Oleh: Muhyiddin*
Abstrak
Di Indonesia terdapat berbagai macam sistem hisab awal bulan yang berkembang dewasa ini. Satu di antaranya adalah Badi’at al-Misal. Sistem ini muncul pada awal perkembangan ilmu hisab di Indonesia. Lagi pula ia menggunakan angka Hindi dan Jumali di samping memakai rubu’ sebagai alat bantu perhitungannya, sehingga ia merupakan hisab awal bulan yang cu-kup klasik dan unik.
Tulisan ini memaparkan langkah dan cara perhitungan awal bulan Qamariyah menurut sistem Badi’at al-Misal dengan maksud agar dapat diketahui pemformulasian rumusan matematis goneometri dari cara perhitungan dengan rubu’ serta dapat diketahui tingkat akurasi data astronomi yang digunakan serta hasil perhitungan yang dilakukan.
Key words: hisab, Badi’at al-Misal, klasik, astronomi A. Pendahuluan
Penetapan awal bulan Qamariyah, khususnya tanggal satu Syawal merupakan suatu hal yang senantiasa cukup menarik per-hatian bagi setiap orang, terutama kalau diprediksikan akan terjadi perbedaan penetapannya. Dengan adanya perbedaan itu akan mem-bawa dampak pada ritual keagamaan maupun ukhwah Islamiyah, di samping dampak pada aspek sosial, budaya, maupun ekonomi pada umumnya.
Perbedaan penetapan awal bulan Syawal yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1992, 1993, 1994, 1998, dan 2002 M. ternyata banyak hal mempengaruhinya, yang di antaranya adalah perbedaan sistem hisab yang dipakai sebagai acuannya, di samping berbeda dasar yang digunakan untuk menetapkannya, yakni antara hisab dan rukyat.
Di antara buku-buku hisab awal bulan yang berkembang di Indonesia antara lain:
a. Astronomical Algorithms; oleh Jean Meeus
b. Badi’at al-Misal; oleh Makshum bin Ali, Jombang. c. Ephemeris Hisab Rukyat; oleh Departemen Agama RI.
d. Fathur Ra’uf al-Mannan; oleh Abu Hamdan Abdul Jalil, Kudus. e. Hisab Awal Bulan; oleh Sa’adoe’ddin Djambek, Jakarta.
f. Hisab Urfi dan Hakiki; oleh K. R. T Wardan, Yogyakarta. g. Ittifaq Dzat al-Bain; oleh K. M. Zubair; Gresik
h. Khulashat al-Wafiyah; oleh Zubair Umar al-Jailani, Salatiga. i. Manahij al-Hamidiyah; oleh Abdul Hamid Mursiy
j. Matla’ as-Sa’id; oleh Husain Za’id, Mesir. k. New Comb; oleh LAMY, Yogyakarta.
l. Nurul Anwar; oleh Noor Ahmad SS, Jepara..
m. Qawa’id al-Falakiyah; oleh Abdul Fatah at-Thuhi, Mesir.
n. Sullamun Nayyirain; oleh Muh.Mansur bin Abdul Hamid, Jakarta. o. Risalat al-Qamarain; oleh K. H.. Nawawi, Kediri
Buku-buku hisab awal bulan di atas pada umumnya memuat data astronomi yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel, baik dengan menggunakan angka Arab, angka Hindi dan bahkan angka Jumali. Kemudian untuk menyelesaikan perhitungan, ada yang cukup den-gan cara penjumlahan, penguranden-gan, perkalian, dan pembagian se-cara manual saja, namun ada pula yang menggunakan alat bantu hi-tung. Alat bantu yang digunakan pun ada yang berupa rubu’, daftar logaritma, dan kalkulator.
B. Badi’at al-Misal
Dengan memperhatikan waktu penulisan, angka yang digunakan, serta alat hitung yang dipakainya maka buku Badi’at al-Misal karya Muhammad Maksum bin Ali (w. Kamis, 15 Ramadan 1351 H atau 1 Januari 1933 M) merupakan buku hisab awal bulan yang cukup klasik dan unik.
