LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 8
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 8
Organisme Patogen Organisme Patogen
Tutor: Tutor:
dr. Ziske Maritska, M. Si. Med dr. Ziske Maritska, M. Si. Med
Disusun Oleh: Disusun Oleh:
Kelompok 6 Kelompok 6
Melros Trinita
Melros Trinita Tampubolon 04011181621Tampubolon 04011181621023023 Utami Nurul Fajri
Utami Nurul Fajriyah 04011181621031yah 04011181621031 Nopiah Syari 040111
Nopiah Syari 0401118162104281621042 Nurunnisa Arsyad 040
Nurunnisa Arsyad 0401118162105211181621052 Nyimas Feby Ainun Namiroh 0
Nyimas Feby Ainun Namiroh 040112816210401128162108181 Dzakiyah Dzakiyah 0401128162040112816211311131 Fahira Anindita Fahira Anindita 0401128162040112816211321132 M. Khoirudin M. Khoirudin 0401128162104011281621139139 Afiyah Nabilah Afiyah Nabilah 0401128162110401128162115050 Tania Ayu Marcelina
Tania Ayu Marcelina 0401128162122040112816212255
PENDIDIKAN DOKTER UMUM PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Kata Pengantar Kata Pengantar
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
berkat rahmat-Nya rahmat-Nya penulis penulis dapat dapat menyelesaikan menyelesaikan laporan laporan tutorial tutorial ini ini dengan dengan baikbaik dan tepat waktu.
dan tepat waktu.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ziske Maritska, M. Si. Med Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ziske Maritska, M. Si. Med selaku dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah selaku dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah penulis lakukan.
penulis lakukan.
Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan dan penyusunan laporan ini.
terlibat dalam penulisan dan penyusunan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari pembaca
pembaca dengan dengan laporan laporan ini. ini. Kesempurnaan Kesempurnaan hanyalah hanyalah milik milik Tuhan Tuhan Yang Yang MahaMaha Esa, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat Esa, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dalam laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan sesama.
demi kebaikan sesama.
Palembang, 16 Agustus 2017 Palembang, 16 Agustus 2017
Tim Penulis Tim Penulis
Kata Pengantar Kata Pengantar
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
berkat rahmat-Nya rahmat-Nya penulis penulis dapat dapat menyelesaikan menyelesaikan laporan laporan tutorial tutorial ini ini dengan dengan baikbaik dan tepat waktu.
dan tepat waktu.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ziske Maritska, M. Si. Med Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ziske Maritska, M. Si. Med selaku dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah selaku dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah penulis lakukan.
penulis lakukan.
Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan dan penyusunan laporan ini.
terlibat dalam penulisan dan penyusunan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari pembaca
pembaca dengan dengan laporan laporan ini. ini. Kesempurnaan Kesempurnaan hanyalah hanyalah milik milik Tuhan Tuhan Yang Yang MahaMaha Esa, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat Esa, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dalam laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan sesama.
demi kebaikan sesama.
Palembang, 16 Agustus 2017 Palembang, 16 Agustus 2017
Tim Penulis Tim Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Kata Pengantar...
Kata Pengantar... .... 22
Daftar
Daftar Isi...Isi... ... 33
Petugas Kelompok...
Petugas Kelompok... ... 44
Skenario... 4 Skenario... 4
Klarifikasi
Klarifikasi Istilah...Istilah... ... 55
Identifikasi
Identifikasi Masalah...Masalah... . 55
Analisis Masalah...
Analisis Masalah... ... 66
Keterkaitan
Keterkaitan antar antar Masalah...Masalah... 10... 10
Learning
Learning Issue Issue ...10...10
Sintesis...
Sintesis...11...11
Kerangka
Kerangka Konsep...Konsep...36...36
Kesimpulan...
Kesimpulan...37..37
Daftar
I. Petugas Kelompok
- Tutor : dr. Ziske Maritska, M. Si. Med - Moderator : Nopiah Syari
- Sekretaris 1 : Utami Nurul Fajriyah - Sekretaris 2 : Fahira Anindita
II. Skenario
Seorang anak laki-laki A usia 9 tahun dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan nyeri perut di daerah sekitar pusar, nyeri bersifat hilang timbul dan tidak menjalar ketempat lain. Selain nyeri anak A juga mengeluh muntah-muntah dan konstipasi selama 4 hari ini. Menurut orang tuanya dari muntahan anak A keluar organisme berbentuk silindris sepanjang 10-15 cm.
Anak A berasal dari masyarakat sosial ekonomi rendah, ayah dan ibu seorang petani, sehari-hari sekeluarga terbiasa makan sayuran mentah (lalapan) tanpa dicuci. Hygienitas kurang baik terlihat dari kuku tangan dan kaki yang tidak terawat dan kotor, anak A juga sering main ditanah tanpa memakai alas kaki.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan muka terlihat pucat, BB:15 kg, tampak kurang gizi, perut membuncit, tensi 100/60, RR 28x/menit, Temperatur 37,5ºC, Nadi 120x/menit.
Pemeriksaan fisik khusus: Kepala, leher dan dada : dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen: Perut cembung tegang, bising usus menurun.
Urin : dalam batas normal
Tinja: Pada pemeriksaan dengan teknik langsung lugol dan iodin ditemukan telur berbentuk ovale, dengan 3 lapisan dinding berisi sel. Juga ditemukan telur berbentuk tong berdinding 2 lapis dengan tutup mukoid plug dikedua kutubnya. Pada pemeriksaan dengan Teknik kato katz dihitung juga jumlah telur per gram didapat intensitas infeksi berat untuk telur berdinding 3 lapis dan intensitas infeksi ringan untuk telur berdinding 2 lapis.
III. Klarifikasi Istilah
No Istilah Makna
1 Nyeri Perut Rasa sakit yang dirasakan disekitar regio umbilikal 2 Konstipasi Adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi
feses yang padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali
3 Hygienitas Adalah suatu usaha untuk pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut
berada
4 Kurang Gizi Adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan aktivitas berpikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan
5 Perut Membuncit Adalah distensi/pembesaran abdomen
6 Bising Usus Suara yang dihasilkan oleh gerak peristaltik usus
7 Diff Count Adalah perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan persentase tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit
8 Teknik
Pemeriksaan Lugol Dan Iodin
Tehnik untuk mendeteksi adanya protozoa usus dan cacing ova dan larvae dengan kandungan kristal iodin dan potasium iodine
9 Tutup Mukoid Plug Mukus yang membentuk sumbatan pada kutub telur cacing
10 Teknik Katokatz Adalah suatu pemeriksaan sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah cellophane tape yang telah direndam dalam larutan malactite green
IV. Identifikasi Masalah
No Masalah Konsen
1 Seorang anak laki-laki A usia 9 tahun dibawa orangtuanya ke puskesmas dengan nyeri perut di daerah sekitar pusar, nyeri bersifat hilang timbul dan tidak menjalar ketempat lain.
***
2 Selain nyeri anak A juga mengeluh muntah-muntah dan
konstipasi selama 4 hari ini menurut orang tuanya dari muntahan anak A keluar organisme berbentuk silindris sepanjang 10-15 cm.
****
3 Sehari-hari sekeluarga terbiasa makan sayuran mentah (lalapan) tanpa dicuci. Hygienitas kurang baik terlihat dari kuku tangan dan kaki yang tidak terawat dan kotor, anak A juga sering main ditanah tanpa memakai alas kaki.
