustrasi berbagai bentuk kopolimer blok 11

9 Ilustrasi kopolimer cangkok 11

10 Ilustrasi stereoblock copolymer 11

11 Perbandingan pindah panas secara konveksi dan melalui gelombang

mikro 13

12 Mekanisme reaksi karboksimetilasi pati sagu natrium kloroasetat

yang menghasilkan CMS 15

13 Mekanisme pembentukan panas molekul air karena pengaruh

gelombang mikro 15

14 Mekanisme reaksi pembentukan CMS-g-PAM dengan iradiasi

gelombang mikro 16

15 Mekanisme koagulasi flokulasi 19

16 Diagram Alir Sintesis Carboxy Methyl Starch (CMS) 25 17 Campuran CMS dan akrilamida di dalam oven microwave 26 18 Diagram Alir Kopolimerisasi CMS dengan Akrilamida Menggunakan

Iradiasi Gelombang Mikro pada rentang waktu tertentu 28

19 Diagram alir penelitian 32

20 Pati sagu setelah dikeringkan dengan oven sebelum disaring (A) dan

sesudah disaring (B) 33

21 Spektrum FTIR pati sagu pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga

4000 cm-1 35

22 Spektrum FTIR CMS pada bilangan gelombang 400 cm-1 hingga

4000 cm-1 36

23 Spektrum FTIR CMS-g-PAM pada bilangan gelombang 400 cm-1

hingga 4000 cm-1 36

24 Larutan CMS yang telah mengalami kopolimerisasi dan terminasi dengan hidrokuinon (A) dan gel padat yang terbentuk karena

penambahan aseton (B) 37

25 Penapisan produk hasil kopolimerisasi (A) dan produk kering (B) 37 26 Histogram yang menggambarkan hubungan antara perolehan produk

CMS-g-PAM dan waktu reaksi 38

27 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai nisbah pencangkokan (GR) dan waktu reaksi pada tiga taraf jumlah

akrilamida 41

28 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai efisiensi pencangkokan (GE) dan waktu reaksi pada beberapa jumlah

akrilamida 42

(20)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

Halaman 30 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan

efisiensi penyisihan TSS pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 47 31 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan GE

karena pengaruh pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 48

32 Perubahan struktur molekul polisakarida (polimer linier) dengan reaksi pencangkokan sehingga menghasilkan kopolimer cangkok

yang berstruktur seperti sisir 48

33 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai kekeruhan dan efisiensi penyisihan kekeruhan pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 50 34 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai warna dan

efisiensi penyisihan warna pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM 52

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Sertifikat analisis akrilamida dari PT Tridomain Chemicals 63

2 Diagram alir penyiapan pati sagu 64

3 Prosedur analisis proksimat 65

4 Prosedur analisis kadar nitrogen (SNI 19-7119.2-2005) 70 5 Prosedur uji flokulasi dengan cara Jar (Jar Test) 72

6 Hasil analisis proksimat pati sagu 73

7 Hasil pengukuran perolehan produk CMS-g-PAM 75

8 Analisis ragam perolehan produk CMS-g-PAM dengan metode

penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 76

9 Hasil analisis kadar nitrogen pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 78

10 Nilai GR 79

11 Analisis ragam GR CMS-g-PAM dengan metode penyapuan pada

tingkat kepercayaan 95% 80

12 Uji beda nyata jujur (BNJ) GR CMS-g-PAM 82

13 Nilai GE 83

14 Analisis ragam GE CMS-g-PAM pada tingkat kepercayaan 95% 84

15 Uji beda nyata jujur (BNJ) GE CMS-g-PAM 86

16 Hasil pengukuran kadar TSS dan efisiensi penyisihannya karena

penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 87

17 Analisis ragam TSS dengan metode penyapuan pada tingkat

kepercayaan 95% 88

18 Uji beda nyata jujur TSS 91

19 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena

penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 93

20 Analisis ragam kekeruhan dengan metode penyapuan pada tingkat

kepercayaan 95% 94

21 Uji beda nyata jujur kekeruhan 97

22 Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena

penambahan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM 99

23 Analisis ragam warna dengan metode penyapuan pada tingkat

kepercayaan 95% 100

24 Uji beda nyata jujur warna 103

25 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup 105 26 Analisis ragam perlakuan penggunaan tutup aluminium foil dengan

metode penyapuan pada tingkat kepercayaan 95% 106 27 Uji beda nyata jujur perlakuan penggunaan tutup 108

(22)
(23)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran air (baku) yang disebabkan oleh aktivitas rumah tangga, industri dan pertanian terus mengalami peningkatan. Mishra et al. (2012) menyebutkan bahwa padatan merupakan kontaminan utama pada air. Air baku yang telah mengalami penurunan kualitas tersebut harus diolah untuk dapat digunakan kembali. Pemerintah telah mengelompokkan jenis air yang dapat digunakan melalui PP RI No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Koagulasi dan flokulasi adalah proses pemisahan padatan-cairan dengan menambahkan bahan koagulan atau flokulan. Kinerja koagulan umumnya sangat dipengaruhi oleh pH dan digunakan dalam konsentrasi cukup tinggi, sedangkan kinerja flokulan cenderung resisten terhadap pengaruh pH dan digunakan dalam konsentrasi rendah (Pal et al. 2012). Flokulan umumnya merupakan polimer dan larutannya disebut dengan polielektrolit. Flokulan sintetis seperti polyacrylamide (PAM) memiliki karakteristik nonbiodegradable, digunakan dalam konsentrasi rendah, long shelf life dan membentuk flok yang rapuh (fragile), sedangkan polimer alami seperti polisakarida memiliki karakteristik biodegradable, digunakan dalam konsentrasi tinggi, shorter shelf life, membentuk flok dengan high shear stability (Yang et al. 2012; Mishra et al. 2012).

Hibridisasi polimer alami dan sintetis sangat diminati karena aplikasinya yang sangat luas (Sen et al. 2009). Salah satu polimer alami yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah pati sagu (Metroxylon sago Rottb.). Jong dan Widjono (2007) mencatat bahwa kebutuhan pati bagi industri di dunia saat ini adalah sekitar 50 juta ton per tahun dengan laju pertumbuhan 7,7% per tahun dan lebih dari 50% potensi sagu dunia ada di Indonesia. Kopolimerisasi cangkok (grafting copolymerization) merupakan salah satu teknik untuk menggabungkan polimer sintetis dengan polimer alami.

Metode kopolimerisasi cangkok yang umum digunakan menurut Sen et al. (2009) adalah conventional redox grafting method, microwave irradiation, γ-ray irradiation dan electron beam. Diantara beberapa teknik kopolimerisasi tersebut, iradiasi gelombang mikro (microwave) merupakan teknik yang paling menjanjikan untuk menghasilkan kopolimer cangkok berkualitas tinggi. Kelebihan iradiasi gelombang mikro adalah waktu reaksi yang singkat, reaksinya tidak memerlukan kondisi inert, mudah dioperasikan, dan highly reproducible.

