• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Durasi Istirahat Bagi Pengemudi yang Mengalami Keterjagaan Panjang dan Berkendara pada Kondisi Jalan Monoton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penentuan Durasi Istirahat Bagi Pengemudi yang Mengalami Keterjagaan Panjang dan Berkendara pada Kondisi Jalan Monoton"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penentuan Durasi Istirahat Bagi Pengemudi yang Mengalami Keterjagaan

Panjang dan Berkendara pada Kondisi Jalan Monoton

Jesslyn Setiawan

1*

, Daniel Siswanto

2

1,2,3)

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

Email: jesslynsetiawan26@gmail.com, daniels@unpar.ac.id

Abstrak

Penduduk di dunia semakin membutuhkan transportasi seiring dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan barang. Penggunaan transportasi seringkali menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian kalangan muda berumur 15-29 tahun. Peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas terjadi sebesar 80% di Indonesia, dimana salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas adalah kelelahan (fatigue) yang dialami manusia. Kelelahan ini dapat menyebabkan tingkat kewaspadaan manusia menurun. Eksperimen untuk mengukur tingkat kelelahan pengemudi dilakukan terhadap 6 orang partisipan pria berusia 18-25 tahun yang berasal dari populasi mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Bandung. Penugasan partisipan dilakukan dengan menggunakan metode within-subject design. Pengukuran tingkat kantuk dilakukan dengan Karolinska Sleepiness Scale (KSS) dan electroencephalograph (EEG). Eksperimen dilakukan dengan melakukan kegiatan mengemudi pada driving simulator. Kegiatan mengemudi dilakukan pada partisipan yang mengalami kondisi keterjagaan selama 8-10 jam dan 10-12 jam di jalan monoton. Kegiatan mengemudi dilakukan selama 34 menit untuk partisipan dengan kondisi keterjagaan 8-10 jam dan 24 menit untuk kondisi keterjagaan 10-12 jam. Kegiatan mengemudi dilakukan sebanyak dua kali dan diselingi dengan waktu istirahat selama 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Kegiatan mengemudi setelah istirahat dilakukan selama 40 menit. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor keterjagaan pada kegiatan mengemudi ke-1 berpengaruh terhadap rata-rata rasio tingkat kantuk, sedangkan faktor keterjagaan pada kegiatan mengemudi ke-2 tidak berpengaruh. Durasi istirahat berpengaruh terhadap rata-rata rasio tingkat kantuk kegiatan mengemudi ke-2 dan interaksi keterjagaan dan durasi istirahat tidak berpengaruh. Durasi istirahat terbaik yang dibutuhkan bagi pengemudi dengan keterjagaan 8-10 jam dan 10-12 jam adalah selama 20 menit.

Kata kunci: Kelelahan, Istirahat, Electroencephalograph (EEG), Karolinska Sleepiness Scale (KSS), Rasio Tingkat Kantuk

Pendahuluan

Pada saat ini, transportasi sangat diperlukan oleh sebagian besar orang dan sudah menjadi sebuah kebutuhan utama bagi penduduk di dunia. Transportasi berfungsi untuk memudahkan manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain serta memindahkan barang-barang untuk mempermudah kerja dari manusia. Mobilitas penduduk dan barang yang semakin tinggi membuat transportasi menjadi sebuah hal yang penting bagi masyarakat di dunia.

Penggunaan alat transportasi baik darat, laut, maupun udara seringkali menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan. Salah satu kejadian yang tidak diinginkan dan sering terjadi pada transportasi darat adalah kecelakaan lalu lintas. World Health

Organization (WHO, 2015) mencatat bahwa

kecelakaan lalu lintas merenggut kurang lebih sebanyak 1,2 juta nyawa orang per tahun. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama dari kematian kalangan muda yang berumur antara 15-29 tahun (WHO, 2015). Indonesia menempati peringkat ke-5 dengan jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas terbanyak di dunia (WHO, 2015). Global Status

Report on Road Safety yang dikeluarkan oleh

WHO (2015) menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan pertama dalam hal peningkatan kecelakaan lalu lintas. Selain itu, WHO (2015) juga menyatakan bahwa kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia meningkat lebih dari 80%.

Identifikasi Masalah

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa kelelahan

(2)

mempengaruhi performansi manusia. Faktor kekurangan tidur (sleep deprivation) serta keterjagaan yang panjang (time since waking) dapat mempengaruhi kelelahan (Williamson et al., 2011). Dua hal ini berhubungan dengan

time’s awake pada penelitian Williamson et al.

(2011). Menurut Williamson et al. (2011), faktor

time of day yang berkaitan dengan ritme

sirkadian dan task related factor yang berkaitan dengan kelelahan juga dapat memengaruhi kelelahan.

Ketiga faktor yang menyebabkan kelelahan pada penelitian Williamson et al. (2011) membuat seseorang perlu untuk beristirahat untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Williamson et al. (2011) mengatakan bahwa beristirahat merupakan cara untuk mencegah penurunan performansi yang menyebabkan kecelakaan pada pengemudi yang mengalami kelelahan. Menurut Williamson et al. (2011), beristirahat dapat memulihkan tenaga yang hilang akibat mengemudi yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Berbagai penelitian telah dilakukan sebelumnya untuk mengukur tingkat kantuk seseorang. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah penentuan waktu istirahat bagi pengemudi yang terjaga selama beberapa jam setelah tidur terakhir (Meilitha, 2016). Namun, penelitian tersebut hanya terbatas pada menentukan waktu dimana pengemudi sebaiknya beristirahat dan belum mengusulkan durasi istirahat yang dibutuhkan agar mengurangi rasio tingkat kantuk. Penelitian yang dilakukan melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Meilitha (2016).