*
4 Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan muka terlihat pucat, BB:15 kg, tampak kurang gizi, perut membuncit, tensi 100/60, RR 28x/menit, Temperatur 37,5º C, Nadi 120x/menit.
Pemeriksaan fisik khusus: Kepala, leher dan dada : dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen: Perut cembung tegang, bising usus menurun.
Pemeriksaan laboratorium:
Darah: Hb 10,5 mm/Hg ; Leukosit 11.000; Diff count: 0/8/4/50/22/4
**
berisi sel. Juga ditemukan telur berbentuk tong berdinding 2 lapis dengan tutup mukoid plug dikedua kutubnya.
6 Pada pemeriksaan dengan teknik kato katz dihitung juga jumlah telur per gram didapat intensitas infeksi berat untuk
telur berdinding 3 lapis dan intensitas infeksi ringan untuk telur berdinding 2 lapis.
**
V. Analisis Masalah
1. Seorang anak laki-laki A usia 9 tahun dibawa orangtuanya ke puskesmas dengan nyeri perut di daerah sekitar pusar, nyeri bersifat hilang timbul dan tidak menjalar ketempat lain.
a) Bagaimana topografi regio abdomen?
a. Hypocondrium dekstra ▪ hepar ▪ vesica fellea b. Epigastrium ▪ gaster ▪ hepar ▪ colon transversum ▪ pankreas c. Hypocondrium sinistra ▪ gaster
▪ hepar ▪ colon transversum ▪ limfa d. Lumbaris dextra ▪ colon ascenden ▪ hepar ▪ usus halus e. Umbilicalis ▪ usus halus ▪ pankreas ▪ colon transversum f. Lumbalis sinistra ▪ usus halus ▪ colon descendens g. Inguinalis dekstra ▪ caecum ▪ appendix vermiformis h. Hypogastrium ▪ usus halus ▪ vesica urinaria i. Inguinalis sinistra ▪ usus halus ▪ colon descedens ▪ colon sigmoideum
b) Bagaimana mekanisme nyeri perut?
Obstruksi lumen usus --> mukus terbendung --> tekanan intralumen meningkat -->aliran darah menurun (iskemik jaringan) --> ulserasi mukosa menurun --> mediator nyeri--> impuls ke sistem saraf pusat --> nyeri epigastrium
c) Mengapa nyeri bersifat hilang timbul?
Adanya sedikit cacing dewasa di usus halus tidak menghasilkan gejala, tapi bisa meningkatkan nyeri pada abdominal yang samar-samar atau intermiten colic, terutama pada anak-anak. Penyakit yang berat bisa menyebabkan malnutrisi. Penyebaran cacing dewasa bisa dihambat oleh lumen apendik atau cairan empedu dan mengalami pervorasi pada dinding usus. Komplikasi ascaraiasis bisa terjadi seperti
obstruksi usus, dan apendiksitis (Susanto, 2008). - Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intralumen).Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan hilang timbul.Fase awal gangguan pendarahan dinding usus juga berupa nyeri kolik.
Yang khas adalah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah dan gerak paksa (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Karena itulah jadi nyerinya hilang timbul, jadi saat ususnya berkontraksi itulah terasa nyeri, dan saat relaksasi nyerinya hilang
d) Mengapa nyeri tidak menjalar ketempat lain?
Karena saraf pada usus tidak bersinaps ke area lain sehingga nyerinya tidak menjalar ketempat lain. e) Apa hubungan usia dengan kondisi pasien tersebut?
Anak usia 9 tahun sistem imunnya belum begitu kuat untuk melawan parasit. Keaktifan di masa ini juga
memengaruhi semisal bermain di tanah tanpa alas kaki, dan lain-lain.
Faktor:
1. Anak-anak belum mempunyai kesadaran mengenai kesehatan dan kebersihan dirinya. Kebiasaan hidup bersih belum terbentuk secara sempurna dan mengakar pada rutinitasnya
2. Anak-anak belum mengerti konsekuensi apabila tidak menjalani hidup sehat dan bersih. Maka dari itu mereka belum merasa memiliki tanggungjawab akan kesehatannya
3. Rasa ingin tahu anak yang tinggi membuatnya tertarik untuk mencoba hal-hal baru dengan berbagai cara. Bisa dengan memegangnya, menciumnya, bahkan dimakannya.
4. Anak-anak belum bisa membedakan mana makanan yang bersih dan yang tidak layak dimakan. Diperparah dengan kebiasaan jajan di luar rumah
dengan higienitas rendah.
2. Selain nyeri anak A juga mengeluh muntah-muntah dan konstipasi selama 4 hari ini menurut orangtuanya dari muntahan anak A keluar organisme berbentuk silindris sepanjang 10-15 cm.
a) Apa faktor penyebab muntah dan konstipasi pada anak tersebut?
Pada skenario ini penyebab anak mengalami gejala tersebut karena dalam tubuh si anak sudah terinvasi oleh cacing yang di sebabkan oleh tidak menggunakan alas sepatu ketika keluar rumah, memakan lalapan mentah yang tidak dicuci terlebih dahulu. serta tidak menjaga kebersihan di lingkungannya.
b) Bagaimana mekanisme muntah?
Jika kolonisasi cacing Ascaris lumbricoides telah banyak, maka dapat terjadi distensi pada usus direspon oleh mekanoreseptor yang menghantarkan sinyal muntah ke vomiting center di medulla oblongata. Vomiting center akan menstimulasi otot diafragma untuk berkontraksi, relaksasi otot sfingter esofagus. Hal ini membuat refleks emesis dan cacing dapat keluar melalui mulut atau hidung. c) Bagaimana mekanisme konstipasi?
Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau feces. Kontraksi otot kolon akan mendorong feces ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, feces
akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap. Feces yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan, sehingga menyebabkan feces bergerak ke arah kolon
terlalu lama.
Konstipasi dapat terjadi karena beberapa sebab. Sebab primer meliputi faktor intrinsik fungsi kolon atau rektal. Sebab sekunder terkait dengan penyakit organik, penyakit sistemik atau karena pengobatan.
Pada kasus ini konstipasi dapat disebabkan karena terjadinya obstruksi oleh cacing Ascaris lumbricoides dan juga Trichuris trichiura tinggal di kolon. Obsrtuksi ini dapat menghambat peristaltik usus sehingga pergerakan makanan menuju ke kolon terelalu lama sedangkan penyerapan air terus terjadi, hal ini menyebabkan feses
d) Apakah ada hubungan muntah dengan organisme tersebut? Apabila kita identifikasi organisme berdasarkan ciri-ciri
organisme tersebut, maka didapatkan bahwa organisme tersebut termasuk ke dalam golongan nematoda yaitu Ascaris Lumbricoides. Berdasarkan daur hidupnya, A. Lumbricoides akan masuk ke lambung, apabila jumlahnya sudah sangat banyak di lambung maka saat si pasien muntah kemungkinan untuk cacing ini ikut keluar saat muntah sangat besar.
e) Bagaimana mekanisme keluarnya organisme tersebut bersama muntah? Keluarnya organisme Ascaris lumbricoides dalam bentuk dewasa saat muntah (ectopic ascariasis) disebabkan karena obstruksi usus halus (ileus) oleh cacing-cacing tersebut. Saat terjadi obstruksi yang akut pada usus halus menyebabkan aktivitas gerak peristaltik pada usus halus menurun yang ditandai dengan berkurangnya bising usus. Berkurangnya gerak peristaltik dapat berdampak juga pada konstipasi.
