1 Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan batubara dan tandan kosong kelapa sawit dan temperature terhadap perolehan yield tar hasil co-pirolisa. Bahan volatile yang keluar, sebagian akan terkondensasi oleh kondensor menjadi tar dan sebagian lagi berupa gas-gas noncondensable. Tar ditampung pada penampung tar. Proses dihentikan apabila sudah tidak ada lagi tar maupun gas yang terbentuk. Komposisi tar hasil pirolisa dianalisa menggunakan GC-MS. Pada penelitian ini temperatur dan blending ratio sangat berpengaruh dalam perolehan yield tar. Semakin tinggi temperatur yang digunakan maka yield tar yang diperoleh juga semakin besar. Akan tetapi ada beberapa, variabel yang mengalami penurunan pada perolehan yield tar, hal ini dikarenakan adanya secondary cracking pada tar dan membentuk gas yang lebih banyak. Gas yang tidak terkondensasi lebih banyak sehingga menyebabkan perolehan tar menurun. Perolehan yield tar pada suhu 300°C dan 400°C mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya blending ratio, sedangkan pada suhu 500°C, 600°C dan 700°C mengalami penurunan seiring meningkatnya blending ratio. Perolehan yield tar tertinggi didapatkan pada blending ratio TKKS/BB : 75/25 dan pada suhu 400°C sebesar 35,34% hal ini dikarenakan ketika memasukkan feed, gas yang keluar lebih banyak sehingga menyebabkan proses kondensasi menjadi tidak sempurna.
Kata Kunci : Batubara, tandan kosong kelapa sawit, co-pirolisis
I. PENDAHULUAN
ada tahun 2011, cadangan atau sumberdaya batubara di Indonesia mencapai 120,34 miliar ton (per 1 Januari 2011) dan terus meningkat dibandingkan data tahun sebelumnya 104,76 miliar ton pada tahun 2009 (per 1 Januari 2009) dan 90,46 milliar ton pada tahun 2006 (per 1 Januari 2006). Sumber daya batubara Indonesia tersebar di beberapa wilayah yang sebagian besar berada di Sumatera dan Kalimantan. (CDI-EMR,2007; 2009; 2012).
Jumlah batubara kualitas rendah yang melimpah belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini pemanfaatan masih terbatas dalam bentuk padat (briket) dan kondisi ini tidak sesuai dengan kebutuhan mesin otomotif yang membutuhkan bahan bakar minyak. Perlu upaya untuk mengkonversi batubara menjadi bahan bakar cair melalui teknologi pencairan (liquefaction).
Pencairan batubara merupakan proses konversi batubara padat menjadi produk cair yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tinggi, melibatkan reaksi kimia yang kompleks. Salah satu produk akhir proses
ini adalah minyak yang mengandung senyawa n-alkana rantai pendek, siklopentana, sikloheksana, alkilsikloheksana, naftalena, olefin dan aromatik. Senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan sifat dengan senyawa hidrokarbon bahan bakar minyak, seperti yang diidentifikasi pada light hydrocarbon
crude oil Arjuna Basin Jawa Barat. (B. Horsfield,
1988)
Dalam pemanfaatan batubara menjadi bahan baku cair perlu upaya diversifikasi energi untuk mengkonversi batubara low rank menjadi bahan bakar cair melalui teknologi pencairan. Namun pelarut dan kondisi operasi yang digunakan masih relatif tinggi. Maka perlu upaya untuk memaksimalkan yield dengan substitusi bahan lain yang lebih efektif, murah dan dapat diperbaharui.
Dibandingkan dengan residual petroleum, plastic waste, polimer dan lain-lain, biomassa merupakan sumber energi yang terbarukan (renewable energy) dan lebih ramah terhadap lingkungan ketika diproduksi menjadi energi. Biomassa mengandung lebih sedikit sulfur jika dibandingkan dengan batubara. Limbah biomassa yang umum digunakan dalam bidang energi adalah limbah pangan (jerami gandum, tandan kosong sawit, batang tebu, dll), limbah perhutanan, dan tanaman energi (ditanam khusus sebagai bahan bakar). Pirolisis merupakan salah satu proses untuk mencairkan batubara. Kebutuhan akan teknologi yang lebih ramah lingkungan merupakan latar belakang utama pemanfaatan teknologi pirolisis.
