• Tidak ada hasil yang ditemukan

E-book Plk Perdoski 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "E-book Plk Perdoski 2014"

Copied!
357
0
0

Teks penuh

(1)PE R. DO SK I. PANDUAN LAYANAN KLINIS DOKTER SPESIALIS DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA (PERDOSKI) Tahun 2014.

(2) SK I. PE R. DO. PAND DUAN LAYANAN KLINIS K D DOKTE ER SPE ESIALIIS DERMATOLOG GI DAN VENE EREOLOGI. Perhimp punan Do okter Spe esialis Ku ulit dan Kelamin K In ndonesia a (P PERDOSK KI) T Tahun 2014. i.

(3) SK I. P PANDUAN LAYANAN KLINIS DOKTER SPESIA ALIS DER RMATOLOG GI DAN VE ENEREOLO OGI. PERDOSKI P PANDUAN LAYANAN KLINIS Ta ahun 2014 GI DAN VE DOKTER SPESIA ALIS DER RMATOLOG ENEREOLO OGI PERDOSKI. Ta ahun 2014. DO. Tim Penyusun dan Ed ditor DR.Dr. Aida Suriadire edja, Sp.KK(K), FINSDV, FAAD DV oruan, Sp.KK(K K), FINSDV, FAA ADV Prof. Dr. Theresia L. To Widaty y, Sp.KK(K), FIN NSDV, FAADV Dr. Sandra Tim Penyusun dan Ed ditor M Aida Yulianto Listy yawan, Sp.KK(K), AADV FINSDV, FA DR.DR.Dr. Dr. M. edja, Sp.KK(K), DV Suriadire FINSDV, FAAD Dr.Dr. A Theresia Agnes Sri Siswa ati, Sp.KK(K), FK), FINSDV, FINSDV, FAADV VADV L. To oruan, Sp.KK(K FAA Prof. DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.K KK(K), FINSDV NSDV, FAADV Dr. Sandra Widatyy, Sp.KK(K), FIN D Yulianto Dr. Cita Rosita SP Sp.KK(K), FK), FINSDV, FINSDV, FAADV VAADV M Listy yawan, Sp.KK( FA DR. DR. Dr. M. Nati, Sp.KK(K), Nopriyati, Sp.KK K Dr. Agnes A Sri Dr. Siswa F FINSDV, FAADV V DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.K KK(K), FINSDV DR. Dr. D Cita Rosita SP Sp.KK(K), FINSDV, F FAADV V S N Nopriyati, Sp.KK K Dr. Sekretaris Dr. Benny Nelson. PE R. S Sekretaris K Benny Nelson Kontributor Dr. Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual K pok Studi Herp pes Kelomp K Kelompok StudKontributor A Kerja Ki Dermatosis Akibat Si Infeksi Morbus Hlar Seksual Hansen K Kelompok Kelompok StudStudi Menu Kelompok Stu udi Derpes matologi pokImuno Studi Herp Kelomp Kelomp pok Studi Psoria asis Kerja K Kelompok Stud i Dermatosis A Akibat Kelompok SStudi Dematom S Morbusmikologi H Hansen KelompokStudi Kellompok StudiStu Dudi Imuno Der Dermatologi An nak Indonesia Kelompok matologi Kelom mpok Studi Der rmatologi Kosm metik a Kelomp pok Studi Psoria asis Indonesia Kelom mpokKelompok Studi Tum mor Bedahmikologi Kulit Indonesia S dan Studi Dematom Kel DDermatologi Las ser Indonesia Kelompok lompokStudi StudiDermatologi D An nak Indonesia PmpokPakar Para matologi Vmetik Indonesia Venereologi Kelom StudiDerm Der rmatologidan Kosm a Kelom mpok Studi Tum mor dan Bedah Kulit Indonesia Kelompok Studi Dermatologi D Lasser Indonesia Se ekretariat: P Para Pakar Derm matologi dan Venereologi V PP P PERDOSKI Ruko Grand Salemba Se ekretariat: a Jala an Salemba I No o. 22, Jakarta 10430, Indonesia. PP P PERDOSKI. Ruko Grand Salemba a Jala an Salemba I No o. 22, Jakarta 10430, Indonesia. PE ERHIMPUNA AN DOKTER SPESIALIS KULIT K DAN KELAMIN K IND DONESIA (PERDOSKI) JAK KARTA 2014 PE ERHIMPUNA AN DOKTER SPESIALIS KULIT K DAN KELAMIN K IND DONESIA (PERDOSKI) JAK KARTA 2014. ii.

(4) Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia Para Pakar Dermatologi dan Venereologi Sekretariat: PP PERDOSKI Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat 10430. SK I. Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta. DISCLAIMER. -. PE R. -. PLK PERDOSKI disusun berdasarkan asupan dari para pakar Dermatologi dan Venereologi serta Kelompok Studi terkait Buku PLK dimaksudkan untuk penatalaksanaan pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap tentang penyakit atau kondisi kesehatan tertentu Buku PLK ini digunakan untuk pedoman penatalaksanaan pasien Hasil apapun dalam penatalaksanaan pasien di luar tanggung jawab tim penyusun PLK Pemilihan tatalaksana agar disesuaikan dengan kompetensi & legalitas obat terkait. DO. -. ISBN : 978-602-98468-4-3. iii.

(5) KATA PENGANTAR. SK I. Assalamualaikum Wr Wb, Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal 44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi. Sehubungan dengan hal tersebut, PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis (PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI tahun 2011.. Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan juga bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada Kelompok Studi (KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan. Terakhir bahan dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.. DO. Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi infeksi, genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser, tumor dan bedah kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya penyakit maupun tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis sebagaimana telah tertera dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi Indonesia. Adapun ketrampilan tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari Kolegium adalah tindakan yang belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.. PE R. Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua Umum dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya menunjuk Tim Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh anggota Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa terima kasih sebesar-besarnya ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer group) yang telah ikut menyempurnakan isi buku ini. Last but not least terima kasih sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny Nelson sebagai sekretaris yang telah berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini selesai.. Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar koreksi dan asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.. Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter spesialis dermatologi dan venereologi dalam melakukan pelayanan kedokteran. Dengan demikian tercapai pelayanan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia terutama pelayanan kesehatan dermatologi dan venereologi. Jakarta, Agustus 2014 Atas nama Tim Penyusun. DR.Dr. Aida SD Suriadiredja, Sp.KK(K) FINSDV, FAADV. iv iv.

(6) SAMBUTAN KETUA UMUM PP PERDOSKI. Sejawat terhormat,. SK I. 2011-2014. Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku panduan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah revisi dari buku Panduan Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh PERDOSKI sebelumnya. Sesuai dengan kebutuhan dan arahan Kementerian Kesehatan bahwa diperlukan Panduan dalam melaksanakan layanan yang dapat diakses dan diaplikasikan secara nasional mulai dari layanan tingkat pratama sampai tingkat utama agar layanan berjalan sesuai dengan keilmuan yang berkembang dan sesuai dengan prasana yang ada untuk pencapaian ”service excellent”.. DO. Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota PERDOSKI. Buku ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik dan clinical pathway, serta standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri dari utusan anggota dari berbagai daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif dari seluruh bidang terkait dipandu oleh bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka makin sempurnalah panduan ini. Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh anggota dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan kesehatan nasional di bidang kesehatan kulit dan kelamin.. PE R. Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian terhadap panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah yang spesifik, dan kami sangat terbuka untuk hal tersebut. Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan layanan.. Jakarta, Agustus 2014 Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI Dr. Syarief Hidayat, Sp.KK FINSDV, FAADV. v v.

(7) Sambutan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Kulit dan Kelamin Kolegium Dermatologi dan Venereologi. SK I. Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang optimal dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini tertera dalam UUD 1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah perundangan dan peraturan untuk memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut, antara lain diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan Medis. Standar ini menjadi pedoman yang dirancang oleh profesi agar para dokter yang berkepentingan dapat menjalankan pelayanan kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal bagi masyarakat luas. Dengan semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh pusat pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.. DO. Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu mencari pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis untuk meraih kesehatan serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis pelayanan kesehatan kulit dan kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang selalu dinilai kembali dan direvisi secara berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi dan dalam pendidikan dokter spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul penatalaksanaan gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang berasal dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi dan venereologi khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi Dermatologi dan Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik tolak penentuan jenis layanan yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan venereologi.. PE R. Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran Indonesia serta menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk bidang dermatologi dan venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter spesialis dermatologi dan venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat serta pihak terkait dapat memakainya sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin. Jakarta, Agustus 2014 Ketua Kolegium Dermatologi dan Venereologi 2011-2014 DR.Dr.Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) FINSDV, FAADV. vi. vi.