Adanya obstruksi pada intestinum dapat mencetuskan impuls untuk muntah ke medula oblongata melalui nervus vagus dan simpatis yang menyebabkan otot abdomen dan diafragma berkontraksi untuk mencetuskan gerakan refluks menyebabkan distensi lambung. Lalu lambung mendorong diafragma ke arah cavum thorax menyebabkan tekanan intratorakal meningkat sehingga memaksa sfingter esofagus membuka, glotis menutup, dan palatum mole menyekat nasofaring menyebabkan isi usus yang berisi cacing A. Lumbricoides keluar bersamaan dengan isi lambung.
f) Apakah jenis organisme tersebut pada kasus? Ascaris lumbricoides
g) Apa hubungan muntah dengan konstipasi?
Konstipasi menyebabkan obstruksi dan distensi.
Cacing-cacing dewasa yang yang berada didalam usus besar, usus halus yang sudah menumpuk disana menyebabkan perutnya membuncit lalu cacing mencari tempat yang kosong dan sampailah dia ke gaster terjadilah refleks mekanoreseptor mengirimkan sinyal melalui nervus vagus ke vomiting center →stimulasi muntah.
h) Bagaimana morfologi organisme yang keluar dari muntahan anak A?
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus halus. Seekor cacing betina dapat bertelur sebayak 100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebaldan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnyadapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm. Telur terdiri atas 3 lapisan dinding yaitu albuminoid, hyalin, dan lipoid. Telur yang belum dibuahi umumnyalebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan yang berbenjol-benjoldapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yangmempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-300 C. Pada kondisi ini telur tumbuhmenjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
i) Bagaimana daur hidup organisme yang keluar dari muntahan anak A?
Keterangan siklus hidup cacing gelang: (sumber pionas.pom.go.id)
1. cacing dewasa hidup di dinding usus halus. Cacing betina dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur per hari, yang keluar melalui feses.
2. Telur yang tidak dibuahi dapat tertelan namun tidak menyebabkan infeksi.
3. Telur yang dibuahi akan berembrionasi dan menjadi infektif setelah 18 hari hingga beberapa minggu, tergantung kondisi lingkungan (optimum: lembap, hangat, tanah yang teduh).
4. Telur tertelan. 5. Larva menetas.
6. Larva menuju ke paru-paru.
7. Larva masuk ke saluran pencernaan melalui sputum yang tertelan
3. Sehari-hari sekeluarga terbiasa makan sayuran mentah (lalapan) tanpa dicuci. Hygienitas kurang baik terlihat dari kuku tangan dan kaki yang tidak terawat dan kotor, Anak A juga sering main ditanah tanpa memakai alas kaki.
a) Apakah dampak sering makan sayuran mentah tanpa dicuci?
Pada sayuran mentah yang belum dicuci, terdapat berbagai macam organisme maupun telurnya yang mungkin berada pada sayuran tersebut. Jika dimakan, telurnya akan masuk dan menginvasi ke dalam tubuh dapat menyebabkan kolonisasi, infeksi, obstruksi, dan lain-lain. Dalam sayuran mentah dapat ditemukan telur Fasciola hepatica pada salada, telur Ascaris lumbricoides, telur Trichuris trichiura, telur Hookworm (Leonardo, 2015). b) Apa saja organisme yang kemungkinan dapat hidup dalam
Karena sayuran berasal dari tanah, jadi kemungkinan organisme yang dapat menempel pada sayuran adalah nematoda golongan STH (Soil Transmitted Helminths) yang dapat ditularkan melalui tanah. Adapun nematoda yang termasuk ke dalam golongan STH yaiut:
- Ascaris lumbricoides - Trichuris trichiura
- Hookworms (Necator americanus & Ancylostoma duodenale)
- Strongyloides stercoralis - Tricostongylus spp
c) Apakah hubungan kuku tangan dan kaki yang tidak terawat dan kotor serta sering main ditanah tanpa alas kaki dengan kasus?
Kita tahu bahwa banyak sekali organisme pembawa penyakit yang hidup di tanah termasuk telur cacing, apabila seseorang tidak menjaga kebersihan diri serta sering main di tanah tanpa alas kaki, maka besar sekali kemungkinan untuk telur-telur cacing tersebut masuk ke dalam tubuh yang apabila telur itu berkembang nantinya akan menimbulkan infeksi dan penyakit pada tubuh.
d) Apa saja organisme yang kemungkinan dapat menginvasi jika tidak menggunakan alas kaki?
Necator americanus Ancylostoma duodenale
Kedua parasit ini diberi nama cacing tambang (hook worm). Hospes parasit ini adalah manusia yang menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Cackng dewasa hidup di rongga usus halus dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus.
3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat hidup 7-8 hari di
tanah.
Strongyloides stercoralis
Hospes parasit ini adalah manusia; menyebabkan
strongiooidiasis. Cacing dewasa betina berbentuk filiform hidup sebagai parasit di vilus duodenumdan yeyunum. Parasit ini berkembang biak secara partenogenesis. Telur
bentuk parsitik diletakkan di mukosa usus dan menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja.
Parasit ini memiliki 3 macam daur hidup, yaitu siklus langsung dimana larva rabditiform berubah menjadi filariform sebagai bentuk infektif. Saat larva filariform
menembus kulit manusia, larva tersebut tumbuh dan masuk aliran darah vena, lalu masuk ke jantung kanan sampai ke paru dan tumbuh dewasa, lalu timbul refleks batuk, lalu parasit tertelan sampai ke usus halus dan menjadi dewasa; siklus tak langsung dimana larva rabditiform di tanah yang
kondusif berubah menjadi cacing tanah dan
e) Bagaimana cara mengedukasi keluarga anak A pada kasus tersebut?
Cuci tangan sebelum makan.
Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum makan. Kebiasaan akan terpupuk dengan baik apabila orangtua meneladani. Dengan mencuci tangan makan akan mengeliminir masuknya telur cacing ke mulut sebagai jalan masuk pertama ke tempat berkembang
biak cacing di perut kita.
Selalu memakai alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara masuknya pun beragam
macam, salah satunya adalah cacing tambang
(Necatoramericanus ataupun Ankylostomaduodenale). Kedua jenis cacing ini masuk melalui larva cacing yang
menembus kulit di kaki, yang kemudian sampai ke usus melalui saluran getah bening. Kejadian ini sering disebut sebagai Cutaneus Larva Migran. Setelah larva cacing sampai ke usus, larva ini tumbuh dewasa dan terus berkembang biak dan menghisap darah manusia. Oleh sebab akan anemia.
Gunting dan bersihkan kuku secara teratur. Kadang telur cacing terselip di antara kuku.
Peduli dengan lingkungan, maka akan dapat
memanfaatkan hasil yang baik. Jika air yang digunakan terkontaminasi dengan tinja manusia, bukan tidak
mungkin telur cacing bertahan pada kelopak-kelopak tanaman yang ditanam dan terbawa hingga ke meja makan.
Cuci sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang mengalir. Agar kotoran yang
melekat akan terbawa air yang mengalir, di samping itu nilai gizi sayuran tidak hilang jika dicuci di bawah air yang mengalir.
Hati-hati makan makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang sanitasinya buruk. Perlu dicermati juga, makanan mentah tidak selamanya
buruk. Yang harus diperhatikan adalah kebersihan bahan makanan agar makanan dapat kita makan sesegar mungkin sehingga enzim yang terkandung
4. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan muka terlihat pucat, BB:15 kg, tampak kurang gizi, perut membuncit, tensi 100/60, RR 28x/menit, Temperatur 37,5ºC, Nadi 120x/menit.