Badi’at al-Misal, lengkapnya “Badi`at al-Misal fi Hisab as-Sinin wa al-Hilal” dikatakan klasik dan unik karena buku hisab ini
berkem-an) di pondok-pondok pesantren daerah Jawa Timur, serta data as-tronomi disajikan dengan angka Arab dan angka Jumali, serta perhi-tungannya menggunakan alat hitung rubu’ mujayyab.
Buku Badi’at al-Misal memuat :
a. Hisab urfi untuk kalender Islam, Masehi, Yahudi, dan Cina. b. Hisab hakiki awal bulan.
c. Data astronomi gerak rata-rata matahari dan bulan, yakni wasat matahari, khoshoh matahari, wasat bulan, khoshoh bulan, dan uqdah bu-lan untuk :
1. Setiap akhir tahun-tahun majmu’ah (30 tahunan) mulai tahun 1230 s.d. 1710 H.
2. Setiap akhir tahun-tahun mabsuthah (1 s.d. 30 tahun)
3. Setiap akhir bulan-bulan Qamariyah (Muharram s.d. Dzulhi-jjah).
4. Setiap hari selama 30 hari. 5. Setiap jam selama 24 jam. 6. Setiap menit selama 60 menit.
d. Beberapa koreksi gerak matahari dan bulan.
Data astronomis disajikan dalam bentuk tabel-tabel dengan angka Arab dan Jumali dalam satuan buruj, derajat, menit, dan detik. Untuk tanda positif digunakan tanda sama dengan (=), sedang untuk negatif digunakan tanda minus (–) .
Data yang disajikan dengan markas (epoch) kota Jombang (Bujur Tempat = 112° 15’) pada jam 12 siang waktu istiwa’.
1. Proses Perhitungan Awal Bulan
Secara garis besar, Badi’at al-Misal melakukan hisab hakiki awal bulan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung gerak rata-rata matahari dan bulan, yakni untuk wa-sat matahari, khoshoh matahari, wawa-sat bulan, khoshoh bulan, dan uqdah bulan pada waktu terbenam matahari (gurub menurut waktu istiwa’) untuk suatu tempat pada menjelang awal bulan Qamari-yah.
b. Menghitung thul matahari dan thul bulan.
d. Menghitung irtifa’ (ketinggian) hilal.
e. Menghitung arah terbenam matahari dan bulan.
f. Menghitung samtu al-irtifa’ (arah hilal ketika matahari terbenam) g. Menghitung muktsu al-hilal (lama hilal di atas ufuk)
h. Menghitung nur al-hilal (lebar cahaya hilal) a. Gerak Rata-rata Matahari dan Bulan
1). Menentukan awal bulan (Qamariyah) apa dan tahun (Hijriyah) berapa yang akan dihitung, serta menentukan untuk lokasi atau kota mana. Kemudian dilacak data lokasi yang bersangkutan, yakni Lintang Tempat (LT) dan Bujur Tempat (BT)-nya.
2). Menghitung waktu matahari terbenam (gurub) untuk lokasi yang bersangkutan menurut waktu istiwa’ pada hari ke-29 menjelang bulan yang bersangkutan.
3). Mengambil data wasat matahari, khoshoh matahari, wasat bulan, kho-shoh bulan, dan uqdah bulan dari daftar yang tersedia untuk tahun tam (1 tahun yang lewat), bulan tam (1 bulan yang lewat), hari ke-29 (kadang-kadang ke-28 atau ke-30), jam dan menit (waktu gu-rub Matahari) kemudian data tersebut dijumlahkan.
4). Hasil penjumlahan ini adalah gerak rata-rata matahari dan bulan pada waktu gurub matahari untuk Jombang (BT = 112° 15’). Se-hingga apabila dikehendaki perhitungan untuk selain Jombang maka harus dilakukan koreksi terhadap data gerak matahari dan bulan senilai selisih waktu antara Jombang dengan lokasi yang dikehendaki itu atau SFT yakni (112° 15’ – BT)/15). Untuk lo-kasi di sebelah barat Jombang ditambahkan, sedang untuk lolo-kasi di timurnya dikurangkan.