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, kemudian dirumuskan beberapa masalah yang ada. Berikut merupakan rumusan masalah dari penelitian yang akan dilakukan.

1. Apakah durasi istirahat mempengaruhi rasio tingkat kantuk pengemudi yang mengalami kondisi keterjagaan selama 8-10 jam dan 8-10-12 jam serta berkendara di kondisi jalan monoton?

2. Berapa durasi istirahat yang dibutuhkan oleh pengemudi yang mengalami durasi keterjagaan 8-10 jam dan 10-12 jam serta berkendara di jalan monoton agar menghasilkan rasio tingkat kantuk paling kecil?

Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian yang dilakukan memiliki batasan-batasan. Beberapa batasan diperlukan agar penelitian tidak terlalu luas serta lebih fokus terhadap masalah yang ingin diteliti. Berikut merupakan batasan-batasan dari penelitian yang dilakukan.

1. Partisipan yang diuji adalah pria yang berusia 18 hingga 25 tahun karena usia tersebut merupakan usia yang rentan terjadi kecelakaan (Korlantas Mabes POLRI, 2015).

2. Partisipan mengalami kondisi terjaga setelah tidur terakhir sebelum eksperimen selama 8-10 jam dan 10-12 jam sesuai penelitian yang dilakukan Lerman et al. (2012) yang menyimpulkan bahwa keterjagaan lebih dari 8 jam sebelum melakukan aktivitas dapat mempengaruhi performansi kerja.

3. Penelitian dilakukan di Laboratorium APK&E Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Bandung.

4. Para partisipan tidak mengkonsumsi kafein, alkohol, maupun obat-obatan.

5. Kegiatan mengemudi dilakukan dengan menggunakan driving simulator tipe City

Car Driving Simulator Versi 1,5 dengan software Euro Truck Simulator 2.

6. Kegiatan mengemudi hanya dilakukan dengan sistem otomatis (automatic

system).

7. Kecepatan mengemudi sebesar 60-100 kilometer per jam di jalan monoton sesuai peraturan dari Menteri Perhubungan Nomor 111 pasal 3 tahun 2015 (Menteri Perhubungan RI, 2015).

8. Kegiatan mengemudi dilakukan pada sore hari karena keterbatasan laboratorium. 9. Kegiatan mengemudi ke-1 dilakukan

selama 34 menit untuk durasi keterjagaan selama 8-10 jam dan 24 menit untuk durasi keterjagaan selama 10-12 jam sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil penelitian Meilitha (2016) yang menentukan waktu istirahat pada menit ke-34 dan ke-24. Lalu, kegiatan mengemudi ke-2 dilakukan selama 40 menit untuk kedua kondisi keterjagaan.

10. Pengukuran tingkat kantuk hanya menggunakan Karolinska Sleepiness Scale (KSS) dan electroencephalogram (EEG) dengan jenis EMOTIV EPOC+ 14Channel

Mobile EEG karena keduanya memiliki

(3)

digunakan untuk penelitian (Horne &Reyner, 1998 dan Horne & Baulk, 2004 dalam Kaida et al., 2006).

Selain batasan-batasan, penelitian yang dilakukan juga memiliki beberapa asumsi. Asumsi diperlukan sebagai dasar berpikir karena terdapat hal yang tidak dapat dikontrol. Berikut merupakan asumsi-asumsi yang digunakan selama penelitian dilakukan.

1. Cara atau kebiasaan mengemudi setiap partisipan sama.

2. Driving simulator yang digunakan merepresentasikan keadaan mengendara pada kondisi nyata (real).

3. Kondisi lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, kebisingan) tidak berubah-ubah selama penelitian berlangsung.

Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Berikut merupakan tujuan yang penelitian yang dilakukan.

1. Menentukan apakah durasi istirahat mempengaruhi rata-rata rasio tingkat kantuk pengemudi.

2. Menentukan durasi istirahat optimum yang dibutuhkan oleh pengemudi yang mengalami durasi keterjagaan 8-10 jam dan 10-12 jam agar menghasilkan rata-rata rasio tingkat kantuk paling kecil.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa manfaat bagi beberapa pihak. Berikut merupakan manfaat-manfaat dari penelitian yang dilakukan.

1. Bagi Pengemudi atau Perusahaan Transportasi Umum

Penelitian ini bermanfaat bagi pengemudi yang berusia 18 hingga 25 tahun yang telah terjaga selama 8-10 jam dan 10-12 jam agar mengetahui durasi istirahat yang tepat agar rasio tingkat kantuk berkurang. Selain itu, pengemudi dapat menerapkan durasi istirahat yang tepat agar menghasilkan rasio tingkat kantuk yang kecil.

2. Bagi Pembaca

Manfaat bagi pembaca adalah agar mengetahui metode-metode yang digunakan dalam pengolahan data dengan topik yang serupa dan pembaca dapat mengembangkan penelitian yang dilakukan pada saat ini untuk penelitian yang akan datang sehingga mengurangi rasio tingkat kantuk pengemudi sekaligus meminimasi

terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat kelelahan.

Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki metodologi penelitian yang berisi tahap-tahap dalam melakukan penelitian. Tahap-tahap dalam menyusun hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Studi Literatur

Tahap awal dalam penelitian dilakukan adalah studi literatur. Pada tahap ini, dilakukan pencarian studi literatur atau teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, seperti kelelahan, tingkat kantuk, durasi beristirahat, serta alat pendeteksi dan pengukuran tingkat kantuk.

2. Penentuan Topik dan Objek Penelitian

Tahap ke-2 yang dilakukan adalah penentuan topik dan objek penelitian yang ingin diteliti sesuai dengan studi literatur yang telah dilakukan. Karakteristik partisipan yang akan diteliti ditentukan berdasarkan studi literatur dan berhubungan dengan topik yang akan diteliti.