Pemeriksaan fisik khusus: Kepala, leher dan dada : dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen:Perut cembung tegang, bising usus menurun.
Pemeriksaan laboratorium:
Darah: Hb 10,5 mm/Hg; Leukosit 11.000; Diff count: 0/8/4/50/22/4
a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik umum? Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan muka terlihat pucat, BB:15 kg, tampak kurang gizi, perut membuncit,
tensi 100/60, RR 28x/menit, Temperatur 37,5ºC, Nadi 120x/menit.
Muka terlihat pucat karena suatu organisme ( trichuris trichiura)
Pada infeksi yang berat, terutama pada anak, dapat ditemukan gejala diare dan disertai dengan adanya bercak-bercak darah pada tinja. Hal ini diakibatkan oleh perekatan cacing pada usus menyebabkan usus iritasi dan radang serta terjadi perdarahan. Selain itu, cacing ini juga menghisap darah, sehingga dapat ditemukan keluhan kurang darah atau
anemia. Gejalanya berupa letih, lemah, lesu, tidak bersemangat, dan mudah pusing. Penderita
didiagnosis terkena cacing ini apabila ditemukan cacing pada pemeriksaan tinja.
Tampak kurang gizi karena suatu organisme (Ascaris Lumbricoides)
Pada infeksi yang berat, dapat terjadi gangguan penyerapan nutrisi sehingga penderita tampak
kurus dengan perut yang membuncit karena nutrisi diambil oleh cacing.
Nadi Bayi : 120-130 x/mnt Anak : 80-90 x/mnt Dewasa : 70-80 x/mnt Lansia : 60-70 x/mnt Catatan :
Takikardia (Nadi di atas normal) : Lebih dari 100 x/mnt
Bradikardia (Nadi dibawah normal) : Kurang dari 60x/mnt Tekanan Darah Bayi : 70-90/50 mmHg Anak : 80-100/60 mmHg Remaja : 90-110/66 mmHg Dewasa muda : 110-125/60-70 mmHg Dewasa tua : 130-150/80-90 mmHg Catatan :
Hipotensi : Kurang dari 90/60 mmHg
Normal : 90-120/60-80 mmHg
Pre Hipertensi : 120-140/80-90 mmHg Hipertensi Stadium 1 : 140-160/90-100 mmHg Hipertensi Stadium 2 : Lebih dari 160/100 mmHg Temperatur
Normal : 36,6oC – 37,2 oC Sub Febris : 37 oC – 38 oC Febris : 38 oC – 40 oC Hiperpireksis : 40 oC – 42 oC Hipotermi : Kurang dari 36 oC Hipertermi : Lebih dari 40 oC
Catatan :
Oral : 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
Axilla : 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral Laju Pernapasan
Bayi : 30-40 x/mnt Anak : 20-30 x/mnt Dewasa : 16-20 x/mnt Lansia : 14-16 x/mnt
b) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik khusus ?
Perut kembung tegang: tidak normal karena disebabkan oleh konstipasi (sembelit)
Bising usus menurun: tidak normal karena biasanya ter jadi pada orang yang sakit. Bising usus normal terjadi secepat
12x/menit atau paling lambat 3x/menit.
c) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
- Hb 10,5 mm/Hg (normal anak Hb 10-16 mmHg) = Anemia
- Leukosit 11.000= meningkat karena adanya inflamasi hipersensitivitas dan reaksi parasit oleh cacing-cacing tersebut (Ridley, 2012)
- Diff count 0/8/4/50/22/4 (urutan basofil/eosinofil/neutrofil batang/neutrofil segmen/limfosit/monosit. Normal: 0,4-1 / 1-3 / 0-5 /
50-65 / 25-35 / 4-6)
- Basofil turun: karena adanya reaksi alergi (hipersensitivitas). Basofil berperan dalam reaksi
alergi jangka panjang seperti asma, alergi kulit, dll.
- Eosinofil meningkat: karena adanya reaksi alergi (hipersensitivitas) dan infeksi parasit
- Neutrofil batang normal - Neutrofil segmen normal - Limfosit normal
- Monosit normal
5. Tinja: Pada pemeriksaan dengan teknik langsung lugol dan iodin ditemukan telur berbentuk ovale, dengan 3 lapisan dinding berisi sel. Juga ditemukan telur berbentuk tong berdinding 2 lapis dengan tutup mukoid plug dikedua kutubnya.
a) Bagaimana gambar dari pemeriksaan dengan teknik lugol dan iodin?
Didapatkan telur Ascaris lumbricoides berbentuk ovale dengan 3 lapisan dinding (albuminoid, hyalin, lipoid),
telur Ascaris lumbricoides
Didapatkan telur Trichuris trichiura berbentuk seperti tong, terdapat mucoid plug (polar plug) di kedua kutub dengan 2 lapisan dinding (outer shell dan inner shell).
telur Trichuris trichiura
c) Bagaimana morfologi telur yang didapat pada pemeriksaan anak A?
1. Ascaris lumbricoides
Terdiri dari 3 lapis, yaitu lapisan albuminoid, hyalin, dan lipoid.
Telur yg fertil berbentuk oval, tebal, diselubungi "mammillated coat”, biasanya terwarnai coklat keemasan. Berukuran panjang 75 µm dan lebar 50 µm.
Telur infertil biasanya lebih oval, berukuran panjang hingga 90 µm dan mempunyai
Biasanya kedua jenis telur ini di temukan pada feces yang sama,ketiadaan telur fertil manandakan bahwa hanya cacing betina yang ada di dalam usus. 2. Trichuris trichiura
Telur berbentuk seperti tempayan atau tong dengan semacam penonjolan yang jernih (mucoid plug) pada kedua kutub.
Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Telur yang dibuahi dikeluarkan bersama feces. Telur matang berisi larva dan merupan bentuk yang
infektif.
Telur berukuran panjang 50-55 µm dan lebar 22-24 µm.
d) Bagaimana morfologi dan daur hidup dari organisme tersebut?
Ascaris Lumbricoides
Morfologi. Cacing dewasa.
Cacing nematoda ini adalah cacing berukuran besar, berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjang antara 10-31cm, sedangkan cacing betina panjang badannya antara 22-35 cm. Kutikula yang halus bergaris-garis tipis menutupi seluruh permukaan badan cacing. . Ascaris lumbricoides mempunyai mulut dengan tiga buah bibir, yang terletak sebuah di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak subventral.Selain ukurannya lebih kecil daripada cacing betina, cacing jantan mempunyai ujung posterior yang runcing, dengan ekor melengkung kearah ventral. Di
ukuran panjangnya sekitar 2 mm, sedangkan di bagian ujung posterior cacing terdapat juga banyak papil- papil yang berukuran kecil.
Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical) dengan ukuran badan yang lebih besar dan lebih panjang dari pada cacing jantan dan bagian ekor yang lurus, tidak
melengkung.
Telur
.Ascaris lumbricoides mempunyai dua jenis telur, yaitu telur yang sudah dibuahi (fertilized eggs) dan telur yang belum dibuahi (unfertilized eggs). Fertilized eggs berbentuk lonjong, berukuran 45-70 mikron x35-50 mikron, mempunyai kulit telur yang tak berwarna. Kulit telur bagian luar tertutup oleh lapisan albumin yang permukaannya bergerigi (mamillation), dan berwarna coklat karena menyerap zat warna empedu. Sedangkan di bagian dalam kulit telur terdapat selubung vitelin yang tipis, tetapi kuat sehingga telur cacing Ascaris dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah.Fertilized eggs mengandung sel telur (ovum) yang tidak bersegmen, sedangkan di kedua kutub telur terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit.