(8) SALINAN SURAT KEPUTUSAN No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13 TENTANG. SK I. TIM REVISI PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK) PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA. Menimbang: a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya penyempurnaan PLK Spesialis Kulit dan Kelamin. b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim. c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.. DO. Mengingat: 1. AD dan ART PERDOSKI 2. Buku Kompendium 3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011 4. Renstra PERDOSKI 2011-2014. Memperhatikan : a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK). b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter Spesialis (IPDS) untuk revisi PLK. c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK. MEMUTUSKAN 1.. Menetapkan Tim Revisi PLK PERDOSKI:. : DR.Dr. Aida Suriadiredja, Sp.KK(K), FINS-DV : Prof. Dr. Theresia L. Toruan, Sp.KK(K), FAADV Dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV DR. Dr. M. Yulianto Listyawan, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV Dr. Agnes Sri Siswati, Sp.KK(K), FINS-DV DR. Med. Dr. Retno Danarti, Sp.KK DR. Dr. Cita Rosita SP Sp.KK(K) Dr. Nopriyati, Sp.KK. PE R. Ketua Anggota. 2.. Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu) bulan sebelum Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.. Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya. Ditetapkan di: Jakarta. Pada tanggal : 13 Februari 2013. Dr. Syarief Hidayat, Sp.KK, FINS-DV, FAADV Ketua Umum. vii. vii.

(9) DAFTAR ISI. SK I. Halaman Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................. iv Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI .............................................. v Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi ........................................ vi Surat Keputusan Tentang Tim Revisi Panduan Layanan Klinis PERDOSKI ....................................................................... vii Daftar Isi .................................................................................................................... viii Daftar Singkatan ........................................................................................................ xii 1. A. Dermatologi Non Infeksi A. 1. Dermatitis numularis ................................................................................. A. 2. Dermatitis popok ...................................................................................... A. 3. Dermatitis seboroik .................................................................................... A. 4. Liken simpleks kronikus ............................................................................ A. 5. Miliaria ....................................................................................................... A. 6. Pitiriasis alba ............................................................................................. A. 7. Pitiriasis rosea ........................................................................................... A. 8. Prurigo aktinik ............................................................................................ A. 9. Prurigo nodularis ....................................................................................... A. 10. Pruritic urticaria papule and plaque in pregnancy (PUPPP) ....................... 5 8 10 14 16 19 21 23 25 27. B. Dermatologi Infeksi B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............ B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................ B. 3. Herpes zoster............................................................................................. B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease ......................................................................... B. 5. Histoplasmosis ........................................................................................... B. 6. Kandidiasis / kandidosis............................................................................. B. 7. Kriptokokosis.............................................................................................. B. 8. Kusta .......................................................................................................... B. 9. Malassezia folikulitis .................................................................................. B. 10. Mikosis profunda ....................................................................................... B. 11. Moluskum kontagiosum ............................................................................. B. 12. Pioderma ................................................................................................... B. 13. Pitiriasis versikolor ..................................................................................... B. 14. Skabies ...................................................................................................... B. 15. Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)........................................ B. 16. Toxic shock syndrome (TSS) .................................................................... B. 17. Tuberkulosis kutis ...................................................................................... B. 18. Varisela ..................................................................................................... B. 19. Veruka vulgaris / common warts ................................................................ 30 32 38 41 43 45 50 52 62 64 70 73 78 80 84 86 88 93 96. PE R. DO. Pendahuluan ........................................................................................................... C. Genodermatosis C. 1. Akrodermatitis enteropatika ....................................................................... 99 C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger) ................................... 102 C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan ........................................................ 106. viii. viii.

(10) 4. Tuberous sclerosis complex ....................................................................... 5. Displasia ektodermal ................................................................................. 6. Iktiosis ........................................................................................................ 7. Neurofibromatosis tipe 1 ............................................................................. 113 117 123 130. D. Dermato-Alergo-Imunologi D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik ........................................................ D. 2. Dermatosis IgA linear ................................................................................. D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring ................................................................ D. 4. Dermatitis kontak alergi .............................................................................. D. 5. Dermatitis kontak iritan ............................................................................... D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat ..................................................................... D. 7. Pemfigus .................................................................................................... D. 8. Urtikaria ...................................................................................................... D. 9. Psoriasis ..................................................................................................... 132 137 141 145 148 151 155 159 166. E. Dermatologi Kosmetik E. 1. Akne vulgaris ............................................................................................. E. 2. Melasma ................................................................................................... E. 3. Freckles ..................................................................................................... E. 4. Vitiligo ........................................................................................................ E. 5. Alopesia androgenik .................................................................................. E. 6. Penuaan kulit ............................................................................................. E. 7. Deposit lemak dan selulit .......................................................................... E. 8. Hiperhidrosis ............................................................................................. E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis .................................................................... 180 184 188 190 194 198 199 200 202. Laser E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit ................................................................. E. 11. Laser untuk kelainan vaskular ................................................................... E. 12. Laser untuk skar ........................................................................................ E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ....................................................... E. 14. Laser penghilang tato ................................................................................ E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut ............................................................. E. 16. Laser untuk resurfacing ............................................................................. E. 17. Laser dan sinar untuk akne vulgaris ........................................................... 204 205 206 208 209 210 211 213. PE R. DO. SK I. C. C. C. C.. F. Tumor dan Bedah Kulit: Tumor Jinak Adneksa F. 1. Siringoma .................................................................................................. F. 2. Trikoepitelioma .......................................................................................... Epidermis dan kista epidermis F. 3. Keratosis seboroik ..................................................................................... F. 4. Kista epidermal .......................................................................................... F. 5. Nevus verukosus ....................................................................................... Jaringan ikat F. 6. Dermatofibroma ......................................................................................... F. 7. Fibroma mole............................................................................................. F. 8. Keloid.......................................................................................................... ix. 216 217 218 220 221 222 223 224. ix.

(11) 225 226 227 228 229. SK I. Karena virus, neoplasma, hiperplasia, dan malformasi vaskular F. 9. Angiokeratoma ........................................................................................... F. 10. Granuloma piogenikum ............................................................................. F. 11. Limfangioma .............................................................................................. F. 12. Nevus flameus ........................................................................................... Sel melanosit dan sel nevus F. 13. Nevus melanositik ...................................................................................... Pra Kanker F. 14. Keratosis aktinik ....................................................................................... 232 F. 15. Leukoplakia .............................................................................................. 233 F. 16. Penyakit Bowen ........................................................................................ 234 Tumor Ganas Epidermis dan adneksa F. 17. Karsinoma sel basal ................................................................................. 236 F. 18. Karsinoma sel skuamosa ......................................................................... 240 Sel melanosit F. 19. Melanoma maligna .................................................................................... 244. 251 253 254 256 257 258 259 260 261 263 264 265 266 267 269 270 271 272 273 275. G. Venereologi (Infeksi Menular Seksual) G. 1. Infeksi gonore ............................................................................................ G. 2. Herpes simpleks genitalis (HG) .................................................................. G. 3. Infeksi genital non spesifik (IGNS) .............................................................. G. 4. Kandidosis vulvovaginalis (KVV) ................................................................ G. 5. Kondiloma akuminata (KA) ......................................................................... G. 6. Sifilis ............................................................................................................ G. 7. Trikomoniasis ............................................................................................... 278 282 286 291 294 296 299. PE R. DO. Tindakan Bedah Dalam Dermatologi F. 20. Biopsi kulit ................................................................................................. F. 21. Eksisi/flap/graft .......................................................................................... F. 22. Bedah listrik ............................................................................................... F. 23. Bedah beku ............................................................................................... F. 24. Bedah kimia (chemical peeling) ................................................................. F. 25. Subsisi ..................................................................................................... F. 26. Skin Needling ........................................................................................... F. 27. Dermabrasi dan Mikrodermabrasi ............................................................ F. 28. Bedah sedot lemak ................................................................................... F. 29. Injeksi bahan pengisi (filler) ....................................................................... F. 30. Injeksi toksin botulinum ............................................................................ F. 31. Blefaroplasti .............................................................................................. F. 32. Transplantasi rambut ................................................................................ F. 33. Bedah kuku ............................................................................................... F. 34. Skleroterapi .............................................................................................. F. 35. Bedah Mohs ............................................................................................. F. 36. Face Lift menggunakan benang ................................................................ F. 37. Minimum incision face lift ........................................................................... F.38. Non-surgical face lift ................................................................................... F.39. Vitiligo .......................................................................................................... x. x.