Pirolisis itu sendiri adalah proses dekomposisi kimia batubara dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya oksigen, sehingga dihasilkan char, gas dan tar. Proses pirolisis sangat sederhana dan apabila melibatkan lebih dari satu feedstock disebut co-pirolisis. Tar adalah hasil pirolisis baik batubara maupun biomassa yang berupa liquid berwarna cokelat sampai kehitam-hitaman dan merupakan campuran yang kompleks terdiri dari senyawa alifatik, aromatik, alicyclic, dan heterocyclic yang berpotensi sebagai fuel oil ataupun bahan baku kimia industri (speight, 2013).
Teknologi pirolisis diajukan karena sistem pembakaran ini dilangsungkan tanpa melibatkan oksigen dari atmosfer. Dengan demikian jumlah CO2 yang terbentuk sangat kecil dibandingkan dengan pembakaran terbuka. Di samping kemampuan untuk menekan jumlah CO2 yang terbentuk, teknologi pirolisis juga menawarkan sejumlah keuntungan lain yaitu bisa menghasilkan seperti arang yang berkualitas, produksi asap cair, dan produksi tar yang yang
Co-Pirolisis Batubara Kualitas Rendah (Low Rank) dan
Tandan Kosong Kelapa Sawit
M. Fikri, Bragas Prakasa, H.M. Rachiemoellah, Siti Zullaikah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: prof_rachimoellah@yahoo.com
2 berpotensi memiliki nilai ekonomis tinggi. (Serdar Yaman, 2004).
Sehingga perlu dilakukan co-pirolisis antara batubara dan biomassa. Dalam hal ini batubara kualitas rendah (Low Rank) dan tandan kosong kelapa sawit untuk mendapatkan tar atau produk liquid yang dapat diformulasikan sebagai bahan bakar cair.
II. METODOLOGI PENELITIAN II.1 Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah batubara, tandan kosong kelapa sawit. Batubara yang digunakan adalah tipe Low Rank Coal dari Kelurahan Batuah KM.32 Samarinda Seberang. Tandan Kosong Kelapa Sawit diperoleh dari perkebunan kelapa sawit yang terletak di Kelurahan Babulu, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Gas pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nitrogen (N2) yang berasal dari PT Ginta Prima. Bahan baku discreening lolos 8 mesh dan dioven terlebih dahulu selama 1,5 jam pada temperatur 105oC.
Tabel 1 Hasil Analisa Proksimat
Parameter Analisa Proksimat Sample Batubara TKKS % Moisture 9,69 5,20 % Ash 7,32 16,00 % Volatile Matter 44,91 60,67 % Fixed Carbon 38,08 18,06
II.2 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 variabel, yaitu tetap, berubah dan respon yang terdapat pada tabel 1 – 3 dibawah ini.
Tabel 2 Variabel Tetap
No. Variabel Keterangan
1. Basis Bahan Baku 200 gr 2. Rate Gas N2 Konstan 3. Ukuran Partikel Lolos 8 mesh 4. Waktu Operasi 1 jam Tabel 3 Variabel Berubah
No. Variabel Keterangan
1. Blending Rasio 100/0, 75/25, 50/50, 25/75 dan 0/100 2. Temperatur 300 °C, 400°C, 500°C, 600°C, dan 700°C Tabel 4 Variabel Respon
No. Variabel Keterangan
1. Yield Liquid Tar % II.3 Prosedur Penelitian
Langkah pertama adalah memanaskan reaktor pada suhu variabel yang diinginkan dan menginjeksikan nitrogen secara konstan. Sambil
menunggu reaktor mencapai suhu, kami menyiapkan batubara dan tkks yang telah discreening dan ditimbang sesuai blending rasio. Setelah itu mencampurkan batubara dan tkks. Setelah reaktor mencapai suhu variabel yang diinginkan kemudian memasukkan feed ke dalam reaktor pirolisis dan kemudian menutupnya pipa feed hopper hingga rapat. Setelah feed dimasukkan, suhu reaktor turun dan diperlukan waktu sekitar 10 menit untuk menaikkan suhu hingga konstan. Setelah itu proses pirolisis dijalankan selama 1 jam. Selama proses pirolisis berjalan, bahan volatile teruapkan dalam bentuk gas melalui pipa output menuju kondensor dan terjadi proses kondensasi. Gas yang terkondensasi berubah menjadi produk liquid tar yang tertampung pada erlenmeyer, sedangkan gas non condensable dibiarkan keluar. Untuk skema peralatan co pirolisis terlihat pada gambar 1.