Dalam penelitian ini, pati sagu digunakan sebagai backbone (kerangka dasar) sedangkan untuk cangkoknya digunakan monomer akrilamida, sedangkan teknik kopolimerisasi yang digunakan adalah microwave initiated synthesis (radikal bebas diinisiasi tanpa menggunakan inisiator kimia seperti ceric ammonium nitrate (CAN)). Teli dan Waghmare (2009) menyebutkan bahwa akrilamida merupakan jenis monomer yang banyak digunakan pada proses kopolimerisasi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi proses sintesis (waktu reaksi dan jumlah akrilamida) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik dan mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku.

(24)

2

Perumusan Masalah

Bahan koagulan/flokulan dari bahan sintetis memiliki kelemahan yang antara lain adalah tidak tahan terhadap gaya geser, tidak terbarukan, dan kurang ramah bagi lingkungan. Di sisi lain, Indonesia memiliki sumber daya polisakarida (pati) yang banyak dan belum termanfaatkan secara maksimal termasuk pati sagu. Penggabungan bahan sintetis dengan bahan alami melalui reaksi kopolimerisasi diharapkan dapat memperbaiki kelemahan koagulan/flokulan dari bahan sintetis.

Pati merupakan polimer hidrofilik yang tersusun atas ribuan gugus anhidroglukosa yang memiliki sisi reaktif di tiap unit hidroglukosanya. Gugus hidroksil pada selulosa ini dapat dimanfaatkan untuk memodifikasi pati yang salah satu caranya adalah dengan kopolimerisasi cangkok. Modifikasi kimia ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat hidrofilik, ketahanan panas dan ketahanan terhadap serangan mikroba serta membuat struktur material baru lebih kuat dan stabil. Dalam penelitian dilakukan reaksi kopolimerisasi cangkok antara pati sagu (alami) dengan akrilamida (sintetis) yang diaplikasikan sebagai bahan koagulan/flokulan.

Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya penelitian ini. Tujuan tersebut adalah mendapatkan kondisi proses sintesis (jumlah akrilamida dan waktu reaksi) flokulan dari pati sagu dan akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis dan mendapatkan informasi kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian penelitian ini adalah (1) analisis pati sagu sebagai backbone kopolimer cangkok CMS-g-PAM, (2) analisis data monomer akrilamida yang digunakan, (3) modifikasi pati sagu menjadi Carboxy Methyl Starch (CMS), (4) kopolimerisasi CMS dan akrilamida menggunakan iradiasi gelombang mikro (microwave), (5) analisis sifat fisiko kimia CMS-g-PAM yang dihasilkan, dan (6) uji kinerja flokulan yang dihasilkan untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku.

Hipotesis Penelitian

Semakin tinggi konsentrasi akrilamid dan semakin lama waktu proses sintesis kopolimer cangkok CMS-g-PAM diduga akan menyebabkan peningkatan pada perolehan produk setelah reaksi kopolimerisasi, nisbah dan efisiensi pencangkokan.

Luaran Penelitian

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) informasi kondisi Proses Sintesis Flokulan dari Pati Sagu dan Akrilamida yang terbaik menggunakan teknik initiated microwave synthesis, (2) prototipe flokulan

(25)

CMS-3 g-PAM yang dihasilkan dari pati sagu dan akrilamida menggunakan teknik initiated microwave synthesis, dan (3) kinerja flokulan CMS-g-PAM untuk penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah (1) meningkatkan nilai tambah (added value) sagu, (2) pemanfaatan teknik initiated microwave synthesis untuk menghasilkan kopolimer cangkok CMS-g-PAM dari pati sagu (3) penurunan kadar padatan tersuspensi dalam air baku dengan menggunakan kopolimer CMS-g-PAM yang dihasilkan.

(26)
(27)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sagu

Pati sagu dapat diperoleh dari tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottboell). Tanaman sagu seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 diklasifikasikan ke dalam genus Metroxylon dan termasuk ke dalam famili Palmae. Tanaman sagu banyak tumbuh di daerah tropis yang panas dan lembap seperti di Asia Tenggara yang meliputi Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand,) dan wilayah Oseania seperti Kepulauan Mikronesia, Papua Nugini, dan Kepulauan Oseania. Menurut data yang dihimpun oleh Jong dan Widjono 2007 bahwa kebutuhan pati bagi industri dunia saat ini sekitar 50 juta ton per tahun dengan laju pertumbuhan 7,7% per tahun. Lebih dari 50% potensi sagu dunia ada di Indonesia, dan sekitar 90% potensi sagu Indonesia ada di Papua, termasuk Papua Barat. Negara lain penghasil sagu setelah Indonesia adalah Malaysia (20%) dan Papua Nugini (20%).

Gambar 1 Tanaman sagu dan batang sagu (Sumber: Hasan 2011)

Tanaman sagu memiliki produktivitas yang tinggi dalam menghasilkan pati (karbohidrat). Produktivitas sagu per satuan luas per satuan waktu tersebut diketahui lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman lain seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Sagu adalah tanaman tahunan dengan masa panen pertama setelah 8 tahun (Sumaryono, 2007). Kemampuan tanaman sagu untuk mengakumulasikan tepung pati pada batangnya dapat mencapai 200 sampai 220 kg/pohon (Jong, 1995).

Tabel 1 Perbandingan produktivitas beberapa tanaman penghasil pati

Komoditas Produktivitas pati (ton/ha/th)

Sagu 25 Padi 6 Jagung 5,5 Gandum 5 Kentang 2,5 Ubi kayu 1,5 Sumber: Ishizaki (1996)

(28)

6

Secara umum, pati sagu di Indonesia masih digunakan dalam bentuk bahan pangan. Di Indonesia bagian timur sagu dikonsumsi sebagai makanan pokok. Pati sagu juga digunakan sebagai campuran produk mie, soun, roti, bakso dan dalam pembuatan kue-kue tepung sagu, misalnya akusa, bagea. Karena kandungan karbohidratnya yang tinggi pati sagu juga dikembangkan untuk menghasilkan sirup glukosa dan bahan bakar etanol.

Pati yang merupakan salah satu biopolimer penting juga banyak digunakan di berbagai industri seperti tekstil, kertas, farmasi, makanan dan kosmetik. Diagram pemanfaatan sagu dalam bentuk pohon industri diperlihatkan pada Gambar 2. Melihat potensi sumber daya sagu dan keterbatasan pemanfaatan sagu, maka penelitian pemanfaatan pati sagu sebagai bahan koagulan/flokulan dilakukan.