Studi Literatur

Pencarian referensi mengenai kelelahan (fatigue), waktu istirahat, alat pendeteksi dan pengukuran tingkat kantuk

Penentuan Topik dan Objek Penelitian

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penentuan Batasan dan Asumsi Penelitian

Perancangan Eksperimen

Pengumpulan Data

Secara subjektif:

• Pengukuran tingkat kantuk dengan menggunakan

Karolinska Sleepiness Scale (KSS)

Secara objektif:

• Pengambilan data gelombang otak partisipan dengan menggunakan electroencephalograph (EEG)

Pengolahan Data

Proses interpretasi hasil pengolahan data secara subjektif dan objektif (rasio tingkat kantuk dari alat EEG, uji ANOVA,

uji Post Hoc, serta uji statistik parametric lainnya)

Analisis Hasil Pengolahan Data

Pemberian Usulan

Menentukan durasi waktu istirahat yang dapat mengurangi rasio tingkat kantuk seseorang dengan durasi keterjagaan 8-10 jam dan 10-12 jam yang berkendara di jalan monoton

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1. Metodologi penelitian penentuan durasi

(4)

keterjagaan panjang dan berkendara di jalan monoton

3. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Tahap ke-3 adalah mengidentifikasi serta merumuskan masalah yang ada. Tahap ini berisi mengenai apa yang akan dilakukan di dalam penelitian, mengidentifikasi alat-alat yang digunakan selama penelitian berlangsung, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, serta alasan mengapa penelitian perlu dilakukan.

4. Penentuan Batasan dan Asumsi Penelitian Tahap selanjutnya adalah penentuan batasan dan asumsi penelitian yang berisi apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan di dalam penelitian. Batasan berfungsi agar penelitian fokus dan tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti dan asumsi digunakan untuk mengontrol hal yang tidak dapat dikontrol. Asumsi digunakan karena hasil penelitian akan berbeda apabila tidak terdapat asumsi penelitian.

5. Perancangan Eksperimen

Tahap ini berisi perancangan dari eksperimen yang akan dilakukan. Partisipan yang terjaga selama 8-10 jam harus bangun pada pukul 06.00 atau 08.00, sedangkan partisipan yang mengalami kondisi keterjagaan lebih dari 10-12 jam harus bangun pada lebih dari pukul 04.00 atau pukul 06.00. Partisipan yang mengalami kondisi keterjagaan 10 jam termasuk ke dalam kondisi keterjagaan 10-12 jam. Pada tahap in juga dilakukan pilot

study sebelum memulai eksperimen agar

meminimasi learning curve untuk

menciptakan kondisi eksperimen yang sedekat mungkin dengan kondisi nyata 6. Pengumpulan Data

Tahap ini berisi pengumpulan data dari masing-masing partisipan dengan mengikuti hasil counterbalancing yang telah dibuat sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan secara subjektif dengan menggunakan Karolinska Sleepiness Scale (KSS) dan secara objektif dengan menggunakan electroencephalogram

(EEG) untuk mengetahui rasio tingkat kantuk dari masing-masing partisipan. Pengisian KSS dilakukan sebelum partisipan melakukan kegiatan mengemudi dengan menggunakan driving simulator dan pengumpulan data dari alat EEG dilakukan selama partisipan mengemudi.

7. Pengolahan Data

Data-data yang telah diperoleh dari kuesioner KSS akan ditelaah lebih lanjut untuk mengetahui kondisi kantuk seseorang secara subjektif. Setelah itu, hasil yang didapatkan dari alat EEG kemudian berupa sinyal gelombang alpha,

beta, delta, theta, serta gamma untuk

mengetahui rasio tingkat kantuk dari masing-masing partisipan. Setelah itu dilakukan pengolahan data dari gelombang tersebut dengan rumus sebagai berikut. 𝛼𝛼+𝜃𝜃

𝛽𝛽

8. Analisis Hasil Pengolahan Data

Tahap selanjutnya adalah analisis hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengaruh durasi istirahat terhadap kelelahan serta penentuan durasi istirahat yang baik agar rasio tingkat kantuk pengemudi yang mengalami kondisi keterjagaan 8-10 dan 10-12 jam berkurang.

9. Pemberian Usulan

Pada tahap ini dilakukan pemberian usulan terhadap pengemudi yang telah mengalami kondisi keterjagaan 8-10 dan 10-12 jam yang mengemudi dalam kondisi jalan monoton. Pengemudi diharapkan dapat beristirahat dengan durasi istirahat yang tepat dan telah ditentukan berdasarkan hasil penelitian sehingga rasio tingkat kantuk pengemudi berkurang.

10. Kesimpulan dan Saran

Tahap akhir dalam penelitian adalah pembuatan kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dibuat dan saran dibuat bagi pengemudi dengan kondisi seperti partisipan yang diteliti, bagi pembaca, dan bagi penelitian di masa mendatang.

Perancangan Eksperimen

Sebuah eksperimen merupakan sebuah pengujian yang dilakukan dengan treatment yang berasal dari satu variabel atau lebih dan diberikan secara berubah-ubah sehingga menghasilkan output yang dapat dianalisis lebih lanjut (Montgomery, 2001). Pada eksperimen ini digunakan skala laboratorium dengan treatment yang berasal dari dua

(5)

variabel independent dan setiap partisipan mendapatkan setiap perlakuan yang ada.

