64
Perkembangan kelistrikan terusmengalami kemajuan yang pesat seiring dengan permintaan pelanggan. Untuk dapat memenuhi kabutuhan masyarakat akan tenaga listrik di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, pemerintah membangun beberapa pusat pembangkit tenaga listrik di beberapa lokasi, seperti pusat listrik tenaga air (PLTA) di Bakaru, pusat listrik tenaga diesel (PLTD) di Suppa, pusat listrik tenaga uap (PLTU) di Tello dan pusat listrik tenaga gas (PLTG) di Sengkang, serta beberapa pembangkit kecil lainnya yang saling interkoneksi. Letak pusat tenaga listrik terutama PLTA, sering jauh dari pusat-pusat pemakaian tenaga listrik, seperti kota dan industri sebagai konsumen energi listrik terbesar. Dengan demikian, energi listrik yang dibangkitkan di pusat tenaga listrik harus disalurkan atau ditransmisikan melalui jarak-jarak yang jauh ke pusat-pusat pemakaian tenaga listrik. Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat digunakan jaringan tranmisi 150 kV, 70 kV, 34,5 kV dan 30 kV yang saling interkoneksi untuk menyalurkan daya yang dihasilkan.
Saluran transmisi terutama yang menggunakan SUTT 150 kV sudah dirancang dengan baik, akan tetapi terjadinya gangguan pada suatu bagian sistem jaringan tenaga listrik tidak dapat dihindari. Menurut Arismunandar dan Kuwahara (1978) gangguan yang sering terjadi pada saluran transmisi pada saluran 110 – 154 kV disebabkan karena gejala-gejala alamiah (petir, angin, banjir, gempa dan lain-lain.
Pada sistem SUTT 150 kV Sulselbar,
gangguan yang sering terjadi umumnya diakibatkan oleh faktor alam. Ini dapat ditunjukkan pada gangguan transmisi yang terjadi pada tanggal 5 April 2004, yang mana gangguan transmisi terjadi diakibatkan oleh sambaran petir pada saluran Pare-pare arah Pangkep yang menyebabkan suplai daya di 13 kabupaten dan kota terhenti (Fajar, 6 April 2004). Gangguan tersebut juga menyebabkan beberapa rele terbuka. Mestinya rele yang harus terbuka adalah rele yang ada pada GI Parepare arah Pangkep tetapi kenyataannya rele pada gardu induk Parepare, Sidrap, Soppeng ikut terbuka. Hal ini mengidentifikasikan bahwa rele yang terpasang tidak selektif bekerja dan mempengaruhi koordinasi setting rele jarak yang terpasang di Sulselbar. Apabila gangguan tersebut berlangsung tanpa adanya usaha penanggulangan atau pengamanan sedini mungkin, maka area gangguan akan semakin besar. Kerugian yang diakibatkannya akan bertambah besar, baik di pihak pengelola maupun pada pelanggan yang terganggu aktifitas kerjanya.
Untuk mencegah kondisi abnormal dan membatasi gangguan yang terjadi, maka suatu sistem saluran tenaga listrik perlu dipasangi perlindungan (proteksi). Proteksi haruslah memiliki tingkat selektifitas, kecepatan dan tingkat kepekaan yang tinggi, agar dapat dikatakan bahwa sistem proteksi yang terpasang itu benar-benar handal. Dengan demikian,
PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 kV
PADA SISTEM KELISTRIKAN SULSELBAR
Mudassir dan Syamsurijal
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNM
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum sistem proteksi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV pada sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) SUTT 150 kV sistem kelistrikan Sulselbar menggunakan proteksi rele jarak (distance relay) sebagai proteksi utama (main protection) dengan menggunakan setting impedansi yang berbeda, tergantung pada jenis transformator, jenis penghantar dan panjang penghantar yang digunakan, 2) Setting rele jarak yang digunakan kurang selektif dan masih perlu disesuaikan untuk mendapatkan koordinasi setting yang baik.
kontinuitas penyaluran daya listrik sewaktu terjadi gangguan pada suatu sistem ganda dapat dipertahankan, karena proteksi akan membatasi gangguan tersebut, sehingga mutu pelayanan, keamanan peralatan, dan stabilitas operasi kepada konsumen dapat dipertahankan. Perlindungan saluran transmisi mempunyai peranan penting dalam perlindungan sistem daya, karena saluran transmisi merupakan elemen vital suatu sistem tenaga listrik yang menghubungkan stasiun pembangkitan dengan pusat-pusat beban. Panjangnya jarak yang harus direntangi oleh saluran transmisi di daerah pedesaan yang terbuka juga menjadi alasan utama.
Berdasarkan uraian di atas terlihat betapa pentingnya suatu sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik. Jenis proteksi utama yang digunakan pada SUTT adalah rele jarak (distance relay). Klasifikasi rele jarak dibagi atas rele tipe mho, impedansi, dan reaktansi (Mason, 1986). SUTT 150 kV Sulselbar menggnakan rele jarak sebagai rele utama (main relay protection), sedangkan jenis rele arus lebih (overcurrent relay; OCR) dan rele gangguan tanah (ground fault relay; GFR) sebagai rele proteksi cadangan (back up relay protection).
Dari gangguan yang terjadi dapat dilihat bahwa rele-rele jarak yang terpasang di sistem SUTT 150 kV di Sulselbar bekerja tidak selektif, ini dapat ditunjukkan dengan tripnya rele di beberapa gardu induk sewaktu gangguan terjadi. Karena pentingnya sistem proteksi tersebut utamanya rele jarak (distance relay), maka peneliti tertarik untuk mempelajari dan mengetahui koordinasi sistem proteksi rele-rele jarak pada saluran 150 kV Sulselbar.
Berdasarkan uraian di atas maka, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: bagaimana tingkat selektifitas sistem proteksi rele jarak (distance relay protection) pada SUTT 150 kV sistem Sulselbar?
Suatu sistem tenaga listrik pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu pusat pembangkit listrik, jaringan listrik dan beban (Saadat, 1999 dan Stevenson, 1996). Pada pusat pembangkit energi primer misalnya: minyak bumi, gas alam, air diubah ke energi listrik melalui generator, energi listrik ini dinaikkan oleh transformator penaik tegangan untuk disalurkan melalui saluran transmisi ke pusat beban. Di pusat beban diturunkan kembali oleh transformator penurun tegangan kemudian disalurkan ke beban.
Gambar sederhana sebuah sistem tenaga listrik dapat dilihat pada Gambar 1.
Dalam pengoprasian sistem tenaga listrik,
Keterangan :
G = Generator
T1 = Transformator penaik tegangan T2 = Transformator penurun tegangan
Gambar 1. Elemen pokok sistem tenaga lisrik di samping kondisi operasi normal, terdapat kondisi lain yang tidak mungkin bisa ditiadakan sama sekali, yaitu kondisi abnormal. Kondisi abnormal ini biasa disebut gangguan. Penyebab atau sumber ini antara lain dapat berasal dari alam (misalnya: petir, angin, dan hujan, banjir, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya), dari sistem itu sendiri (misalnya karena faktor kelelahan dari komponen sistem), atau karena kesalahan penanganan manusia (human error). Setiap bagian sistem tenaga tidak luput dari kemungkinan mengalami gangguan, hubungan-singkat yang terjadi harus diisolir secepatnya, melalui sebuah peralatan pengaman.
Menurut Mason (1985), secara garis besar sistem proteksi berfungsi :
- Melindungi elemen sistem tenaga terhadap gangguan yang terjadi dalam sistem, agar tidak sampai mengalami kerusakan.
- Melokalisir gangguan , sehingga bagian yang tidak sehat itu segera lepas dan bagian yang sehat tetap beroperasi.
PROTEKSI
Proteksi berasal dari bahasa Inggris (protection) yang berarti perlindungan atau pengamanan. Jadi proteksi adalah suatu tindakan perlindungan dalam melaksanakan suatu keadaan pada sistem untuk membatasi dampak meluasnya gangguan. Menurut Stevenson (1996) proteksi adalah suatu peralatan atau sistem yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan parameter sistem, mengisolasi dan memisahkan bagian yang berubah parameternya atau terkena gangguan dari suatu keadaan yang tidak normal.
66
Menurut Rao (1978), pada prinsipnyasistem proteksi terdiri atas 3 bagian utama, yaitu: transformator arus (current transformer; CT) dan tegangan (potensial transformer; PT), relai proteksi, dan pemutus daya (circuit breacker; CB)
Dalam proses perlindungan sistem terhadap gangguan, komponen tersebut harus bekerja dengan benar dan saling mendukung sesuai fungsinya masing-masing, untuk memperjelas kaitan antara komponen sistem proteksi, hubungannya dapat dilihat pada Gambar 2 (Rao,1978). 1 CB 1 2 2 Relai 3 3 Kumparan pemutus CB 4 4 Rangkaian pemutus 5 5 Batterai 6 6 Kontak relai 7 7 VT 8 8 CT 9
9 Kontak bantu saklar
10
10 Elemen proteksi Keterangan:
Gambar 2. Rangkaian dasar relai proteksi
Daerah Proteksi
Daerah proteksi adalah bagian dari sistem tenaga yang dijaga oleh suatu sistem proteksi, di mana pada umumnya daerah tersebut berisi satu atau maksimum dua elemen sistem tenaga (Stevenson, 1996). Lebih lanjut dikatakan, bahwa prinsip penting dari pembagian daerah proteksi ini adalah keharusan adanya overlap (saling menutupi sebagian) antara dua daerah proteksi yang berdekatan. Overlap ini terjadi di daerah kecil di sekitar pemutus daya oleh masing-masing transformator arus daerah yang berdampingan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada bagian sistem yang tidak dijaga oleh sistem proteksi. Konsep daerah proteksi ini berhubungan erat dengan fungsi sistem proteksi seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya yakni melokalisir gangguan, sehingga bagian yang tidak sehat itu segera lepas dan bagian yang sehat itu tetap beroperasi. Dengan adanya pembagian daerah proteksi ini, maka setiap gangguan yang terjadi di dalam daerah suatu proteksi yang
menjadi tanggung jawab alat proteksi utama pada daerah ini. Bilamana penanganan ini gagal maka diharapkan sistem proteksi pada daerah yang berdekatan (proteksi cadangan) akan mengambil alih fungsi pengaman. Contoh pembagian daerah-daerah proteksi diperlihatkan pada Gambar 3.