Gambar 2 Pohon industri sagu (Susi dan Ruriani 2009)

Sagu daun Batang sagu atap dinding Tumang/tempat sagu kerajinan Kulit batang Pati sagu Partikel board lantai Obat tradisional Bahan bakar kertas makanan bioetanol siklodekstrin Sirup glukosa bioplastik biofuel farmasi Bahan kimia lem plywood Tekstil roti mie Salad dressing Asam sitrat Asam laktat

(29)

7 Karakteristik Pati Sagu

Pati merupakan makromolekul (polimer) yang tersusun atas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati tersusun atas dua komponen yang dapat dipisahkan dengan air panas. Komponen yang larut dalam air panas disebut dengan amilosa dan komponen yang tidak larut dalam air panas disebut dengan amilopektin. Pati sagu memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati lain seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Hal tersebut memungkinkan untuk menjalankan reaksi kopolimerisasi pada rentang suhu yang lebih lebar. Secara umum pati sagu berbentuk butiran dengan diameter butiran berkisar antara 20 mm hingga 60 mm.

Setiap bahan berbasis pati memiliki sifat fisiko kimia yang berbeda. Menurut Purwaningsih (2012), perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan varietas tanaman penghasil pati, lokasi penanaman (cuaca dan tanah), perlakuan atau perawatan tanaman. Perbedaan sifat fisiko kimia pati tersebut menentukan proses reaksi yang akan digunakan dan jumlah bahan yang akan direaksikan. Pada Tabel 2 diperlihatkan perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa komoditas lain seperti jagung, kentang, beras, ubi kayu dan terigu.

Tabel 2 Perbandingan sifat pati sagu dengan beberapa pati lain

Karakteristik Sagu Jagung Kentang Beras Ubikayu Terigu

Bentuk butiran Oval

Bulat,

poligonal Oval Poligonal Oval Bulat

Ukuran butiran (mm) 20-60 15 15-100 3-8 5-35

2-10/ 20-35

Suhu gelatinisasi (oC) 72-74 62 56 66 68 65

Kadar amilosa (%) 24,4 26 24 17 17 25

Kadar amilopektin (%) 75,6 74 76 83 83 75

Daya mengembang (%) 97 24 >1.000 19 71 21

Viskositas (RVU) @ 86 oC 87-167 - - - - -

Firmness gel (gw/cm2) 150-250 - - - - -

Bobot molekul (g-mol-1) - Amilosa - Amilopektin a) 1,41-2,23×106 a)6,70-9,23×106 b) 5,6919×105 b)81,2783 ×105 b) 4,2688×105 b)61,6797 × 105 Sumber: Cecil et al. (1982), a) Othman, et al. (2010) b) Boediono (2012)

Catatan: Tamarin Kernel Powder memiliki bobot molekul 2,5-6,5x105 g mol-1 (chemtotal.com, 2013)

Amilosa adalah molekul rantai lurus/linier yang terdiri dari α-glukopiranosil (Gambar 3) yang tersambung dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin adalah rantai kompleks yang mempunyai rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik dan rantai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik (Winarno 1997; Guo-xiu et al. 2005). Struktur kimia amilosa diperlihatkan pada Gambar 4 dan struktur amilopektin diperlihatkan pada Gambar 5. Pada umumnya pati terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (Pomeranz 1991). Studi struktur ultra menunjukkan pati mempunyai dua morfologi utama, yaitu bentuk kristalin yang disusun oleh amilopektin dan bentuk amorf yang disusun oleh amilosa (Beiitz dan Grosch 1987).

(30)

8

Gambar 3 Struktur molekul α-glukopiranosil (Sumber: FST 2009)

Gambar 4 Struktur molekul amilosa (Sumber: FST 2009)

Gambar 5 Struktur kimia amilopektin (Sumber: FST 2009)

Di dalam Syamsir (2012) disebutkan bahwa amilosa membentuk struktur heliks sementara rantai cabang amilopektin membentuk struktur rantai heliks

(31)

9 ganda dan membentuk klaster. Sekitar 80-90% dari suatu klaster amilopektin dibentuk oleh rantai amilopektin tipe A yaitu rantai pendek yang tidak membentuk cabang dengan derajat polimerisasi 6 – 15. Pengamatan granula pati denga nmikroskop memperlihatkan adanya persilangan birefringence sebagai perpotongan dua pita. Hal tersebut mengindikasikan pengaturan amilosa-amilopektik secara radial membentuk struktur semi kristalin. Kristalinitas pati disebabkan oleh amilopektin heliks ganda bukan amilosa. Pada Gambar 6 diperlihatkan susunan amilosa dan amilopektin pada granula pati.

Gambar 6 Susunan amilosa dan amilopektin pada struktur granula pati (Sumber:www.braukaiser.com)

Berdasarkan struktur dan sifat fisik di atas, maka dapat dilakukan modifikasi pati untuk memperbaiki sifat fisiknya. Umumnya ikatan 1,4- dan α-1,6-glikosida juga gugus hidroksil pada karbon kedua dan ketiga mempunyai peluang untuk dimodifikasi secara kimiawi, sehingga menghasilkan senyawa dengan sifat yang baru. Sebagai makromolekul, pati sagu memiliki bobot molekul yang besar. Hasil pencirian bobot molekul yang dilakukan oleh Othman, et al. (2010) menunjukkan bahwa pati sagu memiliki bobot molekul 29,1 ± 2,1 × 106 g mol-1. Penetapan bobot molekul tersebut dilakukan dengan metode Gel Permeation Chromatography Multi-Angle Laser Light Scattering. Modifikasi pati juga merubah bobot molekul pati tersebut.

Menurut Xing Guo-xiu et al. (2005), pati sagu dapat digunakan sebagai flokulan. Namun demikian efisiensi flokulasi pati sagu tersebut masih rendah. Penelitian ini dilakukan untuk memodifikasi pati sehingga kinerjanya sebagai flokulan dapat ditingkatkan. Pati sagu digunakan sebagai tulang punggung dalam proses kopolimerisasi dengan akrilamid karena strukturnya yang beraturan dan

(32)

10

panjang. Selain itu, pati sagu dapat diperoleh dengan mudah dan sifatnya yang terbarukan dan dapat terurai secara alami (biodegradable).

Akrilamida

Akrilamida (C3H5NO) adalah jenis monomer hidrofilik yang banyak

digunakan di industri plastik. Rumus struktur akrilamida diperlihatkan pada Gambar 7. Akrilamida berbentuk kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang, akrilamida larut dalam eter, air, alkohol, kloroform dan aseton. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan (Harahap 2006). Tanpa pemanasan, akrilamida dapat terurai menjadi amonia sedangkan dengan pemanasan, akrilamida akan terurai menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen.

Gambar 7 Struktur molekul akrilamida (Sumber: www.wikipedia.com) Reaksi polimerisasi akrilamida akan menghasilkan poliakrilamida. Polimer poliakrilamida banyak digunakan sebagai pengental pada industri plastik, kertas dan proses pengolahan air limbah (wastewater treatment). Pada proses pengolahan air limbah, poliakrilamida difungsikan sebagai senyawa pembentuk flok (flokulan).