(12) G. 8. Ulkus mole .................................................................................................. 302 G. 9. Vaginosis bakterial ...................................................................................... 304. SK I. H. Kedaruratan Kulit H. 1. Angioedema ................................................................................................ 307 H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET) ........................................................... 313 H. 3. Sindrom DRESS ......................................................................................... 317. 321 327 329 335 342. PE R. DO. Lampiran 1. Uji Tempel ........................................................................................................ 2. Uji Intradermal ................................................................................................. 3. Uji Provokasi Obat ........................................................................................... 4. Uji Tusuk .......................................................................................................... 5. Himbauan Tim Perumus ................................................................................... xi. xi.

(13) DAFTAR SINGKATAN. DO. SK I. : autosomal dominan : acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth syndrome : ankyloblepharon filiforme adnatum-ectodermal dysplasi-cleft palate syndrome : antihistamin : alpha hydroxy acid : acquired immunodeficiency syndrome : American joint committee on cancer : anti nuclear antibody : anti double stranded DNA : alat pelindung diri : autosomal recessive : basement membrane zone : benzoil peroksida : complement C3 : complete blood count : chronic bullous disease of chilldhood : complete lymph node dissection : computed tomography : cutaneous T-cell lymphoma : chest X-ray : dermatosis IgA linear : dystrophic epidermolysis bullosa : direct immunofluorecence : dermatitis kontak alergi : dermatitis kontak iritan : discoid lupus erythematosus : diabetes melitus : deoxyribose nucleic acid : dokter spesialis kulit dan kelamin : epidermolisis bulosa : epidermolisis bulosa akuisita : epidermolisis bulosa simpleks : ectrodactyl-ED-cleft lip/plate syndrome : enzyme Immnunoassay : enzyme-linked immunosorbent assay : electron microscope : eritema nodusum : erupsi obat alergi : fixed drug eruption : fine needle aspiration biopsy : hematoksilin eosin : hypohidrotic ectodermal dysplasia : herpes genitalis : human immunodeficiency virus : human papilloma virus : hormon replacement therapy : herpes zoster : imunoglobulin A : imunoglobulin E : interferon : infeksi genital nonspesifik. PE R. AD ADULT AEC AH AHA AIDS AJCC ANA Anti DNA APD AR BMZ BPO C3 CBC CBDC CLND CT CTCL CXR DAL DEB DIF DKA DKI DLE DM DNA Dr. Sp.KK EB EBA EBS EEC EIA ELISA EM EN EOA FDE FNAB HE HED HG HIV HPV HRT HZ IgA IgE IFN IGNS. xii. xii.

(14) SK I. inflammatory linear verrucous epidermal nevous immune defects infeksi menular seksual Intense Pulsed Light Source intravenous immunoglobulin junctional epidermolysis bullosa kalau perlu kondilomata akuminata karsinoma sel basal kelompok studi bedah kulit karsinoma sel skuamosa kandidosis vulvovaginalis linear IgA dermatoses lactate dehydrogenase lupus eritematosus laju endap darah limfogranuloma venereum moluskum kontagiosum mycobacterium leprae particle agglutination melanoma maligna narrow band nekrolisis epidermal toksik pertolongan pertama pada kecelakaan psoriasis area and severity index pustular eksantema generalisata akut positron emission tomography purified protein derivative personal safety devices Pruritic urticaria papule and plaque in pregnancy pityriasis versicolor chronic recessive dystrophic EB repeated open application test subcutan systemic lupus erythematosus sentinel-lymph-node-biopsy Sindrom Stevens Johnson susunan syaraf pusat tuberkulosis tricloro acetic acid telinga hidung tenggorok tumor, node, metastasis treponema pallidum hemagglutination assay tes serologik untuk sifilis uretritis nongonore uretritis nonspesifik uji provokasi oral ultraviolet A ultraviolet B venereal disease research laboratory virus herpes simpleks 1 virus herpes simpleks 2 X-linked recessive. DO. : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :. PE R. ILVEN IM IMS IPL IVIG JEB k/p KA KSB KSBK KSS KVV LAD LDH LE LED LGV MK MLPA MM NB NET P3K PASI PEGA PET PPD 5TU PSD PUPPP PVC RDEB ROAT SC SLE SLNB SSJ SSP TB TCA THT TNM TPHA TSS UNG UNS UPO UVA UVB VDRL VHS 1 VHS 2 X-LR. xiii. xiii.

(15) SK I DO PE R. PENDAHULUAN. 1.

(16) PELAYANAN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI. SK I. Sesuai dengan Pedoman Standar Kewenangan Medik, tingkat layanan dibagi menjadi PPK1 (Pusat Pelayanan Kesehatan), PPK 2, dan PPK 3. PPK 2 masih dibagi menjadi 2A dan 2B. PPK 2A adalah RS tipe C dan D yang memiliki Spesialis Dermatovenereologi PELAYANAN DERMATOLOGI DANDAN VENEREOLOGI PELAYANAN DERMATOLOGI VENEREOLOGI. Pelayanan Dermatologi dan Venereologi di Rumah Sakit Dibagi menjadi layanan di PPK1, PPK 2, PPK 3. PPK 2 dibagi menjadi 2A dan Dibagi menjadi layanan di PPK1, PPK 2, PPK 3. PPK 2 dibagi menjadi 2A 2B, dan dimana 2B, dimana (dise­ 2A adalah RS tipe dan yang memiliki Spesialis Dermatovenereologi 2A adalah RSCtipe CD dan D yang memiliki Spesialis Dermatovenereologi suaikan dengan Pedoman Standar Kewenangan Medik Ber­dasarkan Pelayanan Dermatologi dan Venereologi di Rumah SakitSakit (disesuaikan Pedoman Pelayanan Dermatologi dan Venereologi di Rumah (disesuaikan dengan Pedoman Tingkat Pelayanan Kesehatan Dermatologi dandengan Venereologi) Standar Kewenangan MedikMedik Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan Dermatologi dan dan Standar Kewenangan Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan Dermatologi Venereologi) Venereologi). I. IJenis Jenis pelayanan pelayanan. : -. -. II. IITenaga Tenaga. III. Kegiatan III Kegiatan : pelayanan pelayanan.   1. 2.. PPK 2PPK 2. 3.. 4.. 5.. 6.. 2. 2. PPK 3PPK 3. 2A 2A 2B 2B Merupakan - Merupakan - Merupakan - Merupakan - Merupakan - Merupakan - Merupakan - Merupakan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan kesehatan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan kesehatan pemeriksaan pemeriksaan kesehatan kulit dan kesehatan kulit dan kesehatan kulit dan kesehatan kulit dan kesehatan kulit dan kulit dan kulitkelamin dan kelamin kesehatan kulit dan kelamin dengan atau atau kelamin dengan atau atau dengan atau tanpa kelamin dengan kelamin dengan kelamin dengan dengan atau tanpa kelamin dengan tanpa tanpa tindakan medikmedik tanpa tanpa tindakan medikmedik tindakan medikmedik tindakan medikmedik tindakan tindakan tindakan tindakan sederhana sederhana sederhana spesialistik sederhana sederhana sederhana spesialistik Dapat dilakukan oleh oleh- Dapat dilakukan oleh oleh - Dapat dilakukan oleh oleh - Dilakukan oleh oleh - Dapat dilakukan - Dapat dilakukan - Dapat dilakukan - Dilakukan dokterdokter umumumum di tempat umumumum di dokterdokter spesialis kulit dan spesialis kulit kulit di tempatdokterdokter di spesialis kulit dandokterdokter spesialis praktek pribadipribadi atau atau tempattempat praktek pribadipribadi kelamin di tempat dan kelamin di praktek praktek kelamin di tempat dan kelamin di Pusat Pusat kesehatan atau rumah sakit tipe pribadipribadi atau atau rumahrumah sakit tipe kesehatan atau rumah sakit tipe praktek praktek sakitB tipe B primerprimer C danCB dan B rumahrumah sakit tipe danC dan dan A dan (pendidikan) sakitC tipe A (pendidikan) (nonpendidikan) B (nonpendidikan) (nonpendidikan) B (nonpendidikan) : Paramedik  Paramedik  Dr.Sp.KK  Dr.Sp.KK  Paramedik  Dr.Sp.KK  Dr.Sp.KK dan dan  Paramedik Sp.KK(K) Sp.KK(K)  Nonmedik  Paramedik Nonmedik  Nonmedik  Paramedik  Nonmedik  Paramedik  Paramedik  Nonmedik  Nonmedik  Nonmedik  Nonmedik 1. Melakukan 1. Melakukan anamnesis 1. Melakukan 1. Melakukan 1. Melakukan anamnesis 1. Melakukan : Melakukan 1. Melakukan pemeriksaan dan dan 2. Menjelaskan anamnesis anamnesis pemeriksaan 2. Menjelaskan anamnesis anamnesis tindaktindak medikmedik pemeriksaan 2. Menjelaskan Menjelaskan pemeriksaan 2. Menjelaskan 2. Menjelaskan dermatologik dan atau kesehatan pemeriksaan pemeriksaan dermatologik dan atau layanan layanan kesehatan pemeriksaan pemeriksaan kulit dan venereologik yang yang dermatologik dan dan dermatologik dan dan kulitkelamin dan kelamin venereologik dermatologik dermatologik tingkattingkat pratama akan dijalani pasienpasien atau venereologik atau venereologik pratama akan dijalani atau venereologik atau venereologik 2. Melakukan yang akan yang akan 2. Melakukan 3. Melakukan yang dijalani akan dijalani3. Melakukan yang dijalani akan dijalani penanganan lanjut lanjut pemeriksaan fisis fisis pasienpasien pasienpasien penanganan pemeriksaan pasienpasien dermatologik dan atau 3. Melakukan Melakukan terhadap dermatologik dan atau terhadap 3. Melakukan 3. Melakukan rujukanrujukan dari sarana venereologik pemeriksaan fisis fisis pemeriksaan fisis fisis dari sarana venereologik pemeriksaan pemeriksaan kesehatan di sediaan dermatologik dan dan 4. Membuat dermatologik dan dan kesehatan di 4. Membuat sediaan dermatologik dermatologik tingkattingkat pratama laboratorium atau venereologik atau venereologik pratama laboratorium atau venereologik atau venereologik 3. Melakukan sederhana: sediaan Membuat sediaan 3. Melakukan sederhana: 4. Membuat sediaan 4. Membuat sediaan 4. Membuat pemeriksaan dan dan a. Kerokan kulit kulit laboratorium laboratorium pemeriksaan a. Kerokan laboratorium laboratorium tindaktindak medikmedik kulit kulit untuk untuk sediaan sederhana: sederhana: sediaan sederhana: sederhana: dan kelamin mikologik a. Kerokan kulit kulit a. Kerokan kulit kulit dan kelamin mikologik a. Kerokan a. Kerokan spesialistik atau atau untuk untuk sediaan untuk untuk sediaan spesialistik sediaan sediaan b. Slit b. skin Slitsmear skin smear subspesialistik untuk untuk sediaan mikologik mikologik subspesialistik sediaan mikologik mikologik meliputi: kusta kusta b. Usap meliputi: b. duh Usaptubuh duh tubuh b. duh Usaptubuh duh tubuh b. Usap a. Pemeriksaan vagina, serviks, vagina, serviks, a. Pemeriksaan c. duh Usaptubuh duh tubuh vagina, serviks, vagina, serviks, c. Usap laboratorium vagina, serviks, uretra uretra untuk untuk uretra uretra untuk untuk laboratorium vagina, serviks, penunjang sediaan uretra uretra untuk untuk sediaan penunjang sediaan sediaan lain: lain: sediaan venereologik venereologik sediaan venereologik venereologik venereologik biopsi/histopat 5. Melakukan tindakan Melakukan tindakan venereologik biopsi/histopat 5. Melakukan tindakan 5. Melakukan tindakan ologik,ologik, biakan, d. Tindakan bedahbedah pengobatan, tindakan biakan, d. Tindakan pengobatan, pengobatan, tindakan pengobatan, serologik mayormayor filler, botox, serologik tindakan filler, botox, filler, botox, chemical filler, botox, chemical tindakan b. Tindakan uji kulit, peeling, tindakan b. Tindakan 5. Melakukan uji kulit, peeling, tindakan chemical peeling, chemical peeling, 5. Melakukan bedahbedah mayormayor yaitu uji tusuk, uji eksisi eksisi eksisi eksisi (bedah minor)minor) tindakan yaitu uji tusuk, uji tindakan (bedah c. Perawatan tempel, uji tempel(bedah(bedah minor)minor) Mampu melakukan c. Perawatan tempel, uji tempel6. Mampu melakukan pra/pasca sinar (photo-patch), uji 6. Mampu melakukan pertolongan pertama pra/pasca sinar (photo-patch), uji 6. Mampu melakukan pertolongan pertama. PE R. :. PPK 1PPK 1. DO. Tempat Tempat : pelayanan pelayanan. 2.