Fungsi Sistem Proteksi
Fungsi sistem proteksi adalah mendeteksi timbulnya perubahan pada parameter yang dideteksinya dan memberikan perintah kepada pemutus daya untuk membuka rangkaian, sehingga gangguan tersebut terisolir sempurna.
Daerah 1 Daerah 2 Daerah 4 Daerah 5 Daerah 3
Keterangan :
Daerah 1 = daerah proteksi generator dan trafo Daerah 2 = daerah proteksi rel
Daerah 3 = daerah proteksi saluran transmisi Daerah 4 = daerah proteksi rel
Daerah 5 = daerah proteksi trafo
Gambar 3. Daerah-daerah perlindungan
Sifat-sifat Sistem Proteksi
Agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik, sistem proteksi harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Mason, 1985) :
1. Kecepatan kerja (Work speed)
Tujuan terpenting dari relai proteksi adalah memisahkan bagian yang terkena gangguan secepat mungkin, sehingga dapat mencegah timbulnya kerusakan yang lebih merugikan. Untuk dapat meningkatkan keandalan (reabilitas) operasi sistem digunakan proteksi dengan kecepatan kerja yang lebih tinggi dan dipadukan dengan penggunaan pemutus jaringan berkecepatan tinggi. Relai proteksi dengan kelambatan waktu (time dalay) digunakan pada koordinasi proteksi dari beberapa daerah proteksi yang berturut-turut, bila kondisi sistem memungkinkan adanya kelambatan waktu tersebut.
2. Sensitivitas / kepekaan (sensitivity)
Sebuah relai proteksi harus peka, sehingga dapat merasakan dan bereaksi untuk gangguan sekecil apapun. Sensitifitas adalah
kepekaan relai proteksi terhadap segala macam gangguan dengan tepat yakni gangguan yang terjadi di daerah perlindungannya.
3. Selektifitas (selectifity)
Selektivitas adalah kemampuan sistem proteksi untuk mengetahui di tempat mana terjadinya gangguan dan memilih pemutus jaringan yang terdekat dari tempat gengguan untuk membuka. Sebuah relai proteksi harus cukup selektif, sehingga mampu membedakan kondisi di mana relai tersebut harus bereaksi, memperlambat reaksinya dan tidak bereaksi sama sekali. Sebagai contoh diperlihatkan pada Gambar 4. Keterangan: A dan B : Bus G : Generator CB :Circuit Breaker Ihs : Arus ganggguan F : Gangguan
Gambar 4. Jaringan tenaga untuk penggambaran kemampuan selektivitas relai terhadap lokasi gangguan
Bila suatu kesalahan terjadi pada titik F, maka relai proteksi pada pemutus jaringan CB1,
CB2, dan CB3 akan bekerja, karena arus
hubung singkat Ihs mengalir melalui ketiga
CB. Disini hanya bagian jaringan yang mengalami gangguann saja yang harus dipisahkan dari jaringan atau hanya CB3 saja
yang diperintah untuk membuka. 4. Keandalan (Reability)
Sifat dimana pada saat relai proteksi diharapkan dengan kecepatan, kepekaan dan selektifitas yang cukup maka relai itu harus dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan (misalnya membuka CB).
5. Faktor ekonomis
Dalam perencanaan sistem proteksi maka faktor ekonomi harus dipertimbangkan. Semakin banyak relai proteksi yang digunakan ada sistem tenaga akan menyebabkan semakin banyak biaya yang digunakan . Tanpa mengabaikan faktor
keadaan dari segi teknik (keandalan, selektivitas dan kepekaan).
Prinsip Dasar Proteksi
Menurut Rao (1978), berdasarkan fungsinya, relai proteksi dibedakan atas dua jenis, yaitu: relai proteksi utama (main protection relay) dan relai proteksi cadangan (back up protection relay). Bilamana terjadi gangguan dalam salah satu zone, relai proteksi yang berfungsi sebagai main protection akan membuka semua CB dalam daerah tersebut sehingga gangguan akan terisolir secara sempurna dari sistem lainnya. Relai proteksi yang berfungsi sebagai main protection harus bereaksi paling cepat untuk memerintah semua CB agar membuka bilamana terjadi gangguan dalam daerahnya. Relai proteksi yang berfungsi sebagai bank up protection berkewajiban untuk bereaksi bilamana main protection tidak berfungsi dan membuka CB yang dilalui oleh arus gangguan.
Agar back up protection tidak mengalami kegagalan operasi akibat hal yang sama dengan main protection maka back up protection tidak boleh mempunyai kesamaan dengan main protection dalam hal detector atau sensor yang dipakai mendeteksi perubahan parameter dari sistem, CB yang diperintah dan sumber DC untuk relay.
Penyetelan waktu kerja relai proteksi cadangan dibuat lebih lama dibandingkan dengan relai proteksi utama, sehingga perbedaan waktu kerja yang cukup untuk bekerjanya sistem proteksi utama.
Penggunaan sistem proteksi ini sangat bergantung pada tingkat kepentingan (fungsi) peralatan sistem tenaga listrik dan kemungkinan besarnya akibat gangguan yang terjadi. Oleh karena itu, tidak semua peralatan sistem tenaga listrik membutuhkan sistem relai proteksi cadangan.
Pemberian sifat selektif pada relai
Menurut Rao (1978), untuk pemberian sifat selektif pada relai proteksi yaitu sifat untuk membedakan atau menentukan bagaimana dari sistem yang mengalami gangguan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni :
a. Sistem Pilot Relaying
Kata pilot berarti bahwa pada ujung saluran transmisi dipasang saluran informasi yang dapat menyalurkan informasi timbal balik. Prinsip kerja dari sistem pilot adalah
68
pemberian informasi dari satu relai ke relaiyang lain. Contohnya pada Gambar 5, untuk gangguan yang terjadi pada daerah D, CB1
harus membuka, dan untuk gangguan yang terjadi pada daerah E maka CB3 yang harus
membuka, selanjutnya untuk gangguan yang terjadi pada daerah D dan E, relai CB1 dapat
membedakan tempat terjadinya gangguan, hal ini menyebabkan relai tersebut menjadi aktif (dalam hal ini relai bekerja).
Relai jenis pilot dikenal ada 3 tipe yaitu : 1) Wire pilot
Menggunakan jaringan dengan 2 kawat penghantar (jenis kawat telepon) sebagai saluran informasi.
Keterangan :
A dan B : Bus pada GI
CB1, CB2, CB3 : Circuit Breaker (Pemutus Daya)
C, D, E : Gangguan (Fault)
Gambar 5. Proteksi dengan relai pilot 2) Carrier Current Pilot
Yang menggunakan penghantar transmisi daya sebagai saluran informasinya dan kawat netral dan tanah sebagai saluran informasi balik. Untuk ini diperlukan peralatan seperti power line carrier (PLC). 3) Microwave pilot
Yang menggunakan saluran sistem operasi radio untuk saluran informasinya dengan frekuensi yang tinggi.
b. Sistem kelambatan waktu kerja relai
Yaitu dengan memberikan kelambatan waktu kerja yang berlainan bagi setiap relai. Sehingga diperoleh koordinasi kerja yang lebih baik antar relai. Jadi untuk mendapatkan selektivitas pada sistem proteksi harus dipakai kelambatan waktu yang bertingkat (Stepped delay time).
Jenis-jenis Sistem Proteksi yang
Digunakan pada SUTT
a. Proteksi Arus Lebih
Relai arus lebih adalah salah satu dari relai proteksi yang bekerja dengan satu penggerak
yaitu arus listrik. Relai ini akan bekerja bila besaran penggerak atau arus yang mengalir dalam belitannya (Ir) melebihi arus yang telah ditentukan (Ip) ataudapat dinyatakan dengan: Ir > Ip (1) Keterangan:
Ir : arus relai Ip : arus pick-up
Relai arus lebih akan menutup kontak-kontaknya untuk menggerakkan rangkaian yang menyebabkan saklar daya membuka atau menutup bilamana arus mencapai suatu nilai yang telah ditentukan terdahulu. Dengan demikian, maka pada relai arus lebih terdapat kepekaan terhadap arus yang mengalir.
b. Relai Jarak
Relai jarak adalah relai yang bekerja berdasarkan setting waktu dan jarak lokasi gangguan ke relai dengan perbandingan tegangan dan arus gangguan (Mason, 1986, Rao, 1978). Relai ini digunakan sebagai alat proteksi pada jaringan transmisi dan dapat digolongkan ke dalam relai yang mempunyai dua besaran input. Pengukurannya adalah membandingkan arus gangguan yang dirasakan oleh relai dengan tegangan dimana relai terpasang, sehingga titik tempat terjadinya gangguan dapat diukur.