Kopolimerisasi dan Mekanismenya

Kopolimerisasi adalah proses polimerisasi simultan antara dua jenis monomer atau lebih. Proses kopolimerisasi digunakan untuk memperbaiki sifat suatu jenis polimer tertentu. Sen et al. (2009) menyebutkan bahwa kopolimerisasi antara polimer alami dan sintetis semakin berkembang karena aplikasinya yang sangat luas.

Menurut Gupta (2010), ada lima jenis kopolimer yaitu; statistical copolymer, alternating copolymer, block copolymer, graft copolymer dan stereoblock copolymer. Statistical copolymer merupakan gabungan dari monomer yang tersusun dalam urutan statistik, misalnya -(ABBAAAABAABBBA)-. Alternating copolymer adalah kopolimer yang terbentuk dari monomer yang tersusun secara teratur dalam jumlah yang seimbang, misalnya -(ABABABA)-. Block copolymer (kopolimer blok) adalah kopolimer yang tersusun dari satu jenis rantai monomer yang panjang yang tergabung dengan jenis rantai monomer panjang lainnya. Ilustrasi block copolymer diperlihatkan pada Gambar 8.

(33)

11

Gambar 8. Ilustrasi berbagai bentuk kopolimer blok (Sumber: Gupta 2010) Graft copolymer (Kopolimer cangkok) merupakan kopolimer yang tidak berbentuk linier. Polimer jenis ini tersusun atas sebuah monomer rantai panjang sebagai backbone (kerangka dasar) dan monomer lainnya yang tercangkok pada kerangka dasar tersebut. Ilustrasi kopolimer cangkok diperlihatkan pada Gambar 9. Stereoblock copolymer memiliki bentuk yang khusus dan tersusun atas monomer yang berbeda karakteristiknya seperti diperlihatkan pada Gambar 10.

Gambar 9. Ilustrasi kopolimer cangkok (Sumber: Gupta 2010)

Gambar 10. Ilustrasi stereoblock copolymer (Sumber: Gupta 2010)

Pada kopolimer blok dan kopolimer cangkok, sifat unggul yang terdapat pada setiap polimer jika digabungkan akan menghasilkan senyawa baru yang memiliki perpaduan sifat dari sifat komponen penyusunnya (Mostafa 1995; Gupta 2010). Desmukh et al. (1991) menyebutkan bahwa pencangkokan dapat meningkatkan stabilitas geser suatu senyawa.

(34)

12

Metode kopolimerisasi yang umum digunakan menurut Sen et al. (2009) adalah conventional redox grafting method (metoda pencangkokan secara konvensional redoks), microwave irradiation (iradiasi gelombang mikro), γ ray irradiation (iradiasi sinar gamma) dan electron beam (pancaran electron). Proses pencangkokan secara konvensional dilakukan dengan menggunakan bahan inisiator polimerisasi. Bahan inisiator yang umum digunakan yaitu garam persulfat (K+, Na+, NH4+) dan hidrogen peroksida (Moad dan Solomon 2006).

Jenis monomer yang banyak digunakan pada proses kopolimerisasi pencangkokan adalah asam akrilat dan akrilamida (Teli & Waghmare 2009). Diantara beberapa metode kopolimerisasi tersebut, iradiasi gelombang mikro merupakan metoda yang paling menjanjikan untuk menghasilkan kopolimer cangkok berkualitas tinggi. Hal tersebut dikarenakan radikal bebas dihasilkan senyawa yang menyerap energi foton gelombang mikro yang dihasilkan oleh oven microwave sehingga menghasilkan persentase pencangkokan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode secara konvensional dengan inisiator (Sen et al. 2009).

Mekanisme polimerisasi dengan radikal bebas menurut Nicholson (1991) meliputi tahap inisiasi, propagasi dan terminasi/disproporsionasi. Mekanisme tersebut dijelaskan sebagai berikut:

 Inisiasi, adalah tahap pembentukkan fragmen yang bersifat radikal bebas. Tahap inisiasi dapat digambarkan sebagai berikut:

 Propagasi, adalah penumbuhan rantai cabang pada framen radikal bebas yang terbentuk pada tahap inisiasi. Tahap propagasi dapat digambarkan sebagai berikut:

 Terminasi adalah penghentian proses propagasi. Terminasi dibedakan menjadi dua, yaitu kombinasi dan disproporsionasi. Tahap terminasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Kombinasi

(35)

13 Kopolimerisasi pada pati atau polisakarida secara umum akan mengubah struktur kimia pati tersebut pada gugus hidroksil pada posisi C-2, C-3, dan C-6 dan unit D-glukopiranosil (ikatan α-(1,4)-D-glikosidik dan α-(1,6)-D-glikosidik) melalui reaksi kimia esterifikasi, eterifikasi, dan oksidasi di dalam molekul (FST 2009). Secara lebih detail, reaksi modifikasi pati yang mungkin dilakukan untuk mengubah sifat fungsional pati adalah: (i) reaksi substitusi dengan mengoksidasi gugus hidroksil sehingga diperoleh ester atau eter dari pati; (ii) penambahan rantai cabang (cross-link) dengan senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti formaldehida, pirofosfat atau epiklorhidrin, dan lain-lain; (iii) kopolimerisasi cangkok dengan suatu monomer. Selain itu, kopolimerisasi cangkok antara monomer sintetis dengan monomoer alami, memiliki keuntungan yaitu terbentuknya ikatan kovalen saat reaksi berlangsung (FST 2009).

Kopolimerisasi Cangkok dengan Gelombang Mikro (Microwave) Gelombang mikro digolongkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Dibandingkan dengan gelombang radio, gelombang mikro memiliki panjang gelombang lebih pendek dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal tersebut akan menyebabkan efektifitas penyebaran yang lebih baik. Gelombang mikro dapat menembus bahan organik seperti air, lemak dan gula sehingga atom penyusunnya bergetar dan menghasilkan panas. Proses terbentuknya panas tersebut berbeda dengan panas secara konduksi yaitu panas terbentuk secara lebih merata dan cepat seperti yang diilustrasikan pada Gambar 11. Namun demikian, gelombang mikro tidak dapat menembus logam, gelas, keramik dan sebagian bahan plastik. Bahan logam yang menyelimuti permukaan bagian dalam oven microwave membuat panas yang terbentuk tidak dapat keluar sehingga bahan yang berada di dalamnya akan cepat matang. Menurut Sen et al. (2009), oven microwave mampu membentuk panas yang homogen secara spontan. Jika hal tersebut diterapkan ke dalam reaksi kopolimerisasi maka produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang lebih seragam.