Unfertilized egg (telur yang tak dibuahi) dapat ditemukan jika di dalam usus penderita hanya terdapat cacing betina saja. Telur yang tak dibuahi ini bentuknya lebih lonjong dan lebih panjang dari ukuran fertilized eggs dengan ukuran sekitar 80x 55 mikron;
telur ini tidak mempunyai rongga udara di kedua kutubnya.
Daur hidup.
Keluar bersama tinja penderita, telur cacing yang telah dibuahi jka jatuh di tanah yang lembab dan suhu yang optimal telur akan berkembang menjadi telur infektif, yang mengandung larva cacing. Pada manusia infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tanah yang mengandung tinja penderita ascariasis.Di dalam usus halus bagian atas dinding telur akan pecah kemudian larva keluar, menembus dinding usus halus dan memasuki vena porta hati. Dengan aliran darah vena, larva beredar menuju jantung, paru-paru, lalu menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi larva ini berlangsung sekitar 15 hari lamanya.Sesudah itu larva cacing merambat ke bronki, trakea dan laring, untuk selanjutnya masuk ke faring, usofagus, lalu turun ke lambung dan akhirnya sampai ke usus halus. Selanjutnya larva berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Migrasi larva cacing dalam darah yang mencapai organ paru tersebut disebut “lung migration”.Dua bulan sejak masuknya telur infektif melalui mulut, cacing betina mulai mampu bertelur. Seekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa mampu bertelur dengan jumlah produksi telurnya dapat mencapai 200.000 butir per hari.
Trichuris Trichiura
Anatomi dan morfologi.
Bentuk tubuh cacing dewasa sangat khas, mirip cambuk, dengan tiga per limaseperti tali cambuk, sedangkan dua per lima bagian tubuh posterior lebih tebal mirip pegangan cambuk. Panjang cacing jantan sekitar 4 cm sedangkan panjang cacing betina sekitar 5 cm. Ekor cacing jantan melengkung ke arah ventral, mempunyai satu spikulumretraktil yang berselubung. Badan bagian kaudal cacing betina membulat, tumpul berbentuk seperti seperti koma.
Bentuk telurTrichuris trichiura khas bentuknya, mirip biji melonyang berwarna coklat, berukuran sekitar 50x25 mikron dan mempunyai dua kutub jernih yang menonjol.
Daur hidup.
Telur cacing ini mengalami pematangan dan menjadi infektif di tanah dalam waktu 3-4 minggu lamanyaJika manusia tertelan telur cacing yang infektif, maka di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva ke luar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing telah menjadi dewasa dan cacing betina sudah mulai mampu bertelur. Trichuris trichiura dewasa dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia.e) Apa dampak apabila organisme tersebut hidup dan menetap didalam tubuh manusia?
Ascaris lumbricoides
Apabila telur infektif dalam jumlah besar tertelan, larvanya dapat menyebabkan reaksi jaringan yang intensif dalam paru paru dengan tanda sesak nafas seperti asma, demam,
batuk, ronki (sindrom Loeffler).
Cacing dewasa biasanya hidup dalam rongga usus kecil, terutama di bagian atas dan tengah. Walaupun begitu,
seringkali cacing meninggalkan usus dan bermigrasi ke organ-organ lain dan dapat menimbulkan kematian.
Sering dilaporkan terjadi invasi ke duktus biliaris dan umbai cacing. Dapat menimbulkan keluhan seperti serangan batu empedu dengan keluhan rasa sakit yang hebat dan kolik di daerah epigastrium apabila cacing bermigrasi ke dalam duktus biliaris.
Pada kasus migrasi dari Ascaris lumbricoides ke dalam duktus biliaris, seringkali cacing keluar masuk melalui ampula Vateri/sfingter Oddi. Banyak terjadi kasus nekrosis pankreas akut atau pankreatitis kronik oleh karena migrasi
cacing ke dalam duktus pankreatikus.
Cacing kadang-kadang bermigrasi dari tempat hidupnya di usus kecil bagian atas atau tengah dan dapat ditemukan di saluran empedu. Beberapa diantaranya akan mati setelah
invasi ke parenkim hati dan menyebabkan atrofi hati secara lokal atau menyeluruh. Secara histologis parenkim hati memperlihatkan sirosis hati yang kolangioloitik, tetapi jarang memperlihatkan abses hati.
Apabila cacing masuk dan meninggalkan duktus biliatis, peradangan dapat terjadi di dalam duktus biliaris dan duktus pankreatikus, dan menyebabkan pankreatitis kronik. Pankreatitis kronik juga terjadi apabila telur askaris di
dalam duktus pankreatikus membentuk tuberkel. Secara mikroskopis terlihat pelebaran duktus pankreatikus dan proliferasi dari jaringan penyambung, juga terjadi pembesaran pankreas karena hiperplasia jaringan
interstisial.
mendadak ditandai dengan gejala toksik yaitu panas yang tinggi dan gejala rangsangan meninggal, terjadi terutama pada anak-anak.
Trichuris trichiura
Infeksi ringan biasanya tanpa gejala tapi pada infeksi yang berat, dapat menyebabkan peradangan kataral dari usus, diare yang menahun, disentri, prolapsus recti, anemia, dan adakalanya tumor yang meradang di sekum.
Gejala pada usus dan otot yang disebabkan oleh cacing dewasa dan larva merupakan gejala utama. Larva sering masuk ke otak dan menyebabkan gangguan psikomotor yang berat.
f) Bagaimana prosedur melakukan teknik lugol dan iodin? Pengecatan langsung (Direct wet mount)
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi yang berat. Tetapi untuk infeksi yang ringan sulit untuk ditemukan telur-telurnya.
1) Alat dan bahan
a.Gelas obyek
b.Gelas penutup 20 mm x 20 mm
c.Lidi
d.Pensil untuk label
e.LarutanNacl 0,9% (garam faali)
f.Larutanlugol iodin
g.Mikroskop
1) Teteskan 1 tetes larutan garam faali di bagian tengah dari separo bagian kiri kaca obyek; dan 1 tetes larutan lugol iodin di bagian tengah separoh yang kanan.
2) Ambil sedikit spesimen tinja menggunakan lidi.
a)Bila tinja berbentuk padat ambil dari bagian dalam dan bagian permukaan.
b) Bila tinja berbentuk cair, ambil dari bagian permukaan cairan atau permukaan berlendir.
3) Campur spesimen tinja dengan larutan garam faali pada kaca obyek seblah kiri.
4) Ambil spesimen dan campur dengan larutan iodin pada kaca obyek seblah kanan.
5) Tutup masing-masing spesimen dan kaca penutup (sedapat mungkin hindari timbulnya gelembung udara)
6) Periksa sediaan di bawah mikroskop
a) Untuk sediaan dengan larutan garam faali gunakan lensa obyek 10 kali dan 40 kali, di mulai dari seblah pojok kiri atas.
b) Untuk sediaan dengan larutan iodin, gunakan lensa obyek 40 kali.
c) Pada pemeriksaan telur yang tidak berwarna, untuk meningkatkan kontras dapat di lakukan dengan pengurangan jumlah sinar dengan mengatur celah
kondensor atau merendahkan letak kondensor.