5). Mengambil daqa’iq at-tafawut (DT = perata waktu) dari daftar berdasarkan hasil penjumlahan wasat matahari setelah dikoreksi selama SFT. Perhatikan tanda positif (=) dan negatifnya (–). 6). Menghitung gerak Matahari dan bulan selama waktu DT tsb. 7). Gerak matahari dan bulan selama waktu DT tersebut untuk
mengoreksi (menambah atau mengurangi) hasil penjumlahan di atas menurut tanda yang ada pada DT yakni tanda “sama den-gan” (=) adalah tambah dan tanda “minus” (–) adalah kurang.
8). Hasil koreksian inilah gerak rata-rata matahari dan bulan, yakni wasat matahari (WS), khoshoh matahari (KM), wasat bulan (WB), khoshoh bulan (KB), dan uqdah bulan (UB) pada waktu gurub matahari (wasatiy) untuk lokasi yang telah ditentukan tadi.
b. Thul Matahari (TM) dan Thul Bulan (TB)
1). Mengambil beberapa koreksi atau ta’dil, yaitu : a. Ta’dil matahari ( Td.Mt )
b. Ta’dil pertama bulan ( T1 )
c. Ta’dil khoshoh bulan ( T. Khos) d. Ta’dil uqdah bulan (T.Uqd ) e. Sabak Matahari (Sbk.Mt )
Diambil dari daftar berdasarkan khoshoh matahari (KM) 2). Menghitung thul matahari (TM) dengan rumus :
TM = WM + Td. Mt
3). Mengambil ta’dil kedua bulan (T2) dan sabak bulan kedua (Sbk2)
dari daftar berdasarkan 2 (WB–TM) – KB
4). Mengambil ta’dil ketiga bulan (T3) dan sabak pertama (Sbk1) dari
daftar berdasarkan KB’
KB’ = KB + T1 + T2 + T.Khos
5). Menghitung wasat bulan mu’addal (WB’) dengan rumus : WB’ = WB + T1 + T2 + T3
6). Mengambil ta’dil keempat bulan (T4) dan sabak ketiga bulan
(Sbk3) dari daftar berdasarkan WB’ – TM
7). Mengambil ta’dil kelima bulan (T5) dari daftar berdasarkan hishotu
urdl (HU), HU dihitung dengan rumus : HU = WB’ + T4 + UB + T.Uqd
8). Menghitung thul bulan (TB) dengan rumus : TB = WB’ + T4 + T5
c. Menghitung Ijtima’
1). Menghitung bu’dun naiyyirain (BN) dengan rumus : BN = TM – TB
2). Menghitung sabak bulan (SB) dengan rumus : SB = (Sbk1 + Sbk2 + Sbk3) – Sbk.Mt
TIjt = BN / SB
4). Menghitung waktu ijtima’ (ijtima’) dengan rumus : Ijtima’ = Gurub + 12 + TIjt ==> (Waktu Istiwa’)
Hasil ijtima’ ini menggunakan waktu istiwa’ yakni menggunakan waktu matahari hakiki. Sehingga apabila dikehendaki dengan WIB (misalnya) maka harus dilakukan koreksi dengan DT (Daqa’iq at-Ta’dil) dan interpolasi waktu WIB yakni (BT – 105) :
15.
IJTIMA’ = Ijtima’ + DT – Interpolasi Waktu ==> (Zone Time) d. Menghitung Irtifa’
Menurut penyusun Badi’at al-Misal, irtifa’ adalah ketinggian hilal di atas ufuk sepanjang lingkaran vertikal. Sehingga apabila ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam atau setelah dilakukan perhitungan ternyata hilal di bawah ufuk maka harus dihitung ulang dari awal dengan menambah 1 (satu) hari. Hal demikian ini dilakukan agar ti-dak terjadi adanya ketinggian hilal di bawah ufuk.
Dalam perhitungan irtifa’ bulan (hilal), Badi’at al-Misal meng-gunakan rubu’ mujayyab sebagai alat bantunya.