Gambar 11. Perbandingan pindah panas secara konveksi dan melalui gelombang mikro (Sumber: www.ewi.ca)

(36)

14

Gelombang mikro atau microwave adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 1 milimeter sampai 1 meter dan berfrekuensi antara 300 megahertz sampai 300 gigahertz. Oven microwave adalah sebuah peralatan dapur yang digunakan untuk memasak atau memanaskan makanan. Oven Microwave oven adalah adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Ada dua konsep fisika yang menjadi dasar dalam pemanfaatan gelombang mikro untuk memanaskan benda. Dua konsep tersebut adalah (a) radiasi gelombang dan (b) pemanasan dielektrik (Pamere 2012).

Pada konsep radiasi gelombang, oven microwave menggunakan gelombang radio berfrekuensi 2,5GHz untuk memanaskan makanan. Gelombang tersebut merambat secara radiasi. Penjelasan konsep pemanasan dielektrik adalah dengan adanya fenomena dimana gelombang radio memanaskan material dielektrik.

Penggunaan gelombang mikro dalam reaksi kopolimerisasi merupakan salah satu terobosan baru di bidang ilmu kimia. Reaksi kopolimerisasi dengan microwave dapat dilakukan dengan menggunakan inisiator radikal bebas (bahan kimia) yang dikenal dengan sebutan (microwave assisted technique) maupun tanpa inisiator radikal bebas (microwave initiated technique). Kopolimerisasi cangkok dengan microwave memiliki beberapa kelebihan yaitu reliable (dapat diandalkan), highly reproducible dan mudah dioperasikan (Sen et al. 2012). Kopolimerisasi cangkok dengan microwave tidak memerlukan kondisi inert seperti halnya kopolimerisasi cangkok menggunakan inisiator kimia.

Keberhasilan kopolimerisasi cangkok dengan microwave dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain adalah konsentrasi monomer, lama reaksi dan daya microwave. Lama reaksi dan daya microwave dapat diatur secara elektronik. Secara umum reaksi kopolimerisasi dengan menggunakan microwave lebih mudah untuk dilakukan.

Reaksi Karboksimetilasi Pati Sagu

Produk turunan pati memainkan peranan penting dalam pertumbuhan industri biopolimer karena sifatnya yang non toksik, harga yang lebih murah, terbarukan dan sifatnya yang relatif kompatibel dengan bahan lain. Penggunaan produk turunan pati sangat luas yang meliputi pangan, pertanian, farmasi, biomedis, tekstil dan manajemen lingkungan (Shagar et al. 2012).

Pati murni (native starch) memiliki kelemahan saat direaksikan (diolah) dengan bahan lain. Beberapa keterbatasan pati selama pengolahan tersebut diantaranya adalah kelarutan yang rendah, sifat mekanis yang kurang, tidak stabil pada suhu tinggi, dan tidak stabil karena perubahan pH dan geseran (shear). Keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan melakukan modifikasi strukturnya.

Diantara beberapa produk turunan pati, CMS merupakan produk turunan pati yang sangat penting. CMS diperoleh dengan mereaksikan pati dengan natrium kloroasetat dalam suasana basa. Perubahan sifat pati terjadi secara signifikan karena proses eterifikasi pada gugus hidroksil (OH). Dengan berubahnya gugus hidroksil tersebut akan menghalangi terjadinya asosiasi diantara molekul pati. Selain itu, kelarutan pati juga meningkat (Shagar et al. 2012).

(37)

15 Reaksi antara natrium kloroasetat dan pati sagu dalam suasana basa digambarkan dalam persamaan pada Gambar 12. Bahan tersebut diprediksi akan mensubstitusi gugus hidroksil pada C-6 rantai piranosil yang merupakan gugus hidroksil primer pada rantai piranosil (Purwaningsih 2012).

Gambar 12 Mekanisme reaksi karboksimetilasi pati sagu natrium kloroasetat yang menghasilkan CMS

Mekanisme Reaksi Kopolimerisasi Cangkok CMS-g-PAM

CMS-g-PAM dibuat melalui reaksi kopolimerisasi antara CMS dengan monomer akrilamida dengan menggunakan iradiasi gelombang mikro. Ikatan yang terbentuk hasil kopolimerisasi cangkok antara CMS dan monomer akrilamida adalah ikatan kovalen (FST 2009).

Mekanisme kopolimerisasi cangkok menggunakan microwave sedikit berbeda dengan metode konvensional terutama pada proses pembentukan radikal bebas. Saat sejumlah kecil molekul polar (air) di-iradiasi dengan gelombang mikro maka molekul tersebut akan mengalami rotasi dan menghasilkan panas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 13. Molekul air sendiri tidak akan mengalami pembentukan radikal bebas.

Gambar 13 Mekanisme pembentukan panas molekul air karena pengaruh gelombang mikro (sumber: scientificamerican.com )

Jika molekul yang berukuran lebih besar (makromolekul) di-iradiasi dengan gelombang mikro maka rotasi keseluruhan molekul sangat sulit bahkan tidak mungkin terjadi. Dalam kondisi tersebut, gelombang mikro akan diserap oleh gugus polarnya (misalnya –OH yang terikat pada CMS) dan gugus tersebut mengalami rotasi lokal. Rotasi lokal tersebut akan melemahkan ikatan sehingga membentuk radikal bebas.

Energi gelombang mikro yang diserap oleh molekul air secara cepat dipindahkan ke molekul akrilamida. Pemindahan energi tersebut membangkitkan panas dielektrik dan melemahkan ikatan rangkap pada akrilamida dan memicu terbentuknya radikal bebas. Gelombang mikro juga diketahui akan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi. Terbentuknya radikal bebas pada kerangka dasar (gugus polar -OH pada CMS) dan pada monomer akrilamida akan berkombinasi

(38)

16

satu sama lain melalui tahapan inisiasi, propagasi dan terminasi (Sen et al. 2009) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Mekanisme reaksi pembentukan CMS-g-PAM dengan iradiasi gelombang mikro (Sen et al. 2009, modifikasi)

Sen et al. (2009) menjelaskan bahwa hidrokuinon (HQ) berperan sebagai inhibitor yang akan menghentikan reaksi polimerisasi (tahap propagasi). Terminasi tersebut menghasilkan radikal hidrokuinon (HQ*) yang stabil dan tidak dapat memicu terjadinya reaksi propagasi lebih lanjut. Stabilitas radikal

(39)

17 hidrokuinon tersebut delokalisasi kerapatan muatan elektron yang terdapat pada struktur aromatic. Mekanisme tersebut digambarkan dalam persamaan berikut.