Eksperimen dilakukan dengan menggunakan alat simulator mengemudi dan pengumpulan data dilakukan dengan alat

electroencephalograph (EEG) yang terpasang

di kepala partisipan. Hasil yang diperoleh dari alat EEG berupa gelombang otak kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan

software MATLAB R2009a sehingga

menghasilkan power alpha, beta, dan theta. Tabel yang menggambarkan desain eksperimen dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Desain eksperimen

Faktor Durasi Istirahat (B) Faktor Keterjagaan (A) B1 B2 B3 A1 P1-P6 P1-P6 P1-P6 A2 P1-P6 P1-P6 P1-P6 Perhitungan Kecukupan Data

Penelitian yang dilakukan membutuhkan partisipan yang berkontribusi dalam kegiatan pengambilan data. Proses pengambilan data yang melibatkan partisipan berupa aktivitas mengemudi dengan menggunakan alat

simulator. Sebelum proses pengambilan data

dilakukan, perlu dilakukan perhitungan jumlah partisipan yang dibutuhkan. Perhitungan kecukupan data dilakukan dengan menggunakan data awal yang diambil dari studi pendahuluan (pilot study). Data pada studi pendahuluan ini berbeda dengan data yang terdapat pada proses pengambilan data berlangsung. Data studi pendahuluan ini didapatkan dari uji coba 2 orang partisipan yang mengalami perlakuan sesuai dengan saat eksperimen berlangsung. Hasil dari perhitungan kecukupan data dengan menggunakan data pilot study dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Rekapitulasi jumlah subjek yang dibutuhkan No Kegiatan Mengemudi Ke- Faktor Jumlah Partisipan 1 1 Durasi Keterjagaan 8-10 jam 6 2 10-12 jam 6 3 2 Durasi Keterjagaan 8-10 jam 4 4 10-12 jam 2 5 Durasi Istirahat 10 menit 6 6 15 menit 2 7 20 menit 3 8 Interaksi Durasi Keterjagaan dan 2 Durasi Istirahat

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah partisipan terbanyak berjumlah 6 orang. Hal ini berarti bahwa eksperimen yang dilakukan membutuhkan jumlah partisipan sebanyak 6 orang.

Counterbalancing

Penelitian mengenai penentuan durasi istirahat bagi pengemudi yang mengalami keterjagaan panjang di jalan monoton melibatkan partisipan yang berjumlah 6 orang. Setiap partisipan mendapatkan kombinasi seluruh treatment atau perlakuan yang diberikan karena penelitian yang dilakukan menggunakan desain eksperimen

within-subject design. Sebelum melakukan

eksperimen, dilakukan pembuatan

counterbalancing untuk meminimasi order effect dari setiap perlakuan yang diberikan.

Jenis counterbalancing yang digunakan adalah

BalancedLatin Square Counterbalancing

karena variabel independent yang terdapat pada penelitianberjumlah 2 buah. Setiap variabel independent memiliki 2 dan 3 level sehingga jumlah dari treatment yang diberikan berjumlah 6 buah. Pembuatan Balanced Latin

Square Counterbalancing yang terdiri dari

jumlah partisipan yang berjumlah enam orang dan treatment yang berjumlah enam buah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Counterbalancing Partisipan Urutan 1 2 3 4 5 6 A 1 2 6 3 5 4 B 2 3 1 4 6 5 C 3 4 2 5 1 6 D 4 5 3 6 2 1 E 5 6 4 1 3 2 F 6 1 5 2 4 3

Pada Tabel 3 di atas, perlakuan 1 berupa kondisi keterjagaan 8-10 jam dengan istirahat 10 menit, perlakuan 2 berupa kondisi keterjagaan 8-10 jam dengan istirahat 15 menit, perlakuan 3 berupa kondisi keterjagaan 8-10 jam dengan istirahat 20 menit, perlakuan 4 berupa kondisi keterjagaan 10-12 jam dengan istirahat 10 menit, perlakuan 5 berupa kondisi keterjagaan 10-12 jam dengan istirahat 15 menit, perlakuan 6 berupa kondisi keterjagaan 10-12 jam dengan istirahat 20 menit,

(6)

Variabel bebas dari penelitian ini adalah durasi keterjagaan dan durasi istirahat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keterjagaan memiliki kata dasar berupa “jaga” yang berarti bangun atau tidak tidur dan dalam penelitian yang dilakukan keterjagaan berupa bangun atau tidak tidur dari tidur terakhir sebelum melakukan eksperimen. Menurut KBBI, kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, dalam penelitian yang dilakukan, istirahat berarti berhenti sebentar dari kegiatan mengemudi untuk melepaskan lelah dengan kegiatan selama istirahat yang tidak dibatasi. Durasi keterjagaan memiliki dua level, yaitu keterjagaan selama 8-10 jam dan keterjagaan selama 10-12 jam. Durasi istirahat memiliki tiga buah level, yaitu durasi istirahat selama 10 menit, 15 menit, dan 20 menit.

Variabel tidak bebas dari penelitian ini adalah rata-rata rasio tingkat kantuk yang didapatkan dari alat EEG. Variabel kontrol dari penelitian ini adalah kondisi lingkungan yang dibuat tetap dan partisipan yang tidak diperbolehkan mengkonsumsi kafein, alkohol, maupun obat-obatan sebelum proses pengambilan data berlangsung. Kondisi lingkungan dalam penelitian yang dibuat tetap adalah suhu, pencahayaan, dan kebisingan, selain itu di dalam ruang eksperimen juga hanya terdapat peneliti dan partisipan.

