• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI SYAMSUL HADI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI SYAMSUL HADI NIM"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

SYAMSUL HADI

NIM 105710220915

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ii

SKRIPSI

SYAMSUL HADI

NIM 105710220915

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)

iii

PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Ku Persembahkan Spesial Untuk Ke Dua Orang Tua Ku

MOTTO HIDUP

(4)

iv

Rumah Tangga Miskin di Kota Makassar Nama Mahasiswa : Syamsul Hadi

No. Stambuk/NIM : 105710220915

Program Studi : Ekonomi Pembangunan akultas : Ekonomi dan Bisnis

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, 2020 Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Edi jusriadi, SE, MM. Asdar, SE, M.Si. NIDN : 0922027901 NIDN : 0903039102

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran ”

Mengetahui, Ketua Program Studi,

Hj. Naidah, S.E., M.Si NBM : 903 075

(5)
(6)
(7)

vii

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: Analisis Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kota

Makassar. Ini untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam

rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Mur salim dan Ibunda yang kusayangi St zaenab yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Dr. Edi Jusriadi, SE, MM. selaku Pembimbing I dan Bapak Asdar, SE, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah membantu penulisan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar

2. Bapak Ismail Rasullong, SE., MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Ibu Hj. Naidah, SE, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar

(8)

viii

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi selesai dengan baik.

5. Bapak Asdar, SE, M.Si, selaku Pembimbing ll yang telah berkenang membantu selama dalam penyusunan skripsi hingga ujian skripsi.

6. Bapak/Ibu dan Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhamddiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuiah.

7. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Pembangunan angkatan 2015 yang selalu belajar bersama yang tidak sedikit bantuannya dan dorongan dalam aktivitas studi penulis. 9. Terima kasih untuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu

yang telah memberikan samangat, kesabaran, motivasi, dan dukungannya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat, wassalamu’alaikum wr.wb

Makassar 29 Agustus 2020

(9)

ix

SYAMSUL HADI, Tahun 2020. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kota Makassar. Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Muhammadiyah Makassar. Dibimbing Oleh Pembimbing l Edi Jusriadi. dan Pembimbing ll Asdar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer dan data sekunder. Data tersebut diperoleh dari koesioner terhadap responden kepala rumah tangga miskin di Kota Makassar, dan Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis model regresi berganda yang diolah menggunakan aplikasi SPSS 23. Dari hasil uji hipotesis parsial t, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah rumah tangga miskin dengan nilai sig. sebesar 0.316 < 0,05, Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap jumlah rumah tangga miskin kota makassar dengan nilai sig. Sebesar 0,073 < 0,05, kemudian Tingkat Pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah rumah tangga miskin Kota Makassar, hal ini ditunjukkan dari nilai sig. sebesar 0,000 < 0,05.

Kata Kunci :Rumah Tangga Miskin, Tingkat Pendidikan, Jumlah Tanggungan

(10)

x

SYAMSUL HADI, Year 2020. Analysis of Factors Affecting Poor Household Spending in Makassar City. Thesis of The Economic Studies Program development faculty of Economics and Business Muhammadiyah Makassar. Guided By Mentor l Edi Jusriadi. and Guidance ll Asdar.

This research aims to find out the influence of education levels, the number of family members and income levels on the expenditure of poor households in Makassar. This research is a type of quantitative research. The data used in this study is primary and secondary data. The data was obtained from the koesioner of the respondents of the head of poor households in Makassar City, and the Central Bureau of Statistics of South Sulawesi. The data analysis technique used is the analysis of multiple regression models processed using the SPSS 23 application. From the partial hypothesis test results t, the results of this study showed that the level of education negatively and insignificant to the number of poor households with sig value. by 0.316 < 0.05, The number of family dependents has a positive but insignificant effect on the number of poor households of makassar city with a sig value.

Keywords : Poor Households, Education Level, Number of Family Dependents and Income Level.

(11)

xi

SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PEGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Kemiskinan ... 10

B. Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga Miskin ... 17

C. Faktor yang Mempengaruhi Rumah Tangga Miskin ... 20

D. Hubungan Variabel ... 26

E. Tinjauan Empiris ... 28

F. Kerangka Konsep ... 31

(12)

xii

C. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran ... 36

D. Jenis dan Sumber Data... 38

E. Populasi dan Sampel ... 39

F. Tehnik Pengumpulan Data... 41

G. Tehnik Analisis Data ... 42

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...50

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………50

1. Gambaran Umum Kota Makassar ...50

2. Jumlah penduduk Kota Makassar………..52

B. Hasil Penelitian ...54

1. Karakter Responden………...54

2. Variabel Penelitian ...55

3. Hasil Uji Instrumen Variabel ...59

4. Uji Asumsi Klasik...60

5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda...64

6. Hasil Uji Statistik ...66

C. Hasil Pembahasan Rumah Tangga Miskin di Kota Makassar ...68

BAB V. PENUTUP...74

A. Kesimpulan... ...74

B. Saran...75

(13)

xii

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk

Miskin Tahun 2018... 3

Tabel 1.2 Jumlah Rumah Miskin Menurut Kecamatan di Kota Makassar Tahun 2018 ... 6