CMSO* + HQ  CMSOH + HQ*

Kopolimerisasi cangkok tergolong ke dalam reaksi polimerisasi adisi. Secara umum, mekanisme pembentukan kopolimer cangkok melibatkan tiga tahap, yaitu; inisiasi, propagasi dan terminasi. Dalam kopolimerisasi secara redoks kimia (konvensional), tahap inisiasi dipicu oleh senyawa inisiator. Inisiator adalah senyawa yang tidak stabil karena adanya pengaruh kondisi tertentu terutama karena perubahan suhu. Pada tahap inisiasi akan terbentuk radikal bebas. Radikal bebas merupakan fragmen yang membawa satu elektron tidak berpasangan dan bersifat sangat tidak stabil dan reaktif.

Pada tahap propagasi radikal bebas ini akan mencari dan menyerang molekul (monomer) yang berada di dekatnya untuk menstabilkan diri. Hal ini akan mengakibatkan berpindahnya sisi radikal pada monomer yang diserangnya. Hal ini akan terus berlanjut sehingga terjadi pertumbuhan rantai.

Penumbuhan rantai tersebut akan berhenti jika monomer yang bebas telah habis atau sisi radikal dimatikan dengan penambahan senyawa pengotor. Proses ini disebut dengan tahap terminasi. Terminasi dapat terjadi dengan dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah termination by coupling dimana dua senyawa radikal bertemu dan masing-masing menyumbangkan elektron bebasnya membentuk polimer yang lebih besar. Mekanisme terminasi kedua adalah termination by disproportionation dimana terjadi pemindahan satu atom hidrogen dan pemindahan elektron bebas sehingga terbentuk dua rantai polimer. Beberapa senyawa yang digunakan dalam proses terminasi adalah nitrobenzene, hidrokuinon, benzotiazina dan dinitrobenzene (Gupta 2010).

Kopolimer pada Proses Koagulasi/Flokulasi

Koagulasi/Flokulasi adalah proses penggabungan partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi dengan cara menambahkan bahan koagulan/flokulan (Yang et al. 2012). Penambahan bahan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gaya tolak menolak antar partikel koloid dalam sistem cairan (Dewi 2007) dan mengganggu stabilitas partikel dalam larutan (Indriyati 2008; Risdianto 2007) sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok halus dengan ukuran lebih besar (Ho et al. 2010) sehingga partikel dapat memisah dari sistem campurannya (Amuda et al. (2005). Koagulasi/flokulasi disyaratkan memenuhi kriteria efektif secara biaya, mudah dioperasikan, dan konsumsi energi yang rendah (Mishra et al. 2012). Beberapa bahan koagulan dan flokulan yang umum digunakan disajikan pada Tabel 3.

(40)

18

Tabel 3 Beberapa koagulan/flokulan yang sering digunakan pada pengolahan air

Nama Formula Bentuk Reaksi

Dengan Air

pH Optimum

Aluminium sulfat, Al2(SO4)3.xH2O

Bongkah,

bubuk Asam 6,0 – 7,8

Alum sulfat, Alum,

Salum x = 14,16,18

Natrium aluminat NaAlO2 atau Bubuk Basa 6,0 – 7,8

Na2Al2O4 Polyaluminium Aln(OH)mCl3n-m Cairan, bubuk Asam 6,0 – 7,8 Chloride, PAC

Ferri sulfat Fe2(SO4)3.9H2O Kristal halus Asam 4 – 9

Ferri klorida FeCl3.6H2O

Bongkah,

cairan Asam 4 – 9

Ferro sulfat FeSO4.7H2O Kristal halus Asam > 8,5

Sumber: Risdianto (2007)

Kecepatan pengendapan partikel tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel, viskositas, dan perbedaan densitas cairan-partikel. Jika densitas partikel jauh lebih besar daripada densitas fluida, maka partikel akan mengendap. Sebaliknya, jika densitas partikel jauh lebih kecil daripada densitas cairan maka partikel akan mengapung. Hal tersebut digambarkan dengan Hukum Stokes (Tchobanoglous, et al. 2003) yang diperlihatkan pada persamaan berikut

Keterangan: vs: kecepatan pengendapan partikel (m/s), g: percepatan gravitasi

(m/s2), ρp: densitas partikel (kg/m3), ρf: densitas fluida (kg/m3), µ:

viskositas cairan (Ns/m2), R: jari-jari partikel (m)

Dalam koagulasi digunakan pengadukan cepat (flash mixing). Tujuannya adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Mekanisme koagulasi dengan penambahan koagulan berbasis garam logam seperti garam besi (ion Fe3+) atau aluminium (ion Al3+) adalah terjadinya netralisasi antara koagulan yang telah terdisosiasi, sehingga bermuatan positip yang bertemu dengan partikel bermuatan negatif sehingga membentuk partikel netral. Selanjutnya partikel tersebut akan disatukan dengan partikel lain melalui mekanisme flokulasi.

Flokulasi merupakan proses pembentukan flok dari partikel yang telah mengalami koagulasi sehingga memiliki ukuran lebih besar dan lebih mudah untuk mengendap dengan penambahan flokulan dalam jumlah kecil (Mishra et al 2012). Jadi proses flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi. Pada proses flokulasi digunakan pengadukan lambat (slow mixing). Proses flokulasi dilakukan dengan menambahkan flokulan, yaitu senyawa kimia berupa polimer. Polimer disebut juga polielektrolit jika monomernya mengandung gugus fungsi yang dapat terionisasi (Dewi 2007). Pada saat flokulasi, akan terbentuk jembatan flokulasi (flocculation bridging) yang memungkinkan terikatnya beberapa partikel membentuk flok yang lebih besar. Salah satu polimer yang penting dan banyak

(41)

19 digunakan dalam flokulasi adalah poliakrilamid. Mekanisme koagulasi dan flokulasi diperlihatkan pada Gambar 15.

Gambar 15 Mekanisme koagulasi flokulasi (Sumber: globalsecurity.org) Indriyati (2008) menyebutkan beberapa bahan koagulan yang sering digunakan adalah tawas atau aluminium sulfat (Al2(SO4)3), fero sulfat (FeSO4),

feri sulfat (Fe2(SO4)3), fero klorida (FeCl2), feri klorida (FeCl3), kapur (Ca(OH2)),

poli aluminium klorida (PAC) dan bahan flokulan yang banyak dijumpai di pasaran adalah super floc, magni floc dan aqua floc. Koagulan/flokulan yang mengandung unsur logam tersebut pada akhirnya perlu proses tambahan untuk memisahkan logam dari badan air. Koagulan/flokulan berupa polimer umumnya dikenal dengan sebutan polielektrolit. Ada tiga macam polielektrolit berdasarkan muatan yaitu polielektrolit anion (bermuatan negatif), polielektrolit kation (bermuatan positif) dan polielektrolit nonionik (tidak bermuatan). Menurut Indriyati (2008) dosis penggunaan flokulan adalah 1-10 mg/L (ppm).