Variabel pembaur dari penelitian ini adalah kebiasaan mengemudi setiap partisipan dan kegiatan selama istirahat. Kebiasaan mengemudi setiap partisipan berupa perilaku (behavior) dari setiap partisipan selama mengemudi. Perilaku yang berbeda-beda dalam penelitian ini dapat berupa mengemudi dengan satu tangan dan cara duduk. Kegiatan yang dilakukan setiap partisipan selama istirahat berlangsung juga termasuk ke dalam variabel pembaur karena kegiatan yang dilakukan selama partisipan beristirahat tidak dikontrol oleh peneliti. Hal ini dilakukan karena pengontrolan terhadap partisipan selama beristirahat akan sulit dilakukan.

Studi Pendahuluan (Pilot Study)

Pada penelitian ini, partisipan yang mengalami keterjagaan selama 8-10 jam dan 10-12 jam diminta untuk mengendarai

simulator mengemudi yang mirip dengan

keadaan sesungguhnya. Partisipan yang mengendarai mobil pada simulator mengemudi harus membiasakan diri dan beradaptasi

dengan setiap kondisi yang telah diatur sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Proses adaptasi yang dilakukan partisipan sebelum melakukan proses pengambilan data adalah melakukan pilot study agar partisipan terbiasa dengan simulator mengemudi yang disediakan. Pilot study dilakukan untuk

meminimasi learning curve yang dihasilkan saat partisipan mencoba untuk mengendarai kendaraan pada simulator untuk pertama kalinya selama rentang waktu 40 menit sesuai dengan waktu penelitian.

Hasil dari studi pendahuluan menunjukkan bahwa seluruh partisipan menghasilkan penurunan jumlah kesalahan hingga menyentuh angka nol. Hal iini menunjukkan bahwa para partisipan sudah dapat beradaptasi dengan driving simulator yang akan digunakan pada penelitian.

Proses Pengumpulan Data

Pengukuran tingkat kantuk partisipan dilakukan dengan menggunakan Karolinska

Sleepiness Scale (KSS) sebelum kegiatan

mengemudi. Alat pengukuran ini berfungsi untuk mengukur tingkat kantuk seseorang secara subjektif (Kaida et al., 2006). KSS digunakan karena mengindikasikan validitas yang kuat dalam mengukur tingkat kantuk. Validitas serta reliabilitas dari KSS sudah terbukti paling baik dalam mengukur tingkat kantuk secara subjektif (Kaida et al., 2006).

Karolinska Slepiness Scale (KSS) dan

electroencephalogram (EEG) memiliki

hubungan positif yang kuat sehingga cocok digunakan untuk penelitian (Reyner & Horne, 1998 dan Horne & Baulk, 2004 dalam Kaida et al., 2006). Setelah melakukan pengisian kuesioner KSS, selanjutnya partisipan melakukan kegiatan mengemudi dan menggunakan alat electroencephalogram (EEG) di bagian kepala untuk mengukur gelombang otak secara kontinu selama penelitian. EEG merupakan alat yang terpercaya dalam melihat kondisi kantuk seseorang (Papadelis et al., 2007). Alat EEG menghasilkan rasio tingkat kantuk yang akan digunakan untuk melihat tingkat kantuk seseorang sebelum dan sesudah istirahat. Rasio tingkat kantuk didapatkan dari persamaan yang merupakan penjumlahan

poweralpha dan theta kemudian dibagi dengan powerbeta. Power tersebut didapatkan dari

masing-masing gelombang yang telah diubah. Rasio tingkat kantuk digunakan untuk

(7)

mengetahui tingkat kantuk seseorang dari gelombang otak yang telah diukur (Jap et al., 2009).

Setelah dilakukan pengukuran tingkat kantuk menggunakan KSS dan pemasangan EEG, penelitian dilanjutkan dengan kegiatan mengemudi dengan alat driving simulator yang mempermudah dalam pengaplikasian kondisi mengemudi yang serupa dengan sesungguhnya dan menghemat waktu serta biaya sekaligus mencapai tujuan penelitian. Alat driving simulator juga digunakan karena efisien dari sisi biaya dan keamanan. Durasi mengemudi dilakukan selama 34 menit untuk pengemudi dengan kondisi keterjagaan 8-10 jam dan 24 menit untuk pengemudi dengan kondisi keterjagaan lebih dari 10-12 jam setelah tidur terakhir. Durasi ini ditetapkan berdasarkan data yang didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meilitha (2016).

Pengemudi dengan dua kondisi keterjagaan akan mengemudi pada kondisi jalan yang monoton sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Meilitha (2016). Kegiatan mengemudi dilakukan dengan kecepatan mobil pada simulator maksimal sebesar 100 kilometer per jam pada jalan bebas hambatan sesuai dengan peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 111 pasal 3 ayat 4 tahun 2015 (Menteri Perhubungan RI, 2015). Setelah berkendara, pengemudi beristirahat dan mengemudi kembali. Durasi mengemudi setelah istirahat adalah selama 40 menit untuk mengetahui rata-rata rasio tingkat kantuk dari proses mengemudi ke-2 yang akan dibandingkan dengan rata-rata rasio tingkat kantuk pada proses mengemudi pertama. Proses pengukuran rasio tingkat kantuk dilakukan terhadap kegiatan mengemudi ke-2 untuk melihat waktu beristirahat selama 10 menit, 15 menit, atau 20 menit yang dapat menghasilkan rasio tingkat kantuk pengemudi paling rendah dan menghindari pengemudi dari kecelakaan. Ketiga durasi ini dipilih berdasarkan referensi dari Vehicle & Operator

Services Agency (2011) dalam Rules on Drivers’ Hours and Tachographs yang

menyebutkan bahwa pengemudi harus beristirahat selama 15 menit setelah berkendara selama 2 jam, sehingga istirahat dengan durasi yang lebih kecil dari 15 menit diperlukan untuk kegiatan mengemudi dengan durasi selama 34 menit dan 24 menit. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan durasi waktu yang dapat mengurangi tingkat kantuk pengemudi yang telah terjaga selama 8-10 dan 10-12 jam.