Tabel 4.1 Populasi Penduduk Kota Makassar... 53

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 54

Tabel 4.3 Karakteristik Responden BerdasarkanTingkat Usia…….. 55

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga Miskin di Kota Makassar………. 56

Tabel 4.5 Jumlah Tanggungan Keluarga Rumah Tangga Miskin di Kota Makassar ... 57

Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Miskin Per Bulan Responden ... 57

Pengeluaran Rumah Tangga Miskin ………... 58

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas………. 59

Tabel 4.9 HasilUji Realibilitas... 60

Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolineritas ... 62

(14)

xiii Tabel 4.13

Tabel 4.14

Hasil Uji F……….. 66 Hasil Uji T……….. 67

(15)

xiv

Nomor Judul Halaman

Bagan 2.1 Bagan Kerangka Konsep ... 32

Gambar 4.1 Uji Normalitas……….. 61

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi.Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional.Oleh karena itu, upaya pengetasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup.(Adit Agus, 2010).

Angka kemiskinan atau jumlah penduduk miskin dapat memberikan gambaran tentang kondisi pendapatan penduduk.Adanya perubahan terhadap angka kemiskinan dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan penduduk.

Kondisi masyarakat miskin dapat diketahui berdasarkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu standar hidup dan standar kesejahteraan hidup masyarakat, serta tercukupinya kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan, artinya standar hidup masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan pangan. Maka suatu masyarakat dikatakan miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dibawah rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan

(17)

untuk mensejahterakan diri.Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan departemen sosial, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS adalah jumlah pengeluaran yang dibutuhkan setiap individu agar dapat memenuhi kebutuhan makanan serta dengan 2100 kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta kebutuhan barang dan jasa lainnya.

Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan, definisi kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekolompok orang, apapun jenis kelaminnya yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkesinambungan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender, dan kondisi lingkungan.

Terkait dengan kemiskinan, isu penting yang perlu mendapat perhatian adalah masih relatif banyaknya jumlah penduduk miskin.Jumlah penduduk miskin yang relatif banyak ini terutama dikaitkan dengan upaya-upaya pengetasan kemiskinan, baik melalui pendanaan oleh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah.Namun demikian, upaya yang sedemikian tinggi kualitasnya tersebut belum secara signifikan dapat mengetaskan kemiskinan.Ini terlihat dari makin parahnya kualitas penduduk miskin.Hal ini terjadi karena upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini digulirkan banyak yang tidak berjalan sesuai dengan sasaran.

(18)

Permasalahan kemiskinan di Kota Makassar yaitu masih tingginya angka kemiskinan. Oleh sebab itu kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi pemerintah sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat dalam sebuah pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya pengentasan kemiskinan.

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin

Tahun 2018 NO Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) 1 Kep. Selayar 17.590 13,13 2 Bulukumba 31.250 7,48 3 Bantaeng 17.200 9,23 4 Jeneponto 55.950 15,48 5 Takalar 26.570 9 6 Gowa 59.340 7,83 7 Sinjai 22.480 9,28 8 Maros 35.970 10,31 9 Pangkep 50.120 15,1 10 Barru 15.680 9,04 11 Bone 79.570 7,5 12 Soppeng 17.000 7,5 13 Wajo 29.730 7,5 14 Sidrap 15.410 5,16 15 Pinrang 32.940 8,81

(19)

16 Enrekang 22.530 12,49 17 Luwu 47.910 13,36 18 Tator 29.650 12,75 19 Lutra 42.430 13,69 20 Lutim 21.150 7,23 21 Toraja utara 30.680 13,37 22 Makassar 66.220 4,41 23 Pare-pare 8.010 5,59 24 Palopo 14.270 7,49 SULSEL 792.640 9,06

Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan 2019

Tabel 1.1 dapat kita lihat jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan adalah 792.640 jiwa dan presentase penduduk miskin sekitar 9,06%. Kota Makassar merupakan wilayah ke 2 yang memilki penduduk miskin terbanyak dari seluruh kabupaten/kota lainnya yang ada di Sulawesi Selatan.Penduduk miskin di Kota Makassar sebanyak 66.220 jiwa.