Gambar 1 Skema Peralatan Co-Pirolisis
II.4 Analisa dan Perhitungan Yield Liquid Tar
Menganalisa komposisi liquid tar dalam proses pirolisis batubara dan tandan kosong kelapa sawit ini dianalisa dengan menggunakan GC-MS.
Menghitung yield liquid tar dengan menggunakan rumus :
Yield liquid tar (%) = Massa liquid tar
Massa bahan baku x 100% III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
III.1 Pengaruh Temperatur Terhadap Perolehan Yield Produk Hasil Pirolisis
(a) 3 2 6 1 5 7 4 8
3 (b)
(c)
Grafik 1 Produk Hasil Pirolisis Batubara dan Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk : (a) Yield
Char, (b) Yield Liquid dan (c)Yield Gas Pada gambar 1.a terlihat bahwa fase solid atau
char mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu reaksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk (2007) dan Dong K.P dkk (2010). Char yang menurun menunjukan bahwa bahan baku terdekomposisi lebih banyak seiiring dengan meningkatnya suhu. Char dari batubara yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 148,26 g (73,69% ) pada suhu reaksi 300 oC, dan terus menurun mencapai 87,68 g (43,47%) pada suhu reaksi 700 oC. Begitu pula Char dari TKKS mengalami penurunan dari 90,32 gr (44,87%) pada suhu 300 oC dan terus menurun menjadi 55,2gr (26,65%) pada suhu 700 oC.
Yield produk liquid dapat dilihat pada gambar 1.b yield liquid dari batubara sebesar 16,32 % diperoleh pada suhu reaksi 300 oC dan meningkat menjadi 18,26 % dan 26,62 % pada suhu 400 dan 500 oC. Ketika suhu reaksi terus dinaikan mencapai suhu 600 oC yield produk gas menurun menjadi 13,87%. Dan naik kembali menjadi 26,68% pada suhu 700 oC. Sementara yield liquid dari TKKS sebesar 35,78 % diperoleh pada suhu reaksi 300 C dan menurun menjadi 29,5 % pada suhu 400 oC. Ketika suhu reaksi terus dinaikan mencapai suhu 500 C yield liquid naik kembali menjadi 40,81% , dan 41,96% pada suhu 600 oC. Yield liquid kembali sedikit turun pada suhu 700 oC sebesar 39,59%.
Pada Gambar 1.c dapat dilihat yield gas dari batubara sebesar 9,99 % diperoleh pada suhu reaksi 300 oC dan terus meningkat menjadi 37,73 pada suhu 600 oC. Ketika suhu dinaikan mencapai suhu 700 oC, yield produk gas menurun menjadi 29,85%. Sementara yield gas dari TKKS sebesar 19,36 % diperoleh pada
suhu reaksi 300 C dan meningkat menjadi 27,21 % pada suhu 400 oC. Ketika suhu reaksi terus dinaikan mencapai suhu 500 oC yield produk gas menurun menjadi 21,75% dan naik kembali menjadi 33,76% pada suhu 700 oC. Hal ini sesuai pula dengan penelitian zhang dkk(2007) bahwa dengan semakin meningkatnya suhu reaksi maka perolehan gas batubara dan biomassa
legum straw juga meningkat dengan yield gas batubara
dan biomassa tertinggi berturut-turut sekitar 15% dan 60% pada suhu 700 oC
III.2 Pengaruh Blending Rasio Terhadap Perolehan Yield Produk Hasil Co-Pirolisis
Grafik 2. Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Yield pada Temperatur 300oC
Dari Grafik 2 dan 3 dapat dilihat perolehan yield char menurun seiring dengan meningkatnya
blending ratio. Sehingga yield produk volatile semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perolehan gas yang meningkat seiring dengan bertambahnya blending ratio. Adapun perolehan liquid meningkat seiiring dengan meningkatnya blending ratio pada suhu di bawah 500 oC, dan menurun ketika suhu reaksi dinaikkan.