Adapun bentuk dan bagian-bagian rubu’ mujayyab adalah se-bagai berikut:
C A
Titik A dinamakan markaz (titik pusat). Pada titik ini terdapat l bang
kecil untuk dimasuki benang. Pada ujung benang diberi pendulum atau semacamnya yang dinamakan syakul. Pada benang tersebut
diikatkan benang pendek yang dapat digerakkan sedemikian rupa. Benang pendek ini dinamakan muri.
Sisi AC disebut sittin dan sisi AB disebut jaib tamam.
Pada sittin dan jaib tamam masing-masing dibagi menjadi 60 bagian yang sama yang dimulai dari markaz atau titik A menuju ke titik B dan ke titik C. Tiap-tiap bagian bernilai 60 menit.
Pada setiap titik skala pembagian pada sittin (AC) dan pada jaib ta-mam (AB) tersebut dibuat garis-garis lurus menuju qaus (BC). Garis-garis lurus yang sejajar dengan AB disebut juyub mabsuthah atau garis-garis mabsut. Garis-garis lurus yang sejajar dengan AC
dise-but juyub mankusah atau garis-garis mankus.
Busur BC disebut qaus. Pada qaus atau busur ini dibagi menjadi 90
bagian yang sama yang dimulai dari titik B diakhiri pada titik C. Tiap-tiap bagian besarnya 1° atau 60”.
Di samping itu, qaus dibagi pula menjadi 3 bagian sama besar. Tiap bagian besarnya 30° untuk satu buruj.
Adapun fungsi rubu’ dalam perhitungan adalah sebagai beri-kut: C E G A H D F B
BD = Data Qaus (suatu sudut)
AE = Jaib al-Qaus, yakni sin BD x 60
AF = Jaib Tamam al-Qaus, yakni cos BD x 60
AE = Data Jaib
BD = Qaus al-Jaib, yakni sin BD = AE : 60
EF = Data Jaib Tamam
BD = Qaus Jaib Tamam, yakni cos BD = AF : 60
AG = Data Qamah BD = Data Qaus
AH = Dhil Mabsut, yakni AH = AG : tan BD
AH = Data Dhil Mabsut BD = Data Qaus
AG = Qamah atau Dhil Mankus, yakni AG = AH / cotan BD
Oleh karena jaib=sinus, jaib tamam=cosinus, dhil mabsut= tangens, dan dhil mankus=cotangens maka cara perhitungan dengan
rubu’ dapat diformulasikan dengan rumusan matematis goneometri dengan merubah nilai buruj dijadikan derajat (@ buruj = 30°).
2. Olah Data Matahari Mail Matahari (MM)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC).
b. Muri diposisikan pada 23° 52’ dihitung dari markaz (titik A) c. Benang dipindah ke qaus (BC) sebesar thul matahari (TM)
dihi-tung dari awal qaus (B).
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. e. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah mail
matahari
Adapun arah MM mengikuti arah TM, yakni:
Bila TM pada buruj 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 atau TM < 180° maka MM positif
Bila TM pada buruj 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 atau TM > 180° maka MM negatif
sin MM = sin 23° 27’ sin TM
Bu’d al-Quthr Matahari (BQM)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada Jaib Lintang Tempat atau sin abs(LT) x 60 dihitung dari markaz atau A.
c. Benang dipindah ke mail matahari (MM) dihitung dari awal qaus (B) sepanjang busur.
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah bu’d al-quthr matahari.
Bila LT dan MM sama-sama positif atau negatif maka BQM positif.
Bila LT dan MM berbeda positif-negatifnya maka BQM negatif. sin BQM = sin LT sin MM
Ashal Mutlak Matahari (AMM)
b. Muri diposisikan pada jaib complement Lintang Tempat atau 90 - abs(LT), yakni cos LT x 60
c. Benang dipindah ke Complement mail matahari yaitu 90 – abs(MM) dihitung dari awal qaus (B)
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. e. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah ashal
mutlak matahari
sin AMM = cos LT cos MM
Catatan :
Bila LT = 0 maka AMM = 90 – abs(MM) Bila MM = 0 maka AMM = 90 – abs(LT) Bila LT dan MM = 0 maka AMM = 90
Nisf al-Fudlah Matahari (NFM)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib ashal mutlak matahari (sin AMM x 60) dihitung dari markaz (titik A)
c. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib bu’d al-quthr matahari (sin BQM x 60) dihitung dari jaib tamam.
d. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah nisf
al-fudlah matahari.