Masalah kemiskinan dihadapi semua negara di dunia terutama di negara berkembang. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan selain timbulnya banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu kota. Kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi menjadi lebih besar yang secara tidak langsung akan menghambat pembangunan ekonomi di berbagai sektor sehingga pertumbuhan haruslah beriringan dan terencana mengupayakan terciptanya

(20)

pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian mereka yang tergolong miskin akan maju dan sejahtera.

Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non makanan.Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.Dalam penelitian ini rumah tangga miskin yang dianalisis adalah penduduk bukan individu.Pertama, kemiskinan pada hakikatnya merupakan cermin keadaan rumah tangga. Kedua, apabila ditemukan data-data rumah tangga miskin intervensi terhadap rumah tangga akan lebih efektif dibanding intervensi kemiskinan terhadap individu yang cenderung mengarah pada pandangan bahwa orang miskin memiliki karakteristik sebagai penyebab kemiskinannya. Ketiga, data-data tentang rumah tangga miskin lebih mudah untuk dikembangkan daripada data-data individu miskin. (Elvira dkk, 2018)

(21)

Tabel 1.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kecamatan di

Kota Makassar Tahun 2018

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga

Miskin Persentase (%) Mariso 1808 4,44 Mamajang 2112 5,18 Tamalate 8543 20,98 Rappocini 2670 6.55 Makassar 1828 4.49 Ujung pandang 531 1,30 Wajo 706 1,73 Bontoala 2392 5,87 Ujung tanah 1982 4,86 Tallo 4014 9,85 Panakukkang 4929 12,10 Manggala 2491 6,11 Biringkanaya 5430 13,33 Tamalanrea 1276 3,13 Kota Makassar 40689

Sumber: BPS Kota Makassar 2019

Kemiskinan di Kota Makassar pada tiap-tiap kecamatannya dapat dilihat pada tabel 1.2 pada tabel 1.2 masih banyak jumlah rumah tangga miskin. Pada tahun 2018, kecamatan Tamalate mempunyai jumlah rumah tangga miskin terbanyak yaitu 8.543 rumah tangga, kemudian kecamatan Biringkanaya sebanyak 5.430 rumah tangga, kecamatan Panakukkang sebanyak 4.014

(22)

rumah tangga. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki rumah tangga miskin terbanyak di Kota Makassar.

Melihat data pada tabel 1.2 maka kemiskinan menjadi pusat perhatian pemerintah Kota Makassar.Hal itu karena, selain mempunyai kegiatan perekonomian yang tinggi, Kota Makassar juga mempunyai tingkat kemiskinan rumah tangga yang tinggi.Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di Kota Makassar, masih besarnya tingkat kemiskinan di tiap-tiap kecamatannya.

Sebuah rumah tangga diidentifikasi sebagai miskin kronis jika pendapatan berada di bawah garis kemiskinan.Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi banyaknya rumah tangga miskin adalah tingkat pendidikan, kesehatan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan.

Kemiskinan multidimensi yang disebabkan oleh berbagai faktor.Studi empiris menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan diantaranya karakteristik rumah tangga, karakteristik kepala rumah tangga, pendidikan, kesehatan, kondisi rumah tempat tinggal.

Realitanya penanggulangan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata belum dapat mencapai hasil yang optimal. Jumlah penduduk miskin memang telah dapat dikurangi akan tetapi dari jumlahnya masih cukup besar. Secara kualitas, kehidupan rumah tangga miskin nyaris tidak mengalami perubahan.Hal ini disebabkan oleh penyeragaman kebijakan dalam memecahkan permasalahan kemiskinan yang dihadapi pada setiap daerah.Padahal setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun budaya.Dengan demikian

(23)

upaya penanggulangan kemiskinan pada setiap daerah tentu membutuhkan pendekatan yang berbeda pula.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, di Kota Makassar terjadi fenomena besarnya jumlah rumah tangga miskin. Dalam penelitian ini akan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah rumah tangga miskin. Oleh karena itu penulis mengangkat judul penelitian yaitu “Analisis

Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kota

Makassar’’.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar ?

2. Apakah jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar?

3. Apakah tingkat pendapatan berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar ?

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar?

(24)

3. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang program pengentasan masyarakat miskin khususnya di Kota Makassar. Sebagai acuan dan tambahan referensi untuk pengembangan penelitian yang lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi pembuatan kebijakan pemerintah kota, agar program-program yang menyangkut kesejahteraan masyarakat dilaksanakan dengan tepat sasaran.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian dengan masalah yang sejenis agar dapat lebih mengembangkan bahasan penelitian dengan variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi banyaknya rumah tangga miskin.

c. Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan serta menyelaraskan apa yang diperoleh selama kuliah dengan kenyataan di lapangan.