7) Untuk meyakinkan tidak ada lapang pandang yang terlewati, letakkan kaca obyek pada tepi lapangan pandang dan gerakkan kaca obyek melintasi microscapestage,
6. Pada pemeriksaan dengan Teknik kato katz dihitung juga jumlah telur per gram didapat intensitas infeksi berat untuk telur berdinding 3 lapis dan intensitas infeksi ringan untuk telur berdinding 2 lapis.
a) Bagaimana prosedur melakukan teknik kato katz? Bahan dan Peralatan
a). Aquadest b). Glycerin
c). Malachite green (hijau malasit) d). Gelas obyek
e). Cellophane tape (selofan), ukuran lebar 2,5 cm. f). Karton ukuran tebal 2 mm dan dilubangi dengan perforator
g). Kawat saring atau kawat kasa (wire screen). h). Pot plastik ukuran 10 – 15 cc atau kantong plastik obat.
i). Lidi atau tusuk gigi j). Kertas minyak
k). Kertas saring atau tissue l). Spidol tahan air
m). Tutup botol dari karet n). Gunting logam
o). Baskom plastik kecil p). Sabun dan deterjen
q). Handuk kecil
r). Sarung tangan karet s). Formalin 5 – 10 %
t). Mikroskop u). Formulir v). Ember
Cara Pembagian dan Pengumpulan Tinja :
a) Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot / kantong plastik sekitar 100 mg (sebesar kelereng atau ibu jari
tangan).
b) Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, sebab jika tidak telur cacing akan rusak atau menetas
menjadi larva. Jika tidak memungkinkan tinja harus diberi formalin 5-10% sampai terendam.
Metode Pemeriksaan Kato-Katz
a) Cara Membuat Larutan Kato
Yang dimaksud dengan Larutan Kato adalah cairan yang dipakai untuk merendam/memulas selofan (cellophane tape) dalam pemeriksaan tinja terhadap telur cacing menurut modifikasi teknik Kato dan Kato-Katz.
(1) Untuk membuat Larutan Kato diperlukan campuran dengan perbandingan: Aquadest 100 bagian, Glycerin 100 bagian dan Larutan malachite green 3% sebanyak 1 bagian.
(2) Timbang malachite green sebanyak 3 gram, masukkan ke dalam botol/beker glass dan tambahkan aquadest 100 cc sedikit demi sedikit lalu aduk/kocok sehingga homogen, maka akan diperoleh larutan malchite green 3%.
dan tambahkan 1 cc larutan malachite green 3%, lalu aduk sampai homogen. Maka akan didapatkan Larutan Kato 201
cc.
b) Cara merendam / memulas selofan (cellophane tape)
(1) Buatlah bingkai kayu segi empat sesuai dengan ukuran baskom plastik kecil. Contoh: Misal bingkai untuk foto
(2) Libatkan / lilitkan selofan pada bingkai tersebut.
(3) Rendamlah selama + 18 jam dalam Larutan Kato.
(4) Pada waktu akan dipakai, guntinglah selofan yang sudah direndam sepanjang 3 cm.
c) Cara Pemeriksaan Kualitatif (modifikasi teknik Kato)
Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis cacing atau per jenis cacing.
(1) Cara Membuat Preparat
(a) Pakailah sarung tangan untuk mengurangi kemungkinan infeksi berbagai penyakit.
(b) Tulislah Nomor Kode pada gelas objek dengan spidol sesuai dengan yang tertulis di pot tinja.
(c) Ambillah tinja yang sudah dengan lidi sebesar kacang hijau, dan letakkan di atas gelas obyek.
(d) Tutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan Kato, dan ratakan tinja di bawah selofan dengan tutup botol karet atau gelas obyek.
(e) Biarkan sediaan selama 20-30 menit.
(f) Periksa dengan pembesaran lemah 100 x (obyektif 10 x dan okuler 10x), bila diperlukan dapat dibesarkan 400 x
(obyektif 40 x dan okuler 10 x).
(g) Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.
(2) Cara Menghitung Prevalensi
(a) Prevalensi Seluruh Cacing =
Jumlah specimen positif telur minimal 1 jenis cacing x 100%
Jumlah specimen yang diperiksa
(b) Prevalensi Cacing Gelang
Jumlah specimen positif telur cacing gelang x 100% Jumlah specimen yang diperiksa
(c) Prevalensi Cacing Cambuk
Jumlah specimen positif telur cacing cambuk x 100% Jumlah specimen yang diperiksa
Jumlah specimen yang diperiksa
d) Cara Pemeriksaan Kuantitatif
Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas infeksi atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja (EPG) pada setiap jenis cacing.
(1) Cara Membuat Preparat
(a) Saringlah tinja menggunakan kawat saring.
(b) Letakkan karton yang berlubang di atas slide kemudian masukkan tinja yang sudah di saring pada lubang tersebut.
(c) Ambillah karton berlubang tersebut dan tutuplah tinja dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan Kato.
(d) Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan kurang lebih sediaan selama 20 – 30 menit.
(e) Periksa di bawah mikroskop dan hitung jumlah telur yang ada pada sediaan tersebut.
(2) Cara Menghitung Telur
Hasil pemeriksaan tinja secara kuantitatif merupakan intensitas infeksi, yaitu jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram/EPG) tiap jenis cacing.
(a) Intensitas Cacing Gelang = Jumlah telur cacing gelang x 1000/R
Jumlah specimen positif telur Cacing Gelang
(b) Intensitas Cacing Cambuk = Jumlah telur cacing cambuk x 1000/R
Jumlah specimen positif telur Cacing Cambuk
(c) Intensitas Cacing Tambang = Jumlah telur cacing tambang x 1000/R
Jumlah specimen positif telur Cacing Tambang
Ket : R = berat tinja sesuai ukuran lubang karton (mg).
Untuk program cacingan adalah 40 mg
b) Apa makna intensitas infeksi berat untuk telur berdinding 3 lapis dan intensitas infeksi ringan untuk telur berdinding 2 lapis?
- Infeksi berat untuk telur dinding 3 lapis (cacing ascaris) karena pada pemeriksaan kato katz didapatkan telur lebih dari 50,000
-Infeksi ringan untuk telur dinding 2 lapis ( trichuris trihiura) karena didapatkan telur kira-kira 1 sampai 999. c) Bagaimana tatalaksana yang dilakukan terhadap anak A?
Penangaan
Penanganan penyakit kecacingan harus disertai dengan tindakan pencegahan penyebaran infeksi terutama di lingkungan keluarga. Jika salah seorang anggota keluarga dicurigai terinfeksi cacing, maka disarankan dilakukan terapi non obat berikut:
hangat, jangan diaduk karena dapat menyebarkan telur cacing ke udara.
Pastikan ruangan mendapat cahaya matahari yang cukup, karena telur cacing dapat rusak oleh cahaya matahari.
Pastikan anggota keluarga yang dicurigai terinfeksi cacing melakukan mandi pagi, membersihkan bagian rektum pada saat mandi, dan tidak mandi dalam bath tub.
Gunakan disinfektan pada toilet duduk selama masa pengobatan.
Bersihkan dengan penyedot debu (vacuum cleaner) atau pel dengan air (jangan gunakan sapu) daerah sekitar tempat tidur dan seluruh kamar tidur.
Bersihkan kuku dengan menyikat hingga bersih dan gunting kuku secara rutin. Cuci tangan secara berkala terutama sebelum makan dan setelah ke kamar mandi.
Pengobatan penyakit kecacingan dapat berbeda-beda tergantung jenis cacing yang menyebabkan penyakit. Infeksi cacing pita memerlukan terapi dengan golongan obat keras yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Berikut adalah beberapa bahan aktif obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit kecacingan. Bahan aktif ini bisa terdapat dalam berbagai merek
dagang.
