• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 0

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN

SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN 2013

LAPORAN STUDI EHRA

(Environmental Health Risk Assessment)

KABUPATEN SAMBAS

PROPINSI KALIMANTAN BARAT

DISIAPKAN OLEH :

(2)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 1

KATA PENGANTAR

Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi penilaian resiko kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh pokja sanitasi Kabupaten Sambas untuk menyusun Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) berdasarkan pendekatan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).

Secara substansi, laporan hasil studi EHRA ini memberi data ilmiah dan faktual tentang kondisi sanitasi dasar dan perilaku hygiene dan sanitasi di tingkat rumah tangga. Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup : sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban dan saluran pembuanagan air limbah. Sedangkan perilaku yang dipelajari terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yaitu : Tidak Buang Air Besar Sembarangan, , Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah dengan 3 R (Reduse, Reuse, Recycle) dan pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan).

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten karena pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat. Data yang ada terkait dengan sanitasi dan higiene masih terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai SKPD. Di samping itu isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui musrenbang. Dengan adanya studi EHRA ini secara tidak langsung memberi “amunisi” bagi stakehoders dan masyarakat di desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders desa.

Kami berharap, laporan hasil studi EHRA ini dapat berfungsi sebagai salah satu sumber data primer dan segera digunakan untuk bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Sambas, yang selanjutnya dapat disusun Strategi Sanitasi Kabupaten Sambas dalam Memorandum Program Sektor Sanitasi.

Pokja Sanitasi Kabupaten Sambas Ketua

Drs. JAMIAT AKADOL, M Si, MH. NIP. 19590703 198403 1 012

(3)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 2

RINGKASAN EKSEKUTIF

Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment/EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai dengan tingkat kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten Sambas sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SKK).

Persiapan pelaksanaan Studi EHRA dimulai dengan pembentukan Tim Studi EHRA oleh Pokja Snitasi Kabupaten Sambas. Melalui serangkaian pertemuan/rapat persiapan, Pokja Sanitasi membentuk Tim Studi EHRA terdiri dari : Penanggungjawab (Kepala Dinas Kesehatan Kab. Sambas), Koordinator Survey (Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan), Anggota (Bappeda, BPMPD, Dinas PUCK Tata Ruang dan Perumahan, Dinas Kesehatan), Koordinator Kecamatan (Camat Se Kabupaten Sambas), Supervisor (Sanitarian Puskesmas), Tim Entry Data (Dinas Kesehatan), Tim Analisis Data (Bappeda, BPMPD, Dinas PUCK Tata Ruang dan Perumahan, Dinas Kesehatan) dan enumerator atau petugas pengambil data yang terdiri dari kader posyandu, kader kesehatan lingkungan atau remaja siaga yang dipilih dan ditunjuk oleh puskesmas.

Selain membentuk Tim Studi EHRA , dalam rapat persiapan ini juga dilakukan penyusunan anggaran persiapan dan pelaksanaan Studi EHRA. Hal lain yang bisa disepakati adalah mekanisme dan periode penyerahan kuesioner yang sudah terisi (hasil wawancara) dari Koordinator kecamatan kepada Koordinator Entry Data.

Sedangkan pelaksanaan Studi EHRA diawali dengan metoda penentuan target area survey secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” . Berdasarkan Kaidah ini setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Dengan demikian metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random

Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang akan

diteliti sangat luas. Pengambilan sampel dilakukan di daerah populasi yang telah ditetapkan sebagai target area survey.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP. Kriteria penetapan klaster tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah tertentu. Pada umumnya kota-kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan. Sementara untuk kabupaten, umumnya hanya mempunyai data kepadatan penduduk sampai tingkat kecamatan meskipun ada pula beberapa kabupaten yang mempunyai data kepadatan penduduk sampai tingkat desa. Di beberapa kabupaten, tingkat kepadatan penduduk tidak merata. Ada beberapa kecamatan/ desa memiliki kepadatan penduduk relative tinggi dan lainnya masih sangat rendah karena sebagian besar lahannya masih berupa perkebunan atau hutan lindung. Oleh karena itu, Studi EHRA di kabupaten yang kepadatan penduduknya tidak merata akan diutamakan di kecamatan dan desa dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per Ha.

b. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

c. Daerah/wilayah yang dialiri sungai//saluran drainase/ saluran irigasi yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

d. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut yang bisa ditentukan oleh Pokja

(4)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 3 Klastering wilayah dalam sebuah kabupaten/kota akan menghasilkan katagori klaster. Wilayah (kecamatan atau desa) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik tingkat risiko kesehatan yang identik/ homogen. Dengan demikian, kecamatan dan desa/ kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan dan desa lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil Studi EHRA dengan metoda Cluster Random Sampling akan bisa memberikan peta area berisiko dalam skala kabupaten..

Penentuan klaster di sebuah kabupaten/ kota yang akan melaksanakan Studi EHRA dilakukan dalam dua tahap yaitu : Tahap I, klastering pada tingkat kecamatan, dilakukan oleh Pokja berdasarkan ke empat kriteria kastering di atas untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan berisiko tingkat kecamatan. Kemudian Tahap II, klastering pada tingkat desa/kelurahan, dilakukan oleh Pokja bersama petugas kecamatan atau oleh petugas kecamatan saja, berdasarkan ke empat kriteria kastering untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan berisiko pada tingkat desa/ kelurahan. Dengan demikian proses klastering di sebuah kabupaten, baik pada tingkat kecamatan maupun pada tingkat desa/ kelurahan harus dilakukan diseluruh kecamatan dan desa/ kelurahan. Hasil klastering telah ditetapkan 40 desa yang terdiri dari : klater 1 bejumlah 1 desa klaster 2 sebanyak 19 desa klaster 3 sebanyak 19 desa dan klaster 4 berjumah 1 desa.

Hasil Pelaksanaan studi EHRA di 40 desa tersebut berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Sumber Air Bersih

Sebagian besar rumah tangga di lokasi survey menggunakan sumber air bersih tidak terlindungi. Pada klaster 1 sejumlah 100 % rumah tangga yang menjadi sampel menggunakan sumber air tidak terlindungi. Pada klaster 2 rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih terlindungi baru mencapai 6,3 % dan 93,7 % masih menggunakan sumber air tidak terlindungi. Selanjutnya pada klaster 3 sebagian besar masyarakat menggunakan sumber air bersih tidak terlindungi (96,3%) dan sumber air terlindungi baru mencapai 3,7%. Sedangkan pada klaster 4 persentase rumah tangga yang telah menggunakan sumber air bersih sebesar 15% dan sebaliknya 85% masih menggunakan sumber air bersih tidak terlindungi.

b. Persampahan

Pengelolaan sampah tingkat rumah tangga merupakan salah satu pilar sanitasi total berbasis masyarakat terkait dengan perilaku. Hasil survey menunjukkan sebagian besar belum mengelola sampah dengan baik. Pada Klaster 1 sampah tidak dikelola (100%), klaster 2 yang mengelola sampah baru mencapai 2,5 % sedangkan 97,5 % belum mengelola sampah rumah tangga. Pada klaster 3 yang mengelola sampah 6,5 % dan belum mengelola sampah dengan baik sebesar 93,5 % serta pada klaster 4, baru 15 % rumah tangga yang mengelola sampah dengan baik dan 85 % rumah tangga masih mengelola sampah secara tidak aman. Cara pengelolaan sampah sebagian besar dengan dibakar (69%). Sampah yang dikelola secara aman dengan dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 0,1% dan dikumpulkan serta dibuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) baru mencapai 6,3 %. Sedangkan sisanya pengelolaan sampah masih dengan cara dibuang ke dalam lubang, dibuang ke sungai, dibuang kelahan kosong dan lain-lain.

