• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Sikap

2.2.1. Pengertian Sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

(2)

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.2.2. Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat reponden (Notoatmodjo, 2007).

2.3. Transfusi Darah 2.3.1. Pendahuluan

Kemajuan dalam ilmu bedah dan pengobatan mengakibatkan bertambah seringnya dilakukan transfusi darah. Pemberian darah ataupun komponennya dimaksudkan antara lain untuk menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam batas curah jantung yang dapat dihasilkan oleh tubuh, menjamin cukup tersedia trombosit dan faktor-faktor pembekuan, dan untuk mencukupi isi ruang intravaskular (Miller, 1981).

Transfusi darah sering merupakan penyelamat jiwa, akan tetapi morbiditas dan motalitas setelah transfusi darah juga cukup tinggi. Karena itu transfusi darah seyogiyanya hanya diberikan apabila ada indikasi yang jelas. Biasanya seorang

(3)

dewasa normal masih dapat dengan baik mengatasi gangguan fungsional yang ditimbulkan oleh kehilangan 10% isi darah, 20% kemampuan membawa oksigen atau kehilangan 40% faktor pembekuan. Kehilangan sebanyak dua kali jumlah tersebut di atas masih belum mengakibatkan kematian walaupun menimbulkan gejala yang cukup berat (Rodman, 1988).

2.3.2. Pengertian

Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, definisi transfusi darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita yang darahnya telah tersedia dalam botol kantong plastik. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan penyampaian darah kepada orang sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).

2.3.3. Pengelolaan Darah

Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain (PMI, 2002):

a. Rekruitmen donor.

b. Pemeriksaan golongan darah. c. Pemeriksaan uji saring. d. Pengambilan darah donor.

e. Pemisahan darah menjadi komponen darah.

f. Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien. g. Penyimpanan darah di suhu tertentu.

(4)

2.3.4. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah

Untuk menjadi donor darah, seorang calon donor harus berusia antara 17 - 60 tahun. Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin tertulis dari orangtua; berat badan minimum 50 kg; temperatur tubuh secara oral antara 36,6 - 37,5°C; tekanan darah baik, yaitu sistole 110 - 160 mm Hg dan diastole 70 - 100 mm Hg; denyut nadi teratur 50 - 100 kali/ menit; kadar hemoglobin untuk wanita minimal 12 gr % dan pria minimal 12,5 gr %. Jumlah penyumbangan pertahun sebanyak 3-4 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya tiga bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum kesehatan donor.

Seseorang tidak dibolehkan menjadi donor darah pada keadaan pernah menderita hepatitis B atau hepatitis C dan berhubungan kontrak erat dengan penderita hepatitis dalam enam bulan terakhir, menindik atau menato badan dalam kurun waktu enam bulan terakhir, pasca operasi gigi dalam kurun waktu 72 jam terakhir, pasca operasi kecil dalam enam bulan terakhir, pasca operasi besar dalam 12 bulan terakhir, menerima vaksinasi polio, influenza kolera, tetanus dipteria atau profilaksis dalam 24 jam terakhir, menerima vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles dan tetanus toxin dalam dua minggu terakhir, menerima injeksi imunisasi rabies terapetik dalam satu tahun terakhir, memiliki reaksi alergi dalam satu minggu terakhir, melakukan transplantasi kulit dalam satu tahun terakhir, sedang hamil dan sesudah persalinan dalam enam bulan terakhir, sedang menyusui, ketergantungan obat, ketergantungan alkohol akut dan kronik, menderita sifilis, menderita tuberkolosa, menderita epilepsi dan sering kejang, menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk, mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polisitemiavera, termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril) dan yang terakhir adalah pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah (PMI, 2002).

(5)

2.3.5. Pengambilan Darah Donor

Seorang calon donor yang datang ke UTD akan diminta untuk menbaca dan menjawab sendiri persyaratan-persyaratan menjadi donor, mengisi formulir pendaftaran donor dan diperbolehkan untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti kepada petugas. Riwayat medis calon donor akan ditanyakan. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan hemoglobin dengan mengambil darah dari ujung jari anda untuk diperiksa. Dokter akan melalukan pemeriksaan fisik sederhana dan tekanan darah dan akan memberikan pertanyaan sehubungan dengan isian formulir pendaftaran. Pengambilan darah akan mengambil waktu kurang lebih 15 menit (PMI, 2002).