MEBENDAZOL
Mebendazol digunakan untuk mengobati infeksi cacing kremi, cacing tambang ,cacing gelang, dan cacing cambuk. Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak di
bawah usia 2 tahun. Namun pada kehamilan di bawah 3 bulan, mebendazol tidak menimbulkan efek buruk.
Aturan pakai
Untuk infeksi cacing kremi, dosis sebesar 100 mg dosis tunggal untuk dewasa dan anak di atas 2 tahun. Jika terjadi infeksi kembali, ulangi dosis yang sama 2 minggu
kemudian.
PIRANTEL PAMOAT
Pirantel pamoat, atau nama lainnya yaitu pirantel
embonat, digunakan untuk mengobati infeksi cacing kremi, cacing gelan, cacing tambang, cacig cambuk. Adanya
anggota keluarga yang terinfeksi juga merupakan pertanda infeksi pada anggota keluarga yang lain. Untuk itu
dianjurkan pemberian pirantel pamoat pada seluruh anggota keluarga untuk memusnahkan telur dan cacing serta mencegah infeksi berulang. Penggunaan pada wanita
hamil dan anak di bawah 2 tahun harus berhati-hati.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah penggunaan pirantel pamoat antara lain hilang nafsu
makan, kejang perut, mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, rasa mengantuk, sukar tidur, dan merah-merah pada kulit
Untuk infeksi cacing cambuk:
Dosis 10 mg/Kg BB diminum sebagai dosis tunggal. Berdasarkan berat badan menjadi sebagai berikut:
Dosis 1000 mg untuk dewasa dengan berat badan di atas 75 kg,
Dosis 750 mg untuk anak di atas 12 tahun dengan berat badan 41-75 kg,
22-41 kg,
Dosis 250 mg untuk anak 2-6 tahun dengan berat badan 12-22 kg,
Dosis 125 mg untuk anak 6 bulan – 2 tahun berat badan di bawah 12 kg.
Selain penanganan melalui obat, operasi terbuka untuk mengeluarkan cacing Ascaris lumbricoides juga diperlukan untuk mengatasi obstruksi usus halus.
d) Bagaimana cara pencegahannya? - Mencuci tangan sebelum makan
- Gunakan selalu alas kaki ketika berpergian - Mencuci tangan sebelum makan
- Cuci sayur-mayur & buah-buahan mentah dengan air mengalir
- Menutup makanan agar terhindar dari lalat - Hindari jajan makanan sembarangan
- Anjurkan anggota keluarga dan minumlah obat cacing minimal setiap 4 bulan sekali
- Pilihlah obat cacing yang dapat membunuh semua jenis cacing terutama cacing cambuk.
- Mandi setiap hari minimal 2 kali sehari.
- Mencuci tangan yang bersih menggunakan sabun terutama setelah buang air besar.
- Hindari kebiasaan menggigit-gigit kuku. VI. Keterkaitan Antar Masalah
Main di tanah (tangan kotor)
VII. Learning Issue
No Learning Issue What I Know What I Don’t Know What I Have To Prove How I Learn
dan
dan jenisnya jenisnya dan dan diagnosa diagnosa BookdanBookdan Internet Internet 2
2 Muntah Muntah dandan Konstipasi Konstipasi
Pengertian
Pengertian Mekanisme Mekanisme Dampak Dampak Jurnal, Jurnal, TextText Bookdan Bookdan Internet Internet 3
3 Pemeriksaan Pemeriksaan Jenisnya Jenisnya Alat Alat dandan Bahan Bahan Cara Cara melakukannya melakukannya Jurnal, Text Jurnal, Text Bookdan Bookdan Internet Internet 4
4 Tatalaksana Tatalaksana Obat Obat yangyang digunakan digunakan
Dosis
Dosis Cara Cara kerja kerja obat obat Jurnal, Jurnal, TextText Bookdan Bookdan Internet Internet
VIII.
VIII. SintesisSintesis 1.
1. Nematoda STHNematoda STH
A.
A. ASCARIS LUMBRICOIDESASCARIS LUMBRICOIDES
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan nama cacing gelang dan lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan nama cacing gelang dan yang penularannya dengan perantara tanah (Soil Transmitted yang penularannya dengan perantara tanah (Soil Transmitted Helmints). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis. Helmints). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis. 1)
1) EpidemiologiEpidemiologi
Infeksi ascariasis pada umumnya terjadi di negara beriklim tropis Infeksi ascariasis pada umumnya terjadi di negara beriklim tropis dan ditemukan paling banyak pada lingkungan dengan sanitasi dan dan ditemukan paling banyak pada lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga higienitas yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan kontaminasi tanah oleh tinja di sekitar halaman menimbulkan kontaminasi tanah oleh tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan
pembuangan sampah. sampah. Di Di Indonesia Indonesia prevalensinya prevalensinya cukup cukup tinggitinggi terutama pada anak golongan umur 5-9 tahun dengan frekuensi terutama pada anak golongan umur 5-9 tahun dengan frekuensi 60-90%.
90%. 2)
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus halus. Seekor cacing betina Stadium dewasa hidup dirongga usus halus. Seekor cacing betina dapat bertelur sebayak 100.000-200.000 butir perhari, dimana dapat bertelur sebayak 100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.
Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebaldan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat yang tebaldan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnyadapat mencapai 75 μm dan lebarnya keemasan, ukuran panjangnyadapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm. Telur terdiri atas 3 lapisan dinding yaitu albuminoi 50 μm. Telur terdiri atas 3 lapisan dinding yaitu albuminoid,d, hyalin, dan lipoid. Telur yang belum dibuahi umumnyalebih oval hyalin, dan lipoid. Telur yang belum dibuahi umumnyalebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan yang dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan yang berbenjol-benjoldapat ter
berbenjol-benjoldapat terlihat lihat jelas jelas dan kadang-kadang dan kadang-kadang tidak tidak dapatdapat dilihat.
dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat
kondisi ini telur tumbuhmenjadi bentuk
kondisi ini telur tumbuhmenjadi bentuk yang infektif (mengandungyang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
larva) dalam waktu 2-3 minggu. 3)
3) Daur HidupDaur Hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, kemudian mengikuti aliran darah k limfe, lalu dialirkan kejantung, kemudian mengikuti aliran darah k ee paru.
paru. Larva Larva di di paru paru menembus menembus dinding dinding pembuluh pembuluh darah, darah, lalulalu dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke trakea dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsanganpada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan rangsanganpada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalamesophagus, lalu menuju usus halus. Di larva akan tertelan ke dalamesophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa.Sejak telur matang usus halus berubah manjadi cacing dewasa.Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kuranglebih 2 (dua) bulan.
kuranglebih 2 (dua) bulan.
4)
4) Patologi dan Gejala KlinisPatologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya
terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti (1990) mengemukakanbahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampumengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari haltersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacingdalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang gizi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsisehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacingini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
5) Diagnosa
Cara menegakkan diagnosa penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja. Parasites Load Ascaris lumbricoides untuk infeksiringan adalah 1-4.999 Telur per Gram Tinja (EPG), untuk infeksisedang adalah 5.000-49.999 EPG, dan untuk infeksi berat adalah ≥50.000 EPG.
6) Pencegahan
- Menghindari bermain di tanah yang terkontaminasi oleh feces melalui tangan saat sedang makan.
- Mengingatkan anak bahwa mencuci tanagn itu penting untuk mencegah terjainya infeksi.