c. Air Limbah Domestik

Berdasarkan hasil Studi EHRA sebagian besar rumah tangga memiliki jamban pribadi yaitu sebanyak 1.274 rumah tangga atau sebesar 80% dari jumlah keseluruhan rumah tangga yang dijadikan responden. Sedangkan responden yang masih buang air besar di sungai/pantai/laut sebanyak 120 rumah tangga atau sebesar 7%. Responden yang buang air besar di MCK/WC umum dan juga di lubang galian masing-masing sebesar 4%. Sedangkan tempat pembuangan lainnya ialah di Kebun/ Pekarangan sebanyak 52 (3%), keselokan/parit/got sebanyak 12 (1%), dan WC Helikopter sebanyak 17 responden.

d. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir (Genangan Air)

Berdasarkan hasil survey dapat dilihat bahwa sebanyak 860 atau 53,8% responden menyatakan bahwa rumah mereka tidak pernah mengalami banjir. Di samping itu terdapat 497 (31,1%) responden yang menyatakan pernah mengalami banjir sekali dalam setahun. Sedangkan jumlah responden yang mengalami banjir beberapa kali dalam setahun sebanyak 198 (12,4%). Informasi lainnya yaitu terdapat 1,3% responden menyatakan terjadi banjir sekali atau beberapa kali dalam sebulan dan 1,6% responden yang menyatakan tidak tahu.

(5)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 4 e. Perilaku Higiene

Mencuci tangan adalah kegiatan yang umum dilakukan. Tapi membasuh tangan dengan air saja tidaklah cukup. Menggosok tangan dengan sabun dapat melunturkan lemak dan kotoran tempat kuman bersarang yang tak bisa larut oleh air. Tangan adalah anggota tubuh yang sering berhubungan langsung dengan mulut, hidung,liang telinga dan selaput lendir, seperti di mata. Waktu mencuci tangan yang sebagian besar masyarakat lakukan ialah setelah dari buang air besar (80,2%) dan sebelum makan (79,3% serta setelah makan (79,1%). Dan hanya sebagian kecil masyarakat mencuci tangan menggunakan sabun pada saaat sebelum ke toilet (95,6%) serta sebelum member menyuapi anak (63,8%) dan sebelum solat (56,8%).

(6)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... 1 RINGKASAN EKSEKUTIF ... 2 DAFTAR ISI ... 5 DAFTAR TABEL ... 6 DAFTAR GAMBAR ... 7 BAB I PENDAHULUAN ... 7 1.1 Latar Belakang ... 8

1.2 Maksud dan Tujuan ... 8

1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA ... 8

1.4 Wilayah Cakupan Studi EHRA ... 8

1.5 Metodologi Penulisan Studi EHRA ... 9

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA ... 10

2.1. Penentuan Target Area Survey ... 10

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden ... 13

2.3. Penentuan Desa Area Survei ... 13

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei ... 14

BAB III HASIL STUDI EHRA... ... 16

3.1. Informasi Responden ... 16

3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 18

3.3. Pembuangan Air Limbah Domestik ... 20

3.4. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ... 23

3.5. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga ... 25

3.6. Perilaku Higiene ... 28

3.7. Kejadian Penyakit Diare ... 31

3.8 Indeks Resiko Sanitasi (IRS) ... 33

BAB IV PENUTUP ... 34

(7)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 6

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Beresiko ... 12

Tabel 2.2 Hasil Klastering Desa di Kabupaten Sambas ... 14

Tabel 2.3 Kecamatan dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survey EHRA Kabupaten Sambas ... 14

Tabel 3.1 Informasi Responden Studi EHRA ... 18

Tabel 3.2 Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA ... 19

Tabel 3.3 Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA ... 23

Tabel 3.4 Area Beresiko Sumber Air Bersih Berdasarkan Hasil Studi EHRA ... 28

Tabel 3.5 Area Beresiko Prilaku Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA ... 31

(8)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Hubungan Responden dengan Kepala Keluarga ... 17

Gambar 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 20

Gambar 3.3 Pemilahan Sampah Rumah Tangga ... 21

Gambar 3.4 Persentase Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Sambas Tahun 2013 ... 22

Gambar 3.5 Persentase Tempat Penyaluran Air Tinja di Kabupaten Sambas Tahun 2013 ... 23

Gambar 3.6 Per Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir ... 24

Gambar 3.7 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kepemilikan SPAL di Kabupaten Sambas Tahun 2013 .. 25

Gambar 3.8 Jumlah Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA di Kab. Sambas Tahun 2013 ... 26

Gambar 3.9 Grafik Akses Terhadap Air Bersih di Rumah Tangga di ab. Sambas Tahun 2013 ... 27

Gambar 3.10 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak sentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir 24 Gambar 3.7 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kepemilikan SPAL di Kabupaten Sambas Tahun 2013 .. 25

Gambar 3.8 Jumlah Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA di Kab. Sambas Tahun 2013 ... 26

Gambar 3.9 Grafik Akses Terhadap Air Bersih di Rumah Tangga di ab. Sambas Tahun 2013 ... 27

Gambar 3.10 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak di Rumah Tangga di Kab. Sambas Tahun 2013 ... 28

Gambar 3.11 Grafik Melakukan CPTS ... 30

Gambar 3.12 Tempat Anggota Keluarga Biasanya Mencuci Tangan ... 31

Gambar 3.11 Grafik Melakukan CPTS ... 30

Gambar 3.12 Tempat Anggota Keluarga Biasanya Mencuci Tangan ... 31

Gambar 3.13 Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga Terkena Diare ... 33

Gambar 3.14 Grafik Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Sambas Gambar 3.13 Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga Terkena Diare ... 33

(9)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat

kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai ke desa. Kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat

2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda

3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang;

4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan.

5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di tingkat desa/kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa

6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa

7. Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Sambas. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten/Kota ... dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten.

1.2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud dilaksanakannya penyusunan Laporan Studi EHRA adalah menyajikan hasil pelaksanaan Studi EHRA sebagai salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. Sambas

b. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya studi EHRA adalah:

1) Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2) Menyediakan Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan. 3) Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.

1.3. Waktu Pelaksanaan Study EHRA

Waktu pelaksanaan study EHRA Kabupaten Sambas dimulai dari Bukan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013, dimana cakupan kegiatan mulai dari kegiatan Pembentukan Tim EHRA, penentuan Klaster Desa, penentuan dan penetapan lokasi Study EHRA, Rekriutmen Enumerator, pelatihan (bagi Supervisor, Enumerator dan petugas Entry Data), pelaksanaan Survei dan pengumpulan data EHRA, Entry Data hasil survey, Analisis Data EHRA dan Pembuatan Laporan.