Seorang asisten atau laboran akan bersama calon pendonor dan calon pendonor diminta untuk beristirahat selama 5-10 menit dalam posisi berbaring. Lama penyumbangan bervariasi terbantung dari banyak tidaknya penyumbang darah. Pengambilan donor darah dilakukan secara bergantian. Darah yang diambil sekitar 250cc atau 350 cc, kira-kira 7-9% dari volume rata-rata orang dewasa. Darah dikumpulkan ke dalam kantung plastik 250 ml yang mengandung 65 – 75 mL CPC (Citrate Phosphate Dextrose) atau ACD (Acid Citrate Dextrose). Volume tersebut akan digantikan oleh tubuh dalam waktu 24-48 jam dengan minum yang cukup (PMI, 2002).

Setelah menyumbangkan darah, pendonor dipersilahkan menuju ruang istirahat sambil duduk untuk memberikan kesempatan tubuh menyesuaikan diri sambil menikmati hidangan. Kartu donor akan diberikan sebelum meninggalkan ruangan (PMI, 2002).

2.3.6. Skrining atau Pemeriksaan Uji Saring

Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi penyakit melalui transfusi darah, diperlukan serangkaian skrining terhadap faktor-faktor risiko yang dimulai dari riwayat medis sampai beberapa tes spesifik. Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara melacaknya sebelum darah

(6)

tersebut ditransfusikan.Untuk skrining donor darah yang aman maka pemeriksaan harus dilakukan secara individual (tiap individual bag atau satu unit darah). Jenis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard WHO, dalam hal ini meliputi pemeriksaan atas sifilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV. Metode tes dapat menggunakan uji cepat khusus (rapid test), automated test maupun ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Laboratorium yang menguji 1-35 donasi per minggu sebaiknya menggunakan rapid test. Laboratorium yang menguji 35-60 donasi per minggu sebaiknya menggunakan metoda uji aglutinasi partikel dan yang menguji lebih dari 60 donasi per minggu sebaiknya menggunakan EIA. Metode yang umum digunakan di UTD cabang adalah rapid test (Depkes RI, 2001).

Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu disadari data yang berkaitan dengan sensitivitas dan spesifitas masing-masing pengujian. Sensitivitas adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang akan menjadi reaktif pada seorang individu yang terinfeksi, oleh karena itu sensitivitas pada suatu pengujian adalah kemampuannya untuk melacak sampel positif yang selemah mungkin. Spesifisitas adalah suatu kemungkinan adanya suatu hasil tes yang akan menjadi non-reaktif pada seorang individu yang tidak terinfeksi, oleh karena itu spesifitas suatu pengujian adalah kemampuannya untuk melacak hasil positif non-spesifik atau palsu (Depkes RI, 2001).

Dalam mempertimbangkan masalah penularan penyakit melalui transfusi darah, perlu diingat bahwa seorang donor yang sehat akan memberikan darah yang aman. Donor yang paling aman adalah donor yang teratur, sukarela, dan tidak dibayar. Jelasnya bahwa para donor yang berisiko terhadap penyakit infeksi harus didorong agar tidak menyumbangkan darahnya (Depkes RI, 2001).

2.3.7. Indikasi Pemberian Darah dan Komponen Darah

Faktor keamanan dan keefektifan transfusi darah bergantung pada indikasi transfusi darah dan pemberian komponen darah yang tepat. Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan bagi pasien, bahkan malah menambah resiko yang tidak perlu (WHO, 2002). Keputusan untuk

(7)

melakukan transfusi darah harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada tabel 2.1 tersedia macam-macam daftar bentuk darah yang dipisahkan, indikasi pemberian komponen darah dan masa simpannya.