Jarak antara suatu tempat gangguan dan awal saluran berbanding lurus dengan impedansi atau rasio antara tegangan dan arus, yaitu Z = V/I atau berbanding terbalik dengan admitansi mho. Oleh karena itu proteksi jarak sering juga disebut dengan proteksi impedansi. Dengan demikian, proteksi jarak mempergunakan proteksi yang responsif terhadap arus. Lebih kecil arus gangguan berarti lebih jauh letak gangguan itu terhadap awal saluran listrik.
Pada Gambar 6 diperlihatkan bagaimana besaran arus dan tegangan dibandingkan dangan suatu “Balance beam relay”. Pada keadaan normal, arus yang mengalir pada “Restraining coil” (kumparan penahan) sama besarnya dengan arus yang mengalir pada “operating coil” (kumparan kerja), maka diperoleh suatu kondisi yang seimbang pada relai. Kondisi ini disebut “balance beam” (batang dalam keadaan seimbang) dari relai.
Pada keadaan abnormal, apabila suatu gangguan terjadi pada jarak n, ZL = ZF dari lokasi
adalah nol, sedangkan tegangan di titik relai berada adalah VF = n . IF ZL. Tegangan titik relai
ini akan menghabiskan ”Restraining torque” mengakibatkan “beam” (batang) menutup kontak dan selanjutnya memberikan perintah trip (triping order) pada pemutus daya CB.
Ketelitian pengukuran impedansi jaringan transmisi dengan relai jarak banyak dipengaruhi oleh ketelitian CT, PT dan oleh relai pengamannya sendiri. Dengan mempertimbang- kan pengaruh-pengaruh tersebut, maka relai jarak biasanya dibuat dengan tiga daerah proteksi seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Keterangan : G : generator Zl : impedansi penghantar Zf : impedansi gangguan CB : circuit breaker Vf : tegangan gangguan
Gambar 6. Prinsip kerja relai impedansi
Gambar 7. Jangkauan daerah proteksi relai jarak (Distance relay)
Daerah proteksi Unit I (t1) berfungsi
sebagai proteksi utama untuk daerah yang dilindunginya dan karena reaksinya yang cepat sehingga reaksi ini tergolong sebagai
instantananeous relai dan daerah proteksi relai ini sejauh 85% (80 – 90%) panjang penghantar dari gardu induk satu ke gardu induk yang lainnya. Penyetelan perlambatan waktu untuk daerah proteksi ini (t1) umumnya tidak ada atau dengan
pengertian bahwa penyetelan waktu operasi adalah nol (Wellman dan Hodgkiss, tanpa tahun). Lebih lanjut dikatakan, Daerah proteksi Unit II (t2) digunakan untuk melindungi 150% (130 –
160%) melewati gardu induk berikutnya. Daerah proteksi Unit III (t3) menjangkau keluar sejauh
225% (210 – 230%).
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada relai-relai bertingkat telah menjuruskan kepada pemakaian proteksi relai jarak secara luas. Jarak antara suatu titik pada feeder dan gangguan adalah sebanding dengan rasio (tegangan/arus) di titik itu dan kita dapat menggunakan relai-relai yang resfonsif terhadap admitansi (mho), impedansi atau reaktansi. Cara lain yang digunakan dalam mengatur daerah kerja dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Jangkauan daerah proteksi relai jarak (Distance relay)
Daerah proteksi A berfungsi sebagai proteksi utama untuk daerah yang dilindunginya dan karena reaksinya yang cepat sehingga reaksi ini tergolong sebagai instantananeous relai dan daerah proteksi relai ini sejauh 80 – 90 % panjang penghantar dari gardu induk satu ke gardu induk yang lainnya. Penyetelan perlambatan waktu untuk daerah proteksi ini (t1) umumnya tanpa
perlambatan waktu dengan pengertian bahwa penyetelan waktu operasi adalah nol.
Daerah proteksi B digunakan untuk melingdungi 10 – 20 % bagian dari jaringan yang tidak di proteksi oleh daerah proteksi A di tambah 20 – 50% dari jaringan berikutnya dengan perlambatan waktu (t2). Daerah proteksi C
mencakup 50 – 80 % dari saluran yang tidak terjangkau oleh daerah proteksi B, dengan waktu operasi lebih lambat (t3), di samping itu daerah
Relay Zl Zf Operating Coil Restraining Coil CB Vf
~
70
T1 T2 T3 Z1Z 2 Z3 R X -X -R Negatif Torgue Positif Torgue Directional Unit Characteristic operasi C masih dapat menjangkau 25% jaringan berikutnya (Stevenson, 1996).Daerah I diatur untuk menjangkau hanya 80 % persen dari sebuah penghantar diukur dari masing-masing ujung. Alasan pokok yang dikemukakan adalah karena relai-relai jarak dan peralatan-peralatan yang terkait mempunyai kesalahan-kesalahan (error) dan untuk menghindari pelepasan CB yang tidak tepat untuk gangguan-gangguan yang terjadi di dalam saluran berikutnya perlu disediakan suatu batas keamanan. Secara serupa daerah II menjangkau cukup jauh ke dalam saluran berikutnya untuk menjamin proteksi yang pasti karena bagian dari saluran itu diliputi oleh daerah I. tujuan dari daerah III untuk memberikan suatu proteksi back up bagi saluran-saluran selebihnya yang berdekatan. Proteksi relai jarak memerlukan tiga ciri pokok, yaitu respon terhadap arah, respon terhadap impedansi dan waktu (timing). Bentuk karakteristik operasi dan setting waktu dari relai jarak dapat dilihat pada Gambar 9 dengan menggunakan diagram RX (Warrintong,1977).
Gambar 9. Karakteristik operasi dan perlambatan waktu relai jarak
Karakteristik relai impedansi terarah dalam bidang RX pada Gambar 9 menunjukkan suatu garis putus yang dinamakan tempat kedudukan impedansi jaringan (line impedance locus). Di sepanjang garis ini dilukiskan sebagai impedansi urutan positif dari saluran yang dilindungi. Unit terarah dari relai itu menyebabkan pemisahan daerah kerja (trip) dan daerah bertahan (block) oleh suatu garis yang ditarik tegak lurus pada tempat kedudukan impedansi jaringan.
Menurut Stevenson (1996), untuk menentukan besar setting impedansi relai jarak
pada suatu gardu induk, maka digunakan rumus di bawah ini :
Gardu induk A ke gardu D
Daerah I = (80% x ZAB) x ZS
Daerah II = (ZAB + 50% x ZBC) x ZS
Daerah III = (ZAB + ZBC + 25% x ZCD) x ZS
Gardu induk B ke gardu D
Daerah I = (80% x ZBC) x ZS
Daerah II = (ZBC + 50% x ZCD) x ZS
Daerah III = (ZBC + 125% x ZCD) x ZS
Gardu induk C ke gardu D
Daerah I = (80% x ZCD) x ZS
Daerah II = (150% x ZCD) x ZS
Keterangan :
ZAB : Panjang saluran gardu induk A ke gardu
induk B.
ZBC : Panjang saluran gardu induk B ke gardu
induk C.
ZCD : Panjang saluran gardu induk C ke gardu
induk D.
ZS : Impedansi transformator pada sisi sekunder.
Untuk menentukan impedansi transformator pada sisi sekunder, digunakan perbandingan trafo arus (CT) dan trafo tegangan (VT) dengan menggunakan rumus :
Zs =
x
Z
PVT
an
Perbanding
CT
an
Perbanding
(James Robert, 1983) Keterangan:Zs = Impedansi sisi sekunder trafo CT dan VT, (Impedansi yang terbaca oleh relai)
ZP = Impedansi sisi Primer, (Impedansi Saluran
Transmisi)
Perbandingan CT = Perbandingan Arus Primer dengan Arus sekunder trafo arus (A)
Perbandingan VT = Perbandingan tegangan primer dengan tegangan sekuder transformator tegangan (Volt)
c. Sistem Pengaman Seimbang
Sistem ini dipakai untuk mengetahui dengan cepat rangkaian mana yang terganggu dalam sebuah rangkaian ganda yang sejajar. Penjatuhan rangkaian yang terganggu ditentukan oleh relai arah atau relai arus lebih yang bekerja
atau relai arus-lebih yang bekerja bila terjadi perbedaan arah atau arus lebih tertentu dalam kedua rangkaian. Sistem ini tidak dapat bekerja dengan kecepatan tinggi untuk seluruh daerah yang dilingdungi. Kadang-kadang ia bekerja secara beruntun (series tripping), artinya ujung yang dekat dengan tempat gangguan yang dijatuhkan lebih dahulu, baru ujung yang lain, miskipun kecepatan menjatuhkannya cukup tinggi.