(17) pada keadaan darurat penyakit kulit Mengadakan penyuluhan kesehatan kulit dan kelamin. 7.. pertolongan pertama pada keadaan darurat penyakit kulit Mengadakan penyuluhan kesehatan kulit dan kelamin. 6.. 7.. 8.. IV. Fasilitas ruang. /. :.    . Ruang periksa Ruang tunggu Kamar kecil Ruang tindakan.      . Alat. :. Peralatan diagnostik  Stetoskop dan tensimeter  Lampu periksa dengan kaca pembesar  Mikroskop cahaya  Lampu Wood Peralatan tindakan  Komedo ekstraktor  Set bedah minor  Perlengkapan alat dan obat untuk mengatasi syok anafilaktik  Perlengkapan cuci alat, sterilisasi, dan pembuangan sampah  Set tes IVA  Kursi Ginekologik. Ruang periksa Ruang Tunggu Kamar kecil Ruang tindakan/ruang bedah Laboratorium Rawat rawat inap. Peralatan diagnostik  Peralatan diagnostik pada PPK 1  Perlengkapan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan dermatologik dan venereologik Peralatan tindakan  Peralatan tindakan pada PPK 1.      . Ruang periksa Ruang Tunggu Kamar kecil Ruang tindakan/ruang bedah Laboratorium Rawat rawat inap. 4.. 5..       . Peralatan diagnostik  Peralatan diagnostik pada PPK 1  Uji tusuk dan uji tempel Peralatan tindakan  Peralatan tindakan pada PPK 1  Set tindakan rejuvenasi  Elektrokauter  Set bedah krio  Kit uji tusuk dan uji tempel. DO. V. provokasi Melakukan tindakan pengobatan, tindakan filler, botox, chemical peeling, tindakan eksisi (bedah minor) Mampu melakukan pertolongan pertama pada keadaan darurat penyakit kulit Mengadakan penyuluhan kesehatan kulit dan kelamin. bedah Melakukan pemeriksaan dan tindak medik kulit dan kelamin sesuai dengan tersedianya tenaga ahli dan sarana yang ada Penyuluhan kesehatan kulit dan kelamin. SK I. 7.. Ruang periksa Ruang Tunggu Kamar kecil Ruang tindakan/ruang bedah Ruang sinar UVB (bila mampu) Laboratorium Rawat rawat inap. Peralatan diagnostik  Peralatan diagnostik pada PPK 1 dan 2  Laboratorium histopatologik dan serologik  Mikroskop Lapang pandang gelap  Dermoskopi Peralatan tindakan  Peralatan tindakan pada PPK 1 dan 2  Set bedah laser  UVB cabin. PE R. Dikutip dari Standar Kewenangan Medik Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan PERDOSKI tahun 2014. 3. 3.

(18) SK I DO. A. PE R. DERMATOLOGI NON-INFEKSI. 4. Dermatologi Non-Infeksi.

(19) A.1. DERMATITIS NUMULARIS (L30.0) A.1. DERMATITIS NUMULARIS (L30.0) Definisi. : Dermatitis numularis (DN) ialah dermatitis dengan penyebab tidak diketahui, lesi berbentuk bulat seperti mata uang logam, berbatas tegas dengan efloresensi berupa papul atau papulovesikel yang bergabung, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing) dengan penyulit. Klasifikasi penyakit: Dermatitis numularis Dermatitis numularis dengan infeksi sekunder Dermatitis numularis yang meluas (generalisata) Varian: Dermatitis likenoid dan diskoid eksudatif (Sulzberger-Garbe). II. Kriteria diagnostik  Klinis. : : . Riwayat perjalanan penyakit: didahului rasa gatal dengan papul eritematosa mirip insect bites, kemudian melebar sebesar koin (numular) atau seluas plakat, bagian tengah resolusi membentuk lesi anular, dapat setempat atau meluas (generalisata), sering kambuh (kronik-residif) Menyerang terutama orang dewasa (50-65 th), bayi dan anak-anak (jarang), pria lebih sering daripada wanita Predileksi ekstremitas bagian atas, tangan bagian dorsal (wanita); ekstremitas bawah (pria). DO  . . SK I. I.. Diagnosis banding. : Dermatitis kontak alergik Dermatitis stasis Dermatitis atopik Tinea korporis. PE R. Selalu harus disingkirkan Tinea korporis. Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan. . III.. :. -. Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus. : Nonmedikamentosa :  Cegah garukan dan jaga hidrasi kulit agar tidak kering.  Konsultasi: Bila ada stres konsul ke ahli psikologi atau psikiater Medikamentosa: Prinsip: mengurangi pruritus serta menekan inflamasi dan infeksi 1. Topikal: - Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung pada stadium dan berat penyakit. - Inhibitor kalsineurin: takrolimus dan pimekrolimus - Preparat tar - Emolien untuk xerosis Dermatologi Non‐Infeksi |5. Dermatologi Non-Infeksi. 5.