1.4. Wilayah Cakupan Study EHRA

Wilayah cakupan Study EHRA di Kabupaten Sambas meliputi seluruh wilayah di Kabupaten Sambas yang terdiri dari 19 Kecamatan, 40 Desa dan 132 RT, dengan total jumlah responden sebanyak 1600 Responden. Sedangkan komponen sanitasi yang mejadi obyek dalam study EHRA meliputi Limbah Cair Domestik, persampahan dam drainase lingkungan serta perilaku hygiene dan Sanitasi termasuk praktek cici tangan pakau sabun (CTPS)

(10)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 9

1.5. Metodologi Penulisan Laporan EHRA

Sistematika dalam dalam penyusunan laporan Studi EHRA adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan. Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang, maksud, serta tujuan penyusunan Laporan studi EHRA, pelaksanaan studi EHRA, wilayah cakupan studi EHRA, serta metodologi yang digunakan dalam penyusunan Laporan Studi EHRA.

Bab 2 : Metodologi dan Langkah Studi EHRA. Bab ini memberikan penjelasan mengenai metode dan jenis data yang digunakan dalam penyusunan studi EHRA, proses pelaksanaan studi EHRA, dan pihak-pihak yang mendukung terlaksananya studi EHRA.

Bab 3 : Hasil Studi EHRA. Bab ini memberikan penjelasan mengenai informasi data umum responden, pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, drainase lingkungan sekitar rumah dan banjir, pengelolaan air minum rumah tangga, perilaku hygiene dan sanitasi, kejadian penyakit diare dan indeks resiko sanitasi.

Bab 4 : Penutup. Bab ini memberikan paparan singkat tentang studi EHRA, rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi pengarusutamaan pembangunan sanitasi, paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam penyusunan buku putih (area berisiko) dan penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK). Paparan singkat tentang studi EHRA yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini (pertama) merupakan baseline bagi hasil studi EHRA selanjutnya.

(11)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 10

BAB II

METODOLOGI DAN LANGKAH PELAKSANAAN STUDI EHRA

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas . Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja AMPL. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.

2.1 Penentuan Target Area Survei

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten/ Kota ... mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah

mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

(12)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 11 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai

MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah dalam sebuah Kabupaten akan menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.1 Wilayah (kecamatan atau desa) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Sambas.

Tabel 2.1

Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten Sambas menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada

Tabel 1.2 Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

(13)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 12

Tabel 1. 2

Hasil klastering Desa di KabupatenSambas

PUSKESMAS WILAYAH KODE NAMA DESA

KLASTERING

TIPE KLASTER KEPADATAN KEMISKINAN DAERAH ALIRAN

SUNGAI

BANJIR/ GENANG

SAMBAS 61.01.01.2003 TANJUNG BUGIS 1 0 1 1 3

61.01.01.2004 PENDAWAN 1 1 1 1 4

TERIGAS 61.01.01.2013 SAING RAMBI 0 1 1 1 3

61.01.01.2029 SEMANGAU 0 1 1 0 2

SEMBERANG 61.01.01.2024 SUMBER HARAPAN 0 0 1 1 2

SEKURA 61.01.02.2002 SEKURA 0 1 1 1 3

61.01.02.2011 SEPADU 0 1 1 0 2

SUNGAI BARU 61.01.02.2006 PURINGAN 0 1 1 0 2

61.01.02.2010 TELUK KASEH 0 1 1 1 3

PIMPINAN 61.01.02.2020 SUNGAI SERABEK 0 1 1 1 3

61.01.02.2021 SAYANG SEDAYU 0 1 1 0 2

SENTEBANG 61.01.03.2001 SARANG BURUNG DANAU 0 1 1 1 3

61.01.03.2002 SUNGAI NILAM 0 1 1 0 2

TEBAS 61.01.04.2001 TEBAS KUALA 0 1 1 1 3 61.01.04.2008 MEKAR SEKUNTUM 0 1 1 0 2 SUNGAI

KELAMBU 61.01.04.2013 SERUMPUN BULUH 0 1 1 0 2

61.01.04.2018 BUKIT SIGOLER 0 1 1 0 2 SEGARAU

PARIT 61.01.04.2021 SEGARAU PARIT 0 1 1 1 3

PEMANGKAT 61.01.05.2013 PERAPAKAN 0 1 1 0 2

SEBANGKAU 61.01.05.2005 JELUTUNG 0 1 1 0 2

SEJANGKUNG 61.01.06.2003 SEKUDUK 0 1 1 1 3

(14)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 13 61.01.07.2008 BENTUNAI 0 1 1 1 3

PALOH 61.01.08.2006 KALIMANTAN 0 1 1 0 2

SAJINGAN

BESAR 61.01.09.2004 SENATAB 0 1 1 0 2

SUBAH 61.01.10.2001 BALAI GEMURUH 0 1 1 0 2

SATAI 61.01.10.2007 BUKIT MULYA 0 1 1 0 2

GALING 61.01.11.2003 GALING 0 1 1 1 3 61.01.11.2007 TRI KEMBANG 0 0 1 0 1 TEKARANG 61.01.12.2003 CEPALA 0 1 1 1 3 61.01.12.2004 SARI MAKMUR 0 1 1 0 2 SEMPARUK 61.01.13.2003 SEPINGGAN 0 1 1 0 2 SAJAD 61.01.14.2001 JIRAK 0 1 1 1 3 SEBAWI 61.01.15.2003 SEBAWI 0 1 1 1 3 MATANG

SURI 61.01.16.2003 JELU AIR 0 1 1 1 3

61.01.16.2004 SUAH API 0 1 1 0 2 SIMPANG EMPAT 61.01.17.2003 MERABUAN 0 1 1 1 3 61.01.17.2005 MERPATI 0 1 1 0 2 SALATIGA 61.01.18.2003 SERUNAI 0 1 1 0 2 SELAKAU TIMUR 61.01.19.2001 GELIK 0 1 1 1 3

Sumber: Analisis Studi EHRA 2013

2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden

Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di tingkat kabupaten/kota, dengan presisi tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel sebesar 30 responden untuk tiap desa, dengan teknik statistik tertentu dan dianggap sebagai jumlah minimal yang bisa dianalisis. Akan tetapi, dalam praktiknya, bila ditargetkan 30, seringkali tidak memenuhi target, dikarenakan oleh sejumlah error (kesalahan pewawancara, entry team, kuesioner dan lain-lain), sehingga seringkali sampel yang ditargetkan 30 hanya terealisir sekitar 20-25 saja. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka jumlah sampel untuk tiap desa diambil sebesar 40 responden.

2.3 Penentuan Desa Area Survei

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 40 desa kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke empat puluh desa/ kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3

Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA Kabupaten Sambas

No Kecamatan Puskesmas Kode Wilayah Nama Desa Klaster Responden Jumlah

1 Galing Galing 61.01.11.2007 Tri Kembang 1 40

(15)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 14

3 Teluk Keramat Sekura 61.01.02.2011 Sepadu 2 40

4 Teluk Keramat Sungai Baru 61.01.02.2006 Puringan 2 40

5 Teluk Keramat Pimpinan 61.01.02.2021 Sayang Sedayu 2 40

6 Jawai Sentebang 61.01.03.2002 Sungai Nilam 2 40

7 Tebas Tebas 61.01.04.2008 Mekar Sekuntum 2 40

8 Tebas Sungai Kelambu 61.01.04.2013 Serumpun Buluh 2 40

9 Tebas Sungai Kelambu 61.01.04.2018 Bukit Segoler 2 40

10 Pemangkat Pemangkat 61.01.05.2013 Perapakan 2 40

11 Pemangkat Pemangkat 61.01.05.2005 Jelutung 2 40

12 Paloh Paloh 61.01.08.2006 Kalimantan 2 40

13 Sajingan Besar Sajingan Besar 61.01.09.2004 Senatab 2 40

14 Subah Subah 61.01.10.2001 Balai Gemuruh 2 40

15 Subah Subah 61.01.10.2007 Bukit Mulya 2 40

16 Tekarang Tekarang 61.01.12.2004 Sari Makmur 2 40

17 Semparuk Semparuk 61.01.13.2003 Sepinggan 2 40

18 Jawai Selatan Matang Suri 61.01.16.2004 Suah Api 2 40

19 Tangaran Simpang Empat 61.01.17.2004 Semata 2 40

20 Salatiga Salatiga 61.01.18.2003 Serunai 2 40

21 Sambas Sambas 61.01.01.2003 Tanjung Bugis 3 40

22 Sambas Terigas 61.01.01.2013 Saing Rambi 3 40

23 Sambas Semberang 61.01.01.2024 Sumber Harapan 3 40

24 Teluk Keramat Sekura 61.01.02.2002 Sekura 3 40

25 Teluk Keramat Sungai Baru 61.01.02.2010 Teluk Kaseh 3 40

26 Teluk Keramat Pimpinan 61.01.02.2020 Sengai Serabek 3 40

27 Jawai Sentebang 61.01.03.2001 S. Burung Danau 3 40

28 Tebas Tebas 61.01.04.2001 Tebas Kuala 3 40

29 Tebas Segarau Parit 61.01.04.2021 Segarau Parit 3 40

30 Sejangkung Sejangkung 61.01.06.2003 Sekuduk 3 40

31 Selakau Selakau 61.01.07.2003 Sungai Rusa 3 40

32 Selakau Selakau 61.01.07.2008 Bentunai 3 40

33 Galing Galing 61.01.11.2003 Galing 3 40

34 Tekarang Tekarang 61.01.12.2003 Cepala 3 40

35 Sajad Sajad 61.01.14.2001 Jirak 3 40

36 Sebawi Sebawi 61.01.15.2003 Sebawi 3 40

37 Jawai Selatan Matang Suri 61.01.16.2003 Jelu Air 3 40

38 Tangaran Simpang Empat 61.01.17.2003 Merabuan 3 40

39 Selakau Timur Selakau Timur 61.01.19.2001 Gelik 3 40

40 Sambas Sambas 61.01.01.2004 Pendawan 4 40

Sumber: Analisis Studi EHRA 2013

(16)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 15 Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih.

 Urutkan RT per RW per kelurahan.

 Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

 Jumlah total RT kelurahan : X.  Jumlah RT yang akan diambil : Y

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan)  misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z

 Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.

 Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb.  Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan

pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2

(17)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 16

BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1 Informasi Responden

Unit Sampling utama (Primary Sampling) pada studi EHRA adalah RT (Rukun Tetangga) dan dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dan setiap Desa/Kelurahan yang telah dipilih menjadi area survey. Rumah tangga responden dipilih dengan menggunakan cara acak (Random

Sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai

sampel. Artinya, penentuan rumah tangga responden bukan bersumber dari preferensi enumerat or/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri. Jumlah RT yang menjadi sample di Kabupaten Sambas ialah sebanyak 320 RT, dengan jumlah responden sebanyak 1.600 responden.

Sasaran sampling utama dalam Studi EHRA adalah rumah tangga, dan yang menjadi unit responden adalah ibu rumah tangga atau anak perempuan yang telah menikah dan tinggal di rumah tersebut. Ibu/anak perempuan yang sudah menikah dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu/anak perempuan yang sudah menikah yang menjadi responden dalam Studi EHRA adalah perempuan berusia 18-65 tahun.

Untuk memilih responden di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya.

Dari jumlah total 1.600 responden yang menjadi sampel Studi EHRA, telah diketahui bahwa sebagian besar responden berstatus istri (ibu rumah tangga) yaitu sebesar 1.491 responden atau sebanyak 93, 2% dari jumlah total responden, dan sebanyak 109 responden berstatus anak perempuan yang sudah menikah dengan presentase sebesar 6,8% dari jumlah total responden. Hubungan responden Studi EHRA dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1

Hubungan Responden dengan Kepala Keluarga

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

1491 109 93.2 6.8

0

500

1000

1500

2000

Istri Anak perempuan yg sudah menikah Jumlah Responden Persentase

(18)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 17 Dalam penjabaran informasi responden terdapat beberapa variabel yang menjadi penilaian dan tercantum pada lembar kuisioner. Variabel tersebut antara lain:

1. Kelompok umur responden 2. Status dari rumah yang ditempati 3. Pendidikan terakhir

4. Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan 5. Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN) 6. Kepemilikan anak

Keseluruhan variabel tersebut dijabarkan dalam kategori-kategori khusus sehingga informasi yang dihasilkan lebih jelas dan akurat. Hasil studi EHRA tentang informasi responden secara lengkap berdasarkan masing-masing kluster dapat dilihat Pada Tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1

Informasi Responden Studi EHRA

Kluster Desa/Kelurahan Total

Variabel Kategori 1 2 3 4 n % n % n % n % n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 0 .0 11 1.5 12 1.6 0 .0 23 1.4 21 - 25 tahun 2 5.0 51 6.8 55 7.2 2 5.0 110 6.9 26 - 30 tahun 8 20.0 107 14.2 106 13.9 5 12.5 226 14.2 31 - 35 tahun 7 17.5 139 18.4 135 17.7 9 22.5 290 18.2 36 - 40 tahun 8 20.0 138 18.3 114 15.0 5 12.5 265 16.6 41 - 45 tahun 8 20.0 110 14.6 111 14.6 3 7.5 232 14.5 > 45 tahun 7 17.5 198 26.3 228 30.0 16 40.0 449 28.2 Status dari rumah

yang ditempati Rumah dinas Milik sendiri 34 0 85.0 .0 628 83.1 4 .5 583 76.3 9 1.2 26 65.0 1271 79.4 2 5.0 15 .9 Berbagi dengan

keluarga lain 0 .0 6 .8 10 1.3 0 .0 16 1.0

Sewa 0 .0 3 .4 10 1.3 6 15.0 19 1.2

Kontrak 0 .0 3 .4 1 .1 0 .0 4 .3

Milik orang tua 5 12.5 112 14.8 150 19.6 6 15.0 273 17.1

Lainnya 1 2.5 0 .0 1 .1 0 .0 2 .1

Pendidikan terakhir Tidak sekolah

formal 3 7.5 118 15.6 148 19.4 5 12.5 274 17.1 SD 21 52.5 432 57.1 393 51.4 14 35.0 860 53.8 SMP 10 25.0 119 15.7 113 14.8 7 17.5 249 15.6 SMA 4 10.0 61 8.1 61 8.0 7 17.5 133 8.3 SMK 0 .0 12 1.6 23 3.0 7 17.5 42 2.6 Universitas/Akad emi 2 5.0 14 1.9 26 3.4 0 .0 42 2.6 Kepemilikan Surat Ya 0 .0 179 23.7 130 17.0 1 2.5 310 19.4

(19)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 18 Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan Tidak 40 100. 0 577 76.3 634 83.0 39 97.5 1290 80.6 Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN) Ya 5 12.5 277 36.6 217 28.4 0 .0 499 31.2 Tidak 35 87.5 479 63.4 547 71.6 40 100. 0 1101 68.8 Kepemilikan anak Ya 39 97.5 712 94.2 711 93.1 40 100. 0 1502 93.9 Tidak 1 2.5 44 5.8 53 6.9 0 .0 98 6.1

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kelompok umur responden sebagian besar berada pada usia >45 Tahun dengan total persentase 28,2%, status rumah yang ditempati sebagian besar ialah milik sendiri dengan total persentase 79,4%, Pendidikan terakhir responden sebagian besar ialah tamat SD yaitu sebesar 53,8%, sebanyak 80,6% responden tidak memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari Kelurahan/ Desa, dan sebagian besar responden tidak memiliki Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin, serta sebanyak 93,9% responden memiliki anak.