d. Sistem Relai Pilot
Sistem ini digunakan bila gangguan harus dihilangkan dalam waktu yang singkat, yaitu dengan mengirimkan isyarat tertentu kepada dua ujung saluran. Dilihat dari segi pengiriman isyaratnya dikenal sistem relai pilot-kawat, sistem relai power line carrier (PLC), sistem relai communication line carrier dan sistem gelombang-mikro. Berdasarkan prinsip fungsinya sistem pilot-kawat dibagi menjadi sistem perbangdingan arah dan sistem perbandingan arus. Sistem carrier dibgai menjadi perbandingan arah, sistem perbandingan fasa, “transfer tripping” dan kombinasi berbagai sistem tadi. Berhubung dengan kemampuannya, yaitu dapat menghilangkan gangguan dalam waktu yang singkat di daerah yang dilingdunginya, maka sistem relai pilot digunakan pada saluran-saluran transmisi yang penting. Sistem pilot kawat dipakai dipakai untuk pengamanan saluran transmisi lewat udara yang pendek atau melalui kabel, Sedang sistem “power line carrier” untuk saluran transmisi udara.
e. Kawat Petir (Ground Wire)
Kawat petir merupakan proteksi yang paling murah dan sederhana yang memberikan pengamanan terhadap petir bagio saluran transmisi maupun Gardu Induk (GI). Kawat petir terdiri atas sebuah konduktor yang dipasang disebelah atas menara transmisi yang memikul konduktor daya. Kawat petir biasanya terdiri atas kawat baja ataupun kawat ACSR berukuran sama dengan konduktor daya. Tugas kawat petir adalah :
1. Bertindak sebagai perisai bagi konduktor daya terhadap sambaran petir.
2. Bilamana sambaran petir mengenai menara, kawat tanah yang merupakan pembumian bagi kawat petir akan menyalurkan energi petir ke bumi.
3. Terdapat ubungan elektrik dan magnetic antara kawat petir dan konduktor daya, hal mana menurunkan kemungkinan terjadinya kerusakan pada isolator transmisi.
METODE
a. Jenis Penelitian
Penelitaian ini adalah penelitian survai deskriftif yang bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan status atau fenomena apa yang ada pada sistem proteksi utamnya rele-rele jarak pada SUTT sistem 150 kV Sulselbar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data operasi sistem.
b. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Penelitian ini melibatkan variabel selektifitas (selektifity) rele jarak pada SUTT 150 kV sistem Sulselbar.
Agar penelitian lebih terarah, maka peneliti memberikan defenisi tentang variabel yang diteliti sebagai berikut: Selektivitas adalah kemampuan rele untuk mengetahui di mana tempat terjadinya gangguan dan memilih pemutus (PMT) yang terdekat dari gangguan untuk membuka (trip).
c. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini adalah Area Pengaturan dan Penyaluran Beban (AP2B) PT. PLN (Persero) Wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat. Adapun unit analisinya adalah keseluruhan penghantar yang berada di bawah pengawasan AP2B PT. PLN (Persero). Penghantar tersebut menghubungkan gardu induk; Tello lama, Tello, Sungguminasa, Takalar, Bosowa, Pangkep, Barru, Pare-pare, Suppa, Polewali, Bakaru, Sidrap, Soppeng, Sengkang, Bone, Sinjai, Bulukumba, dan Jenneponto.
d. Teknik Pengumpulan Data
Agar data lebih akurat dan memiliki tingkat kebenaran yang tinggi, maka penulis memakai beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Teknik Observasi, Yaitu suatu teknik pengumpulan data mengenai selektifitas sistem proteksi rele jarak pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV padsa AP2B PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Sulselra. 2. Interview, yakni mewawancarai langsung
pegawai (Teknisi) Area Pengaturan dan Penyaluran Beban (AP2B) dan Teknisi Tragi
72
Panakkukang untuk mendapatkan panjelasandan keterangan mengenai proteksi rele jarak. 3. Dokumentasi, yaitu mengambil data-data
tentang rele jarak dari data operasi yang tersedia di lokasi penelitian untuk penunjang dalam hasil panelitian tersebut.
e. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui profil proteksi ralai jarak (Distance rele) pada SUTT 150 kV Sulselbar dalam mendukung keandalan sistem jaringan yang ada.
Berdasarkan rumusan masalah, maka pengolahan data yang diperoleh dari penelitian ini digambarkan atau dituangkan dengan menggu- kan langkah-langkah sebagai berikut :
Berdasarkan rumusan masalah, maka pengolahan data yang diperoleh dari penelitian ini digambarkan atau dituangkan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menjelaskan profil alat proteksi sistem
Distance Relay protection pada SUTT 150 kV Sulselbar yang digunakan.
2. Menentukan perbandingan antara trafo arus (CT) dan Trafo tegangan (VT)
Perbandingan CT =
skunder
Arus
primer
Arus
atau Is Ip Perbandingan VT =skunder
Tegangan
primer
Tegangan
atau Vs Vp3. Menentukan Impedansi jaringan transmisi pada sisi primer dan sekunder trafo dengan menggunakan rumus : Zs =
x
Z
PVT
an
Perbanding
CT
an
Perbanding
(James Robert:1983) Keterangan:Zs = Impedansi sisi sekunder trafo CT dan VT (Impedansi yang tebaca oleh rele)
ZP = Impedansi sisi Primer (Impedansi Saluran
Transmisi)
Perbandingan CT = Perbandingan Arus Primer dengan Arus sekunder trafo arus (A)
Perbandingan VT = Perbandingan tegangan primer dengan tegangan sekuder transformatoR
tegangan (V)
4. Menentukan tinjauan arah proteksi dalam saluran udara tegangan tinggi.
5. Untuk melihat selektifitas digunakan hasil perbangdingan antara hasil perhitungan penulis dengan hasil setting dari PLN. Dengan menggunakan rumus :
Gardu induk A ke gardu D Daerah I = (80% x ZAB) x ZS
Daerah II = (ZAB + 50% x ZBC) x ZS
Daerah III = (ZAB + ZBC + 25% x ZCD) x ZS
Gardu induk B ke gardu D Daerah I = (80% x ZBC) x ZS
Daerah II = (ZBC + 50% x ZCD) x ZS
Daerah III = (ZBC + 125% x ZCD) x ZS
Gardu induk C ke gardu D Daerah I = (80% x ZCD) x ZS
Daerah II = (150% x ZCD) x ZS
(Stevenson, 1996)
HASIL
Seperti diketahui bahwa gangguan hubung singkat pada jaringan transmisi tidak hanya merusak peralatan atau elemen-elemen jaringan, tetapi juga dapat menyebabkan jatuhnya tegangan dan frekuensi sistem, hal ini menyebabkan kerja pararel dari unit pembangkit dan stabilisasi sistem menjadi terganggu.
Mengingat akan hal ini, maka diperlukan sistem pengamanan atau sistem proteksi untuk saluran transmisi utamanya pada tegangan 150 kV. Jenis proteksi yang digunakan sekarang adalah distance relay yang digunakan sebagai rele utama (primary relay protection) dan jenis proteksi arus lebih (overcurrent) sebagai rele proteksi cadangan (back up relay protection). Pada bagian ini akan dikemukakan hasil penelitian secara deskriftif mengenai proteksi saluran udara tegangan tinggi utamnya distance relay yang berada di berbagai lokasi atau gardu induk yang terdapat dibawah pengawasan Area Penyaluran dan pengaturan Beban (AP2B) PT.PLN (Persero) Unit Bisnis Sul-SelRa.
Berdasarkan Penelitian yang kami lakukan bahwa terdapat berbagai tipe jenis proteksi relay jarak distance relay yang digunakan. Adapun lebih rincinya dapat di lihat pada tabel di bawah. Daftar rele jarak (distance relay protection) dan daftar peralatan transmisi sistem Sulawesi Selatan 150 kV dapat di lihat pada tabel (lampiran
4 dan 5). Data saluran udara tegangan tinggi 150 kV pada tabel 4.1
Berdasarkan pengamatan, memperlihatkan daftar rele jarak (distance relay Protection) sistem 150 kV Sulawesi Selatan. Di mana lokasi pemasangannya relenya dibagi atas 2 sektor yaitu sektor Utara dan Sektor selatan. Kedua sektor tersebut meliputi beberapa gardu induk yaitu : A. Sektor Utara meliputi :
1. Gardu Induk Bakaru 2. Gardu Induk Polmas 3. Gardu Induk Parepare 4. Gardu Induk Suppa 5. Gardu Induk Sidrap 6. Gardu Induk Soppeng 7. Gardu Induk Bone 8. Gardu Induk Sengkang B. Sektor Selatan meliputi
1. Gardu Induk Pangkep 2. Gardu Induk Bosowa 3. Gardu Induk Tello 4. Gardu Induk Takalar 5. Gardu Induk Tallo lama
Seperti yang terlihat pada tabel lampiran 9 bahwa tipe relay distance yang digunakan sekarang ini dalam Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV Sulawesi Selatan ada 7 jenis dengan kode relay 44. Ketujuh tipe rele ini adalah :
1. REL511, Pabrik ABB 2. 7SA511v3, Pabrik Siemens 3. MXLIE, Pabrik Toshiba 4. RYL2S, Pabrik Toshiba 5. TCO23B, Pabrik Toshiba
6. Quadramho SHPM 101, Pabrik GEC Alstrom
7. S21, Pabrik Merlin Gerin
Berdasarkan pengamatan pada tabel 1,2 dan 3 memperlihatkan data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV Sulawesi Selatan yang meliputi jarak gardu induk satu ke gardu induk yang lainnya, jenis penghantar yang dipergunakan. Dari tabel tersebut memperlihatkan jenis kawat yang dipergunakan ada tiga jenis yaitu ; kawat Aluminium Conductor Steel Reinforced (ACSR), dengan penampang yaitu 2x240 mm2, Aluminium Conductor Steel Reinforced ZEBRA (ACSR ZEBRA), dengan besar penampang yaitu 2x400 mm2, dan Aluminium Conductor Steel Reinforced ZEBRA (ACSR ZEBRA), dengan besar penampang yaitu 2x430 mm2.