Arah NFM mengikuti arah BQM sin NFM = sin BQM / sin AMM
Nisfu Qausin Nahar Matahari (NQNM)
Bila NFM positif maka NQNM = 90 + NFM Bila NFM negatif maka NQNM = 90 – NFM
NQNM = 90 + NFM
Ta’dil Mathali’ Matahari (TMM)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib complement mail matahari (cos MM x 60) dihitung dari markaz atau titik A)
c. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib mankus thul Matahari (cos TM x 60) dihitung dari markaz atau titik A pada jaib tamam
(AB)
d. Jarak busur antara akhir qaus (C) sampai benang itulah ta’dil mathali’ matahari.
sin TMM = abs(cos TM / cos MM)
Matali’ Falakiyah Matahari (MFM)
Jika TM pada buruj 09, 10, dan 11 (270° s/d 360°) maka MFM = 00 + TMM
Jika TM pada buruj 00, 01, dan 02 ( 00° s/d 90° ) maka MFM = 180 - TMM
Jika TM pada buruj 03, 04, dan 05 ( 90° s/d 180°) maka MFM = 180 + TMM
Jika TM pada buruj 06, 07, dan 08 (180° s/d 270°) maka MFM = 360 - TMM
Mathali’ Gurub Matahari (MGM)
MGM = MFM + NQNM 3. Olah Data Bulan
Ardl Bulan (AB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada 05° 16’ dihitung dari markaz (A)
c. Benang dipindah ke qaus sebesar data hishat al-urdli (HU) dihi-tung dari awal qaus (B)
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. e. Jarak antara awal qaus (B) sampai benang itulah ardl bulan.
Bila HU pada buruj 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 atau HU < 180 maka AB positif
Bila HU pada buruj 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 atau HU > 180 maka AB negatif
Mail Awal Bulan (M1B) :
a. Benang diletakkan pada sittin (AC).
b. Muri diposisikan pada 23° 52’ dihitung dari markas (A)
c. Benang dipindah ke qaus sebesar thul bulan (TB) dihitung dari awal qaus (B).
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. e. Jarak busur dari awal qaus (B) sampai benang. Itulah mail awal
li al-qamar.
Adapun arah M1B mengikuti arah TB, yakni :
Bila buruj TB 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 atau TB < 180 maka M1B
posi-tif
Bila buruj TB 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 atau TB > 180 maka M1B
negatif
sin M1B = sin MK sin TB
Mail Tsani Bulan (M2B)
a. Tarik garis lurus sejajar dengan garis-garis mankus pada skala 55°
03’ (cos MK x 60) dari markaz (A) pada jaib tamam (AB).
b. Tarik garis lurus sejajar sejajar dengan garis-garis mabsut pada skala M1B (sin M1B x 60) dari markaz (A) pada sittin (AC)
c. Benang diletakkan pada titik perpotongan kedua garis lurus tersebut.
d. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah mail tsani
bulan.
Arah M2B seperti arah M1B di atas.
tan M2B = sin M1B / cos 23° 27’
Hissat al-Bu’di (HB)
HB = AB + M2B, bila antara AB dan M2B searah positif negatifnya.
Arah HB mengikuti arah AB atau M2B.
HB = AB - M2B, bila antara AB dan M2B berlainan arah.
Arah HB mengikuti arah data yang besar HB = AB + M2B
Sudut Bantu (SB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada 55° 03’ (cos MK x 60) dihitung dari
markaz.
c. Benang dipindah pada data HB dihitung dari awal qaus (B) d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut e. Jarak busur antara awal Qaus (B) sampai benang itulah Sudut
Bantu
Arah SB mengikuti arah HB sin SB = cos 23° 27’ sin HB Bu’du Bulan (BB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib complement M2B atau 90 – abs(M2B)
yakni cos M2B x 60 dihitung dari markaz (A).
c. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib mabsut sudut bantu di atas (SB), yakni sin SB x 60 dihitung dari jaib tamam.
d. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah bu’du bu-lan.