3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Kondisi lingkungan yang sehat merupakan fokus utama dalam peningkatan kualitas sanitasi permukiman. Salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas lingkungan ialah kondisi persampahan. System pengelolaan sampah menjadi salah satu objek dalam penilaian kualitas lingkungan yang tercantum dalam lebar kuisioner Studi EHRA. Area beresiko persampahan berdasarkan studi EHRA dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2

Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA

Kluster Desa

Total

Variabel Kategori 1 2 3 4

n % n % n % n % n %

3.1 Pengelolaan sampah Tidak memadai 40 100.

0 736 97.5 714 93.5 6 15.0 1496 93.6

Ya, memadai 0 .0 19 2.5 50 6.5 34 85.0 103 6.4

3.2 Frekuensi pengangkutan

sampah Tidak memadai 0 .0 1 100.0 1 100.0 0 .0 2 100.0

3.3 Ketepatan waktu

pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 0 .0 1 100.0 1 100.0 0 .0 2 100.0 3.4 Pengolahan sampah

setempat Tidak diolah Ya, diolah 34 6 85.0 479 15.0 277 63.4 616 36.6 148 80.6 39 97.5 1168 73.0 19.4 1 2.5 432 27.0

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan baik pada tingkat rumah tangga maupun tingkat RT/RW masih dilakukan secara tradisonal. Berdasarkan hasil Studi EHRA pengelolaan sampah saat ini tidak memadai. Frekuensi pengangkutan saat ini juga belum memadai dengan ketepatan waktu pengangkutan sampah yang tidak

(20)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 19 tepat waktu. Sampah dibuang ditempat terbuka atau dibakar disekitar rumah. Disemua rumah tangga sampah sebagai produk limbah rumah tangga belum dikelola secara berkelompok maupun profesional apalagi untuk djadikan sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Pengelolaan sampah rumah tangga berdasarkan hasil Studi EHRA dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.2

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan Gambar di atas dapat dilihat bahwa dari hasil Studi EHRA Kabupaten Sambas sebagian besar pengelolaan sampah dilakukan masyarakat dengan cara dibakar, yaitu sebesar 69% . pengelolaan sampah lainnya dilakukan dengan cara dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk dengan persentase sebesar 13%. Kebiasaan masyarakat lainnya yaitu dikumpulkan ke kolektor yang mendaur ulang sebanyak 3%, dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebanyak 6%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah sebanyak 1%, dibuang ke sungai/kali/laut/ danau sebesar 5%, dibiarkan saja sampai membusuk sebesar 2%, sedangkan responden lain menjawab dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 1%, serta yang menjawab tidak tahu dan lain-lain sebesar 0%.

Sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan baik pada tingkat rumah tangga maupun tingkat RT/RW masih dilakukan secara tradisonal. Sampah dibuang ditempat terbuka atau dibakar disekitar rumah. Disemua rumah tangga sampah sebagai produk limbah rumah tangga belum dikelola secara berkelompok maupun profesional apalagi untuk

0% 6% 69% 1% 3% 5% 2% 13% 1% 0%

Dikumpulkan oleh kolektor

informal yang mendaur ulang

Dikumpulkan dan dibuang ke TPS

Dibakar

Dibuang ke dalam lubang dan

ditutup dengan tanah

Dibuang ke dalam lubang tetapi

tidak ditutup dengan tanah

Dibuang ke

sungai/kali/laut/danau

Dibiarkan saja sampai membusuk

Dibuang ke lahan

kosong/kebun/hutan dan

dibiarkan membusuk

(21)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 20 djadikan sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Saat ini pengolahan sampah rumah tangga sebagian besar tidak dilakukan pemilahan. Data pemilahan sampah rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini:

Gambar 3.3

Pemilahan Sampah Rumah Tangga

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Dari parameter pengelolaan sampah menunjukkan bahwa rumah tangga yang melakukan praktek pemilahan hanya sebesar 23,6% dan sebagian besar rumah tangga tidak melakukan pemilahan atau sebesar 76,4%.

3.3 Pembuangan Air Limbah Domestik

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan memberikan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah, oleh karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum/bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Pembuangan air limbah tanpa melalui proses pengolahan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, khususnya terjadinya pencemaran pada sumber-sumber air baku untuk air minum, baik air permukaan maupun air tanah.

Pada umumnya kota-kota di Indonesia masih belum memiliki system pengelolaan air limbah secara terpusat. Begitu juga Kabupaten Sambas yang saat ini masih belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah Terpusat. Secara Umum Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Sambas Tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini:

Gambar 3.4 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Ya Tidak

23.6

76.4

Per sen

(22)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 21

Presentase Tempat Buang Air Besar Di Kabupaten Sambas Tahun 2013

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan Gambar 3.4 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki jamban pribadi yaitu sebanyak 1.274 rumah tangga atau sebesar 80% dari jumlah keseluruhan rumah tangga yang dijadikan responden. Sedangkan responden yang masih buang air besar di sungai/pantai/laut sebanyak 120 rumah tangga atau sebesar 7%. Responden yang buang air besar di MCK/WC umum dan juga di lubang galian masing-masing sebesar 4%. Sedangkan tempat pembuangan lainnya ialah di Kebun/ Pekarangan sebanyak 52 (3%), keselokan/parit/got sebanyak 12 (1%), dan WC Helikopter sebanyak 17 responden.

Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemapuan untuk memulihkan kondisinya sendiri atau yang disebut “self purification”. Jika kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran pun akan sangat mungkin meningkat sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang relatif lebih lama. Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka satu-satunya langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah tersebut dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi kandungan pencemar sehingga iar limbah tersebut aman jika dibuang ke lingkungan. Persentase tempat penyaluran air tinja di Kabupaten Sambas Tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.5 di bawah ini:

80% 4% 1% 7% 3% 1% 4% Jamban pribadi MCK/WC Umum Ke WC helikopter Ke sungai/pantai/laut Ke kebun/pekarangan Ke selokan/parit/got Ke lubang galian

(23)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 22

Gambar 3.5

Persentase Tempat Penyaluran Air Tinja di Kabupaten Sambas Tahun 2013

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan hasil studi EHRA dapat dilihat bahwa sebanyak 951 (59%) tempat penyaluran air tinja di Kabupaten Sambas menggunakan cubluk/lobang tanah. Sedangkan sebanyak 362 atau sebanyak 22,6% responden tidak tahu tempat penyaluranair tinja rumah tangga nya. Sebanyak 116 responden atau sebanyak 7,3% yang menggunakan tangki septik . sebanyak 5,1% penyaluran air tinja bertempat di sungai/danau/pantai, sedangkan 2,8% penyalurannya langsung ke drainase, dan sebanyak 2,2 responden yang penyaluran air tinja melalui pipa sewer seta 0, 4% responden yang menyalurkan air tinja ke kolam/sawah.