Berdasarkan pengamatan pada tabel 2. terlihat besar konstanta saluran udara tegangan tinggi 150 kV dengan menggunakan penghantar ACSR 240 mm2, 400 mm2, dan ACSR 430 mm2.. Berdasarkan pengamatan pada tabel 4.5 diatas terlihat besar setting rele jarak pada Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV Sulawesi Selatan di tiap-tiap gardu Induk dengan penyetelan waktu yang berbeda untuk daerah I (t1) dengan tanpa
perlambatan waktu atau instatenous, daerah II (t2)
dengan setting waktu 0,4 detik dan daerah III (t3)
dengan setting waktu 1,6 detik.
PEMBAHASAN
Untuk dapat menentukan impedansi yang diukur oleh rele atau impedansi sisi sekunder (Zs),
terlebih dahulu harus diketahui perbandingan antara trafo arus (CT) dan trafo tegangan (VT) yaitu : Perbandingan CT1 = 80 5 400 = A CT2 = 120 5 600 = A CT3 = 160 5 800 = A CT4 = 200 5 1000 = A CT5 = 320 5 1600 = A Perbandingan VT = 1363,6363 110 150000 = V
Dengan menggunakan rumus :
Zs =
x
Z
PVT
an
Perbanding
CT
an
Perbanding
(James Robert, 1983) Dimana :Zs= Impedansi sisi sekunder trafo CT dan VT (Ohm/km) (Impedansi yang terukur oleh rele) ZP= Impedansi sisi Primer (Ohm/km)
(Impedansi Saluran Transmisi) Zp = R + jX
(Rao:1978) Dimana :
ZL = impedansi line transmisi (Ohm/km)
R = resistansi jenis penghantar (Ohm/km) X = reaktansi jenis penghantar (Ohm/km)
Berdasarkan rumus di atas, maka impedansi tiap sisi sekunder adalah :
ZS1 = (0,11830 0,4239) 636 , 1363 80 j x +
74
= 0,059 x (0,440Ð
74,400) = 0,026Ð
74,400 ohm/Km ZS2 = (0,11830 0,4239) 636 , 1363 120 j x + = 0,088 x (0,440Ð
74,400) = 0,039Ð
74,400 ohm/Km ZS3 = (0,11830 0,4239) 636 , 1363 160 j x + = 0,1177 x (0,440Ð
74,400) = 0,051Ð
74,400 ohm/Km ZS4 = (0,11830 0,4239) 636 , 1363 1000 j x + = 0,733 x (0,440Ð
74,400) = 0,323Ð
74,400 ohm/Km ZS5 = (0,11830 0,4239) 636 , 1363 320 j x + = 0,235 x (0,440Ð
74,400) = 0,103Ð
74,400 ohm/KmUntuk mengetahui besar setting pada setiap penghantar di gardu induk maka digunakan rumus sebagai berikut :
Gambar 10. Representasi jarak saluran
Gardu induk A ke gardu D : Daerah I = (80% x ZAB) x ZS
Daerah II = (ZAB + 50% x ZAB) x ZS
Daerah III = (ZAB + ZBC + 25% x ZCD) x ZS
Gardu induk B ke gardu D : Daerah I = (80% x ZBC) x ZS
Daerah II = (ZBC + 50% x ZCD) x ZS
Daerah III = (ZBC + 125% x ZCD) x ZS
Gardu induk C ke gardu D : Daerah I = (80% x ZCD) x ZS
Daerah II = (150% x ZCD) x ZS
Besar setting masing-masing proteksi dapat diukur sebagai berikut :
1. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV jika ditinjau arah proteksi GI Tello lama ke GI Takalar pada penghantar 1 dan 2.
1.1 Besar setting rele jarak pada gardu induk Tello lama adalah :
Daerah I = (80 % x panjang saluran Tello lama-Tello) x ZS
= ( 0,8 x 6,20) x 0,026 = 0,129 ohm
Daerah II = (panjang saluran Tello lama- Tello + (50 % x panjang
saluran Tello-Sungguminasa )) x ZS
= ( 6,20 + (50 % x 10,63)) x 0,026 = 0,299 ohm
Daerah III = (panjang saluran Tello lama- Tello + panjang saluran Tello- Sungguminasa + (25 % x panjang Saluran Sungguminasa- Takalar)) x ZS
= (6, 20 + 10,93 + (25 % x 26,43)) x0,026
= 0,617 ohm
1.2 Besar Setting rele jarak pada Gardu Induk Tello
Daerah I = (80 % x panjang saluran Tello- Sungguminasa) x ZS
= (0,8 x 10,93) x 0,039 = 0,341 ohm
Daerah II = (panjang saluran Tello-
Sungguminasa + ( 50 % x panjang saluran Sungguminasa-Takalar) x ZS
= (10,93 + ( 50 % x 26,43)) x 0,039 = 0,924 ohm
Daerah III = (panjang saluran Tello- Sungguminasa + (125 % x panjang saluran Sungguminasa- Takalar))x ZS
= (10,93 + (125 % x 26,43)) x 0,039 = 1,715 ohm
1.3 Besar setting rele jarak pada gardu induk sungguminasa
Daerah I = (80 % x panjang saluran Sungguminasa-Takalar) x ZS = (0,8 x 26,43 ) x 0,039 GI A GI B GI C GI D Bus Bus Bus Panjang saluran Panjang saluran Panjang saluran
TELLO LAMA TELLO SUNGGUMINASA TAKALAR 6,20 Km 10,93 Km 26,43 Km
= 0,825 ohm
Daerah II = (150 % x panjang saluran Sungguminasa-Takalar) x ZS
= (150 % x 26,43)) x 0,039 = 1,546 ohm
Tabel 4.5 Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Takalar pada penghantar 1 dan 2
Gardu Induk Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III Tello lama Tello Sungguminasa 0,129 0,341 0,825 0,299 0,924 1,546 0,617 1,617
2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
150 kV jika ditinjau arah proteksi GI
Takalar ke GI Tello lama pada penghantar
1 dan 2.