(20) SK I. - Bila akut dan eksudatif sebaiknya dikompres dulu dengan larutan NaCl 0,9%. - Bila ada infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik 2.Sistemik: - Antihistamin (bila pruritus hebat) - Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan luas - Antibiotik yang sesuai bila disertai infeksi sekunder Bila penyakit luas: Fototerapi broad/narrow band UVB Kepustakaan. : 1. Susan Burgin. Nummular Eczema. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012.h. 182-4. 2. Paller AS, Mancini AJ. Nummular dermatitis. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 59-60.. PE R. DO. IV.. 6. Dermatologi Non-Infeksi. Dermatologi Non‐Infeksi |6.

(21) V. V. Bagan Alur Bagan Alur. Plak numular dengan erosi, ekskoriasi, eksudasi/transudasi. Infeksi sekunder oleh bakteri. Kompres. Plak numular Skuama, likenifikasi, xerosis kronik. Lesi membaik: - infeksi sekunder (-) - eksudasi (-). -. PE R. Sembuh. Generalisata. Antihistamin. DO. Antibiotik sistemik/topikal. SK I. Dermatitis numularis. Fototerapi. kortikosteroid topikal potensi sedang – kuat preparat tar emolien inhibitor kalsineurin. Kambuh. Rekalsitrans Pikirkan faktor risiko Diagnosis alternatif. Dermatologi Non‐Infeksi |7. Dermatologi Non-Infeksi. 7.

(22) A.2. DERMATITIS (L.22) A.2. DERMATITIS POPOKPOPOK (L.22) Definisi. : Dermatitis popok (napkin dermatitis, diaper dermatitis): adalah dermatitis di daerah genitokrural sesuai dengan tempat kontak popok (bagian yang cembung) dengan kelainan kulit ini dijumpai pada bayi dan orang dewasa yang memakai popok. Klasifikasi: ● Dermatitis popok iritan ● Dermatitis popok kandida. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : :  Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan popok basah (urin/feses)  Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat kontak popok  Makula eritematosa, berbatas agak tegas, (bentuk mengikuti bentuk popok yang berkontak), disertai papul, vesikel, erosi, dan ekskoriasi.  Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus.  Bila terinfeksi jamur kandida tampak plak eritematosa (merah cerah), lebih membasah disertai maserasi, kadang pustul, dan lesi satelit.. DO. . Diagnosis banding. . Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan. : 1. Penyakit Leterrer-Siwe 2. Akrodermatitis enteropatika 3. Sebo-psoriasis : Tidak ada pemeriksaan khusus. Bila diduga terinfeksi jamur kandida, pemeriksaan KOH/Gram dari kerokan kulit. : Nonmedikamentosa: Edukasi cara menghindari penyebab dan menjaga higiene, serta cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya bila basah (popok tradisional), mengganti popok sekali pakai bila kapasitasnya telah penuh. Dianjurkan pakai popok sekali pakai jenis highly absorbent.. PE R. III.. SK I. I.. Medikamentosa: Prinsip: menekan inflamasi dan mengatasi infeksi kandida 1.Topikal: - Bila ringan: krim/salap bersifat protektif (seng oksida, pantenol) - Kortikosteroid potensi lemah (salap hidrokortison 1% / 2,5%) waktu singkat (3 – 7 hari) - Bila terinfeksi kandida: antifungal kandida, yaitu nistatin atau derivat azol dikombinasi dengan seng oksida.. 2.Sistemik: - Tidak perlu. 8 IV.. Dermatologi Non-Infeksi Kepustakaan. Dermatologi Non‐Infeksi |8. : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012. 2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatitis. In: Bolognia JL,.

(23) oksida. 2.Sistemik: - Tidak perlu : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012. 2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatitis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of Dermatology, 3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p. 230-31. 3. Ravanfar P, Wallace JS, Pace NC. Diaper dermatitis: A review and update. Curr Opin Pediatr 2012; 24: 472-9.. Kepustakaan. SK I. IV.. V. Bagan Alur. DO. Riwayat pemakaian popok. Genitalia dan bokong (permukaan konveks) Makula eritematosa, lembab, skuama, erosi. PE R. Dermatitis popok iritan. Genitalia, bokong (lipatan) papul eritematosa, merah terang, lembab, plak eritematosa, lesi satelit. Krim bersifat protektif Steroid topikal potensi lemah. KOH/Gram: kandida(+). Dermatitis popok kandida. A: air (udara)→popok dibuka saat tidur B: barrier ointment: (pasta seng oksida,petrolatum) C: cleansing dan antikandida (air biasa, minyak mineral) D: diapers ganti sesering mungkin E: edukasi orangtua dan pengasuh. Kombinasi antikandida topikal (nistatin / derivat azol) dengan seng oksida. Dermatologi Non‐Infeksi |9. Dermatologi Non-Infeksi. 9.

(24) A.3. DERMATITIS SEBOROIK (L21.9) : Dermatitis seboroik (DS) ialah penyakit kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dengan predileksi di daerah seboroik dengan penyulit.. II. Kriteria diagnostik  Klinis. : : . DO. Riwayat perjalanan penyakit: dapat dimulai pada masa bayi berusia 2 pekan, menyembuh sebelum usia 1 tahun. Kelainan umum berupa eritema dan papuloskuama membentuk plakat eritroskuamosa di tempat predileksi (daerah sebore), yaitu wajah terutama di alis dan nasolabial, skalp, retroaurikular, sternal terutama daerah V, interskapula, aksila, umbilikus dan genito-krural  Pada bayi dan anak: relatif tidak gatal, dapat menyerupai dermatitis atopik atau dianggap sebagai awal dermatitis atopik (sebo-atopik), skuama dan krusta lebih berminyak (oleosa). Di skalp krusta dapat menebal dan menyerupai topi (cradle cap). Bila meluas dapat menjadi eritroderma, dapat merupakan bagian dari sindrom Leiner bila disertai anemia, diare dan muntah, serta infeksi sekunder bakteri.  Pada dewasa: kelainan kulit lebih kering, tempat predileksi terutama daerah berambut atau kepala (pitiriasis sika/dandruff). Gatal terutama bila berkeringat atau udara panas.  DS yang berat: kronik residif, meluas sehingga menjadi eritroderma, atau bentuk psoriasiformis (skuama yang tebal)  Pada pasien defisiensi imun pertimbangkan kemungkinan pengidap virus HIV/AIDS : 1. Pada bayi: dermatitis atopik 2. Pada dewasa: psoriasis 3. Di lipatan: dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis Harus disingkirkan: Histiositosis sel Langerhans (pada bayi) : Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis. Diagnosis banding. PE R. . SK I. I. Definisi. . Pemeriksaan penunjang. III. Penatalaksanaan. : Nonmedikamentosa :  Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat. Medikamentosa: ● Prinsip: Menghilangkan dan mengeluarkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder, mengurangi eritema dan gatal. . Topikal: Bayi: Skalp: untuk mengangkat krusta: asam salisilat 3% dalam D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 10. 10. Dermatologi Non-Infeksi.

(25) SK I. minyak olive/kelapa atau vehikulum yang larut dalam air; kompres minyak olive/kelapa hangat; aplikasi steroid potensi lemah (hidrokortison 1%) krim atau lotion selama beberapa hari; sampo imidazol, krim/ losio ketokonazol 2%, sampo ketokonazol 1%; sampo bayi; perawatan kulit umum dengan emolien, krim, atau pasta lunak.. Daerah intertriginosa: kliokuinol 0,2 – 0,5% dalam lotion atau minyak zink. Untuk kandidiasis, krim nistatin diikuti pasta lunak. Dermatitis basah: aplikasi gentian violet, 0,1 – 0,25% atau ketokonazol 2% krim, lotion atau pasta lunak.. DO. Dewasa: Skalp: Sampo selenium sulfida 1,0 – 2,5%, imidazol (ketokonazol 2%), zinc pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, tar. Krusta atau skuama: aplikasi semalaman glukokortikosteroid atau asam salisilat dalam vehikulum yang larut dalam air, atau secara oklusif.. . Wajah dan badan Hidrokortison 1% salap atau krim. . Otitis eksterna seboroik: Glukokortikosteroid potensi lemah krim atau salap. Untuk pemeliharaan: solusio aluminium asetat 1 atau 2 kali sehari. Pimekrolimus topikal juga efektif. Blefaritis seboroik: Kompres hangat, debridemen halus dengan aplikator berujung kapas, dan sampo bayi satu atau beberapa kali sehari. Antibiotik topikal berupa natrium sulfacetamide ophthalmic ointment. Untuk penggunaan preparat mata yang mengandung glukokortikosteroid dikonsulkan ke spesialis mata. Jika Demodex folliculorum ditemukan dalam jumlah banyak, dapat digunakan krotamiton, permetrin, benzil benzoat. Dermatitis seboroik berat atau eritroderma: Kortikosteroid sistemik. PE R. . . Pilihan terapi:  Antijamur: Topikal: imidazol. (ketokonazol 2%, itrakonazol, mikonazol, flukonazol, ekonazol, bifonazol, klimbazol, siklopiroks, siklopiroksolamin, butenafin 1% krim. Oral: ketokonazol, itrakonazol, terbinafin. Metronidazol: D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 11. Dermatologi Non-Infeksi. 11.