Proses Pengolahan Data

Gelombang otak yang sudah direkam kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak programming MATLAB R2009a. Hasil pengolahan data dari kegiatan mengemudi ke-1 berupa rata-rata rasio tingkat kantuk dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi rata-rata rasio tingkat kantuk

untuk kegiatan mengemudi ke-1

Durasi Keterjagaan 8-10 jam 10-12 jam 1,3197 1,2054 1,2798 1,2766 1,2251 1,1767 1,3985 1,2031 1,2837 1,2052 1,2992 1,2509

Hasil pengolahan data dari kegiatan mengemudi ke-2 berupa rata-rata rasio tingkat kantuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi rata-rata rasio tingkat kantuk

untuk kegiatan mengemudi ke-2

Keterjagaan Partisipan Durasi Istirahat (menit)

10 15 20 8-10 jam A 1,40371 1,19203 1,16497 B 1,47226 1,31218 1,32606 C 1,39014 1,62967 1,28144 D 1,23542 1,14642 1,44818 E 1,12229 1,16882 1,09444 F 1,54422 1,19533 1,20104 10-12 jam A 1,30488 1,19881 1,33999 B 1,54675 1,35247 1,32606 C 1,09361 1,04324 1,09065 D 1,68725 1,33935 1,15566 E 1,09051 1,14083 1,13118 F 1,33670 1,33817 1,20700 Data-data rasio tingkat kantuk yang didapatkan untuk setiap perlakuan dari setiap partisipan kemudian diolah lebih lanjut. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan

paired-t test untuk menguji perbedaan rata-rata

dari dua perlakuan pada kegiatan mengemudi ke-1, sedangkan pada kegiatan mengemudi ke-2 dilakukan analisis variansi (ANAVA). Analisis pertama dilakukan untuk kegiatan mengemudi ke-1. Uji perbedaan untuk kegiatan mengemudi ke-1 dilakukan dengan menggunakan paired-t test karena data berdistribusi normal dan saling memengaruhi (dependent).

(8)

Kesimpulan dari hasil pengolahan data untuk kegiatan mengemudi ke-1 adalah 𝐻𝐻0 ditolak karena 𝑡𝑡0= 2,977957 > 2,571. Hal ini juga diperkuat dengan nilai P-value yang dihasilkan, yaitu sebesar 0,031 dan lebih kecil dibandingkan dengan 𝛼𝛼 = 0,05 sehingga 𝐻𝐻0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa faktor keterjagaan memengaruhi rata-rata rasio tingkat kantuk.

Setelah melakukan uji perbedaan pada kegiatan mengemudi ke-1, selanjutnya dilakukan analisis variansi (ANAVA) untuk kegiatan mengemudi ke-2. Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh dari setiap faktor dan interaksi terhadap rasio tingkat kantuk yang dihasilkan.Rekapitulasi tabel ANAVA yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi perhitungan ANAVA

Source Sum of Square Degree of freedo m Mean Square Fhitung Subjek 0,2430 5 0,0486 - Keterjagaan 0,0102 1 0,0102 0,246 Keterjagaan x Subjek 0,0997 5 0,0498 Durasi Istirahat 0,2067 2 0,0413 4,677 * Durasi Istirahat x Subjek 0,1066 10 0,0107 Keterjagaan x Durasi Istirahat 0,0011 2 0,0006 0,0241 Keterjagaan x Durasi Istirahat x Subjek 0,2367 10 0,0237

Hasil Fhitung yang didapatkan kemudian akan

dibandingkan dengan Ftabel. Nilai dari Ftabel

untuk faktor kondisi keterjagaan adalah F0,05 ,1,5

= 6,61. Nilai dari Fhitung = 0,2464 lebih kecil bila

dibandingkan dengan F0,05 ,1,5 = 6,61 sehingga

hipotesis tidak dapat ditolak. Hal ini berarti bahwa kondisi keterjagaan tidak berpengaruh terhadap rasio tingkat kantuk. Nilai dari Ftabel

untuk faktor durasi istirahat adalah F0,05 ,2,10 =

4,1. Nilai dari Fhitung = 4,677 lebih besar bila

dibandingkan dengan F0,05 ,2,10 = 4,1 sehingga

hipotesis awal ditolak. Hal ini berarti bahwa durasi istirahat berpengaruh terhadap rasio tingkat kantuk. Nilai dari Ftabel untuk faktor

interaksi kondisi keterjagaan dengan durasi istirahat adalah F0,05 ,2,10 = 4,1. Nilai dari Fhitung =

0,0241 lebih kecil bila dibandingkan dengan F0,05 ,2,10 = 4,1 sehingga hipotesis tidak dapat

ditolak. Hal ini berarti bahwa interaksi antara keterjagaan dan durasi istirahat tidak berpengaruh terhadap rasio tingkat kantuk.

Interaksi yang terjadi antara durasi keterjagaan dan durasi istirahat dapat digambarkan ke dalam sebuah grafik. Grafik interaksi yang tidak berpotongan memiliki arti bahwa tidak terdapat interaksi antara dua buah faktor tersebut. Hal ini menandakan bahwa perubahan pada durasi keterjagaan maupun durasi istirahat tidak akan menyebabkan perubahan hasil pada rata-rata rasio tingkat kantuk yang dihasilkan. Grafik interaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik interaksi keterjagaan dengan

durasi istirahat

Setelah dilakukan uji ANAVA untuk melihat pengaruh dari setiap faktor dan interaksi yang ada, selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk melihat pengaruh yang signifikan menurut statistik. Pengujian ANAVA yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa durasi istirahat berpengaruh terhadap rasio tingkat kantuk yang dihasilkan, sehingga faktor durasi istirahat perlu diuji dengan uji Tukey.