Arah BB mengikuti arah HB.
sin BB = sin SB / cos M2B
Bu’d al-Quthr Bulan (BQB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib Lintang Tempat atau sin abs(LT) x 60 dihitung dari markaz atau A
c. Benang dipindah ke bu’du bulan (BB) dihitung dari awal qaus (B) sepanjang busur.
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut e. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah bu’d
al-quthr bulan.
Bila LT dan BB sama-sama positif atau negatif maka BQB positif Bila LT dan BB berbeda positif - negatifnya maka BQB negatif
Ashal Mutlak Bulan (AMB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib complement Lintang Tempat atau 90 - abs(LT), yakni cos LT x 60
c. Benang dipindah ke complement bu’du bulan yaitu 90 – abs(BB) `
dihitung dari awal qaus (B)
d. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. e. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah ashal
mutlak bulan
sin AMB = cos LT cos BB
Catatan :
Bila LT = 0 maka AMB = 90 – abs(BB) Bila MM = 0 maka AMB = 90 – abs(LT) Bila LT dan BB = 0 maka AMB = 90
Nisf al-Fudlah Bulan (NFB)
a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib ashal mutlak bulan (sin AMB x 60)
c. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib bu’d al-quthr bulan atau sin BQB x 60
d. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah nisf al-fudlah bulan.
Arah NFB mengikuti arah BQB
sin NFB = sin BQB / sin AMB
Nisfu Qausin Nahar Bulan (NQNB)
Bila NFB positif maka NQNB = 90 + NFB Bila NFB negatif maka NQNB = 90 – NFB
NQNB = 90 + NFB Ta’dil Mathali’ Bulan (TMB) a. Benang diletakkan pada sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib complement M1B (cos M1B x 60 )
c. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib mankus thul bulan atau
cos TB x 60 dihitung dari markaz atau titik A pada jaib tamam
(AB)
d. Jarak busur antara akhir qaus (C) sampai benang itulah ta’dil mathali’ bulan
sin TMB = abs(cos TB / cos M1B)
Matali’ Falakiyah Bulan (MFB)
Jika TB pada buruj 09, 10, dan 11 (270° s/d 360°) maka MFB = 00 + TMB
Jika TB pada buruj 00, 01, dan 02 ( 00° s/d 90° ) maka MFB = 180 - TMB
Jika TB pada buruj 03, 04, dan 05 ( 90° s/d 180°) maka MFB = 180 + TMB
Jika TB pada buruj 06, 07, dan 08 (180° s/d 270°) maka MFB = 360 - TMB
Mathali’ Gurub Bulan (MGB)
MGB = MFB + NQNB
Qaus Muksi (QM)
QM = MGB – MGM
Fadlu Da’ir Bulan (FDB)
FDB = NQNB – QM
Ashal Mu’addal (AMd)
a. Benang diletakkan pada Sittin (AC)
b. Muri diposisikan pada jaib Ashal Mutlak Bulan (sin AMB x 60)
dihitung dari Markaz (A)
c. Benang dipindah pada Complement Fadlu Da’ir Bulan (90– abs(FDB)) dihitung dari awal Qaus (B)
d. Pada Muri, tarik benang ke Qaus sejajar dengan garis-garis mab-sut.
e. Jarak busur antara awal Qaus (B) dengan benang itulah Ashal
Bila FDB < 90 maka AMd positif Bila FDB > 90 maka AMd negatif
sin AMd = sin AMB cos FDB
Irtifa’ Hilal (IRT)
sin IRT = sin AMd + sin BQB Bila AMd dan BQB searah maka IRT positif maka hilal di atas ufuk
Bila AMd dan BQB berbeda arah maka IRT negatif maka hilal di bawah ufuk
e. Arah Terbenam Matahari (ATM)
1. Benang diletakkan pada busur sebesar complement Lintang Tem-pat atau 90 – abs(LT) dihitung dari awal qaus (B)
2. Muri diposisikan pada jaib mail matahari (sin MM x 60) dihitung
dari jaib tamam (AB).