2.1 Besar setting rele jarak pada gardu induk Takalar adalah :
Daerah I = ( 80 % x panjang saluran Takalar- Sungguminasa ) x ZS
= (0,8 x 26,43) x 0,103 = 2,178 ohm
Daerah II = (panjang saluran Takalar- Sungguminasa + (50 % x panjang
saluran Sungguminasa-Tello )) x ZS
= (26,43 + (50 % x 10,93)) x 0,103 = 3,285 ohm
Daerah III = (panjang saluran Takalar-
Sungguminasa + panjang saluran Sungguminasa-Tello + (25 % x panjang Saluran Tello-Tello lama)) x ZS
= (26,43 + 10,93 + (25 % x 6,20)) x0,103
= 4,008 ohm
2.2 Besar Setting rele jarak pada Gardu Induk Sungguminasa
Daerah I = (80 % x panjang saluran
Sungguminasa-Tello) x ZS
= (0,8 x 10,93) x 0,103 = 0,901 ohm
Daerah II = (panjang saluran Sungguminasa – Tello + ( 50 % x panjang saluran Tello-Tello lama) x ZS
= (10,93 + ( 50 % x 6,20)) x 0,103 = 1,445 ohm
Daerah III = (panjang saluran Sungguminasa- Tello + (125 % x panjang saluran Tello-Tello lama))x ZS
= (10,93 + (125 % x 6,20)) x 0,103 = 1,924 ohm
2.3 Besar setting rele jarak pada gardu induk Tello
Daerah I = (80 % x panjang saluran Tello- Tello lama) x ZS
= (0,8 x 6,20) x 0,026 = 0,129 ohm
Daerah II = (150 % x panjang saluran Tello- Tello lama) x ZS
= (150 % x 6,20)) x 0,026 = 0,242 ohm
Tabel 4.6 Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Takalar ke GI Tello pada penghantar 1 dan 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Takalar S. Minasa Tello 2,178 0,901 0,129 3,285 1,445 0,242 4,008 1,924
3. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
150 kV jika ditinjau arah proteksi GI
Bone ke GI Bakaru pada penghantar 1
3.1 Besar setting rele jarak pada gardu induk Bone adalah :
Daerah I = (80 % x panjang saluran Bone- Soppeng) x ZS
= (0,8 x 43,27) x 0,051 = 1,756 ohm
TAKALAR SUNGGUMINASA TELLO TELLO LAMA 26,43 Km 10,93 Km 6,20 Km BAKARU PAREPARE SIDRAP BONE SOPPENG 84,90 Km 18,49 Km 43,27 Km 52,90 Km
76
Daerah II = ( panjang saluran Bone-Soppeng +(50 % x panjang saluran Soppeng-Sidrap )) x ZS
= (43,27 + (50 % x 52,90)) x 0,51 = 3,556 ohm
Daerah III = ( panjang saluran Bone-Soppeng + panjang saluran Soppeng-Sidrap + (25 % x panjang Saluran Sidrap-parepare)) x ZS
= (43,27 + 52,90 + (25 % x 18,49)) x 0,051
= 5,140 ohm
3.2 Besar Setting rele jarak pada Gardu Induk Soppeng
Daerah I = ( 80 % x panjang saluran Soppeng-Sidrap) x ZS
= (0,8 x 52,90) x 0,051 = 2,158 ohm
Daerah II = (panjang saluran Soppeng-Sidrap + (50 % x panjang saluran Sidrap-parepare) x ZS
= (52,90 + ( 50 % x 18,49)) x 0,051 = 3,169 ohm
Daerah III = (panjang saluran Soppeng-Sidrap + panjang saluran Sidrap-parepare + (25 % panjang saluran Parepare-Bakaru ))x ZS
= (52,90 + 18,49 +(25 % x 84,90)) x 0,051
= 4,723 ohm
3.3 Besar setting rele jarak pada gardu induk Sidrap
Daerah I = (80 % x panjang saluran Sidrap-Parepare) x ZS
= (0,8 x 18,49) x 0,051 = 0,754 ohm
Daerah II = (panjang saluran Sidrap-Parepare +50 % panjang saluran Pare-pare-Bakaru) x ZS
= (18,49 + x (50 % x 84,90)) x 0,051 = 3,108 ohm
Daerah III = (panjang saluran Sidrap-Parepare + (125 % panjang saluran parepare Bakaru)) x ZS
= (18,49 + (1,25 x 84,90)) x 0,051 = 6,355 ohm
3.4 Besar Setting rele jarak pada gardu Induk Pare-pare
Daerah I = (80 % x panjang saluran Parepare-Bakaru) x ZS
= (0,8 x 84,90) x 0,026
= 1,766 ohm
Daerah II = (150 % panjang saluran Pare-pare-Sidrap) x ZS
= (150 % x 84,90)) x 0,026 = 3,311 ohm
Tabel 7. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bone ke GI Bakaru pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( Ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bone Soppeng Sidrap Parepare 1,756 2,158 0,754 1,766 3,556 3,169 3,108 3.311 5,140 4,723 6,355
4. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV jika ditinjau arah proteksi GI Tello ke GI Suppa pada penghantar 1
4.1 Besar setting rele jarak pada Gardu Induk Tello adalah :
Daerah I = (80 % x panjang saluran Tello-Bosowa) x ZS
= (0,8 x 23,67) x 0,039 = 0,739 ohm
Daerah II = ( panjang saluran Tello-Bosowa + (50 % x panjang saluran Bosowa-Pangkep )) x ZS
= (23,67 + (50 % x 30,42)) x 0,039 = 1,516 ohm
Daerah III = (panjang saluran Tello-Bosowa + panjang saluran Bosowa-Pangkep + (25 % x panjang Saluran Pangkep-parepare)) x ZS
= (23,67 + 30,42 + (25 % x 89,20)) x 0,039
= 2,979 ohm
4.2 Besar Setting rele jarak pada Gardu Induk Bosowa
TELLO BOSOWA PANGKEP PARE-PARE SUPPA 23,67 Km 30,42 Km 89,20 Km 7,50 Km
Daerah I = (80 % x panjang saluran Bosowa-Pangkep) x ZS
= (0,8 x 30,42 ) x 0,039 = 0,949 Ohm
Daerah II = (panjang saluran Bosowa-Pangkep + (50 % x panjang saluran Pangkep-parepare) x ZS
= (30,42 + (50 % x 89,20)) x 0,039 = 2,926 ohm
Daerah III = (panjang saluran Bosowa-Pangkep + panjang saluran Pangkep-parepare + (25 % panjang saluran Parepare-Suppa ))x ZS
= (30,42 + 89,20 +(25 % x 7,50)) x 0,039
= 4,738 ohm
4.3 Besar setting rele jarak pada gardu induk Pangkep
Daerah I = (80 % x panjang saluran Pangkep-Parepare) x ZS
= (0,8 x 89,20) x 0,039 = 2,783 ohm
Daerah II = (panjang saluran Pangkep –
Parepare +50 % panjang saluran Pare-pare-Suppa) x ZS
= (89,20 +(50 % x 7,50)) x 0,039 = 3,625 ohm
Daerah III = (panjang saluran Pangkep –
Parepare + (125 % panjang saluran parepare-Suppa)) x ZS
= (89,20 + (1,25 x 7,50)) x 0,039 = 3,844 ohm
4.4 Besar Setting rele jarak pada gardu Induk Pare-pare
Daerah I = (80 % x panjang saluran Parepare-Suppa) x ZS
= (0,8 x 7,50) x 0,039 = 0,234 ohm
Daerah II = (150 % panjang saluran Pare-pare-Suppa) x ZS
= (150 % x 7,50)) x 0,039 = 0,439 ohm
Tabel 8. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Suppa pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( Ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Bosowa Pangkep Parepare 0,739 0.949 2,783 0,234 1,516 2,926 3,625 0,439 2,979 4,738 3,844
5. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV jika ditinjau arah proteksi GI Tello ke GI Suppa pada penghantar 2
5.1 Besar Setting rele jarak pada Gardu Induk Tello
Daerah I = (80 % x panjang saluran Tello-Pangkep) x ZS
= (0,8 x 44,25) x 0,039 = 1,381 ohm
Daerah II = (panjang saluran Tello-Pangkep + ( 50 % x panjang saluran Pangkep-parepare) x ZS
= (44,25 + ( 50 % x 89,20)) x 0,039 = 3,465 ohm
Daerah III = (panjang saluran Tello-Pangkep + panjang saluran Pangkep-parepare + (25 % panjang saluran Parepare-Suppa ))x ZS
= (44,25 + 89,20 +(25 % x 7,50)) x 0,039
= 5,278 ohm
5.2 Besar setting rele jarak pada gardu induk Pangkep
Daerah I = (80 % x panjang saluran Pangkep-Parepare) x ZS
= (0,8 x 89,20 ) x 0,039 = 2,783 ohm
Daerah II = (panjang saluran Pangkep Parepare +50 % panjang saluran Pare-pare-Suppa) x ZS
= (89,20 +(50 % x 7,50)) x 0,039 = 3,625 ohm
Daerah III = (panjang saluran Pangkep –
Parepare + (125 % panjang saluran parepare-Suppa)) x ZS
= (89,20 + (1,25 x 7,50)) x 0,039 = 3,820 ohm
5.3 Besar Setting rele jarak pada gardu Induk Pare-pare
Daerah I = (80 % x panjang saluran Parepare-Suppa) x ZS
= (0,8 x 7,50) x 0,039 = 0,234 ohm
TELLO PANGKEP PARE-PARE SUPPA 44,25 Km 89,20 Km 7,50 Km
78
Daerah II = (150 % panjang saluranPare-pare-Suppa) x ZS
= (150 % x 7,50)) x 0,037 = 0,439 ohm
Tabel 9. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Suppa pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( Ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Pangkep Parepare 1,381 2,783 0,234 3,456 3,625 0,439 5,278 3,820
Penyetelan impedansi rele jarak pada setiap penghantar dapat pula ditentukan dengan cara yang sama sesuai dengan arah proteksi. 6. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Tello
pada penghantar 1
7. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Tello pada penghantar 2
8. Ditinjau dari arah G.I Tello ke G.I Bakaru pada penghantar 1
9. Ditinjau dari arah G.I Tello ke G.I Bakaru pada penghantar 2
10. Ditinjau dari arah G.I Suppa ke G.I Tello pada penghantar 1
11. Ditinjau dari arah G.I Suppa ke G.I Tello
pada penghantar 2
Arah proteksi Suppa-Bakaru dan Bakaru-Suppa
12. Ditinjau dari arah G.I Suppa ke G.I Bakaru pada penghantar 1
13. Ditinjau dari arah G.I Suppa ke G.I Bakaru pada penghantar 2
BAKARU PAREPARE PANGKEP BOSOWA TELLO 84,90 Km 89,20 Km 30,42 Km 23,67 Km BAKARU TELLO PANGKEP POLEWALI PAREPARE 50,60 Km 63,30 Km 89,20 Km 44,25 Km POLEWALI 44,25 Km 89,20 Km 63,30 Km 50,60 Km
TELLO PANGKEP PAREPARE BAKARU
PAREPARE PANGKEP BOSOWA SUPPA TELLO 7,50 Km 89,20 Km 30,42 Km 23,67 Km PAREPARE SUPPA PANGKEP TELLO 7,50 Km 89,20 Km 30,42 Km
SUPPA PAREPARE BAKARU 7,50 Km 84,90
Km
TELLO BOSOWA PANGKEP PAREPARE BAKARU 23,67 Km 30,42 Km 89,20 Km 84,90 Km POLEWALI SUPPA PAREPARE BAKARU 7,50 Km 63,30 Km 50,60 Km
14. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Suppa pada penghantar 1
15. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Suppa pada penghantar 2
Arah proteksi Sengkang-Suppa dan Suppa-Sengkang
16. Ditinjau dari arah G.I Sengkang ke G.I Suppa pada penghantar 1 dan 2
17. Ditinjau dari arah G.I Suppa ke G.I Sengkang pada penghantar 1 dan 2
Arah proteksi Tello-Sengkang dan Sengkang-Tello
18. Ditinjau dari arah G.I Tello ke G.I Sengkang pada penghantar
1