(26)   . . SK I. . Topikal: metronidazol 1-2% (gel, krim), 0,75% (lotion), 1 atau 2 kali/hari Inhibitor kalsineurin: Salap takrolimus atau krim pimekrolimus Analog vitamin D3: Kalsipotriol (krim, lotion, salap), takalsitol salap Isotretinoin: Isotretinoin oral 0,05 – 0,10 mg/kg BB/hari selama beberapa bulan.untuk yang berat / rekalsitran Fototerapi Narrow-band UVB Psoralen dan UVA untuk yang luas (eritroderma) dan rekalsitran Konsultasi: Bila ada stres ke psikolog atau psikiater. Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis anak atau penyakit dalam.. : 1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. : Fitzpatrick’s Dematology in General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill; 2012.h.259-66. 2. Paller AS, Mancini AJ. Seborrheic dermatitis. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 56-57. 3. Reider N, Fritsch PO. Seborrheic dermatitis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of dermatology, 3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p. 219-21.. PE R. IV. Kepustakaan. DO. Tindak lanjut: Bila menjadi eritroderma atau bagian dari penyakit Leiner: perlu dirawat untuk pemantauan penggunaan antibiotik dan kortikosteroid sistemik jangka panjang. Bila ada kecurigaan penyakit Leterrer–Siwe perlu kerjasama dengan dokter spesialis anak. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 12. 12. Dermatologi Non-Infeksi.

(27) V. Bagan Alur. Riwayat bintik dan bercak kemerahan bersisik di daerah Riwayat bintik dansebore bercak kemerahan bersisik di daerah sebore. SK I. Gambaran klinis Papul-plak eritroskuamosa, krusta. Bayi. Skalp  Selenium sulfid 1-2,5 %  Ketokonazol 2 % sampo  Sampo seng pyrition  Benzoil peroksida  Asam salisilat  Coal tar. Intertriginosa  Minyak seng  Kliokuinol lotion/minyak 0,2-0,5 %  Candida: Nystatin. Wajah & badan  Krim kortikosteroid potensi lemah (hidrokortison 1%). DO. Skalp  Krim hidrokortison 1%  Sampo ringan untuk bayi  Sampo anti jamur  Emolien  Asam salisilat 3% dalam minyak olive/ kelapa. Dewasa. Kanalis otikus eksterna  Krim kortikosteroid potensi lemah  Krim pimekrolimus untuk maintenance  Aluminium asetat solution 1-2 x/hari. PE R. Seluruh tubuh (eritroderma) Sistemik:  Kortikosteroid  Antibiotik Topikal:  Kortikosteroid potensi lemah  Emolien. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 13. Dermatologi Non-Infeksi. 13.

(28) A.4. LIKEN SIMPLEKS KRONIK (L28.0) Definisi. : Liken simpleks kronikus (neurodermatitis sirkumskripta) merupakan peradangan kulit kronik, sirkumskrip, sangat gatal, ditandai kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol akibat garukan atau gosokan berulang.. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : :   .     . . . Diagnosis banding. :. 1. Dermatitis atopik likenifikasi 2. Psoriasis likenifikasi 3. Liken planus hipertrofik Selalu disingkirkan: 1. Liken sklerosus, infeksi human papiloma virus (HPV), tinea kruris (vulva,perianal) 3. Infeksi HPV, tinea kruris (skrotum). . Pemeriksaan penunjang. :. Histopatologik.. Penatalaksanaan. :  . PE R. III.. . .      . 14. Terutama menyerang dewasa, usia 30 – 50 tahun Perempuan lebih banyak daripada laki-laki Sangat gatal, sampai dapat mengganggu tidur, terutama pada waktu tidak sibuk. Gatal dapat paroksismal, terusmenerus, sporadik, menghebat bila ada stres psikis. Garukan secara sadar merupakan cara untuk menggantikan rasa gatal dengan nyeri. Lesi biasanya tunggal tetapi dapat lebih dari satu Ukuran lesi lentikular sampai plakat Bentuk umumnya lonjong Letak lesi dapat dimana saja, terutama mudah dijangkau oleh tangan (skalp, tengkuk leher, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan anogenital) Stadium awal berupa eritema dan edema atau kelompokan papul Stadium lanjut berupa kulit menebal dengan ekskoriasi, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Karena garukan berulang, bagian tengah menebal, kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. DO. . SK I. I.. Dermatologi Non-Infeksi. Ditujukan untuk menghambat siklus gatal-garuk Kelainan sistemik yang menyebabkan gatal harus disingkirkan terlebih dahulu Steroid topikal, biasanya potensi kuat, bila perlu diberi penutup impermeable, dapat dikombinasi dengan preparat tar/emolien Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, fenol dan pramoxine KS intralesi (triamsinolon asetonid) Topikal takrolimus Antihistamin sedatif (hidroksizin) Inhibitor reuptake serotonin selektif Antidepresan trisiklik (doksepin) malam hari Konsultasi psikiater bila diperlukan. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 14.

(29) 1.. Kepustakaan. 2. 3.. V. Bagan Alur. Susan Burgin. Nummular Eczema. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012. 184-7 Paller AS, Mancini AJ. Lichen simplex chronicus. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 55-56. Weisshaar E, Fleischer AB, Bernhard JD, Cropley TG. Lichen simplex chronicus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of dermatology, 3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p. 115-16.. SK I. IV.. DO. Gatal, riwayat bercak dan bintik-bintik (skalp/leher (tengkuk)/ ekstremitas (ekstensor) pergelangan tangan/anogenital Papul-papul eritematosa, makula, edema. Antihistamin sedatif/nonsedatif Steroid topikal potensi sesuai derajat inflamasi. Sembuh. Kambuh/kumat-kumatan. PE R. Stres psikis. . Antidepresan trisiklik (doksepin) malam hari. . Konsultasi psikiater bila diperlukan. Kulit menebal, hiperpigmentasi, skuama. . Steroid topikal, biasanya potensi kuat, bila perlu diberi penutup impermeable, dapat dikombinasi dengan preparat tar/emolien. . KS intralesi (triamsinolon asetonid). . Antihistamin sedatif (hidroksizin). D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 15. Dermatologi Non-Infeksi. 15.

(30) A.5. MILIARIA (L74.3) Definisi. : Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan vesikel miliar disertai penyulit, tersebar di tempat predileksi, dapat mengenai bayi, anak, dan dewasa. Klasifikasi (berdasarkan gambaran klinis dan histopatologi):  Miliaria kristalina (sudamina)  Miliaria rubra (prickly heat)  Miliaria pustulosa  Miliaria profunda. II.. Kriteria diagnostic  Klinis. : : .   . Diagnosis banding. : 1. 2. 3. 4.. PE R. . . III.. 16. Riwayat hiperhidrosis, berada di lingkungan panas dan lembab, bayi yang dirawat dalam inkubator Miliaria kristalina: terdiri atas vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda inflamasi, mudah pecah dengan garukan, dan deskuamasi dalam beberapa hari. Miliaria rubra: jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel di atas dasar eritematosa sekitar lubang keringat, tersebar diskret Miliaria pustulosa. berasal dari miliaria rubra dimana vesikelnya berubah menjadi pustul Miliaria profunda: merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul, mirip folikulitis, dapat disertai pustul. DO. . SK I. I.. Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan. Campak (morbili) Erupsi obat morbiliformis Eritema toksikum neonatorum Folikulitis. : Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis Histopatologi: menunjukkan obstruksi kelenjar keringat parakeratotik sesuai dengan masing-masing tipe miliaria.  Miliaria kristalina: di stratum korneum  Miliaria rubra/pustulosa: stratum spinosum/midepidermis  Miliaria profunda: di dermo-epidermal junction. : Nonmedikamentosa: Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi air dingin dan memakai sabun. Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.. Dermatologi Non-Infeksi. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 16.