(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemiskinan

1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat disuatu daerah. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan.

Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup.Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dinilai dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

BPS mendefinisikan kemiskinan dengan dua cara yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan. Ukuran pendapatan adalah kemiskinan dilihat dari tingkat pendapatan/pengeluaran individu untuk memenuhi konsumsi/kebutuhan pokok minimum masyarakat. Batas

(26)

pemenuhan kebutuhan minimum mengacu pada rekomendasi Widyakarya Nasional dan Gizi tahun 1978, yaitu nilai rupiah dari pengeluaran untuk makanan yang menghasilkan energi 2100 kilo kalori per orang setiap hari. Sedangkan ukuran non-pendapatan adalah rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar seperti: (1) perumahan; (2) pendidikan; (3) pelayanan kesehatan; (4) fasilitas sanitasi dan layanan air bersih; dan (5) keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha, dan lain-lain.

Pengertian kemiskinan yang saat ini popular dijadikan studi pembangunan adalah kemiskinan yang sering kali dijumpai di negara-negara berkembang dan negara-negara-negara-negara dunia ketiga.Dimana Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi karena dalam menanggulanginya masalah yang dihadapi bukan saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut hubungan sebab akibat timbulnya kemiskinan tetapi melibatkan juga preferensi, nilai dan politik (Sholeh, 2010). Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan pendapatan antar daerah (inter region

income gap). Studi pembangunan saat ini tidak hanya memfokuskan

kajiannya pada faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan, akan tetapi juga mulai mengidentifikasikan segala aspek yang dapat menjadikan miskin. Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain

(27)

(a) terpenuhinya kebutuhan pangan, (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan sumber daya alam dan lingkungan hidup, (c) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, (d) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social-politik (BPS, 2009:11).

Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu: 1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bias hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3) kemiskinan kultural: mengacu pada peersoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sisoal politik yang tidak mendukunh pembebasan kemiskinan dan seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan (BPS,2009:11-16).

2. Ukuran kemiskinan

Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar $2 dollar AS per kapita per hari. Artinya, penduduk yang dianggap miskin disemua negara di dunia ini adalah penduduk yang memiliki pengeluarannya kurang dari $2 per hari. Penentuan garis kemiskinan sebesar 2 dollar AS per kapita per hari didasarkan pada garis kemiskinan 75 negara

(28)

Dunia sepanjang tahun 1990-2005. Sebagian besar garis kemiskinan tersebut ditentukan dengan menggunakan metode penghitungan yang sama, yakni metode biaya pemenuhan kebutuhan dasar (basic need

approach). Untuk menghitung garis kemiskinan internasional, Bank Dunia

mengkonversi garis kemiskinan 75 negara tersebut yang dinyatakan dalam mata uang masing-masing negara ke dollar AS (BPS, 2009:16)

Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi non-makan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan maka dinyatakan dalam kondisi miskin.

Mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Sumber data yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan BPS setiap tahun.Metode pengukuran tingkat kemiskinan didasarkan pada Garis Kemiskinan (GK), sehingga mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah GK dikategorikan sebagai penduduk miskin.

(29)

Survey BPS sosial ekonomi rumah tangga, memiliki komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun enurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Indikator kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. (b) Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala. (c) Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air. (d) Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku). (e) Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan dirumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan.

Pendekatan yang umum dipakai dalam mengukur kemiskinan adalah pendekatan kebutuhan dasar (basic needs).Kebutuhan dasar diukur dari pengeluaran rumah tangga atas sejumlah komoditas baik berupa komoditas makanan maupun non makanan.Dari sejumlah komoditas terpilih tersebut kemudian ditentukan ukuran kebutuhan minimumnya.Kemudian jumlah minimum komoditas tersebut dikalikan dengan harga komoditas yang bersangkutan.Dengan begitu diperoleh sejumlah angka yang menunjukan harga dari bundel komoditas minimum yang diperlukan. Angka itulah yang kemudian dijadikan sebagai batas atau garis (poverty line) yang membagi penduduk miskin dan penduduk tidak miskin (Yohandarwati, 2015:VII:14)

(30)

BPS memberikan 14 kriteria yang menjadikan sebagai indikator keluarga miskin sebagai berikut; (1) luas lantai banguna tempat kurang dari 8 𝑚2 perorang. (2) jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari

tanah/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. (3) jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. (4) tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. (5) sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. (6) sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai. (7) bahan bakar untuk memasak sehari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. (8) hanya mangkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. (9) hanya membeli satu set pakaian dalam setahun. (10) hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. (11) tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. (12) sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0.5ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerja lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000,00 perbulan. (13) pendidikan tertinggi kepala keluarga adalah tidak sekolah, tidak tamat SD dan hanya SD. (14) tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual, seperti; sepeda motor, (kredit atau non kredit), emas, ternak, atau barang modal lainnya.

Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga fakir miskin dapat bebeda tingkat kedalaman kemiskinan.Semakin banyak kriteria yang terpenuhi semakin fakir keluarga tersebut dan harus diprioritaskan penanganannya.

(31)

3. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan penyebab individual, atau patologis yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari orang miskin itu sendiri. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain; termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil struktur sosial.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang atau sebuah keluarga miskin. Kondisi kemiskinan disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab yaitu: (a) Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dimasuki. (b) Rendahnya derajat kesehatan. Keadaan kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa. (c) Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.Selama ada lapangan atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkungan kemiskinan tersebut. (d) Kondisi terisolasi. Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi.Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

(32)

Menurut Sharp (Sri, 2010:258-259) terdapat tiga faktor penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya hanya memiliki sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.Ketiga, kemiskinan muncul karena perbedaan akses modal.

Level rumah tangga, menurut Gounder (Sari, 2012) kemiskinan rumah tangga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh kepala rumah tangga, usia kepala rumah tanga, jenis kelamin kepala rumah tangga, daerah tempat tinggal (rulal/urban), ukuran rumah tangga, etnik (suku), serta pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Grouder (Elvira dkk, 2018) pencapaian tingkat pendidikan kepala rumah tangga, sehingga pendidikan merupakan cara yang efektif untuk mengurangi kemiskinan.

B. Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga Miskin

Pengertian konsumsi atau pengeluaran secara umum adalah pemakaian dan penggunaan barang-barang dan jasa seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan, alat-lata hiburan, media cetak dan lektronik, jasa konsultasi hukum, jasa konsultasi kesehatan, belajar/kursus, dan

(33)

lain sebagainya (Muhammad Hidayat, 2010). Dengan demikian prihal konsumsi bukan saja berkaitan makanan dan minuman yang sering dijadikan sebagai aktifitas sehari-hari, akan tetapi konsumsi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Meskipun dengan demikian mayoritas masyarakat lebih sering mengidentifikasikan dengan hal makan dan minum.

Secara umum istilah konsumsi diartikan sebagai penggunaan barangbarang dan jasa-jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia (Suherman Rosyidi, 2011). Konsumsi atau lebih tepatnya pengeluaran konsumsi pribadi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang-barang akhir dan jasa.

Konsumsi atau pengeluaran merupakan pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Barang meliputi pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama seperti kendaraan, alat rumah tangga, dan barang tidak tahan lama seperti makanan, pakaian. Jasa meliputi barang yang tidak berwujud seperti potong rambut, layanan kesehatan (Mankiw,N. Gregory, 2011).

Menurut Keynes, tingkat konsumsi di tentukan oleh besarnya tingkat pendapatan. Ini berarti belanja konsumsi itu merupakan bagian dari pendapatan(Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, 2010).

Definisi konsumsi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Definisi konsumsi atau pengeluaran berdasarkan nilai guna, yaitu:

1. Konsumsi atau pengeluaran adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen atau konsumsi juga berarti segala tindakan menghabiskan atau

(34)

mengurangi nilai guna suatu barang dan jasa. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen. 2. Konsumsi juga berarti setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan

kegunaan barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup (Nur Rianto Al Arif, 2010).

b. Definisi konsumsi atau pengeluaran berdasarkan pencapaian tingkat kepuasan, yaitu:

1. Konsumsi atau pengeluaran juga diartikan setiap penggunaan atau pemakaian barangbarang dan jasa-jasa yang secara langsung dapat memuaskan kebutuhan seseorang.

2. Konsumsi menurut IDKF Bogor, adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa. Contoh dari kegiatan konsumsi antara lain: minum, naik kendaraan umum, menonton film di bioskop.

3. Pengertian konsumsi menurut Rosyidi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the satisfaction of human want). Konsumsi haruslah dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial dari produksi(Suherman Rosyidi, 2010).

Dilihat dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi konsumsi atau pengeluaran secara umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam memanfaatkan, menggunakan

(35)

dan menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

Dalam kamus Lengkap Bahasa Indonesia pola adalah gambar yang dipakai untuk contoh batik atau tenun, ragi atau suri, potongan kertas yang dipakai sebagai contoh dulu membuat baju dan sebagainya, model, bentuk (struktur) yang tetap, dan juga diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Sedangkan istilah konsumsi berasal dari bahasa latin, yaitu consumer yang artinya menghabiskan atau menggerogoti. Kemudian diterjemahkan kedalam bahasa inggris menjadi consuption yang berarti menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang atau jasa yang dilakukan sekaligus atau bertahap untuk memenuhi kebutuhan (Anreas).