Tahap awal dalam melakukan uji Post-Hoc adalah memasukkan nilai rata-rata dari setiap

level faktor durasi istirahat. Setelah itu,

dilakukan perhitungan selisih nilai rata-rata rasio tingkat kantuk dengan nilai mutlak.Tiga nilai selisih yang didapatkan untuk setiap level faktor durasi istirahat kemudian dibuat dalam sebuah matriks. Matriks selisih rata-rata rasio tingkat kantuk dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks selisih rata-rata rasio tingkat

kantuk

Durasi Istirahat 10 menit 15 menit 20 menit

Rata-rata 1,3523 1,2548 1,2306 10 menit 0 0,0975 0,1218

15 menit 0 0,0242

20 menit 0

Setelah melakukan perhitungan selisih rata-rata rasio tingkat kantuk untuk setiap level faktor durasi istirahat, kemudian dilakukan

1.36134 1.274071.25269 1.34328 1.23548 1.20842 1.00000 1.10000 1.20000 1.30000 1.40000

10 menit 15 menit 20 menit

Ra ta -r at a R as io Ti ng kat Ka nt uk Durasi Istirahat 8-10 jam 10-12 jam

(9)

perhitungan nilai 𝑇𝑇𝛼𝛼. Nilai 𝑞𝑞𝛼𝛼(𝑝𝑝, 𝑓𝑓) didapatkan dari tabel studentized range statistic untuk p sebesar 3 untuk tiga buah level durasi istirahat, sedangkan nilai f merupakan nilai degree of

freedom dari 𝑀𝑀𝑀𝑀𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀 yaitu sebesar 10. Nilai

𝑞𝑞𝛼𝛼(3,10) pada tabel studentized range statistic sebesar 3,88.Nilai 𝑇𝑇𝛼𝛼 yang didapatkan dari hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan nilai selisih yang terdapat pada Tabel 7 Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai selisih yang melebihi nilai dari 𝑇𝑇𝛼𝛼 = 0,115634 hanya terdapat pada perbedaan durasi keterjagaan 10 menit dan 20 menit, yaitu sebesar 0,121756. Hasil berarti bahwa hipotesis awal (Ho): 𝜇𝜇10 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡 = 𝜇𝜇20 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑡𝑡 ditolak sehingga

dapat disimpulkan bahwa durasi istirahat selama 10 menit dan 20 menit berbeda secara signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa durasi istirahat yang dibutuhkan oleh pengemudi yang mengalami kondisi keterjagaan 8-10 jam dan 10-12 jam saat berkendara di kondisi jalan monoton adalah 20 menit. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata rasio tingkat kantuk yang dihasilkan, dimana durasi istirahat selama 20 menit menghasilkan rata-rata rasio tingkat kantuk yang lebih kecil bila dibandingkan dengan durasi istirahat selama 10 menit dan 15 menit.

Kesimpulan

1. Durasi istirahat memengaruhi rata-rata rasio tingkat kantuk pada kegiatan mengemudi ke-2 untuk pengendara yang mengalami kondisi keterjagaan dan mengendarai kendaraan pada kondisi jalan yang monoton. Kondisi keterjagaan yang dimaksud terdiri dari 2 level, yaitu 8-10 jam dan 10-12 jam.

2. Durasi istirahat yang dibutuhkan bagi pengemudi yang mengalami keterjagaan selama 8-10 jam dan 10-12 jam saat berkendara pada kondisi jalan monoton adalah 20 menit. Hal ini disebabkan karena rata-rata rasio tingkat kantuk paling rendah berada pada durasi istirahat selama 20 menit, sehingga durasi istirahat yang paling baik pada penelitian ini adalah selama 20 menit. Nilai rata-rata rasio tingkat kantuk yang dihasilkan oleh durasi istirahat selama 20 menit lebih rendah dibandingkan dengan 10 menit dan 15 menit. Penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa durasi istirahat yang semakin lama akan membuat tingkat kantuk semakin rendah.

Saran

1. Memilih partisipan dengan jenis kelamin wanita untuk berkontribusi dalam penelitian selanjutnya agar dapat dilihat apakah perbedaan jenis kelamin akan memengaruhi rata-rata rasio tingkat kantuk. 2. Mencoba untuk mengikutsertakan

partisipan dengan jumlah yang lebih banyak agar dapat dilihat apakah penambahan jumlah partisipan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan jumlah partisipan yang lebih sedikit.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Transportasi Darat 2014. Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/ Statistik-Transportasi--Darat--2014.pdf.

Diakses pada tanggal 15 Juli 2016.

Brussels. (2001). The Role of Driver Fatique in

Commercial Road Transport Crashes.

Eeropean Transport Safety Council.

Campagne, A., Pebayle, T., Muzet., A. (2004).

Oculomotor changes due to road events during prolonged monotonous simulated driving.

Dawson, D., Noy, Y.I., Harma, M., Akerstedt, T., Belenky, G. (2009). Modelling Fatigue

and the Use of Fatigue Models in Work Settings. Accident Analysis & Prevention.

Di Milia, L., Smolensky, M.H., Costa, G., Howarth, H.D., Ohayon, M.M., Philip, P. (2011). Demographic factors, fatigue, and

driving accidents: An Examination of the Published Literature. Accident Analysis and Prevention 43, 516–532.

Gander, P., Hartley, L., Powell, D., Cabon, P., Hitchcock, E., Mills, A., Popkin, S. (2011). Fatigue risk management: organizational factors at the regulatory and industry/company level. Accident Analysis

and Prevention 43, 573–590.