(31) SK I. Medikamentosa: Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi, membuka retensi keringat 1. Topikal: - Liquor Faberi - Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambahkan antipruritus (mentol, kamfer) - Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbulnya miliaria profunda 2. Sistemik: - Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi dan anak) atau nonsedatif Tindak lanjut: Pada umumnya tidak perlu, kecuali mencurigai erupsi morbiliformis akibat alergi obat. Kepustakaan. : 1. Fealey RD, Hebert AA. Disorders of the eccrine sweat glands and sweating. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 946. 2. Goddard DS, Gilliam AE, Frieden IJ. Vesicobullous and erosive diseases in newborn. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 528-9. 3. Paller AS, Mancini AJ. Cutaneous disorders of newborn. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 15. 4. Coulson IH. Disorders of sweat glands. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Willey Blackwell; 2010. p.44.15-6.. PE R. DO. IV.. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 17. Dermatologi Non-Infeksi. 17.

(32) V.. Bagan Alur. Miliaria kristalina (vesikel miliar, tanpa radang, mudah pecah). SK I. Miliaria. Miliaria rubra (vesikel/papulovesikel di atas dasar eritematosa. Miliaria pustulosa (vesikel menjadi pustul). Miliaria profunda (papul, mirip folikulitis, dapat pustul;. Nonmedikamentosa : Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi air dingin dan memakai sabun. Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.. PE R. DO. Medikamentosa: 1. Topikal: - Liquor Faberi - Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambah antipruritus (mentol, kamfer) - Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbul miliaria profunda 2. Sistemik: - Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi dan anak) atau nonsedatif 3. Untuk kasus miliaria rubra dengan superinfeksi: antibiotik. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 18. 18. Dermatologi Non-Infeksi.

(33) A.6. PITIRIASIS ALBA (L30.5) Definisi. : Pitiriasis alba adalah dermatitis tidak spesifik, sering dijumpai pada anak dan remaja, terutama mengenai daerah wajah dan leher. Etiologi dan patogenesisnya diduga berhubungan langsung dengan atopi, jumlah pajanan sinar matahari, dan tidak memakai tabir surya. Kadar tembaga yang rendah dalam serum, sebagai kofaktor tirosin, penting dalam patogenesis penyakit ini.. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : :  Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi sedikit meninggi, yang memudar setelah beberapa pekan menjadi makula/plak berwarna merah muda/pucat dengan skuama putih halus di atasnya (powdery white scale). Lesi kemudian berkembang menjadi makula/ patch hipopigmentasi tanpa skuama yang menetap sampai beberapa bulan atau tahun.  Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor, punggung, badan.  Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan skuama halus, bentuk bulat-oval tak beraturan, batas agak tegas, ukuran lentikular, numular sampai plakat.  Pitiriasis alba pigmented merupakan varian dari yang klasik dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir selalu mengenai wajah. Secara klinis ditandai oleh hiperpigmentasi yang dikelilingi daerah hipopigmentasi berskuama. : 1. Hipopigmentasi pasca inflamasi 2. Pitiriasis versikolor 3. Nevus depigmentosus, nevus anemikus 4. Vitiligo 5. Mikosis fungoides :  Tidak ada yang khusus, kecuali ada keraguan  Bila sangat diperlukan, dilakukan biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi (pada pitiriasis alba gambaran dermatopatologi tidak spesifik).. DO. Diagnosis banding. PE R. . SK I. I.. . III.. Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan. : Nonmedikamentosa: Terapi suportif, yaitu menghindari/mengurangi pajanan sinar matahari, pemakaian tabir surya, mengurangi suhu air mandi Medikamentosa: Pitiriasis alba adalah penyakit yang swasirna Steroid topikal dan emolien sangat membantu Tretinoin topikal dapat digunakan namun bersifat iritasi Pitiriasis alba yang luas dan yang berpigmen D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 19. Dermatologi Non-Infeksi. 19.

(34) memberi respons lebih baik terhadap terapi UV dan antijamur oral. Kepustakaan. : 1. Ruiz-Maldonado R. Hypomelanotic conditions of the newborn and infant. Dermatol Clin 2007; 25: 373-82. 2. Lin RL, Janniger CK. Pityriasis alba. Cutis 2005; 76: 214. 3. Lapeere H, Boone B, De Schepper S, et al. Hypomelanoses and hypermelanoses. Dalam: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Mc Grew Hill: New York, 2012 p. 807-8.. PE R. DO. SK I. IV.. 20. Dermatologi Non-Infeksi. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 20.

(35) A.7. PITIRIASIS ROSEA (L.42) Definisi. : Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit yang akut dan sering dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas dimulai sebagai plak oval dengan skuama halus pada badan (“herald patch”) disertai penyulit. Lesi awal ini diikuti beberapa hari sampai beberapa pekan kemudian oleh lesi-lesi serupa yang lebih kecil di badan yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit (lines of cleavage). Berhubungan dengan reaktivasi virus HHV 7 dan HHV6 Biasa asimptomatik, kadang flu-like symptoms. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : : . SK I. I.. DO. Dapat diawali dengan lesi pertama (herald patch) pada 50-90% kasus. Lesi ini berbatas tegas, diameter 2-4 cm, bentuk oval atau bulat, berwarna salmon/eritematosa atau hiperpigmentasi (terutama pada pasien dengan kulit gelap); dengan skuama halus di bagian dalam tepi perifer plak. Lesi primer ini biasanya terletak di bagian badan yang tertutup baju, tetapi kadang di leher atau ekstremitas proksimal. Jarang di wajah atau penis. Timbulnya lesi sekunder bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan setelah lesi awal, tetapi umumnya dalam 2 pekan setelah plak primer. Erupsi simetris terutama pada badan, leher dan ekstremitas proksimal. Terdapat 2 tipe utama lesi sekunder: (1) plak kecil menyerupai plak primer tetapi berukuran lebih kecil, sejajar dengan aksis panjang lines of cleavage dengan distribusi seperti pola pohon cemara dan (2) papul kecil, kemerahan, biasanya tanpa skuama, yang secara bertahap bertambah jumlahnya dan menyebar ke perifer. Kedua tipe lesi ini dapat terjadi bersamaan. Morfologi lesi sekunder dapat tidak khas, dapat berupa makula tanpa skuama, papul folikuler, plak menyerupai psoriasis, maupun plak tidak khas. Daerah palmar dan plantar dapat terkena dengan gambaran klinis menyerupai erupsi eksematosa. Pitiriasis rosea tipe vesikular jarang dijumpai, biasanya pada anak dan dewasa muda. Dapat pula dijumpai varian pitiriasis rosea bentuk urtikaria, pustular, purpurik,atau menyerupai eritema multiformis.. PE R. . . Diagnosis banding. . : Pitiriasis rosea tipe papular tanpa plak primer menyerupai sifilis sekunder Pitiriasis rosea yang hanya berupa plak primer atau bila letaknya di daerah inguinal dapat menyerupai tinea korporis. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 21. Dermatologi Non-Infeksi. 21.

(36) III.. Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan. : Tidak diperlukan :   . Kepustakaan. V.. Bagan Alur. : 1. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 458-63. 2. Wood GS, Reizner GT. Other papulosquamous disorders. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 1657. 3. Paller AS, Mancini AJ. Papulosquamous and related disorders. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 86-7. 4. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Willey Blackwell; 2010. p.33.78-81.. DO. IV.. Pitiriasis rosea adalah penyakit yang hilang sendiri, tidak diperlukan terapi bila tanpa komplikasi. Kortikosteroid topikal potensi sedang dapat digunakan sebagai terapi simtomatik untuk pruritus. Fototerapi efektif pada pitiriasis rosea, namun dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi.. SK I. . PE R.  Lesi awal berupa plak oval dengan skuama halus pada badan (“herald patch”)  Diikuti lesi serupa lebih kecil di badan yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit (lines of cleavage)  Asimptomatik, kadang flu-like symptoms. Pitiriasis rosea.   . 22. Tanpa terapi dapat hilang sendiri Kortikosteroid topikal potensi sedang Fototerapi. Dermatologi Non-Infeksi. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 22.