Pola konsumsi menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Pola konsumsi dapat berubah, akan tetapi perubahan ini bukan disebabkan oleh berubahnya kebutuhan. Kebutuhan pada umumnya tetap seumur hidup, setelah sebelumnya dibentuk dimasa kecil. Perubahan ini bias terjadi karena nilai-nilai yang dianut konsumen yang berubah akibat pengaruh lingkungan.

C. Faktor yang Mempengaruhi Rumah Tangga Miskin

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Pendidikan juga memberikan kita perbekalan yang tidak ada masa anak-anak dan kita membutuhkannnya pada waktu dewasa.

(36)

Menurut Notoatmodjo (2010:240) pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasarkan oleh kesadaran.

Beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalam memasuki kehidupan dimasa yang akan datang.

Pendidikan ada berbagai jenis, dari berbagai jenis tersebut dapat dibeda-bedakan antara lain:

1. Menurut cara berlangsungnya pendidikan dibedakan antara lain pendidikan fungsional dan pendidikan intensional. Pendidikan fungsional yaitu pendidikan yang berlangsung secara naluriah tanpa rencana dan tujuan tetapi berlangsung dengan begitu saja. Pendidikan intensional yaitu lawan dari pendidikan fungsional yaitu program dan tujuan yang telah dirumuskan

2. Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi 3 macam:

a. Pendidikan informal yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar ataupun tidak sadar yang berlangsung sepanjang hayat.

(37)

b. Pendidikan formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui program kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan.

c. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.

Jenjang pendidikan formal adalah tingkat dalam pendidikan sekolah, karena dalam lembaga pendidikan mengenal adanya kegiatan-kegiatan tertentu dari tingkat yang rendah sampai tingkat tinggi.

Menurut BPS Provinsi DIY (2017:12) kriteria dan indikator kemiskinan dalam aspek Pendidikan:

a. Keberlangsungan Pendidikan

Definisi indikator keberlangsungan pendidikan adalah rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah yang tidak menyelesaikan pendidikannya hingga sekolah lanjutan atas. Threshold indikator ini adalah Anak usia sekolah yang tidak menyelesaikan pendidikan hingga SMA/SMK atau yang sederajat. Acuan Global pada indikator ini adalah SDGs goal 4 khususnya 4.1. Acuan Nasional, yakni RPJMN 2015-2019 buku 1 point 6.5 mengenai Peningkatan Kualitas Kehidupan Manusia Sasaran Pokok Pembangunan Pendidikan, dengan Target Angka Partisipasi Murni (APM) meningkat dari 55,3% (2014) menjadi 67,5% (2019)

b. Melek Huruf

Definisi indikator melek huruf adalah rumah tangga yang memiliki anggota keluarga usia produktif yang tidak melek huruf. Threshold indikator ini adalah anggota keluarga usia 15-64 tahun yang tidak mampu membaca

(38)

huruf latin, arab atau lainnya. Acuan Global indikator ini adalah SDGs goal 4 khususnya 4.6. Acuan Nasional, yakni RPJMN 2015-2019 buku 1 point 5.4 Sasaran Pokok Pembangunan Nasional dalam Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat di bidang pendidikan, dengan target melek huruf 15 tahun ke atas dari 94,1% (2013) menjadi 96,1% (2019).

c. Akses Layanan Pendidikan Prasekolah

Definisi indikator akses layanan pendidikan prasekolah adalah rumah tangga yang memiliki anak usia prasekolah yang tidak mendapatkan akses layanan pendidikan prasekolah. Threshold indikator akses layanan pendidikan prasekolah adalah anak usia 3-6 tahun yang tidak mendapatkan akses layanan pendidikan pra sekolah seperti kelompok bermain, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), dan jenis pendidikan prasekolah lainnya. Acuan Global indikator ini adalah SDGs goal 4 khususnya 4.2. Acuan Nasional, yakni RPJMN 2015-2019 buku 1 point 6.5 mengenai Peningkatan Kualitas Kehidupan Manusia Sasaran Pokok Pembangunan Pendidikan, dengan Target Partisipasi PAUD meningkat dari 66,8% (2014) menjadi 77,2% (2019).

2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan indikasi dalam menentukan miskin atau tidaknya suatu rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga berarti semakin besar jumlah tanggungan dan akan semakin besar pendapatan yang dikeluarkan untuk biaya hidup. Sehingga menurut masyarakat miskin, jumlah anggota keluarga yang banyak akan mengakibatkan kondisi menjadi semakin miskin.