Tabel 2.1. Bentuk Darah, Indikasi Pemberian dan Masa Simpan Darah

No. Bentuk Darah Indikasi Masa

Simpan Keterangan

1. Darah lengkap

1. Pendarahan 2. Anemia

3. Renjetan Oligonemik 4. Kelainan darah seperti anemia aplastik

21 hari

2. Eritrosit terkonsentrasi

Anemia kronis dimana volume sirkulasi tidak bertambah 21 hari Khususnya untuk pasien jantung, anemia berat, sepsis, pasien sangat muda ataupun sangat tua 3. Darah lengkap segar Pendarahan dengan trombositopenia (trombosit <40.000/mL 12 jam 4. Darah baru

Transfusi tukar pada

neonatus 2 hari

Bila kadar kalim pasien masih

(8)

No. Bentuk Darah Indikasi Masa

Simpan Keterangan 5. Eritrosit cucian 1. Hemoglobinuria

noktrunal paroksimal 2. Resipien yang memiliki antibody terhadap leukosit/trombosit 3. Reaksi transfusi terhadap antigen plasma 4. Pasca transplantasi organ

5. Pasien dengan defisiensi imunitas

6 jam Leuko sit belum dapat hilang

seluruhnya

6. Eritrosit beku Sama seperti indikasi untuk eritrosit cucian

6 jam setelah dicairkan

Pembuatan mahal

7. Plasma kering 1. Untuk meningkatkan volume sirkulasi 2. Luka bakar

8 tahun Umur 3 jam setelah dicairkan 8. Plasma beku segar Defisiensi faktor pembekuan seperti hemofilia, pasca transfuse masif,

kelebihan dosis coumarin dan antikoagulan indandione Harus segera dipakai setelah dicairkan 9. Konsentrasi Fraksi Protein plasma

Sama dengan indikasi plasma kering

2 tahun Tidak mengandung

(9)

No. Bentuk Darah Indikasi Masa

Simpan Keterangan

10. Albumin Hipoalbuminemia 3 jam

setelah preparasi 11. Fibrinogen Afibrinogenemia 3 jam

setelah preparasi 12. Kripresipitat Defisiensi faktor VII

13. Faktor VIII kering Hemofilia 3 jam setelah preparasi 14. Konsentrat Trombosit Trombositopenia karena berbagai macam sebab

2-3 hari

Sumber: James, D.C., 1981. Blood Transfusion and Notes on Realted Aspects of Blood Clotting and Heamoglobinopathies. In: James, D.C., Scientific Foundation

of Anesthesia. London :WB Saunders, 375-91. 2.3.8. Pemeriksaan Golongan Darah Donor

Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem AB0 pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.

Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah 0). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan 0.

Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah

(10)

merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi (PMI, 2002). Menurut sistem AB0, golongan darah dibagi menjadi 4 golongan seperti yang tertera pada Tabel 2.2.

Untuk menentukan golongan darah seseorang tidak diperlukan biaya yang besar dan relatif mudah karena hanya memerlukan beberapa tetes dari sampel darah. Sebuah serum anti-A dicampur dengan satu atau dua tetes sampel darah. Serum lainnya dengan anti-B dicampurkan pada sisa sampel. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan apakan ada penggumpalan pada salah satu sampel darah tersebut. Sebagai contoh, apabila sampel darah yang dicampur serum anti-A tersebut menggumpal namun tidak menggumpal pada sampel darah yang dicampur serum anti-B maka antigen A ada pada sampel darah tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel darah tersebut diambil dari orang dengan golongan darah A (Palomar College Behavioral Sciences Department, 2009).

Tabel 2.2. Pembagian Golongan Darah Sistem ABO Golongan

Darah

Antigen A Antigen B Antibodi Anti-A Antibodi Anti-B A + - - + B - + + - 0 - - + + AB + + - -

Berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang dengan Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh). Kelompok satunya lagi adalah kelompok orang dengan Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini termasuk keturunan (herediter) yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan

(11)

terhadap r sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rr (Beutler, 2006).

2.3.9. Resiko Penularan Infeksi 2.3.9.1. Pendahuluan

Resiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah (National Blood Users Group, 2001). Penularan penyakit terutama timbul pada saat window

period yaitu periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius

tetapi hasil skrining masih negatif (Goodnough, 1999).