3. Benang dipindah ke sittin (AC)
4. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. 5. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah arah
ter-benam matahari.
Arah ATM mengikuti arah MM
a. Bila ATM positif maka terbenam matahari di utara titik barat b. Bila ATB negatif maka terbenam matahari di selatan titik barat
sin ATM = sin MM / cos LT Arah Terbenam Bulan (ATB)
1. Benang diletakkan pada busur sebesar complement Lintang Tem-pat atau 90 – abs(LT) dihitung dari awal qaus (B)
2. Muri diposisikan pada jaib bu’du bulan (sin BB x 60) dihitung
dari jaib tamam (AB).
3. Benang dipindah ke sittin (AC)
4. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. 5. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah arah
ter-benam bulan.
b. Bila ATB negatif maka terbenam bulan di selatan titik barat sin ATB = sin BB / cos LT
Hissat as-Simt Bulan (HSB)
1. Benang diletakkan pada sittin (AC)
2. Muri diposisikan pada jaib Lintang Tempat yakni sin LT x 60.
3. Benang digeser pada qaus sebesar data irtifa’ yang dihitung dari awal qaus (A)
4. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. 5. Jarak busur antara awal qaus (B) dengan benang itulah hishat
as-simt bulan
Bila LT dan IRT searah maka HSB positif Bila LT dan IRT berbeda arah maka HSB negatif
sin HSB = sin LT sin IRT Ta’dil Simt Bulan (TSB)
Bila ATB dan HSB searah
maka jaib TSB = jaib ATB – jaib HSB Bila ATB dan HSB berbeda arah maka jaib TSB = jaib ATB + jaib HSB
sin TSB = sin ATB – sin HSB f. Arah Bulan (ArB)
1. Benang diletakkan pada sittin (AC)
2. Muri diposisikan pada jaib complement irtifa’ (cos Irt x 60) dihitung
dari markaz atau A.
3. Benang digeser hingga muri tepat pada jaib mabsut ta’dil simt bulan (sin TSB x 60) dihitung dari jaib tamam (AB)
4. Pada muri, tarik benang ke qaus sejajar dengan garis-garis mabsut. 5. Jarak busur antara awal qaus (B) sampai benang itulah arah
bu-lan ketika matahari terbenam.
Arah ArB mengikuti arah TSB, kemudian : a. Bila ArB positif maka Bulan di utara titik Barat b. Bila ArB negatif maka Bulan di selatan titik Barat
Posisi Bulan (PB)
PB = abs(ATM – ArB)
Bila ATM < Arb maka hilal di utara matahari miring ke utara Bila ATM > Arb maka hilal di selatan matahari miring ke selatan Bila PB < 0.5 maka hilal telentang di atas matahari
g. Nurul Hilal (NH)
NH = (√(PB2 + IRT2)) / 15 Catatan :
Nurul Hilal dengan satuan ukur Usbu’ = @) .
ﻊﺒﺻ
ﺍ
Usbu’ = 60menit(
ﺍ
= 1ﺹ
= 90ﺏ
= 2ﻉ
= 70 jumlah = 163” atau 0° 2’ 43”Bulan purnama = 12 usbu’ ( 12 x 0° 02’ 43” = 0°32’36” ) h. Lama Hilal (LH)
LH = QM / 15
Demikianlah proses atau langkah-langkah yang ditempuh oleh Badi’at al-Misal untuk hisab awal bulan. Dengan hisab yang dila-kukan diperoleh waktu terjadinya ijtima’, irtifa’ul hilal, lama hilal, arah matahari terbenam, arah hilal ketika matahari terbenam, posisi hilal, kemiringan hilal, dan besarnya cahaya hilal yang tampak.
C. Pengamatan
Memperhatikan data dan sistem perhitungan yang dipakai dalam Badi’at al-Misal, maka :
1. Data astronomi yang dipakai adalah hampir sama dengan data yang dipakai oleh astronomi mutakhir pada umumnya, sekalipun penyajiannya dengan satuan buruj, derajat, menit, dan detik. 2. Perhitungannya menggunakan kaedah-kaedah ilmu ukur segitiga
bola (Spherical Trigonometri) .