(39)

Ada pula pendapat mengatakan bahwa kemiskinan merupakan suatu akibat. Dalam hal ini rumah tangga yang tadinya tidak miskin maupun yang miskin terbebani antara lain oleh jumlah anggota rumah tangga dan tidak produktif, bila pendapatan rumah tangga tidak meningkatkan sejajar dengan beban itu maka rumah tangga itu akan menjadi miskin atau semakin miskin. Inilah salah satu penjelasan keterkaitan antara rumah tangga miskin dengan besarnya anggota rumah tangga tersebut.Jumlah tanggungan dalam rumah tangga juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan rumah tangga.

Menurut Agung Purwanto & Budi Muhammad Taftazani (2018), Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan dari keluarga tersebut, baik itu saudara kandung maupun saudara bukan kandung yang tinggal dalam satu rumah tapi belum bekerja. Jumlah tanggungan khususnya anak biasanya akan menjadi harapan bagi sebuah keluarga untuk dapat menyelamatkan mereka dari keterpurukan, hal itu berbasis pada istilah “banyak anak banyak rezeki”.

Namun semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki oleh sebuah keluarga biasanya akan berpengaruh pada tingkat pengeluaran keluarga tersebut. Bisa jadi jika makin banyak tanggungan maka alokasi dana masing-masing anak akan berkurang jika tidak dibarengi dengan pendapatan yang cukup.

3. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga adalah segi bentuk balas jasa atau sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan

(40)

jumlah uang atas harga yang berlaku saai ini (Mulyanto, 2014:34). Pendapatan dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Pendapatan berupa uang menggunakan klasifikasi sebagai berikut : a) Pendapatan sangat tinggi pendapatan rata-rata lebih dari

Rp.3.500.000 /bulan

b) Pendapatan tinggi yaitu pendapatan rata-rata Rp.2.500.000- Rp.3.500.000 /bulan

c) Pendapatan sedang yaitu pendapatan rata-rata Rp.1.500.000- Rp.2.500.000 /bulan

d) Pendapan rendah yaitu rata-rata pendapatan Rp,1.500.000 /bulan 2. Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan yang bersifat regular dan

biasa diterimakan dalam bentuk barang.

Sedangkan BPS mengelompokkan pendapatan menjadi dua yaitu: a. Pendapatan Sektor Formal

Pendapatan sektor formal yaitu pendapatan yang berupa uang atau jasa yang sifatnya regular dan diterima sebagai balas jasa yang meliputi :

1) Pendapatan berupa uang seperti gaji, upah dan investasi. 2) Pendapatan berupa barang seperti transportasi, perumahan,

rekreasi.

b. Pendapatan Sektor Informal meliputi: Pendapatan dari usaha misalnya hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, penjualan dari kerajinan rumah tangga.

(41)

D. Hubungan Variabel

1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kemiskinan Rumah Tangga

Todaro (2011:236) menyatakan salah satu penyebab kemiskinan suatu bangsa (masyarakat) adalah rendahnya pengetahuan. Rendahnya pengetahuan disebabkan karena rendahnya pendidikan dan kesempatan memperoleh pengetahuan.

Semakin tinggi pendidikan seseorang pengeluaran konsumsinya juga akan semakin tinggi, sehingga mempengaruhi pola konsumsi dan hubungannya positif. Pada saat seseorang atau keluarga memiliki pendidikan yang tinggi, kebutuhan hidupnya semakin banyak. Kondisi ini disebabkan karena yang harus mereka penuhi bukan hanya sekedar kebutuhan untuk makan dan minum, tetapi juga kebutuhan informasi, pergaulan di masyarakat baik, dan kebutuhan akan pengakuan orang lain terhadap keberadaannya (Ujung Sumarwan, 2009).

2. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Kemiskinan Rumah

Tangga

Jumlah anggota rumah tangga merupakan indikasi dalam menentukan miskin atau tidaknya suatu rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin besar pendapatan yang dikeluarkan untuk biaya hidup. Sehingga menurut masyarakat miskin, jumlah anggota keluarga yang banyak akan mengakibatkan kondisi menjadi semakin miskin.

Produktivitas rumah tangga tidak meningkat sejajar dengan beban tanggungan keluarga maka rumah tangga itu akan menjadi miskin atau semakin miskin. Inilah salah satu penjelasan keterkaitan antara rumah tangga miskin dengan besarnya anggota rumah tangga tersebut.

(42)

Hasil survei biaya hidup (SBH) tahun 2009 membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran untuk makanan dari pada non pangan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan. Sebaliknya kelurga akan mengalokasikan sisa pendapatannya untuk konsumsi bukan makanan (Ujung Sumarwan, 2009).