Pada Grafik 2 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 23,80% dan terus meningkat mencapai 27,82%. Untuk perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 56, 56% dan terus menurun mencapai 38,00%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 19,64% dan mencapai yield maksimal sebesar 37,22% dan kembali turun menjadi 34,18%.
Grafik 3 Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Yield pada Temperatur 400oC
Pada Grafik 3 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 16,07% dan terus meningkat mencapai 35,34%. Untuk perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 55,76% dan terus
4 menurun mencapai 43,41%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 28,17% dan terun menurun mencapai 21,25%.
Grafik 4. Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Yield pada Temperatur 500oC
Dari Grafik 4-6 dapat dilihat bahwa, trend perolehan tar dan char semakin menurun sedangkan untuk trend perolehan gas semakin meningkat. Hal ini disebabkan gas yang tidak terkondensasi lebih banyak. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh uzun dkk (2006) dan Dong K.P (2010) yang menyatakan bahwa pada suhu reaksi diatas 500oC cenderung terjadi dekomposisi sekunder dan cracking terhadap tar sehingga perolehan yield gas semakin meningkat.
Pada Grafik 4 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 26,89% dan terus menurun mencapai 12,39%. Untuk perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 46,81% dan terus menurun mencapai 35,42%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 26,13% dan terus meningkat mencapai 52,19%.
Grafik 5. Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Yield pada Temperatur 600oC
Pada Grafik 5 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 29,78% dan terus menurun mencapai 19,77%. Untuk perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 44,33% dan mencapai yield maksimal, yaitu sebesar 45,79% dan kembali turun menjadi 33,83%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 25,88% dan terus meningkat mencapai 46,44%.
Grafik 6 Efek Blending Rasio terhadap Perolehan Yield pada Temperatur 700oC
Pada Grafik 6 dapat dilihat bahwa, yield liquid tar yang diperoleh pada akhir reaksi sebesar 30,69% dan terus menurun mencapai 19,19%. Untuk perolehan yield char pada akhir reaksi sebesar 45,05% dan menurun hingga 40,69% dan kembali naik menjadi 41,76%. Sedangkan untuk perolehan yield gas pada akhir reaksi sebesar 24,26% dan terus meningkat mencapai 39,05%. Hasil char yang menurun ini sesuai dengan penilitian Zhang dkk(2007) dan Dong K.P dkk(2010), sedangkan meningkatnya perolehan yield gas dan liquid ini sesuai dengan penelitian uzun dkk (2006) dan Dong K.P dkk(2010).
III.3 Identifikasi Senyawa Produk Liquid
Produk liquid hasil pirolisis dianalisa menggunakan GC-MS. Produk yang larut chlorofom diidentifikasi dengan hasil sebagaimana ditunjukkan pada tabel 5, 6 dan 7.
Tabel 5 Identifikasi Produk Liquid Hasil Pirolisis Batubara 100% pada suhu 700oC
5 Tabel 6
Identifikasi Produk Liquid Hasil Pirolisis TKKS 100% pada suhu 700oC
Tabel 7
Identifikasi Produk Liquid Hasil Co-Pirolisis Blending Batubara : TKKS 75:25 pada suhu 700oC
6 Tabel 7
Identifikasi Produk Liquid Hasil Co-Pirolisis Blending Batubara : TKKS 75:25 pada suhu 700oC (lanjutan)
Berdasarkan Tabel 5-7 dapat dilihat perbandingan antara senyawa tar yang diperoleh pada batubara 100%, TKKS 100% dan batubara:TKKS 75:25. Dengan penambahan TKKS terhadap batubara terjadi perbedaan komposisi, dimana senyawa phenol, benzen derivative dan polycyclic aromatic hidrocarbon berkurang.
Namun senyawa asam dan ester mengalami kenaikan sebesar 50,15%. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jones, J.M, dkk (2005) senyawa aromatis berkurang namun senyawa phenol mengalami kenaikan. Sehingga dengan adanya penambahan biomassa TKKS secara keseluruhan dapat mengurangi perolehan senyawa aromatis.
Berkurangnya senyawa aromatik dikarenakan supply hidrogen dari biomassa yang berlebih yang terhidrogenasi menjadi senyawa lain seperti cyclo hidrida.(Wei,Li dan Zhang Li, 2011)
IV. KOMPOSISI KIMIA PRODUK LIQUID IV.1 Gas Chromatography – Mass Spectrofotometry
Komposisi senyawa produk liquid yang teridentifikasi oleh GC-MS diantaranya adalah senyawa alkana, alkena, benzen derivative, asam dan ester, dan policyclic aromatik hidrokarbon. Produk liquid tar ini juga memiliki kesamaan pada rantai karbon yang dimiliki minyak diesel yaitu antara C10-C20. Senyawa-senyawa produk liquid yang
teridentifikasi oleh GC-MS dapat dimanfaatkan sesuai kegunaannya masing-masing.
Senyawa alkana dapat digunakan sebagai “petroleum based oil”. Senyawa asam dan ester dapat digunakan sebagai bahan baku emulsifier atau oiling
agents pada makanan, spin finishes dan tekstil, pelumas
pada plastik, cat dan ink additives, surfaktan dan bahan baku parfum. Benzen derivative dapat digunakan sebagai pelarut pada industri kimia. Aldehid dapat digunakan sebagai bahan baku resin dan obat-obatan pada farmasi. Keton dapat digunakan sebagai bahan baku parfum, cat dan stabilizer serta digunakan sebagai pelarut. Policyclic Aromatik Hidrokarbon seperti Naphtalene dapat digunakan sebagai zat additive.
V. KESIMPULAN
Perolehan yield tar pada suhu 300°C dan 400°C mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya blending ratio, sedangkan pada suhu 500°C, 600°C dan 700°C mengalami penurunan seiring meningkatnya blending ratio.
Perolehan yield tar tertinggi didapatkan pada blending ratio TKKS/BB : 75/25 dan pada suhu 400°C sebesar 35,34% hal ini dikarenakan ketika memasukkan feed, gas yang keluar lebih banyak sehingga menyebabkan proses kondensasi menjadi tidak sempurna.
VI. DAFTAR PUSTAKA
ASTM International. "ASTM D 3172 – 89 Standard Test Method for Proximate Analysis of Coal and Coke." In ASTM. 2002
Dong, Kyoo. Park., Sang, Done. Kim., See, Hoon. Lee., and Jae, Goo. Lee., 2010, Co-pyrolysis
characteristic of sawdust and coal blend in TGA and a fixed bed reactor, Republic of Korea
H. Haykri-Acma, S. Yaman., 2009, Interaction
Between biomass and different rank coals during co-pyrolysis, Istanbul-Turkey
Horsfield, B., Yordy, K. L., and Crelling, J. C., 1988,
Org. Geochem., 13, 121-129
J.M. Jones, M.Kubachi, K.Kubica, A.B. Ross, A. Williams., 2005, Devolatilisation characteristics
of coal and biomass blends, Poland
PUSDATIN ESDM, 2007, 2009, 2012., Handbook of
Centre for Data and Information Energy and Mineral Resources (CDI-EMR), Indonesia
Speight, James G. The Chemistry and Technology of
Coal. 3rd Edition. Boca Raton, Florida: CRC
Press, 2013
Weiland, Nathan. T., Means, Nicholas. C., and Ryan M. Soncini., 2013, Co-pyrolysis of low rank coals
and biomass : Product distribution, United States.
WEI Li-gang, ZHANG Li, XU Shao-ping., 2006,
Co-pyrolysis of biomass and coal in a free-fall reactor, China
WEI Li-gang, ZHANG Li, XU Shao-ping., 2011,
Effects of feedstock on co-pyrolysis of biomass and coal in a free-fall reactor, China