Data Studi EHRA menunjukan bahwa dari 116 responden yang menggunakan tangki septik, sebagian besar diantaranya yaitu sebanyak 103 responden tidak pernah mengosongkan tangki septik tersebut, hal tersebut mengindikasikan ternjadinya kebocoran pada tangki septik sehingga dapat mencemari air tanah di sekitar. Area beresiko air limbah domestic berdasarkan Hasil Studi EHRA dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini:

Tabel 3.3

Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Kluster Desa Total

Variabel Kategori 1 2 3 4

n % n % n % n % n % 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak aman 0 .0 39 5.2 12 1.6 30 75.0 81 5.1

Suspek aman 40 100.

0 717 94.8 752 98.4 10 25.0 1519 94.9

2.2 Pencemaran karena Tidak, aman 0 .0 2 100. 3 75.0 0 .0 5 83.3

7.3 2.2 59.4 2.8 5.1 .4 .2 22.6 Tangki septik Pipa sewer Cubluk/lobang tanah Langsung ke drainase Sungai/danau/pantai Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu

(24)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 23

pembuangan isi tangki septik 0

Ya, aman 0 .0 0 .0 1 25.0 0 .0 1 16.7

2.3 Pencemaran karena SPAL Tidak aman 3 7.5 415 54.9 431 56.4 4 10.0 853 53.3 Ya, aman 37 92.5 341 45.1 333 43.6 36 90.0 747 46.7

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Pencemaran lingkungan karena air limbah domestik terjadi pada responden di kluster 2, 3 dan 4, sedangkan pencemaran lingkungan sebagian besar akibat karena pembuangan isi tangki septic dan tidak adanya saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga. Pada kluster 2 pencemaran didominasi akibat pembuangan isi tangki septik, pada kluster 3 pencemaran akibat pembuangan isi tangki septic sebesar 75% dan pencemaran karena SPAL tidak aman sebesar 56,4%, sedangkan pada kluster 4 pencemaran karena SPAL diindikasikan aman sebesar 90%.

3.4 Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir

Drainase didefinisikan sebagai pembuangan air permukaan, baik secara gravitasi maupun dengan pompa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya genangan, menjaga dan menurunkan permukaan air sehingga genangan air dapat dihindarkan. Drainase perkotaan berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga tidak merugikan masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendali banjir kota dan lainnya. Tingginya pertumbuhan penduduk, kurangnya daerah resapan serta system drainase yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan daerah daerah genangan atau bahkan menimbulkan banjir. Persentase rumah tangga yang pernah mengalami banjir berdasarkan hasil Studi EHRA dapat dilihat pada Gambar 3.6 di bawah ini:

Gambar 3.6

Presentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 860 atau 53,8% responden menyatakan bahwa rumah mereka tidak pernah mengalami banjir. Di samping itu terdapat 497 (31,1%) responden yang menyatakan

Tidak pernah

Sekali dalam setahun

Beberapa kali dalam

Sekali atau beberapa dalam sebulan Tidak tahu 31,1% 12,4% 1,6% 53,8% 1,3%

(25)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 24 pernah mengalami banjir sekali dalam setahun. Sedangkan jumlah responden yang mengalami banjir beberapa kali dalam setahun sebanyak 198 (12,4%). Informasi lainnya yaitu terdapat 1,3% responden menyatakan terjadi banjir sekali atau beberapa kali dalam sebulan dan 1,6% responden yang menyatakan tidak tahu.

Brdasarkan hasil survey di lapangan secara umum responden bertempat tinggal di daerah yang tidak mengalami banjir secara rutin (65,3%), dan sebanyak 73,1% menyatakan bahwa pada waktu terakhir kali banjir, air tidak memasuki rumah. Pada saat terakhir kali banjir tinggi air yang masuk rumah sangat bervariasi, 63,8% responden menyatakan tinggi air yang masuk kerumah setinggi tumit orang dewasa, 22,6 % responden mengatakan tinggi air setengah lutut orang dewasa, 8% responden mengatakan tinggi air selutut orang dewasa, 0,5% responden mengatakan tinggi air hingga sebahu orang dewasa, dan 5% responden mengatakan tidak tahu. Pada saat terakhir kali banjir intensitas kamar mandi dan WC/jamban terendam banjir sangat beragam, sebanyak 32,7% responden mengatakan kamar mandi dan WC/jamban mereka tidak pernah terendam banjir, 21,1% mengatakan kamar mandi dan WC/jamban kadang-kadang terendam banjir, terdapat 20,1% responden menyatakan kamar mandi dan WC/jamban mereka sebagian terendam banjir, dan terdapat 14,1% kamar mandi dan WC/jamban responden selalu terendam banjir, serta 12,1% responden mengatakan tidak tahu. Pada saat terakhir kali banjir, lama air banjir akan mongering sangat bervariasi, berdasarkan hasil studi EHRA air banjir akan mengering kurang dari 1 jam sebesar 4%, antara 1-3 jam sebesar 27,6%, setengah hari sebesar 12,6%, satu hari sebesar 4,5%, lebih dari satu hari sebesar 47,7%, sedangkan responden yang menjawab tidak tahu sebesar 3,5%.

Kepemilikan Sarana Pengolahan Air Limbah selain tinja merupakan satu diantara beberapa solusi dalam mencegah terjadinya Banjir. Limbah domestik rumah tangga yang tidak dikelola akan menyebabkan genangan air serta lingkungan yang tidak sehat. Persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan SPAL di Kabupaten Sambas dapat dilihat pada Gambar 3.7 di bawah ini:

Gambar 3.7

Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kepemilikan SPAL Di Kabupaten Sambas Tahun 2013

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan Gambar 3.7 di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden (rumah tangga) memiliki saluran pengolahan air limbah selain tinja, dan sebagian lainnya belum memiliki pengolahan SPAL selain tinja. Hasil Study EHRA memperlihatkan bahwa 50,3% responden mengatakan tidak memiliki SPAL selain tinja, sedangkan 49,7% responden lain mengatakan memiliki SPAL selain tinja di rumah mereka. Jumlah area beresiko genangan air berdasarkan Studi EHRA dapat dilihat pada Gambar 3.8 di bawah ini:

49.7 50.3

Ya Tidak ada

(26)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 25

Gambar 3.8

Jumlah Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA Di Kabupaten Sambas Tahun 2013

.

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa terdapat 54,4% daerah yang terdapat genangan air (banjir) dan sebanyak 45,6% daerah yang tidak ada genangan air. Genangan terbesar terdapat di klaster 3 dengan presentase 58,2%, selanjutnya di klaster 2 yaitu sebesar 55,6%, sedangkan di klaster 4 terdapat 10% genangan, dan hanya terdapat 5% genangan di klaster 1.

3.5 Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga

Air bersih merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Kondisi yang terjadi saat ini masih terdapat daerah yang mengalami krisis air bersih. Hal ini tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor ialah tercemarnya sumber-sumber air baku di lingkungan sekitar permukiman masyarakat. Masyarakat Kabupaten Sambas sebagian besar menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga. Hal tersebut dilihat dari banyak nya tempat-tempat penampungan air hujan di setiap rumah penduduk. Kondisi air tanah yang tidak memungkinkan dikonsumsi terta tercemarnya air permukaan yang ada menyebabkan air hujan menjadi alternative masyarakat memenuhi kebutuhan akan air bersih rumah tangga.