3. Untuk menentukan posisi matahari dan bulan pada orbit yang sebenarnya, Badi’at al-Misal tidak melakukan koreksi terhadap:
b. Perata Bulan akibat pengaruh gravitasi planit-planit. c. Variasi dua (V2)
d. Perata Lintang Bulan dua (L2)
4. Ketika menghitung ketinggian hilal (irtifa’), dengan memperhati-kan posisi Lintang Tempat, deklinasi bulan dan sudut waktu bu-lan, sehingga sistem itu dapat dikategorikan ke dalam hisab yang
hakiki tahkiki. Hanya saja hasil perhitungan irtifa’ hilal ini dihi-tung dari ufuk hakiki. Sehingga apabila dikehendaki irtifa’ hilal dari ufuk mar’i maka harus dikoreksi dengan Daqa’iq
at-Tamkiniyah (DTamkin), yakni refraksi dan semidiameter bulan
serta memperhatikan posisi Lintang Tempat (LT) dan deklinasi matahari maupun bulan (δ).
DTamkin = sin(sin 0° 35’ / cos LT / cos δ) + 0° 16’ Koreksi (DTamkin) ini ditambahkan pada Nisfu Qausin Nahar matahari (NQNM) dan bulan (NQNB).
Koreksi tersebut belum memperhitungkan parallaks bulan dan dip (kerendahan ufuk)
D. Penutup
1. Mengingat skala-skala pada rubu’ mujayyab itu sangat kecil, serta adanya elastisitas benang dan muri yang digunakannya, sehingga dirasa sulit untuk menempatkan benang ataupun muri pada posisi data yang sebenarnya.
Oleh karena jaib = sinus, jaib tamam = cosinus, dhil mabsut = tan-gens, dan dhil mankus = cotantan-gens, serta agar diperoleh hasil hi-tungan yang lebih akurat maka cara yang ditempuh oleh sistem Badi’at al-Misal ini kiranya dapat diformulasikan ke dalam ru-musan matematis dan penyelesaiannya pun menggunakan kalku-lator atau bahkan dapat dibuat program pada komputer.
2. Mengingat perhitungan yang ditempuh oleh sistem Badi’at al-Misal masih terdapat hal-hal yang dipandang kurang, terutama pada koreksi posisi bulan maka kiranya perlu penyempurnaan terhadapnya .
3. Memperhatikan hasil perhitungan dengan sistem Badi’at al-Misal itu tidak begitu jauh berbeda dengan hasil perhitungan sistem-sistem hisab hakiki tahkiki lainnya ataupun dengan hisab kontem-porer, maka hasil perhitungan dengan Badi’at al-Misal ini (secara hisab) kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan awal-awal bulan Qamariyah.
Referensi
Afandi, Muhtar Arif, al-Ma’arif ar-Rabbaniyah bi al-Masa’il al-Falakiyah, Mesir: Abdullah bin Afif, tt.
Alders, C.J., Ilmu Ukur Segitiga, Jakarta: Pradnya Paramita, tt.
Ali, Maksum bin, Ad-Darus al-Falakiyah, Surabaya: Ahmad bin Sa’id bin Nabhan, tt.
---, Badi’at al-Misal fi Hisab as-Sinin wa al-Hilal, Surabaya: Sa’id bin Nashr Nabhan, tt.
Atharid, Muhammad Muhtar bin, Taqrib al-Maqshad fi Amali bi ar-Rubu’ al-Mujayyab, Surabaya: Utama, tt.
Azman, Nur, Fungsi-fungsi Trigonometri, Bandung: Yayasan Fisika ITB, tt.
Jailani, Zubair al-, al-Khulashat al-Wafiyah fi al-Falak, Kudus: Menara Kudus, tt.
Wardan, Muhammad, KRT, Ilmu Falak dan Hisab, Yogyakarta: Abdul Aziz bin Nawawi, tt.