19. Ditinjau dari arah G.I Tello ke G.I Sengkang pada penghantar 2
20. Ditinjau dari arah G.I Sengkang ke G.I Tello pada penghantar 1
21. Ditinjau dari arah G.I Sengkang ke G.I Tello pada penghantar 2
Arah proteksi Bakaru-Sengkang dan Sengkang-Bakaru
22. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Sengkang pada penghantar 1
18,49 Km 89,20 Km
PANGKEP
35,34, Km
TELLO SIDRAP SENGKANG
44,25 Km 52,90 Km
PAREPARE SOPPENG
SENGKANG SOPPENG SIDRAP PAREPARE SUPPA 35,34 Km 52,90 Km 18,49 Km 7,50 Km SENGKANG SOPPENG SIDRAP PAREPARE SUPPA 7,50 Km 18,49 Km 52,90 Km 35,34 Km SENGKANG SOPPENG PAREPARE PANGKEP BOSOWA TELLO 18,49 Km 89,20 Km 35,34 Km 30,42 Km 23,67 Km SIDRAP 52,90 Km SOPPENG SIDRAP TELLO 18,49 Km BOSOWA PANGKEP PAREPARE 23,67 Km 89,20 Km 52,90 Km 35,34 Km SENGKANG 30,42 Km SENGKANG SOPPENG PAREPARE TELLO 35,34 Km 89,20 Km 44,25 Km SIDRAP PANGKEP 18,49 Km 52,90 Km POLEWALI
BAKARU PAREPARE SUPPA 50,60 Km 63,30 Km 7,50 Km
POLEWALI
BAKARU PAREPARE SUPPA 50,60 Km 63,30 Km 7,50 Km
80
23. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Sengkangpada penghantar 2
24. Ditinjau dari arah G.I Sengkang ke G.I
Bakaru pada penghantar 1
25. Ditinjau dari arah G.I Sengkang ke G.I Bakaru pada penghantar 2
26. Ditinjau dari arah G.I Bone ke G.I Bakaru
pada penghantar 2
27. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Bone pada penghantar 1
28. Ditinjau dari arah G.I Bakaru ke G.I Bone pada penghantar 2
Hasil Perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 10. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Tello pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Parepare Pangkep Bosowa 2,513 2,640 0.900 0,700 4,792 3,863 1,563 1,314 6,723 4,645 2,220
Tabel 11. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Tello pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Polewali Parepare Bosowa 1,498 2,532 2,640 1,310 3,043 5,395 4,119 2,456 5,039 8,178 5,347
Tabel 12. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Bakaru pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Bosowa Pangkep Parepare 0,700 1,217 2,640 2,513 1,439 3,751 4,871 4,711 2,826 7,042 7,227 SENGKANG SOPPENG BAKARU PAREPARE SIDRAP
89,90 Km 18,49 Km 52,90 Km 35,34 Km
SENGKANG 35,34 Km
BAKARU POLEWALI SIDRAP 50,60 Km 52,90 Km
PAREPARE SOPPENG 18,49 Km
63,30 Km
PAREPARE SOPPENG SENGKANG BAKARU SIDRAP
89,90 Km 18,49 Km 52,90 Km 35,34 Km
SENGKANG SOPPENG PAREPARE BAKARU 35,34 Km 63,30 Km 50,60 Km
SIDRAP POLEWALI 18,49 Km
52,90 Km
50,60 Km
BONE SOPPENG PAREPARE BAKARU 35,34 Km 63,30 Km
SIDRAP POLEWALI 18,49 Km
52,90 Km
BAKARU PAREPARE SIDRAP SOPPENG BONE 84,90 Km 18,49 Km 52,90 Km 43,27 Km SIDRAP BAKARU 43,27 Km SOPPENG POLEWALI BONE 50,60 Km 52,90 Km PAREPARE 18,49 Km 63,30 Km
Tabel 1.3 Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Bakaru pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Pangkep Parepare Polewali 1,310 2,640 1,874 2,024 3,287 4,471 3,278 3,795 5,523 6,111 4,682
Tabel 14. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Suppa ke GI Tello pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Suppa Parepare Pangkep Bosowa 0,222 2,640 0,900 0,700 1,928 3,863 1,563 1,314 3,859 4,645 2,220
Tabel 15. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Suppa ke GI Tello pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Suppa Parepare Pangkep 0,222 2,640 1,310 1,928 4,119 2,456 3,987 5,347
Tabel 16. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Suppa ke GI Bakaru pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Suppa Parepare 0,222 2,5130 1,8482 4,7119 4,2041
Tabel 17. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Suppa ke GI Bakaru pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Suppa Parepare Polewali 0,222 2,5130 1,4978 1,8482 4,0663 2,8083 3,8869 5,4705
Tabel 18. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Suppa pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Parepare 2,513 0,222 3,280 0,416 3,488
Tabel 19. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Suppa pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Polewali Parepare 1,498 2,532 0,222 3,043 3,353 0,416 4,284 3,634
Tabel 20. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Sengkang ke GI Suppa pada penghantar 1 dan 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Sengkang Soppeng Sidrap Parepare 8,764 2,116 0,740 0,222 19,155 3,107 1,112 0,416 28,787 3,663 1,393
Tabel 21. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Suppa ke GI Sengkang pada penghantar 1 dan 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Suppa Parepare Sidrap Soppeng 0,222 0,370 1,058 1,414 0,620 1,124 1,764 2,651 1,451 2,006 2,427
Tabel 22. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Tello ke GI Sengkang pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Bosowa Pangkep Parepare Sidrap Soppeng 0,700 1,217 2,640 0,370 1,058 1,414 1,439 3,751 3,642 1,124 1,764 1,651 2,826 6,21 2 4,474 2,006 2,427
82
Tabel 23. Hasil perhitungan setting rele jarakarah GI Tello ke GI Sengkang pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Tello Pangkep Parepare Sidrap Soppeng 1,310 2,640 0,740 2,116 1,414 3,287 3,642 2,247 3,529 2,651 5,109 4,474 4,001 4,854
Tabel 24. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Sengkang ke GI Tello pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Sengkang Soppeng Sidrap Parepare Pangkep Bosowa 8,764 2,116 0,740 2,640 0,900 0,700 19,155 3,107 3,155 3,863 1,563 1,314 28,787 4,685 5,765 4,645 2,220
Tabel 25. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Sengkang ke GI Tello pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Sengkang Soppeng Sidrap Parepare Pangkep 8,764 2,116 0,370 2,640 1,310 19,155 3,107 1,577 4,119 2,456 28,787 4,685 2,969 5,347
Tabel 26. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Sengkang pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Parepare Sidrap Soppeng 2,200 0,370 1,058 1,414 3,485 1,124 1,764 2,651 4,315 2,006 2,427
Tabel 27. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Sengkang pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Parepare Sidrap Soppeng 2,200 0,370 1,058 1,414 3,485 1,124 1,764 2,651 4,315 2,006 2,427
Tabel 28. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Sengkang ke GI Bakaru pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Sengkang Soppeng Sidrap Parepare 8,764 2,116 0,740 2,200 19,155 3,107 3,047 4,712 28,787 4,631 6,231
Tabel 29. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Sengkang ke GI Bakaru pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Sengkang Soppeng Sidrap Parepare Polewali 8,764 2,116 0,370 1,874 2,024 19,155 3,107 1,254 3,278 3,795 28,787 4,631 2,361 4,682
Tabel 30. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bone ke GI Bakaru pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bone Soppeng Sidrap Parepare Polewali 1,7308 2,116 0,7396 1,8739 1,4978 3,486 3,1073 3,047 2,2783 2,8083 7,2031 4,6308 4,722 4,6826
Tabel 31. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Bone pada penghantar 1
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III
Bakaru Parepare Sidrap Soppeng 2,513 0,547 1,566 1,281 3,483 1,663 2,758 2,401 4,315 3,042 3,959
Tabel 32. Hasil perhitungan setting rele jarak arah GI Bakaru ke GI Bone pada penghantar 2
Gardu Induk
Penyetelan impedansi ( ohm )
Daerah I Daerah II Daerah III Bakaru Polewali Parepare Sidrap Soppeng 1,498 1,874 0,547 1,566 1,281 3,043 2,684 1,663 2,758 2,401 4,385 3,516 3,042 3,959
Penyetelan waktu kerja
Untuk zone 1 (t1) : Tanpa perlambatan waktu (instatenous) Untuk zone 2 (t2) : Setting waktu 0,4 detik Untuk zone 3 (t3) : Setting waktu 1,6 detik
Perbandingan Hasil perhitungan penulis dengan setting PLN
Berdasarkan hasil perhitungan seperti pada diatas maka dapat dilihat perbandingan antara hasil perhitungan penulis dengan setting yang diterapkan dilapangan oleh PLN
pada tabel 4.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sulawesi Selatan pada umumnya menggunakan Rele jarak atau Distance relay sebagai proteksi utama dan OCR (over current protection) dan GFR (ground fault relay) sebagai proteksi cadangan. Pada sistem Tegangan tinggi PLN fungsi utama OCR dan GFR penghantar adalah sebagai pengaman cadangan terhadap pengaman utama penghantar, adapun pola yang diterapkan dalam penyetingannya adalah disetting 1 detik pada gangguan arus hubung singkat maksimum pada bus yang bersangkutan.Pada saluran udara tegangan tinggi 150 kV Sulawesi Selatan terdapat 7 buah jenis rele jarak yang terpasang di beberapa Gardu Induk, ketujuh tipe tersebut antara lain ; RYLS2 pabrik Toshiba 18 buah, REL 511 pabrik ABB 4 buah,
7SA511V3 pabrik siemens 4 buah, S21 pabrik Merlin Gerin 3 buah, MXL1E pabrik toshiba 10 buah, Quadramhe:SHPM 101 pabrik GEC Alsthom 2 buah dan REL 316 pabrik ABB 2 buah. Masing-masing rele terpasang tersebut disetting waktu 0,00 (instateneous) pada daerah proteksi I, 0,4 pada daerah proteksi II dan 1,6 pada daerah proteksi III.