Jap, B.T., Lal, S., Fischer, P., Bekiaris, E. (2009). Using EEG Spectral Components to

Assess Algorithms for Detecting Fatigue.

Kaida, K., Takashi, M., Akerstedt, T,Nakata, A., Otsuka, Y., Haratani, T., Fukusawa, K. (2006). Validation of the Karolinska Sleepiness Scale against Performance and EEG Variables. Clin Neurophysiol. Volume

117(7) pp. 1574-1581.

Korlantas Mabes POLRI. (2015). Jenis Cidera. Diunduh dari

(10)

http://korlantas-irsms.info/graph/ageInjuryData. Diakses tanggal 14 Januari 2016.

Lerman, S. E., Eskin, E., Flower D. J., George, E. C., Gerson B., Hartenbaum, N., Hursh, S. R., Moore-Ede, M. (2012). Fatigue Risk

Management in the Workplace. Journal of Occupational and Environmental Medicine,

54 (2), 231-258. doi:

10.1097/JOM.0b012e318247a3b0.

Martin, D. W. (2008). Doing Psychology

Experiments. CA: Michele Sordi.

Maxwell, S.E. & Delaney, H. D. (2004).

Designing Experiments and Analyzing Data. New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates.

Meilitha, J. (2016). Penentuan Saat Istirahat yang Memperhatikan Tipe Sirkadian dan Keterjagaan Pengemudi pada Kondisi Jalan Monoton.

Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.

Diunduh dari http://ppid.dephub.go.id/files/datahubdat/P

M_111_Tahun_2015.pdf.

Montgomery, D. C. (2001). Design and

Analysis of Experiments. New York City:

John Wiley & Sons.

Montgomery, D. C. & Runger G. C. (2003).

Applied Statistics and Probability for Engineers. New York City: John Wiley &

Sons.

Noy, Y.I., Horrey, W.J., Popkin, S.M., Folkard, S., Howarth, H.D., Courntey, T.K. (2011).

Future directions in fatigue and safety research. Accident Analysis & Prevention.

43, 495–497.

Papadelis, C., Chen, Z., Papadeli, C. K., Bamidis, P., Chouvarda, I., Bekiaris, E., &Maglaveras, N. (2007). Monitoring

sleepiness with on-board electrophysiological recordings for preventing sleep-deprived traffic accidents.

Clinical Neurophysiology, 118, 1906-1922.

doi:10.1016/j.clinph.2007.04.031

Richter, S., Gerber, R., Marsalek, K., Golz, M., Gundel, A. (2005). Karolinska Sleepiness

Scores Predict Microsleep Events in a night-time driving simulation task.

Smolensky, M.H., Di Milia, L., Ohayon, M.M., Philip, P. (2011). Demographic factors and

fatigue: Sleep Disorders, Medical Conditions, and Road Accident Risk. Accident Analysis and Prevention 43, 533–

548.

Tatum, W. O. (2014). Handbook of EEG

Interpretation. Florida: Demos Medical

Publishing.

Vehicle & Operator Services Agency (2011).

Rules on Drivers’ Hours and Tachographs.

Diunduh dari

http://www.qsrecruitment.com/wp- content/uploads/2014/08/Rules-on-Drivers-Hours-and-Tachographs.pdf.

WHO. (2015). Global Status Report On Road

Safety 2015. Geneva, Switzerland: World

Health Organization.

Williamson, A., Lombardi, D., Folkard, S., Stutts, J., Courtney, T., & Connor, J. (2011). The link between fatigue and safety.

Accident Analysis and Prevention, 43, 498–

515. doi: 10.1016/j.aap.2009.11.011. Zhang, C., Yu, X., (2010). Estimating Mental

Fatigue Based on Electroencephalogram and Heart Rate Variability. doi:

10.2478/v10013-010-0007-7.

Zhao, C., Zhao, M., Liu, J., & Zheng, C. (2012).

Electroencephalogram and electrocardiograph assessment of mental

fatigue in a driving simulator. Accident Analysis and Prevention, 45, 83-90.

Gambar

Gambar 1. Metodologi penelitian penentuan durasi  istirahat bagi pengemudi yang mengalami
Tabel 2.Rekapitulasi jumlah subjek yang dibutuhkan  No  Kegiatan  Mengemudi  Ke-  Faktor  Jumlah  Partisipan  1  1  Durasi  Keterjagaan  8-10 jam  6 2 10-12 jam 6  3  2  Durasi  Keterjagaan  8-10 jam  4 4 10-12 jam 2 5 Durasi  Istirahat  10 menit  6 6 15 m
Tabel 4. Rekapitulasi rata-rata  rasio tingkat kantuk  untuk kegiatan mengemudi ke-1
Tabel 6. Rekapitulasi perhitungan ANAVA

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang didapat, tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang penggunaan air bersih yang masuk kategori baik (85,11%) , responden mencuci tangan dengan

[r]

Periodontitis kronis dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yakni tipe  generalized dan localized   berdasarkan banyaknya gigi yang terjadi kehilangan perlekatan dan resorbsi

Maka, salah satu yang akan digunakan adalah dengan eara merekabentuk satu Modul Pembelajaran CD lntcraktif tcrlladap salah satu aplikasi penggunaan komputer bagi proses

Antara undang-undang asas yang perlu di ikuti dalam konteks ikhtiar hidup ialah membuat persediaan awal sebagai contoh menyediakan khemah atau khemah reka ganti

Jalin matra BRTSM (bantuan rumah tangga sangat miskin) merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai

Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks saat ini sangat relevan

communication, group structure and processes, learning, attitude development and perception, change processes, conflict, work design, & work stress study of what people do in