(37) A.8. PRURIGO AKTINIK (L57.0) Definisi. : Erupsi papular atau nodular disertai ekskoriasi dan gatal terutama di area yang terpajan sinar matahari. Kelainan ini persisten dan jarang.. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : :     . IV.. V.. Gambaran klinis: papul atau nodul disertai ekskoriasi dan krusta dapat soliter atau berkelompok, gatal Tempat predileksi: area terpajan sinar matahari seperti dahi, pipi, dagu, telinga, dan lengan Rasio perempuan:lelaki adalah 2:1 Awitan pada anak terutama usia 10 tahun Riwayat penyakit prurigo aktinik dalam keluarga. . Diagnosis banding. : Polymorphic light eruption, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, insect bites, prurigo nodularis. . Pemeriksaan penunjang. : . Histopatologi: akantosis, spongiosis, eksositosis di epidermis disertai infiltrat limfohistiositik Cutaneous phototesting. DO. . Penatalaksanaan. : Nonmedikamentosa: Menghindari pajanan sinar matahari. PE R. III.. SK I. I.. Kepustakaan. Bagan Alur. Medikamentosa: Prinsip: fotoproteksi 1. Topikal: - Tabir surya - Kortikosteroid potensi kuat untuk mengatasi inflamasi dan gatal - Fototerapi NB-UVB atau PUVA - Takrolimus atau pimekrolimus 2. Sistemik: - Imunosupresif seperti azatioprin dan siklosporin. : 1. Vandergriff TW, Bergstresser PR. Abnormal responses to ultraviolet radiation: idiopathic, probably immunologic, and photoexacerbated. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 1053-5. 2. Lim HW, Hawk JL. Phorodermatologic disorders. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 1470-1. 3. Paller AS, Mancini AJ. Photosensitivity and photoreactions. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 440-1 4. Hawk JL, Young AR, Fergusson J. Cutaneous photobiology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed.. United Kingdom: Willey Blackwell; 2010. p. 29.13-5 D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 23. Dermatologi Non-Infeksi.  Erupsi papular atau nodular disertai ekskoriasi dan gatal terutama di area yang terpajan sinar matahari  Biasa pada anak usia 10 tahun. 23.

(38) United Kingdom: Willey Blackwell; 2010. p. 29.13-5. V.. Bagan Alur. SK I.  Erupsi papular atau nodular disertai ekskoriasi dan gatal terutama di area yang terpajan sinar matahari  Biasa pada anak usia 10 tahun. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (+). Tidak. Persisten. Penyakit lain. Ya. Prurigo aktinik. PE R. DO. Prinsip: Fotoproteksi 1. Topikal: - Tabir surya - Kortikosteroid potensi kuat - Fototerapi NB-UVB atau PUVA - Takrolimus atau pimekrolimus 2. Sistemik: - Talidomid 50-100 mg/hari - Imunosupresif seperti azatioprin dan siklosporin. 24. Dermatologi Non-Infeksi. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 24.

(39) A.9. PRURIGO NODULARIS (L28.1) Definisi. : Kelainan kronik ditandai nodul hiperkeratotik dan gatal akibat tusukan dan garukan berulang.. II.. Kriteria diagnostic  Klinis. : :     . Lesi berupa nodul diameter 0,5-3 cm, permukaan hiperkeratotik Sangat gatal Predileksi: ekstensor tungkai, abdomen, sakrum Dapat terjadi pada semua usia, terutama 20-60 tahun Berhubungan dengan dermatitis atopik. . Diagnosis banding. : Perforating disease, liken planus hipertrofik, pemfigoid nodularis, prurigo aktinik, keratoakantoma multipel. . Pemeriksaan penunjang. : . Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, hati dan tiroid untuk mengetahui kelainan penyebab gatal Rontgen thorak Tes HIV Histopatologi: serupa dengan LSK. DO   . Penatalaksanaan. : Prinsip: menghambat siklus gatal-garuk 1.Topikal: - Kortikosteroid poten - Antipruritus nonsteroid seperti mentol dan fenol - Emolien - Takrolimus 2.Sistemik: - Antihistamin sedatif atau antidepresan trisiklik - Sedating serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) - Kalsipotrien 3. Intervensi - Triamsinolon asetonid intralesi. PE R. III.. SK I. I.. IV.. Kepustakaan. : 1. Burgin S. Nummular eczema, lichen simplex chronicus, and prurigo nodularis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 184-7. 2. Weisshar E, Fleischer AB, Bernhard JD, Croplay TG. Pruritus and dysesthesia. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 114-5. D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 25. Dermatologi Non-Infeksi. 25.

(40)  . V.. Bagan Alur. SK I.  Nodul hiperkeratotik, gatal  Predileksi: ekstensor tungkai, abdomen, sakrum.  Riwayat tusukan dan garukan berulang  Riwayat dermatitis atopik. Prurigo nodularis. PE R. DO. Prinsip: mencegah siklus gatal-garuk 1.Topikal: - Kortikosteroid poten - Antipruritus nonsteroid seperti mentol  dan fenol - Emolien - Triamsinolon asetonid intralesi - Takrolimus 2.Sistemik: - Antihistamin sedatif atau antidepresan trisiklik - Sedating serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) - Kalsipotrien - Talidomid - Siklosporin 3. Bedah beku 4. BB-UVB, PUVA, fototerapi UVA1. 26. Dermatologi Non-Infeksi.

(41) A.10. PRURITIC URTICARIA PAPULE AND PLAQUE IN PREGNANCY (O26.8) Definisi. : Dermatosis pruritus yang terjadi paling sering pada primigravida pada kehamilan lanjut.. II.. Kriteria diagnostik  Klinis. : :     . . Diagnosis banding. :  . . Terjadi pada primigravida selama kehamilan lanjut; namun dapat terjadi lebih cepat. Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular, purpurik, polisiklik, targetoid, atau ekzematosa. Lesi ukuran 1-2 mm plak urtikaria eritematosa dikelilingi halo pucat yang sempit. Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik dalam striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal. Pruritus biasanya pararel dengan erupsi dan terlokalisasi pada kulit yang terlibat Paling sering: pemfigoid gestasionis, atopic eruption of pregnancy, dermatitis kontak Pikirkan: erupsi obat, viral eksantem, pitiriasis rosea, dermatitis eksvoliativa atau ekzematosa Singkirkan: skabies. DO. . SK I. I.. Pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan. IV. Kepustakaan. Pemeriksaan laboratorium: tidak menunjukkan abnormalitas  Pemeriksaan histopatologik meliputi parakeratosis, spongiosis, dan kadang-kadang eksositosis eosinofil : Medikamentosa : Pruritus kadang-kadang sangat mengganggu. Terapi pruritus secara simtomatis.. : 1. Karen JK, Pomeranz MK. Skin changes and diseases in pregnancy. Dalam: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. editor. Mc Grew Hill: New York, 2012 p. 1204-12 2. Shornick KJ. Dermatosis in pregnancy. Dalam: Dermatology. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editor. Mosby: London. 2008 p. 398-9. 3. Geraghty LN, Pomeranz MK. Physiologic changes and dermatoses of pregnancy. Int J Dermatol 2011; 50: 77182 4. Bremmer M. The skin disorders of pregnancy: A family physician’s guide. JFP 2010 Feb; 59(2): 89-96. PE R. III.. : . D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 27. Dermatologi Non-Infeksi. 27.

(42) BAGAN ALUR. SK I. Primigravida selama kehamilan lanjut. Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik dalam striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal. Pruritus biasanya pararel dengan erupsi dan terlokalisasi pada kulit yang terlibat. Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular, purpurik, polisiklik, targetoid, atau ekzematosa. Lesi ukuran 1-2 mm plak urtikaria eritematosa dikelilingi halo pucat yang sempit.. DO. Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik dalam striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal. Pruritus biasanya pararel dengan erupsi dan terlokalisasi pada kulit yang terlibat.. pemeriksaan laboratorium: tidak menunjukkan abnormalitas, pemeriksaan histopatologik meliputi parakeratosis, spongiosis, dan kadang-kadang eksositosis eosinofil.. PE R. PRURITIC URTICARIA PAPUL AND PLAQUE IN PREGNANCY. D e r m a t o l o g i   N o n ‐ I n f e k s i | 28. 28. Dermatologi Non-Infeksi.

(43) SK I DO. B. PE R. DERMATOLOGI INFEKSI. Dermatologi Infeksi. 29.

Gambar

Tabel 1. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB simpleks
Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB junctional
Tabel 3. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB distrofik
Tabel 1.  Klasifikasi iktiosis  
+2

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa

5.4.2.4 Hasil evaluasi, rencana tindak lanjut, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan koordinasi lintas program dan lintas sektor.. UKM

Model pembaharuan SMK memiliki karakteristik sebagai berikut: kecepatan dalam menciptakan perubahan dan pengambilan keputusan bersama, akuntabilitas, transparansi,

Keuntungan proses kempa langsung yaitu lebih ekonomis, prosesnya singkat, tenaga dan mesin yang digunakan sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan

Mata kuliah fitoremediasi merupakan mata kuliah pilihan yang memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk mengurangi polutan di udara,

menghidupkan perekomiannya. Perlu dibangun titik-titik suar karena titik koordinat yang baru. Untuk dimaklumi bahwa kondisi eksisting 3 pulau terluar yang ada di Riau,

Bilangan bulat kurang dari 10 harus ditulis dengan huruf, sedangkan untuk bilangan sepuluh atau lebih ditulis dengan angka kecuali penulisan bilangan pada nomor

 Menceriterakan penjelasan dari bacaan yang menunjukkan informasi tentang barang, makanan dan tradisi suatu daerah  Membuat daftar makanan dan daerahnya untuk