Di samping itu belum meratanya penyaluran air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengakibatkan masyarakat sering mengalami kekurangan air, khusus nya pada saat musim kemarau. Kondisi tersebut sangat disayangkan karena berdasarkan kondisi geografis Kabupaten Sambas memiliki banyak sungai yang dapat dijadikan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Untuk melihat grafik akses terhadap air bersih di rumah tangga berdasarkan Studi EHRA Kabupaten Sambas Tahun 2013 dapat dilihat pada

Gambar 3.9 di bawah ini:

Gambar 3.9

Grafik Akses Terhadap Air Bersih di Rumah Tangga

40.0 42.0 44.0 46.0 48.0 50.0 52.0 54.0 56.0

(27)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 26

Di Kabupaten Sambas Tahun 2013

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Sebagian besar responden menggunakan air hujan sebagai sumber air bersih dalam aktifitas di rumah tangganya. Hal tersebut ditandai dengan besarnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air baku terutama untuk air minum (89,3%), masak (90,4%), cucipiring dan gelas (10,3%), cuci pakaian (13,8%), dan gosok gigi (19,2%). Sedangkan untuk keperluan lain lebih banyak menggunakan sumur gali tidak terlindungi dan air sungai, yaitu air minum (0,9% dan 2,1%), masak (3,9% dan 2,9%), cuci piring dan gelas (50,1% dan 28,3%), cuci pakaian (49,1% dan 30,2%), dan gosok gigi (45,9%dan 23,9%).

Sedangkan grafik sumber air minum dan memasak di rumah tangga berdasarkan hasil survey Studi EHRA Kabupaten Sambas Tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.10 di bawah ini:

Gambar 3.10

Grafik Sumber Air minum Dan Memasak Di Rumah Tangga Di Kabupaten Sambas Tahun 2013

10.8 15.1 2.4 0.1 0.9 0.1 0.1 0.9 2.8 0.5 89.3 2.1 0.2 1.6 0.9 1.2 2.4 0.1 0.9 0.3 0.2 3.9 2.9 0.6 90.4 2.9 0.2 1.4 0.1 0.3 5.1 0.1 0.4 2.6 4.9 50.1 3.4 1.4 10.3 28.3 0.4 2.5 0.1 0.2 4.9 0.1 0.5 2.8 4.6 49.1 3.3 1.4 13.8 30.2 0.6 2.8 0.3 0.3 5.1 0.1 0.5 2.5 4.7 45.9 3.3 1.4 19.2 23.9 0.3 2.9 - 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 Gosok Gigi Cuci Pakaian

Cuci Piring & Gelas

Masak

(28)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 27

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Selaras dengan sumber air baku yang digunakan dalam aktifitas di rumah tangga responden, demikian pula dengan persentase sumber air baku yang digunakan sebagai sumber air untuk masak dan minum. Gambar 3.8 memperlihatkan bahwa sumber air baku yang digunakan oleh sebagian besar responden sebagai sumber air untuk masak dan minum adalah air hujan. Khusus untuk air minum, adanya penggunaan Air Minum Isi Ulang dan Air Botol Kemasan tidak terlalu signifikan tetapi diras acukup membantu bagi sebagian masyarakat dalam penyediaan sumber air minum, hal tersebut terbukti dari penggunaan air isi ulang sebagai air minum rumah tangga responden (15,1%) dan Air Botol Kemasan (10,8%).

Tabel 3.4

Area Risiko Sumber Air Bersih Berdasarkan hasil studi EHRA

Klaster Total

Variabel 1 2 3 4 11 12

n % n % n % n % n %

Sumber air

terlindungi Tidak, sumber air berisikotercemar 0 .0 53 7.1 56 7.3 1 2.4 110 6.9 Ya, sumber air

terlindungi 41 100.0 697 92.9 707 92.7 40 97.6 1490 93.1 Penggunaan

sumber air tidak terlindungi.

TidakAman 41 100.0 702 93.6 735 96.3 35 85.4 1518 94.9

Ya, Aman 0 .0 48 6.4 28 3.7 6 14.6 82 5.1

Kelangkaan air Mengalamikelangk

aan air 28 68.3 299 39.9 267 35.0 15 36.6 611 38.2 10.8 15.1 2.4 0.1 0.9 0.1 0.1 0.9 2.8 0.5 89.3 2.1 0.2 1.6 0.9 1.2 2.4 0.1 0.9 0.3 0.2 3.9 2.9 0.6 90.4 2.9 0.2 1.4 - 50.0 100.0 150.0 200.0

Air Botol kemasan Air Isi Ulang Air Ledeng dari PDAM Air Hidran Umum-…

Air Kran Umum-… Air Sumur pompa … Air Sumur gali … Air Sumur gali tidak … Mata Air terlindungi

Mata Air tidak … Air Hujan Air dari Sungai Air dari Waduk/Danau Air dari Waduk/Danau

Minum

(29)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 28 Tidakpernahmenga

lami 13 31.7 451 60.1 496 65.0 26 63.4 989 61.8

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Sambas menggunakan air dari sumber air yang terlindungi (93,1%). Sedangkan masyarakat yang menggunakan sumber air beresiko tercemar cukup sedikit (6,9%) mengingat sumber air baku untuk air minum dan memasak diambil dari air hujan. Masyarakat yang paling banyak menggunakan sumber air beresiko tercemar adalah masyarakat klaster 3 (7,3%), berikutnya klaster 2 (7,1%), dan klaster 4 (2,1%). Pemanfaatan air dari sumber air yang tidak aman dari sumber air yang tidak terlindungi oleh masyarakat Kabupaten Sambas sebesar 94,9%. Masyarakat yang menggunakan sumber air yang tidak terlindungi paling besar oleh masyarakat klaster 1 (100%), berikutnya klaster 3 (96,3%), klaster 2 (93,6%) dan klaster 4 (85.4%). Sebagian masyarakat Kabupaten Sambas pernah mengalami kelangkaan air (38,2%). Kelangkaan air terbanyak terjadi di masyarakat klaster1 (68,3%) sedangkan di klaster 2 (39,9%), klaster 3 (35,0%), dan klaster 4 (36,6%). Masyarakat pada setiap klaster ini sumber air bersihnya terutama untuk makan dan minum sebagian besar berasal dari air hujan, namun untuk keperluan kebersihan rumah tangga sebagian besar menggunakan sumber air tanah/sumur gali dan air sungai. Kelangkaan air pada klaster 1 ini sering terjadi pada musim kemarau karena curah hujan yang rendah. Curah hujan yang rendah ini juga berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah sehingga volume air menjadi berkurang bahkan kering. Kondisi inilah menyebabkan terjadinya kelangkaan air di daerah setiap klaster tersebut, terutama klaster 1.

3.6 Perilaku Higiene

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) atau perilaku hygiene dan sanitasi adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran semua anggota keluarga dan masyarakat, sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dalam lingkup rumah tangga, untuk ber-PHBS kegiatannya cukup banyak, tetapi dalam studi EHRA ini dibatasi hanya perilaku hygiene yang mencakup perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) dilima waktu penting dan buang air besar sembarangan (BABS). Berdasarkan hasil Studi EHRA, jumlah responden yang memakai sabun sebanyak 99,75%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat telah berprilaku hygine khususnya dalam hal cuci tangan pakai sabun.