Penelitian pembuatan dan aplikasi koagulan/flokulan melalui reaksi kopolimerisasi cangkok juga telah dilakukan. Enrico (2008) telah memanfaatkan biji asam Jawa dalam pembuatan koagulan yang diujikan pada limbah cair industri tahu. Dari hasil penelitiannya Enrico (2008) menyimpulkan bahwa dosis optimum penggunaan tepung biji asam jawa sebagai koagulan pada limbah cair tahu yang memiliki pH 4 adalah 3000 mg/L atau 3000 ppm. Pada dosis tersebut koagulan mampu menyisihkan turbiditas sebesar 87,88%, Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) sebesar 98,78% dan angak Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 22,40%. Rath dan Singh (1997) telah melakukan kopolimerisasi poliakrilamida dengan kerangka dasar antara lain amilopektin, amilosa dan pati yang secara berurutan menghasilkan amylopectin-g-polyacrylamide (Ap-g-PAM), amylose-g-polyacrylamide (Am-g-PAM) dan starch-g-polyacrylamide (St-g-PAM). Kopolimerisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan inisiator ceric ammonium nitrat. Dari hasil pengujian kinerja flokulasi pada larutan kaolin diketahui bahwa amylopectin-g-polyacrylamide memiliki kinerja yang paling bagus dibandingkan dengan dua jenis kopolimer lainnya. Rangkuman peneletian terkait penelitian disajikan pada Tabel 4.

(42)

20

Tabel 4 Rangkuman penelitian terdahulu

Tahun Referensi Kajian Hasil

2009 Sen et al. 2009 Pembuatan flokulan CMS-g-PAM dari pati jagung dengan metode konvensional

(%grafting 47%) dan

microwave initiated synthesis (%grafting 50%)

Perbandingan mol pati dan akrilamida = 1:23

(0,0062:0,14)

Pengujian flokulan 9 ppm pada air limbah Institur Birla India (TSS: 276 ppm 80 ppm) 2012 Sen et al. 2012 Pembuatan flokulan

Psy-g-PAM dari kulit Psyllium dengan microwave initiated synthesis (%grafting 30%)

Pengujian flokulan 0,75 ppm pada suspensi kaolin 0,25% (efisiensi 62,71%) dan suspensi serbuk batubara 1% (efisiensi 83,03%)

2011 Sen et al. 2011 Hidrolisis flokulan CMS-g-PAM (bahan pati jagung) untuk pengolahan limbah industri tekstil

Efisiensi penyisihan warna 88,18% pada λ 520 nm

2007 Goyal et al. 2007

Karboksimetilasi tepung inti Tamarind

Derajat substitusi (0,649) didapat dengan kondisi [Tamarind] 0,05 mol [NaOH] 0,158 mol [MCA] = 0,09 mol Metanol:air=4:1 Temperatur: 70 o C Waktu reaksi: 1 jam 2012 Yang et al.

2012

Evaluasi kinerja flokulan chitosan-g-PAM

Chitosan-g-PAM

menunjukkan flokulasi lebih baik dibandingkan dengan Alum, PAC, dan PAM pada pH pengujian (4, 7, 11)

2011 Ghosh et al. 2012

Hidrolisis parsial TKP-g-PAM Kinerja flokulasi meningkat: TSS: 33520 dengan perlakuan 50 ml NaOH 0,1N waktu reaksi 2 jam dan suhu 70

o C 2010 Ho et al. 2010 Karakterisasi flokulan

biokopolimer (pektin) dan flokulan sintetis (PAM)

Pektin lebih mudah terdegradasi secara termal dibandingkan dengan PAM.

(43)

21 Tabel 4 Rangkuman penelitian terdahulu (lanjutan)

Tahun Referensi Kajian Hasil

2012 Mishra et al. 2012

Pembuatan flokulan CMC-g-PAA dari karboksimetil selulosa dan asam akrilat

Flokulan CMC-g-PAA dengan konsentrasi 0,75 ppm mampu menurunkan nilai TSS air sungai

Subernarekha dari 140 ppm menjadi 20 ppm, lebih baik daripada alum (117) 2012 Pal et al. 2012 Pembuatan flokulan dari TKP,

natrium alginat dan CMS secara kimia (konvensional), microwave assisted method dan microwave initiated method

TKP-g-PAM memiliki bobot molekul tertinggi dan menunjukkan flokulasi terbaik

2012 Purwaningsih 2012

Pembuatan separator GC dari selulosa (ela sagu, tebu, jerami padi) dengan metode

kopolimerisasi cangkok dan taut silang

Separator GC berhasil disintesis dari selulosa sagu, tebu dan jerami

(44)
(45)

23

3 METODE

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu yang merupakan polimer alami dan akrilamida yang merupakan bahan sintetis. Pati sagu diperoleh dari pengrajin sagu di daerah Ciluar, Bogor – Jawa Barat, sedangkan akrilamida diperoleh dari PT Tridomain Chemicals, Cilegon Banten. Data spesifikasi akrilamida yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.Bahan lain yang digunakan adalah akuades, natrium hidroksida (NaOH p.a E-Merck), metanol (CH3OH), etanol (C2H5OH), asam klorida (HCl), natrium kloroasetat

(C2H2ClNaO2), hidrokuinon, aseton dan bahan kimia lainnya untuk analisis. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, hotplate yang dilengkapi dengan pengaduk magnetik (magnetic stirrer), termometer, stop watch, sudip, filter 100 mesh, filter 500 mesh, oven microwave Panasonic model NN-ST340M, alat pengering (oven), perangkat untuk uji Kjeldahl, instrumen spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker tensor 37 dengan 32 scan, pH meter, erlenmeyer, labu ukur, gelas piala 1000 ml, gelas piala 500 ml, pipet 10 ml, pipet 25 ml, corong gelas, gelas arloji dan alat gelas lainnya. Untuk menguji kinerja flokulasi polimer hasil dari proses kopolimerisasi digunakan Jar Test Apparatus dan spektrofotometer Hach DR 2000.

Metodologi Penelitian Analisis sifat fisiko kimia pati sagu

Sampel pati sagu yang diperoleh dari pengrajin dikeringkan dengan oven pada suhu 50 oC selama 24 jam. Pati sagu kering kemudian disaring dengan penyaring berukuran 100 mesh. Prosedur penyiapan pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pati sagu tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui sifat fisiko kimianya secara proksimat berdasar SNI yang meliputi penentuan kadar air (SNI 3729:2008), kadar abu (SNI 3729:2008), kadar protein (SNI 01-2891-1992), kadar lemak (SNI 01-2891-1992), kadar serat (SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (by difference), kadar pati (SNI 3729:2008), kadar amilosa (SNI 6128:2008) dan kadar amilopektin (by difference). Prosedur analisis proksimat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Sintesis Carboxy Methyl Starch (CMS)

Carboxy Methyl Starch (CMS) berbahan dasar pati sagu dibuat dengan merujuk pada metode yang dilakukan oleh Goyal et al. (2007) dan Ghosh et al. (2011). Pati sagu 48,6 gram (setara dengan 0,3 mol) ditambahkan C2H2ClNaO2

10,48 g (setara dengan 0,09 mol) dan 100 ml larutan NaOH bermetanol ( 6 g NaOH [setara dengan 0,15 mol NaOH] dilarutkan di dalam 100 ml metanol).