2.3.9.2. Transmisi HIV

Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya

mendapatkan 5 kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984.

Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai menggunakan tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (Goodnough, 1999).

(12)

2.3.9.3. Penularan Hepatitis B dan C

Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi hepatitis B diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronis (Goodnough, 1999).

Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah penemuan virus hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko penularan hepatitis C melalui transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya fakta bahwa 85% yang terinfeksi akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5% menjadi karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun (Moore, 1997). Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah 3-17% dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C yang cukup adekuat (Soetomo, 2001).

2.3.9.4. Penularan Syphilis

Syphilis dapat menular kepada orang lain selain melalui hubungan seks yaitu melalui transfusi darah. Penularan sifilis di Kanada telah berhasil dihilangkan dengan penyeleksian donor yang cukup hati-hati dan penggunaan tes serologis terhadap penanda sifilis (Canadian Medical Association, 1997). Di Indonesia syphilis dikenal dengan nama penyakit raja singa.

2.3.10. Kontaminasi Darah Donor 2.3.10.1. Kontaminasi Bakteri

Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 1-2% konsentrat trombosit (WHO, 2002). Kontaminasi bakteri pada darah donor dapat timbul sebagai hasil paparan terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank darah atau staf rumah

(13)

sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia pada donor saat pengambilan darah yang tidak diketahui (Canadian Medical Association, 1997).

Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan sel darah merah atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada suhu kamar meningkatkan pertumbuhan hampir semua bakteri. Beberapa organisme, seperti Pseudomonas tumbuh pada suhu 2-6°C dan dapat bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah yang disimpan, sedangkan Yersinia dapat berproliferasi bila disimpan pada suhu 4°C. Stafilokokus tumbuh dalam kondisi yang lebih hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit pada suhu 20-40°C. Oleh karena itu, risiko meningkat sesuai dengan lamanya penyimpanan (Moore, 1997). Gejala klinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul pada 1 : 1 juta unit transfusi. Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1 : 9 juta unit transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak 16%; 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.

2.3.10.2. Kontaminasi parasit

Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia pada saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat bepergian terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin menularkan malaria, penyakit Chagas atau Leismaniasis. Di Kanada dan Amerika Serikat penularan penyakit Chagas melalui transfusi sangat jarang (Zallen, 1999). Menurut National Blood Users Group (2001), resiko penularan malaria di Kanada diperkirakan 1 : 400.000 unit konsentrat sel darah merah, di Amerika Serikat 1 : 4 juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporan mengenai penularan malaria melalui transfusi darah.

Gambar

Tabel 2.1. Bentuk Darah, Indikasi Pemberian dan Masa Simpan Darah
Tabel 2.2. Pembagian Golongan Darah Sistem ABO  Golongan

Referensi

Dokumen terkait

GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat(DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan

Dam’z Cleaning and Service Computer merupakan usaha jasa dengan tujuan untuk memberikan kemudahan pelayanan jasa bagi masyarakat yang kurang mengerti dibidang

roaming wireless kemudian akan melakukan observasi untuk mengetahui Coverage Access Point pada wifi gedung A sampai gedung CXY, lalu setelah itu akan

telur ini tidak mempunyai rongga udara di kedua kutubnya...  Keluar bersama tinja penderita, telur cacing yang telah dibuahi jka jatuh di tanah yang lembab dan

Başlan­ gıçta samadhi sırf oluştan veya varoluştan ibaretmiş gibi gelebilir, fakat samadhi’ye eriştiğinizde siz de onun çok daha farklı olduğunu

KEDUA : Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik (Good breeding practice) sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU merupakan pedoman bagi pembibit sapi perah dalam menghasilkan

Pada penelitian ini dikembangkan suatu sistem untuk penentuan terapi obat yang lebih sesuai bagi masyarakat untuk dirinya sendiri (swamedikasi) yang berbasiskan Case

Kota Bandar Lampung sebagai Ibukota Propinsi Lampung sendiri telah menerapkan beberapa pelayanan melalui E-Government seperti LPSE Bandar Lampung dan juga