Mencuci tangan adalah kegiatan yang umum dilakukan. Tapi membasuh tangan dengan air saja tidaklah cukup. Menggosok tangan dengan sabun dapat melunturkan lemak dan kotoran tempat kuman bersarang yang tak bisa larut oleh air. Tangan adalah anggota tubuh yang sering berhubungan langsung dengan mulut, hidung,liang telinga dan selaput lendir, seperti di mata. Berikut ialah Grafik waktu melakukan Cuci Tangan Pakai Sabung (CPTS) di Kabupaten Sambas berdasarkan Studi EHRA Tahun 2013:

Gambar 3.11

(30)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 29

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Waktu mencuci tangan yang sebagian besar masyarakat lakukan ialah setelah dari buang air besar (80,2%) dan sebelum makan (79,3% serta setelah makan (79,1%). Dan hanya sebagian kecil masyarakat mencuci tangan menggunakan sabun pada saaat sebelum ke toilet (95,6%) serta sebelum member menyuapi anak (63,8%) dan sebelum solat (56,8%). Informasi tentang waktu melakukan CPTS selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.11 di atas.

Lokasi masyarakat melakukan cuci tangan sangat bervariasi, tempat responden melakukan cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 3.12 di bawah ini:

Gambar 3.12

Tempat Anggota Keluarga Biasanya Mencuci Tangan

Sebelu m ke toilet Setelah menceb oki bayi/an ak Setelah dari buang air besar Sebelu m makan Setelah makan Sebelu m membe ri menyua pi anak Sebelu m menyia pkan masaka n Setelah memeg ang hewan Sebelu m sholat Lainnya Ya 4.4 48.1 80.2 79.3 79.1 36.2 49.4 60.1 43.3 6.2 Tidak 95.6 51.9 19.8 20.8 20.9 63.8 50.6 39.9 56.8 93.8 .0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 A xi s Ti tle

(31)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 30 .

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa persentase terbesar anggota keluarga mencuci tangan berada di tempat cuci piring (74,6%), selanjutnya di kamar mandi (44,9), kemudian di dapur (28,5%). Untuk melihat area beresiko prilaku higine dan sanitasi berdasarkan Studi EHRA dapat dilihat pada Tabel 3.5 di bawah ini:

Tabel 3.5

Area Beresiko Prilaku Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA

Kluster Desa Total Variabel Kategori 1 2 3 4 n % n % n % n % n % CTPS di lima waktu penting Tidak 21 52.5 536 70.9 595 77.9 0 .0 1152 72.0 Ya 19 47. 5 220 29.1 169 22.1 40 100.0 448 28.0 Apakah lantai dan

dinding jamban bebas dari tinja?

Tidak 2 5.0 214 28.

3 214 28.0 5 12.5 435 27.2

Ya 38 95.

0 542 71.7 550 72.0 35 87.5 1165 72.8 Apakah jamban bebas

dari kecoa dan lalat? Tidak 12 30.0 230 30.4 190 24.9 6 15.0 438 27.4

Ya 28 70. 0 526 69.6 574 75.1 34 85.0 1162 72.6 Keberfungsian penggelontor. Tidak 11 27.5 228 30.2 171 22.4 3 7.5 413 25.8 Ya, berfungsi 29 72. 5 528 69.8 593 77.6 37 92.5 1187 74.2 Apakah terlihat ada

sabun di dalam atau di Tidak 9 22.5 298 39.4 230 30.1 1 2.5 538 33.6 44.9 13.9 19.9 6.9 4.7 6.4 74.6 28.5 6.2 Di kamar mandi Di dekat kamar mandi Di jamban

Di dekat kjamban Di sumur

Di sekitar penampungan Di tempat cuci piring Di dapur

(32)

Laporan Studi EHRA

I

Program PPSP Kabupaten Sambas Tahun 2013 31

dekat jamban? Ya 31 77.

5 458 60.6 534 69.9 39 97.5 1062 66.4 Pencemaran pada

wadah penyimpanan dan penanganan air

Ya, tercemar 6 15.

0 179 23.7 162 21.2 1 2.5 348 21.8 Tidak tercemar 34 85.

0 577 76.3 602 78.8 39 97.5 1252 78.3

Perilaku BABS Ya, BABS 6 15.

0 228 30.2 229 30.0 0 .0 463 28.9

Tidak 34 85.

0 528 69.8 535 70.0 40 100.0 1137 71.1

Sumber : Hasil Studi EHRA 2013

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat tidak melakukan Cuci Tangan Pakai sabun di lima waktu penting (72%), sebagian besar lantai dan dinding jamban bebas dari tinja (72,8%) dan jamban bebas dari kecoa dan lalat (72,6%). Penggelontor masih berfungsi sebanyak (74,2%), masih terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban (66,4%) serta wadah penyimpan dan penanganan air tidak tercemar (78,3%), dan sebagian besar tidak berprilaku BABS (71,1%).

3.7 Kejadian Penyakit Diare

Penyakit Diare merupakan salah satu indicator dalam mengetahui buruknya sanitasi lingkungan serta prilaku hidup sehat di suatu daerah. Diare adalah penyakit dimana tinja berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit 3 kali dalam sehari. Diare kebanyakkan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteri. Diare dapat dicegah dengan membiasakan hidup bersih dan sehat dengan makanan yang mencukupi dan tersedianya air bersih serta kondisi sanitasi lingkungan yang sehat. Anggota keluarga yang mengalami diare berdasarkan hasil Studi EHRA di Kabupaten Sambas secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini:

Tabel 3.6

Anggota Keluarga yang Mengalami Diare

Kluster Desa/Kelurahan Total

Variabel Kategori 1 2 3 4 9 10

n % n % n % n % n %

A. Anak-anak balita Tidak 14 87.5 201 69.

6 234 73.1 2 66.7 451 71.8

Ya 2 12.5 88 30.

4 86 26.9 1 33.3 177 28.2 B. Anak-anak non balita Tidak 12 75.0 228 78.

9 284 88.8 2 66.7 526 83.8

Ya 4 25.0 61 21.

1 36 11.3 1 33.3 102 16.2 C. Anak remaja laki-laki Tidak 16 100.

0 268 92.7 299 93.4 3 100.0 586 93.3

Ya 0 .0 21 7.3 21 6.6 0 .0 42 6.7

D. Anak remaja

Referensi

Dokumen terkait

1) Kuadran I: merupakan posisi yang sangat menguntungkan dengan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dilakukan

a) Melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah dimanapun pelabuhan tersebut berada. b) Membantu agar berjalannya roda perdagangan dan pengembangan

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM (STUDI KASUS : BATIK AGUNG WIBOWO) Tugas Akhir.. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas

Kereta Api (Persero) juga harus mampu bersaing dengan perusahaan jasa transportasi lainya terutama bus dan travel, yang mampu memberikan pelayanan dan waktu tempuh yang

Jumlah arus kas bersih yang diperoleh dari (digunakan untuk) aktivitas operasi. 576,727 621,763 Total net cash flows received from (used in)

Untuk Indikator Indeks Kepuasan Masyarakat realisasi pada tahun 2013 sebesar 78,68% dari target sebesar 78,00%, telah mencapai target, Indeks Kepuasan Masyarakat

Peranan lembaga penunjang dalam permodalan di Desa Tumbang Manggo sangat diperlukan terutama untuk masyarakat kalangan kecil dan menengah untuk mendapatkan pinjaman yang

MESKIPUN KLIEN TELAH MENJALANI TERAPI DETOKSIFIKASI, SERINGKALI PERILAKU MALADAPTIF TADI BELUM HILANG, KEINGINAN UNTUK MENGGUNAKAN NAPZA KEMBALI ATAU CRAVING MASIH SERING MUNCUL,