- Mencuci, mengupas, atau memasak makanan sayuran dan buahan mentah sebelum dimakan, terutama yang telah diberi pupuk kotoran.
- Menggunakan alas kaki saat berjalan atau bermain di tanah.
B. TRICHURIS TRICHIURA
Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini juga cacing tambang dan hanya sedikit di bawah askariasis. Cacing jantan panjangnya 30 sampai 45 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar, cacing betina panjangnya 35 sampai 50 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul. Telur T. trichiura berukuran lebih kurang 50 kali 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi ovum kemudian berkembang menjadi larva setelah 10 sampai 14 hari.
Kelembaban tanah dan kelembaban udara juga dapat mempengaruhi perkembangan dan kelangsungan hidup dari telur dan larva. Kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan telur dan pada kelembaban yang rendah sebagian telur T. trichiuratidak akan membentuk embrio.
Penyebaran T. trichiura melalui transmisi faeco-oral. Telur yang dibuahi akan menjadi infektif di tanah selama 10 sampai 14 hari. Tertelannya telur yang dibuahi akan menyebabkan terjadinya infeksi. Kemudian di duodenum larva akan menetas, menembus dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Siklus ini berlangsung selama lebih kurang 3 bulan; cacing dewasa akan hidup selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan menghasilkan 20 000 telur setiap harinya. Cacing dewasa jarang ditemukan di dalam tinja karena melekat pada dinding usus besar (Garcia & Bruckner, 1996). Bagian kepala cacing ini terbenam dalam mukosa dinding usus sedangkan ujung posteriornya lebih tebal dan terletak bebas di lumen usus besar (Eisenberg, 1983; Faust & Russel, 1965; Garcia & Bruckner, 1996; Hunter et al., 1976; Schmidt et al., 2005).
1. Epidemiologi
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan
terhadap perkembangan T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura
merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Perbedaan
menggambarkan perbedaan sanitasi atau densitas populasi, tingkat pendidikan, serta perbedaan sosioekonomi yang juga berperan penting. Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi T. trichiura. Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk dan higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi. Pendidikan higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi tersebut. Tumpukan sampah dan penyediaan makanan jajanan di lingkungan sekolah juga menjelaskan tingginya prevalensi.
2. Morfologi
Gambar 129
.
Bagan cacingTrichuris tri chiura
(a)cacing betina (b) cacing jantan (c) telura. anus e. esofagus h. kepala i. usus o. ovarium p. penutup s. spikulum t. testis u. uterus v. vulva
Bentuk seperti cambuk berwarna merah muda. Bagian anteriortubuh adalah langsing panjangnya 3/5 dari panjang seluruh tubuhberisi esophagus yang sempit dan bagian posterior tebal gemukdengan
panjang 2/5 panjang seluruh tubuh berisi usus dan seperangkatalat reproduksi.
Cacing jantan berukuran 300-45 mm denganbagian ekor kaudal melingkar dan satu spikulum. Cacing betinaberukuran 35-50 mm dan ujung posteriornya lurus berujung tumpul. Telur berukuran 50-54 mikron x 32mikron bentuk seperti tempayan dengan penonjolan yang jernih padakedua kutub, berdinding tebal dan berisi larva. Kulit telur
telur bagianluar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih.
3. Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di usus besar. Di rongga usus ini cacingjantan dan betina kopulasi sehingga cacing betina bertelur kemudiantelur keluar bersama tinja. Cacing betina bisa menghasilkan telurantara 3000-10.000 butir setiap hari. Telur ini berisi sel telur dalamtinja segar/berisi larva dalam tinja 3-6 minggu untuk menjadi telurmatang. Telur ini berkembang baik pada tanah liat kelembaban yang
sesuai pada suhu optimum 30◦C, Cara infeksinya langsung bila secara
kebetulan hospes menelantelur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke usus
halus. Di dalam usus dapat menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa cacing turun ke usus bagiandistal dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Cacing ini tidak
punya siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampaicacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
4. Gejala Klinis
Bagaimana mekanisme pasti bagaimana T. trichiura menimbulkan kelainan pada manusia belum diketahui, tetapi paling tidak ada dua proses yang berperan yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik. Trauma (kerusakan) pada dinding usus terjadi oleh karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap di daerah sekum. Pada infeksi yang ringan,
kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit tetapi dengan masuknya bagian kepala cacing dewasa ke mukosa usus dan menghisap darah,
terjadi iritasi dan peradangan mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan mudah terinfeksi bakteri atau parasit lain seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia coli. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya respons imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal, akan tetapi peran imunitas seluler tidak terlihat. Gejala ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai prolapsus rekti.
Infeksi STH diketahui dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia defisiensi besi. Penelitian di Zanzibar menunjukkan hubungan antara infeksi cacing dengan pertumbuhan yaitu didapati peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak
terinfeksi. Kurangnya nutrisi dan infeksi parasit umum mempunyai ritme yang berhubungan dengan usia. Kekurangan nutrisi biasanya lebih berat pada anak yang lebih kecil, dan suplementasi makanan lebih berhasil pada anak usia kurang dari 2 tahun.
5. Diagnosis
Infeksi T. trichiura ditegakkan dengan menjumpai telur dalam feses ataupun cacing dewasa pada feses. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel feses dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram feses.
Infeksi dapat tidak terdeteksi jika menggunakan metode diagnosis yang kurang sensitif, seperti hapusan tipis tinja direk, dan jika konsentrasi telur di feses terlalu rendah. Pada suatu studi di Bangladesh, terdapat 8% infeksi T. trichiura yang tidak terdeteksi ketika didiagnosis menggunakan metode sedimentasi eter dibandingkan dengan diagnosis dengan memberikan obat antihelmintik yang efektif.
6. Penatalaksanaan
WHO memberikan empat daftar anthelmintik yang esensial dan aman dalam penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole, dan pyrantel pamoate. Jika diberikan secara reguler pada komunitas yang terinfeksi, obat-obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemik. Berdasarkan meta analisis dari sembilan uji plasebo-kontrol, pemberian albendazole dalam penanganan infeksi T. trichiura didapati
angka penurunan telur sebesar 0% sampai 89,7%.5
Cara pencegahan penyakit trichuriasis tidak beda jauh dengan pencegahan penyakit ascariasis caranya seperti berikut :
1. Individu
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
Mencuci sayuran yang di makan mentah
Memasak sayuran di dalam air mendidih
2. lingkungan
Menggunakan jamban ketika buang air besar
Tidak menyiram jalanan dengan air got
Dalam membeli makanan, kita harus memastikan bahwa penjual
makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan
2. Muntah dan Konstipasi A. Muntah
Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf – saraf ini menerima input dari :
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan
mual karena penyakit telinga tengah)
Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus
gastrointestinal)
Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang
Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag
refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan
oleh kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan
sensitif terhadap stimulus kimia.
Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan s entral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran
cerna dan saluran kemih. Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular
telinga tengah.
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai
muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.
B. Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali. Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari dengan a yang keras dan sulit keluar, sebaiknya dianggap konstipasi. Menurut World Gastroenterology Organization (WGO) konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%) (Devanarayana dkk., 2010). Menurut North American Society of Gastroenterology and Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Van den Berg dkk., 2007), sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal 2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per minggu, inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu, masa tinja yang keras, masa tinja teraba diabdomen, perilaku menahan defekasi, nyeri saat defekasi (Drossman dan Dumitrascu, 2006; Voskuijl dkk., 2004). 1) Epidemiologi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi