• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKAJIAN KONSEP VENDOR MANAGED INVENTORY SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM ADVANCED PAYMENT PADA DISTRIBUSI BBM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGKAJIAN KONSEP VENDOR MANAGED INVENTORY SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM ADVANCED PAYMENT PADA DISTRIBUSI BBM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-1

PENGKAJIAN KONSEP VENDOR MANAGED INVENTORY SEBAGAI

ALTERNATIF SISTEM ADVANCED PAYMENT PADA DISTRIBUSI

BBM

Yardinal1) dan Ahmad Rusdiansyah2)

1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Cokroaminoto No.12A Surabaya 60264, Indonesia email : aldi_st@yahoo.com

Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK

Sistem distribusi BBM retail yang dilakukan dengan pola cash advanced atau prepayment , dimana SPBU harus melakukan pembayaran ke Bank persepsi sebagai dasar pembuatan order sebagai dasar pengiriman truk tangki (pull system). Pola ini menyebabkan terjadinya variabilitas demand harian yang cukup tinggi, yang lalu membentuk bullwhip effect dan berdampak negatif bagi keseluruhan sistem rantai pasok seperti utilisasi truk tangki yang rendah, disatu waktu atau sebaliknya diperlukan tambahan truk tangki pada saat order tinggi dan stok out BBM di SPBU. Pendekatan konsep vendor managed inventory (VMI) digunakan untuk mengatasi permasalahan ini sebagai bentuk koordinatif sistem rantai pasok antara Terminal BBM Surabaya Group dengan SPBU-SPBU yang disuplainya (push system). Pada penelitian ini dilakukan perhitungan safety stock, reorder Point pada masing-masing SPBU dan penentuan jumlah order harian dengan alat bantu berbasis spreadsheet. Hasil studi komparasi sistem distribusi antara pola cash advanced dengan VMI pada parameter biaya persediaan menunjukkan penurunan sebesar Rp. 5,02 Milyar selain itu pendekatan VMI juga menurunkan variabilitas order dari nilai standar deviasi 1788,9 menjadi 140,6.

Kata kunci : Variabilitas Order, Bullwhip Effect, Cash Advance, Vendor Managed Inventory¸ Safety Stock, Reorder Point

PENDAHULUAN

  Proses distribusi BBM ke SPBU diawali oleh adanya pembayaran sejumlah pesanan pembelian (Sales Order) oleh SPBU via Bank persepsi untuk selanjutnya akan diubah oleh sistem menjadi Delivery Order yang menjadi dasar rencana pengiriman (dispatching) pada hari berikutnya. Mekanisme ini umumnya dikenal dengan Cash Advance atau Prepayment. Dari data historis terdapat variabilitas demand dalam satu minggu yang membentuk fenomena Bullwhip Effect dimana rata-rata demand pada hari minggu dan senin lebih rendah daripada hari lainnya, sebaliknya rata-rata demand pada hari sabtu dan selasa demand selalu lebih tinggi, seperti digambarkan pada grafik dalam gambar 1. dibawah ini.

(2)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-2

Gambar 1. Grafik Variabilitas Demand Harian

Hal ini dapat dijelaskan karena system prepayment menutut SPBU memiliki modal kerja untuk mengorder BBM. Situasi pada saat bank tidak beroperasi seperti hari jumat (akhir pekan) maka SPBU dituntut memiliki modal kerja lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan 3 hari kedepan sekaligus yaitu Sabtu, Minggu dan Senin. Sebagian besar SPBU yang tidak memiliki modal akan mengalami penurunan inventory (stock) akibat tidak adanya supply BBM (replenishment). Di sisi lain terdapat peningkatan order yang signifikan pada hari Selasa akibat aksi stock built-up ataupun kecendrungan SPBU untuk memperbesar order (shortage gaming) sebagai respon minimnya inventory sehari sebelumnya.

Dapat diketahui variabilitas demand (order) yang membentuk Bullwhip Effect ini akan menimbulkan inefesiensi pada pengelolaan transportasi (fleet management) yang terbagi atas dua jenis sebagai berikut; (1) Adanya kondisi kelebihan kapasitas (excess capacity) truk tangki pada saat jumlah demand yang lebih rendah dibanding total kapasitas angkut truk tangki.(2) Diperlukannya tambahan anggaran guna membiayai tambahan penggunaan truk tangki, baik dengan sistem spot charter maupun sistem tarif ongkos angkut.

Sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah dalam menekan variabilitas demand BBM dari SPBU, pada penelitian ini akan dibahas mekanisme Vendor Managed Inventory untuk membantu perencanaan pengiriman di Terminal BBM. Secara khusus obyek penelitian ini adalah Terminal BBM Surabaya Group. Adapun tujuan dilakukannya penelitian tugas akhir ini adalah menyusun dan mengembangkan alat bantu untuk menentukan pasokan BBM ke SPBU dengan konsep Vendor Managed Inventory untuk menekan Bullwhip Effect. Vendor Managed Inventory (VMI) adalah sistem manajemen persediaan dan permintaan yang lebih koordinatif dan terintegrasi. Pada sistem ini pembeli tidak lagi memutuskan apa, kapan dan berapa barang yang akan dipesan, melaikan hanya memberikan informasi permintaan dari pelanggan akhir. Dengan mengetahui informasi tersebut pemasok (vendor) akan menentukan sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke perusahaan pembeli. Levy et al (2008) menjelaskan bahwa pada sistem VMI, pemasok memutuskan tingkat persediaan yang layak secara ekonomis untuk menjamin service level tertentu yang ditetapkan pembeli (retailer). Secara gradual tingkat persediaan di retailer akan menurun dan berdampak adanya efisiensi biaya. Hal ini terjadi karena tingkat visibilitas yang semakin baik dalam sistem rantai pasok, konsep ini dikenal dengan retailer-supplier partnership. Untuk menjamin keberlangsungan model VMI berjalan dengan baik diperlukan infrastruktur dan sistem informasi dan komunikasi yang baik sehingga arus informasi dari ke dua arah pembeli dan vendor dapat berjalan secara real time (Pujawan, 2010).

Average  8546 KL

(3)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-3 METODA

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap pengumpulan data dan evaluasi sistem distribusi eksisting, tahap formulasi dan pembuatan model berbasis spreadsheet, Tahap verifikasi dan analisa. Tahap penelitian pendahuluan merupakan proses identifikasi dan perumusan masalah, studi literatur dilakukan untuk memberikan pendekatan akademis terhadap pemecahan masalah, studi lapangan untuk pendalaman terhadap objek yang akan diteliti dan wawancara serta tukar pikiran dengan para para expertise untuk memperkaya pemahaman terhadap masalah.

Pengumpulan data diperlukan dalam rangka analisa kuantitatif dan evaluasi agar dapat diketahui apakah metode yang akan dikembangkan dapat merepresentasikan penyelesaian masalah secara komprehensif. Adapun data yang dibutuhkan dalam pengembangan model antara lain :

1. Gambaran umum sistem pemesanan dan pendistribusian BBM eksisting. 2. Data jumlah, sales volume, kapasitas tangki pendam, jarak tempuh. 3. Data jumlah, jenis dan spesifikasi Truk Tangki.

4. Data biaya sewa truk tangki dan biaya tarif ongkos angkut.

5. Data komponen biaya penyimpanan inventory pada setiap SPBU dan biaya distribusi produk

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data terkait utilisasi armada truk tangki, komposisi biaya dalam sistem distribusi, service level sehingga didapat informasi awal untuk perbaikan. Pada tahapan formulasi pembuatan model ini didasarkan pada situasi deterministik dimana permintaan maupun pasokan dianggap pasti, disamping Lead time juga belum dipertimbangkan dalam perhitungan. Pada kondisi ketidakpastian perusahaan memerlukan persediaan pengaman (buffer/safety stock) untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan (Pujawan, 2010). Oleh karenanya waktu pemesanan kembali atau disebut Reorder Point (ROP) suatu produk harus mempertimbangkan ketidakpastian tersebut dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ROP = Dselama lead time x Safety Stock ………...(1) ROP = D x l+ Safety Stock (SS) ………...(2) Dimana, D = Demand dan l = Lead time

Safety stock berfungsi untuk melindungi kesalahan dalam memprediksi demand selama lead time. Nilai Z diterjemahkan dari kebijaksanaan manajemen terkait dengan service level pada aktivitas supply chain, dengan demikian service level dan demikian safety stock dapat dirumuskan sebagai :

Service Level = 1 - Probabilitas (shortage) ………. (3)

SS = Z x ………. (4)

………(5)

Dimana, d = rerata permintaan, Sl = standar deviasi lead time, l = rerata lead time dan Sd = standar deviasi permintaan. Selanjutnya dilakukan formulasi dari variable-variabel yang ada pada objek penelitian kedalam model matematis dengan pendekatan Vendor Managed Inventory dan kemudian dikembangkan berdasarkan konstrain-konstrain yang ada agar model tersebut dapat merepresentasikan kondisi distribusi BBM yang sebenarnya.

Tahap verifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur yang dijalankan oleh model spreadsheet telah memberikan output sesuai dengan yang diharapkan .Uji verifikasi ini dilakukan dengan mengimplementasikan model pada kondisi riil dengan skala tertentu. Jika

(4)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-4

program sudah menjalankan prosedur sesuai dengan yang diharapkan, maka model dapat dikatakan verified, sehingga dapat diimplementasikan pada kasus dengan skala operasi yang sebenarnnya. Tahap terakhir dimana dilakukan analisa terhadap hasil dari running komputasi dan interpretasi terhadap output keluaran untuk kemudian dibuat kesimpulan mengenai keseluruhan penelitian dengan mengacu pada tujuan penelitian. Sedangkan saran yang diberikan oleh peneliti dapat berupa ide bagi peneliti selanjutnya ataupun usulan tindakan perbaikan bagi perusahaan agar hasil optimasi dapat sepenuhnya dilaksanakan dan memberikan kontribusi.

HASIL & PEMBAHASAN

Konsep VMI menuntut vendor mempunyai kemampuan untuk mengelola persediaan produk yang dimiliki oleh customer. Dalam konteks SPBU diperlukan peralatan pengukuran cairan BBM secara elektronis dan terpasang secara permanen pada tangki pendam SPBU. Selanjutnya data-data dari setiap SPBU tersebut secara real time ditransfer ke Terminal BBM melalui akses komunikasi yang umum tersedia seperti jaringan telepon, koneksi internet, seluler ataupun jaringan satelit. Dalam sistem VMI delivery order dapat langsung dibuat oleh Terminal BBM selaku vendor sebagai output dari hasil evaluasi persediaan di SPBU. Setelah proses pengisian BBM di loading bay dilakukan dan truk tangki berangkat melakukan pengiriman, maka sistem ERP Pertamina yang terhubung dengan bank persepsi akan melakukan billing kepada rekening SPBU untuk kemudian dilakukan proses automated debet guna pembayaran produk. Gambaran keseluruhan dari konsep ini dapat dilihat pada gambar 2. dibawah ini

.

Pengembangan simulasi model distribusi dan persediaan BBM ke SPBU dengan konsep VMI diikuti dengan perhitungan parameter-parameter yang akan digunakan sebagai penentu kebijakan persediaan berupa Service Level yang optimal (SL), penentuan titik pemesanan kembali atau Reorder Point (ROP), dan penentuan persediaan penyangga atau

(5)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-5

Safety Stock (SS). Dari evaluasi data pengiriman dapat diketahui standar deviasi lead time (Sl) sebesar 0,713 dan ditetapkan sama untuk setiap SPBU. Penentuan safety stock (SS) dengan pemilihan nilai service level sebesar 95 % (Z = 1,645) yang merupakan perimbangan antara probabilitas terjadinya stock out dengan biaya persediaan. Contoh perhitungan safety stock dan reorder point BBM jenis Premium dan Solar untuk keseluruhan SPBU dalam bentuk tabulasi ditampilkan sebagai berikut :

Tahap berikutnya adalah pembuatan simulasi model distribusi dan persediaan. Simulasi dibuat dengan periode review selama 24 jam atau 1 hari dengan horizon waktu selama 30 hari. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah data yang representatif pada saat analisa komparasi dengan initial data yang digunakan adalah data aktual persediaan BBM di SPBU pada nggal 01 September 2013.Penentuan jumlah order yang akan disuplai untuk setiap SPBU sebagai fungsi tujuan dari simulasi ini dibatasi oleh ordo pengiriman dengan kelipatan 8 KL, sesuai dengan kapasitas kompartemen truk tangki

Penentuan service level dapat ditentukan dari perbandingan rata harian tingkat persediaan hasil simulasi VMI dengan tingkat persediaan dan service level dari sistem eksisting. Tujuan dari perbandingan adalah mendapatkan penurunan tingkat persediaan pada

Tabel 3 Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU Tabel 1. Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU

Sales  rate  (KL) Sales  Std.Dev  (Kl) Sdl Safety  Stock  (KL) ROP  (KL) Sales  rate  (KL) Sales  Std.Dev  (KL) Sdl Safety  Stock  (KL) ROP  (KL) 1 5160165 0.10 21.30 1.02 15.19 24.99 27.17 4.68 0.44 3.34 5.49 5.97 2 5160166 0.09 15.61 0.99 11.14 18.32 19.76 7.96 1.39 5.69 9.36 10.10 3 5160177 0.10 22.16 1.18 15.81 26.00 28.19 3.99 0.60 2.85 4.69 5.08 4 5164120 0.20 4.60 0.89 3.30 5.44 6.37 3.07 1.25 2.26 3.71 4.34 …. …. …. …. …. …. …. …. …. …. …. …. 394 5460102 0.10 22.77 0.26 16.23 26.70 28.97 3.32 1.00 2.39 3.93 4.26 NO.SPBU Lead  time  (Day) Premium Solar No

(6)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-6

service level minimal sama dengan kondisi eksisting. Tabel 4. dibawah menunjukkan tingkat persediaan pada beberapa service level.

Tabel 4. Perbandingan Tingkat Persediaan Pada Service Level

90% 92% 95% 97% 99%

Premium 21.05 22.39 25.06 27.76 32.80 29.08 Service Level 91.90%

Solar 11.21 11.78 12.87 14.01 16.14 17.16 Service Level 95.03 %

Produk Persediaan Pada Service Level (KL) Sistem Eksisting (KL)

Gambar 3. dibawah akan lebih menjelaskan titik optimal service level baik pada Premium maupun Solar terkait dengan penurunan tingkat persediaan.

Gambar 3 Tingkat persediaan Premium pada beberapa service level

Dari data rekapitulasi order harian pada simulasi VMI diketahui rata-rata order Premium sebesar 6254 KL dengan standar deviasi 82,3 dan Solar 2607 KL dengan standar deviasi 83,3. Apabila dibandingkan dengan order rate sistem distribusi eksisting dengan rata-rata order Premium 5598 KL dengan standar deviasi sebesar 1117,4 dan solar 2919 KL dengan standar deviasi 789,9 dengan demikian dapat ditarik kesimpulan simulasi VMI menghasilkan order dengan variabilitas yang lebih kecil

Tabel 5. Perbandingan Order dan Tingkat Persediaan

Average  (KL) Std.Dev  (KL) Average  (KL) % High  Inv % Norm  Inv % Min  Inv %  Shortage Eksisting Premium 5598 1117.4 29.08 27% 31% 34% 8% Solar 2919 789.9 17.16 50% 20% 26% 4% Total 8517 1788.9 VMI Premium 6254 82.3 22.39 30% 70% 0% 0% Solar 2607 83.3 12.87 2% 98% 0% 0% Total 8860 140.6 Order Tingkat Persediaan Premium Solar

(7)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-7

Dengan mengacu persentase unit cost secara best practise bisnis retail BBM persentase holding cost ditetapkan sebesar 19 % dari harga produk BBM yaitu sebesar Rp. 1235 /ltr untuk Premium dan Rp. 1045 /ltr untuk Solar. Dari perhitungan pada tabel 6. diatas, nilai biaya persediaan BBM untuk keseluruhan SPBU pada sistem eksisting sebesar Rp. 21.215.324.000 Sedangkan pada sistem VMI biaya persediaan BBM keseluruhan SPBU turun menjadi Rp. 16.193.715.200 Dengan demikian terdapat penurunan total biaya persediaan BBM di SPBU sebesar Rp. 5.021.608.800

Data rata-rata order (pasokan) yang dihasilkan oleh simulasi VMI pada tabel 5 dengan nilai rata-rata order harian sebesar 8860 KL dengan standar deviasi 140,6 menunjukkan adanya penurunan variabilitas order harian bila dibandingkan dengan sistem distribusi eksisting dengan rata-rata order harian sebesar 8517 KL dan standar deviasi 1788,9. Hal ini menunjukkan bahwa hasil simulasi VMI dapat menekan timbulnya Bullwhip Effect akibat peningkatan variabilitas order. Perbandingan variabilitas order dari dua sistem distribusi tersebut tersaji pada Grafik dalam gambar 4. dibawah ini

Tabel 6. Komparasi Inventory Holding Cost

Premium Solar Premium Solar

Harga produk Rp 6500 5500 6500 5500 Rerata Persediaan KL 29.08 17.16 22.39 12.87 Jumlah SPBU Unit 394 394 394 394 Unit Cost %  Cost of money 7.5% 487.5 412.5 487.5 412.5  Storage space 5.0% 325.0 275.0 325.0 275.0  Loss 0.5% 32.5 27.5 32.5 27.5  Handling 2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0  Administration  2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0  Insurance 2.0% 130.0 110.0 130.0 110.0 Total 19.0% 1235.0 1045.0 1235.0 1045.0 Cost per unit SPBU Rp       35,913,800         17,932,200       27,651,650         13,449,150 Cost All SPBU Rp   14,150,037,200   7,065,286,800   10,894,750,100   5,298,965,100 Cost All SPBU (Total)  Rp Reduction (saving) Rp       5,021,608,800 Sistem Eksisting Simulasi VMI 21,215,324,000              16,193,715,200

(8)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-8

Gambar 4. Perbandingan Variabilitas Order

KESIMPULAN & SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil simulasi menunjukkan konsep VMI dapat meminimalisir terjadinya Bullwhip Effect dibuktikan dengan penurunan variabilitas jumlah pasokan (order) dari nilai standar deviasi sistem distribusi eksisting (cash advanced) sebesar 1788,9 menjadi 140,6

2. Hasil komparasi antara simulasi VMI dengan sistem distribusi eksisting dari sisi tingkat persediaan dan biaya persediaan setahun BBM di SPBU menunjukkan penurunan dari sebelumnya 29,08 KL untuk Premium dan 17,16 KL untuk Solar dengan total biaya persediaan sebesar Rp. 21.212.072.976 menjadi 22,39 KL untuk Premium dan 12,87 KL untuk Solar dengan total biaya persediaan sebesar Rp. 16.193.715.200 Sehingga terjadi penurunan biaya persediaan sebesar Rp. 5.021.608.800.

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, diberikan saran-saran untuk pengembangan penelitian sejenis dan bagi perusahaan yang menjadi objek penelitian, antara lain sebagai berikut :

1. Hasil pengembangan konsep Vendor Managed Inventory ini dapat dipadukan dengan simulasi Inventory Routing Problem dalam menentukan penjadwalan pengiriman truk tangki yang lebih akurat dan optimal.

2. Hasil pengembangan model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif peningkatan efisiensi dalam sistem distribusi BBM sektor retail.

3. Diperlukan pengembangan infrastruktur dan pengintegrasian sistem informasi antara SPBU dengan Terminal BBM untuk meningkatkan koordinasi dalam sistem rantai pasok BBM sektor retail secara keseluruhan di PT.Pertamina (Persero). Secara prinsip biaya pengembangan tersebut dapat dialokasikan dari penghematan biaya distribusi penerapan konsep Vendor Managed Inventory.

DAFTAR PUSTAKA

Ballou,Ronald H (2004). Business Logistic Supply Chain Management, USA : Prentice Hall International, Inc.

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Eksisting 6062 10684 9008 9298 8222 10262 6290 VMI 8755 8932 8794 8878 8834 8563 8872 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Vo lum e  (KL) Perbandingan Variabilitas Order

(9)

ISBN : 978-602-70604-0-1

A-44-9

Chopra, S. dan Meindl, P. (2001), Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operations, London : Prentice Hall.

Fuel Retail Marketing (2007), Panduan SPBU Pasti Pas, PT.Pertamina (Persero)

Ghiani, Giani. Laporte, Gilbert dan Roberto Musmanno, (2004). Introduction to Logistic Systems Planning & Control, West Sussex, England : John Wiley & Sons Ltd.

Hidayat, Agriananta Vahmi (2012). Pengendalian Persediaan Material dengan Pendekatan Continous Review (s,S), Studi Kasus ; PT.PLN Persero APJ Gersik, Tesis, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Hillier, Frederick S. dan Lieberman, Geral (2010). Introduction to Operations Research, New York : McGraw-Hill

Hollstrom, Jan. (1998). Implementing Vendor Managed Inventory The Efficient Way : A Case Study Partnership In Supply Chain, ProQuest Science Journals, third quarter ; 39, 3.

Lee, Ching C. dan Chu Wai H.J. (2005). Who Should Control in a Supply Chain, Eropean Journal of Operational Research, 164 pp 158 – 172.

Simchi-Levy, David. Dan Kaminsky Philip. (2008). Designing and Managing The Supply Chain : Concepts, Strtegies and Case Studies, New York : Mc Graw-Hill

Nurwidiana (2008), Pengembangan Model Dan Algoritma Common Replenishment Epoch Untuk Koordinasi Rantai Pasok Dengan Mempertimbangkan Kelayakan Konsolidasi Pengiriman, Skripsi, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Prostiyono, Bayu (2011). Optimasi Pendistribusian BBM untuk Wilayah Sulawesi Tengah, Utara dan Gorontalo Menggunakan Multi Moda Transportasi dengan Simulated Annealing, Tesis, Jakarta, Universitas Indonesia.

Pujawan, I. N. dan E.R, Mahendrawati (2010). Supply Chain Management. Surabaya : Guna Widya

Rusdiansyah, Ahmad, dan Tsao, De-bi (2004), ‘An Integrated Model Of The Periodic Delivery Problems For Vending-Machine Supply Chains’, Journal of Food Engineering, 70, pp. 421–434.

Soewartini, Sudarmo (2007) Analisis Distorsi Informasi dan Bullwhip Effect pada Supply Chain ; Studi Kasus PT.Sinar Sosro Pabrik Gersik, Tesis, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Tersine, J. Richard (1994).Principls of Iventory and Material Management. Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-Hall.

Waters, Donald (2003). Inventory Control and Management. West Sussex, England : John Wiley & Sons Ltd

Gambar

Gambar 1. Grafik Variabilitas Demand Harian
Gambar 2. Konsep VMI Dalam Proses Distribusi BBM
Tabel 3 Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU  Tabel 1. Perhitungan Safety Stock & Reorder Point Tiap SPBU
Gambar 3. dibawah akan lebih menjelaskan titik optimal service level baik pada Premium  maupun Solar terkait dengan penurunan tingkat persediaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui exercise Half Semont Manuver lebih baik dari exercise Brandt-doroff Manuver dalam menggurangi keluhan vertigo pada gangguan fungsi Vestibular Posterior

Kalau dia melayani anggota lebih baik maka anggota juga akan melayani umat atau orang yang harus dilayani dengan lebih baik pula.. Dalam konteks kongregasi itu berarti

sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan karena dengan ketepatan produksi yang baik akan menun- jang kelancaran produksi perusahaan, sehingga dapat memaksimalkan laba

Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui dalam pendapatan komprehensif lainnya dan diakumulasi di ekuitas sebagai revaluasi investasi aset

Apabila sebuah buku membahas suatu subyek yang belum atau tidak terdapat nomor kelasnya dalam bagan DDC, golongkan buku itu pada nomor kelas yang paling dekat dengan subyek itu

Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal

Kandungan thiamin pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, keragaan hemositologi, dan respon imun non-spesifik benih ikan kerapu bebek.. Diperlukan

Bagaimanapun struktur dari file data mentahnya, maka data dalam Data Editor SPSS harus dibentuk dalam bentuk baris (cases) dan kolom (variables). Case berisi informasi untuk satu