(46)

24

Jumlah mol pati sagu tersebut dihitung berdasar pada satuan Anhydro Glucose Unit (AGU). Sebagai catatan bahwa satu mol AGU pati setara dengan 162 gram pati (Ghosh et al. 2011).

Campuran bahan tersebut kemudian diaduk hingga homogen (15 menit) di atas hotplate dengan kecepatan 300 rpm. Setelah homogen, kemudian campuran tersebut dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 65 - 70 oC selama 60 menit. Setelah reaksi selesai, campuran kemudian didinginkan sehingga mencapai suhu ruang dan dibiarkan mengalami presipitasi. Lapisan cairan di bagian atas atau supernatan kemudian diambil dan disisihkan sedangkan ke dalam fasa padatan di bagian bawah ditambahkan 100 ml aquades dan dinetralkan dengan larutan HCl 15% hingga pH 7. Netralisasi dilakukan dalam kondisi larutan teraduk di atas hotplate pada kecepatan 300 rpm.

Setelah larutan mencapai pH 7 (netral) kemudian didiamkan 30 menit sehingga larutan mengalami presipitasi dan membentuk lapisan padatan dan cairan. Fasa cair yang berada di atas (supernatan) diambil dan disisihkan. Kemudian ke dalam fasa padatan di bagian bawah ditambahkan 100 ml etanol dan di aduk selama 15 menit. Setelah 15 menit, kemudian campuran didiamkan selama 30 menit sehingga mengalami presipitasi dan terbentuk lapisan padatan – cairan. Fasa cair di ambil dan disisihkan. Kemudian ke dalam fasa padatan ditambahkan 100 ml larutan metanol-air (4:1) dan di aduk selama 15 menit.

Setelah l5 menit pengadukan, kemudian larutan tersebut didiamkan selama 30 menit dan dibiarkan mengalami prespitasi. Fasa cairan yang terbentuk di bagian atas kemudian di ambil dan disisihkan. Ke dalam fasa padatan di bagian bawah kemudian ditambahkan 100 ml metanol dan di aduk selama 15 menit. Setelah pengadukan 15 menit, kemudian larutan didiamkan selama 30 menit dan dibiarkan mengalami presipitasi. Fasa cairan yang berada di bagian atas diambil dan di sisihkan. Fasa padatan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 oC selama 12 jam (1 malam). Setelah kering dalam suhu ruang, kemudian CMS siap untuk dianalisis dan digunakan pada proses kopolimerisasi. Diagram alir sintesis CMS dari pati sagu selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16.

Sintesis Kopolimer Cangkok CMS-g-PAM Menggunakan Iradiasi Gelombang Mikro

Dalam proses kopolimerisasi cangkok ini, iradiasi gelombang mikro atau microwave digunakan untuk membangkitkan radikal bebas pada kerangka dasar atau backbone polisakarida. Pembuatan atau sintesis CMS-g-PAM ini merujuk pada metode yang dilakukan oleh Sen et al. (2009). Sejumlah 5 g CMS (setara dengan 0,03 mol, berdasar AGU 1 mol CMS = 162 g mol-1) ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 ml. Selanjutnya sejumlah aquades dan akrilamida ditambahkan ke dalam gelas piala tersebut. Aquades ditambahkan hingga volume total cairan 250 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk selama 30 menit pada kecepatan 300 rpm. Setelah 30 menit pengadukan, batang pengaduk (magnetic stirrer bar) dikeluarkan dan gelas piala ditutup dengan aluminium foil seperti diperlihatkan pada Gambar 17. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat microwave yang memiliki piringan berputar (turntable).

(47)

25

Pati Sagu C2H2ClNaO2

NaOH beralkohol Diaduk (15 menit)

Dipanaskan di waterbath (60 menit; 68-70 oC)

Didingankan (suhu ruang)

Separasi Lapisan bawah Lapisan atas Aquades Netralisasi (pH =7) HCl

Presipitasi (diamkan 30 menit)

Separasi Lapisan bawah Lapisan atas Pencucian 1 (diaduk 15 menit, 200 rpm) Etanol Separasi Lapisan bawah Lapisan atas Metanol: air (4:1) Separasi Lapisan bawah Lapisan atas metanol Separasi Lapisan bawah Lapisan atas Angin-anginkan dan dikeringkan di dalam oven

(50 oC, 12 jam)

CMS

Presipitasi (diamkan 30 menit)

Presipitasi (diamkan 30 menit)

Pencucian 2 (diaduk 15 menit, 200 rpm)

Presipitasi (diamkan 30 menit)

Pencucian 3 (diaduk 15 menit, 200 rpm)

Presipitasi (diamkan 30 menit)

Gambar

Diagram  pemanfaatan  sagu  dalam  bentuk  pohon  industri  diperlihatkan  pada  Gambar 2
Gambar 3 Struktur molekul α-glukopiranosil (Sumber: FST 2009)
Gambar 6 Susunan amilosa dan amilopektin pada struktur granula pati  (Sumber:www.braukaiser.com)
Gambar 8. Ilustrasi berbagai bentuk kopolimer blok (Sumber: Gupta 2010)  Graft  copolymer  (Kopolimer  cangkok)  merupakan  kopolimer  yang  tidak  berbentuk  linier
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hukum perlindungan konsumen terhadap usaha DAM isi ulang ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dikaitkan dengan peraturan menteri

Jelaskan tentang transfer logam pada pengelasan GMAW (MIG) dan jenis transfer mana yang saudara pilih bila digunakan untuk mengelas pelat

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa waktu muncul tunas stek pucuk jeruk kacang lebih cepat tumbuh pada 4 perlakuan yaitu; menggunakan komposisi media campuran tanah dan

Sedangkan rata-rata hasil uji indeks keseragaman (E) sebesar 0,035 yang mendekati nilai 0, yang berarti komunitas plankton di perairan tambak tersebut tidak menyebar secara

- Potensi yang bisa dimanfaatkan dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, aparat pemerintah , dan lembaga – lembaga sosial dan potensi sumber daya alam (kerjasam) -

berikut. Baginya, laki-laki itu hidangan. Dari dapur ia telah menyiapkan kuah kental untuk disiramkan ke atas daging, hangat, gurih. Ia menyuruh laki-laki itu

Detta examensarbete utgörs av en fallstudie av lekplatsutveckling i Falkenbergs kommun, där två kommuner, Malmö och Varberg, valts ut som inspirerande referenser. Genom

Variabel yang diukur adalah perilaku coring perawat pelaksana di ruang rawat inap RStl Ganesha Gianyar sebagai variabel tergantung, sedangkan variabel bebas