Berdasarkan perbandingan antar tabel hasil perhitungan penulis dengan setting yang dipergunakan oleh PLN terlihat beberapa perbedaan-perbedaan, ini dapat dilihat pada tabel.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada pengamatan dan hasil analisis dapat disinpulkan bahwa :
1. Saluran udara tegangan tinggi 150 kV menggunakan proteksi relay distance atau rele jarak sebagai proteksi utama (main protection) dengan menggunakan setting impedansi yang berbeda, tergantung pada jenis transformator, jenis penghantar dan panjang penghantarnya.
2. Tingkat setting rele jarak kurang selektif dan masih perlu disesuaikan untuk mendapatkan koordinasi setting yang baik.
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
1. Kepada pihak Area Penyaluran dan pengaturan Beban (AP2B) PT.PLN (Persero) Unit Bisnis Sul-SelRa hendaknya dilakukan pemeriksaan data trafo CT dan VT, panjang Saluran penghantar di lapangan setiap perubahan setting maupun penambahan transmisi baru untuk mendapatkan koordinasi yang baik.
2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian ini disarankan untuk mengevaluasi setting rele jarak (distance relay) dengan menggunakan sistem komputerisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir.1998. Transmisi Tenaga Listrik.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Anderson, Paul M. & Abdel Aziz A. Fouad.
1982. Power System Control and
Stability.
Cetakan
ketiga.
Edisi
pertama. Iowa: The Iowa State
University Press.
84
AP2B PLN. 2007. Evaluasi operasi tenaga
listrik Sistem Sulawesi Selatan dan
Tenggara Januari 2007. Makassar:
PT. PLN (Persero) Unit Bisnis
Sulselra.
Artono Arismunandar dan Kuwahara, 2001.
Teknik Tegangan Tinggi. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Bonar Pandjaitan. 1999. Teknologi Sistem
Pengendalian Tenaga Listrik Berbasis
SCADA. Jakarta: Prenhallindo.
Cekmas Cekdin. 2004. Teori dan Contoh Soal
Teknik Elektro Menggunakan Bahasa
Pemrograman MATLAB. Yogyakarta:
Andi Yogyakarta.
Grainger, John J. and Stevenson, Willian D.
1996.
Power System Analysis.
Singapore:McGraw-Hill International
Book Company.
Hermagasantos.1994.
Teknik Tegangan
Tinggi. Bandung: PT. Rosda Jayaputra
Mason, C. Russel. 1985. The Art and Science
of Protective Relaying. Sixth Edition.
New Delhi: Wiley Easten Limited.
Pabla, A.S. 1996. Distribusi Sistem Tenaga
Listrik. Jakarta: Erlangga.
Rao, Sunil S. 1978. Switchgear and
Protection. Edisi 3. New Delhi:
Khanna Publishers.
Saadat, Hadi.1999. Power System Analisis.
Singapore: McGrow-Hill.
Stevenson, Willian D. 1996. Analisis Sistem
Tenaga Listrik. Edisi 4. Terjemahan
Kamal Idris. Jakarta: Erlangga.
UP2B PLN. 2002. Evaluasi Operasi Tenaga
Listrik Sistem Sulawesi Selatan dan
Tenggara Tahun 2002. Makassar: PT.
PLN (Persero) Unit Bisnis Sulselra.
Warrington, Albert Russel van Cortlandt.
1994. Protective Relays: Their Theory
and Practice. Volume two. Third
edition. London: Chapman & Hall.
Warrington, Albert Russel van Cortlandt.
Tanpa tahun. Protective Relays: Their
Theory and Practice. London:
Chapman & Hall.
Wellman, F.E., Bell, H.G., Hodgkiss, J.W.
The Protective Gear Handbook
Tabel 2. Konstantan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sulawesi Selatan
Penghantar Resistansi (R) (Ohm/Km) Reaktansi (X) (Ohm/Km) ACSR 240 mm2 ACSR 400 mm2 ACSR 430 mm2 0,11830 0,06691 0,03970 0,4239 0,40263 0,2720 Sumber : PT.PLN AP2B Unit Bisnis SulSelRa
Tabel 1. Data Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV Sistem Sulawesi Selatan No. Gardu Induk Tegangan Jarak
(km) Jenis Penghantar Dari Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Bakaru Bakaru Bakaru Polmas Parepare Pinrang Parepare Parepare Parepare Sidrap Soppeng Sengkang Barru Pangkep Pangkep Bosowa Tello Bone Sinjai B.Kumba Bantaeng Jeneponto Takalar Takalar S.Minasa Pinrang Parepare Polmas Parepare Suppa Parepare Barru Pangkep Sidrap Soppeng Bone Soppeng Pangkep Tello Bosowa Tello Tello lama Sinjai B.Kumba Bantaeng Jeneponto Takalar Tello S.Minasa Tello 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 150 kV 58,50 89,90 50,60 91,30 7,50 26,40 44,80 89,20 18,49 52,90 43,27 35,34 44,40 44,25 30,42 23,67 6,20 110,0 68,00 32,00 31,00 52,00 37,30 26,50 10,90 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR ZEBRA 2x400 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 ACSR 2X240 mm2 RENCANA RENCANA RENCANA RENCANA ACSR ZEBRA 2x430 mm2 ACSR ZEBRA 2x430 mm2 ACSR ZEBRA 2x430 mm2
86
Tabel 3. Daftar Setting Rele Jarak Saluran Transmisi 150 kV Sistem Sulawesi SelatanLokasi rele Setting PLN (Daerah proteksi)
Z1(Ohm)/detik Z2(Ohm)/detik Z3(Ohm)/detik GI Tello lama
Penghantar Tello 1 dan 2 0,130/inst 0,866/0,4 2,600/1,1
GI Polewali Penghantar Pare-Pare Penghantar Bakaru 2,726/inst 2,09/inst 4,008/0,4 3,62/0,4 6,354/1,6 4,66/1,6 GI Pare-pare
Penghantar Sidrap 1 dan 2 Penghantar Suppa 1 dan 2 Penghantar Bakaru Penghantar Polewali Penghantar Pangkep1 dan 2
0,66/inst 0,2323/inst 2,599/inst 2,726/inst 2,75/inst 2,20/0,4 0,35/0,4 3,88/0,4 4,008/0,4 4,167/0,4 3,86/1,6 0,348/1,6 4,481/1,6 6.354/1,6 5,851/1,6 GI Suppa
Penghantar Pare-pare 1 dan 2 2,6309/inst 4,8422/0,4 8,0825/1,6
GI Pangkep
Penghantar Pare-pare 1 dan 2 Penghantar Tello 1
Penghantar Tello 2 (via Bosowa)
2,75/inst 1,35/inst 1,35/inst 4,167/0,4 2,045/0,8 2,045/0,8 6,25/0,8 3,214/1,6 3,14/1,6 GI Tello Penghantar Pangkep 1
Penghantar Pangkep 2 (via Bsw) Penghantar Tello lama
Penghantar S. Minasa 1 dan 2
1,35/inst 1,35/inst 0,130/inst 0,5207/inst 2,109/0,4 2,109/0,4 2,230/0,4 4,50/1,6 4,50/1,6 1,54/0,4 GI S. Minasa
Penghantar Tello 1 dan 2 Penghantar Takalar 1 dan 2
0,526/inst 1,36/inst 0,936/0,4 2,3/0,4 5,930/1,6 3,4/1,6 GI Takalar Penghantar GI Bakaru Penghantar Pare-Pare Penghantar Polewali 2,600/inst 2,09/inst 3,881/0,8 5,22/0,4 6,341/1,6 8,36/1,6 Gi Sidrap
Penghantar Pare-Pare 1 Dan 2 Penghantar Soppeng 1 0.66/inst 2,186/inst 1,00/0,4 2,278/0,4 5,44/1,6 5,960/1,6 GI Soppeng Penghantar Sengkang Penghantar Bone 1 dan 2 Penghantar Sidrap 1 dan 2
1,354/inst 1,7874/inst 2,186/inst 2,437/0,4 2,26/0,4 3,28/0,4 3,131/1,6 5,26/1,6 5,960/1,6 GI Sengkang
Penghantar Soppeng 1 dan 2 8,449/inst 12,67/0,4 15,85/1,2
GI Bone
Penghantar Soppeng 1 dan 2 1,7874/inst 3,5355/0,4