3. Hubungan Pendapatan dengan Kemiskinan Rumah Tangga

Salah satu niali dasar yang dapat dijadikan konsep dasar untuk memahami pembangunan serta kaitannya dengan seseorang dikatakan miskin atau tidak hanya kecukupan memenuhi kebutuhan dasar.Kebutuhan dasar manusia tidak hanya menyangkut makanan, termasuk juga sandang, pangan, papan.Kesehatan dan keamanan. Sedangkan untuk mencapai hal tersebut seseorang harus melakukan produktivitas agar bias memperoleh penghasilan atau pendapatan yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Todaro, 2011:259-260).

Raharja dan Manurung (2010:349) bahwa pendapatan merupakan total penerimaan berupa uang maupun bukan uang oleh seseorang atau rumah tangga selama periode tertentu. Dalam bentuk bukan uang yang diterima oleh seseorang misalnya berupa barang, tunjangan beras, dan sebagainya.Penerimaan yang diterima tersebut berasal dari penjualan barang dan jasa yang dihasilkan dalam kegiatan usaha.

Menurut Nicholson, Hukum Engel menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai upah atau pendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok. Sebaliknya, rumah tangga yang berpendapatan tinggi akan membelanjakan

(43)

sebagian kecil saja dari total pengeluaran untuk kebutuhan pokok (Raharja Pratama, 2010).

E. Tinjauan Empiris

Elvira dkk (2018) dalam jurnal Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Sulawesi Utara.Tujuan penelitiannya untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan terhadap kemiskinan rumah tangga di Sulawesi Utara.Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.Hasil penelitian yang didapat pendidikan berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga.Kesehatan berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga.Pendapatan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kemiskinan.

Novriyanto (2010) dalam penelitaanya yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Meningkatnya Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Semarang Kecamatan Suruh.Jenis penelitian ini merupakan penelitian verifikasi, dengan populasi semua rumah tangga miskin di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebanyak 6.096 orang dengan sampel 99 orang menggunakan teknik area random sampling. Ada 4 variabel yang diteliti yaitu: kepemilikan aset, pendidikan, pendapatan dan rumah tangga miskin. Alat pengumpul data yang digunakan adalah dokumentasi, kuesioner dan angket. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif persentase dan analisis Regresi Log Linear dengan alat bantu SPSS for windows release 12. Dari hasil penilitannya dapat disimpulkan bahwa kepemilikan aset merupakan faktor dominan dan berpengaruh

(44)

signifikan terhadap peningkatan rumah tangga miskin di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sedangkan pendidikan berpengaruh negatif namun tidak signifikan, dan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan.

Yufi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kemiskinan Rumah Tangga Melalui Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Tugu Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemiskinan rumah tangga melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Tugu Kota Semarang.Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode purposif sampling, Faktor-faktor tersebut meliputi pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan kepemilikan aset.Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tugu dengan jumlah kepala keluarga di Kecamatan Tugu sebanyak 1.530 KK, dengan sampel 94 KK. Ada 3 variabel yang diteliti yaitu : pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan kepemilikan aset. Alat pengumpul data yang digunakan kuesioner dan wawancara. Analisis data yang digunakan analisis regresi linier berganda dengan alat bantu SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan dan kepemilikan aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga.Sedangkan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga.

Pande Putu Erwin Adiana (2012) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga dan Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Gianyar”. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi rumah

(45)

tangga miskin dan variabel independennya adalah pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan .Dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar.

T.J Sekhampu North West University, South Africa (2013). The study reported in this article examined the socio economic determinants of household expenditure patterns in a South African township of Bophelong. The results are based on a household survey using questionnaires. A multiple regression model was used to explain responses in monthly expenditures to socio economic factors. Household income, household size, the number of people who are employed, employment status, and the educational attainment of the household head were found to exert a strong positive impact on household expenditure. The marital status of the household head was associated with a negative impact on household expenditure. The gender and age of the household head had no impact on the variations in household expenditure. The results of this s tudy contribute to the understanding of township residents by analysing the socio economic factors associated with household expenditure.

Tshediso Joseph Sekhampu, Analysis Of The Factors Influencing Household Expenditure In A South African Township (2013). The study reported in this article examined the socio-economic determinants of household expenditure patterns in a South African township of Bophelong. The results are based on a household survey using questionnaires. A

(46)

multiple regression model was used to explain responses in monthly expenditures to socio-economic factors. Household income, household size, the number of people who are employed, employment status, and the educational attainment of the household head were found to exert a strong positive impact on household expenditure. The marital status of the household head was associated with a negative impact on household expenditure. The gender and age of the household head had no impact on the variations in household expenditure. The results of this study contribute to the understanding of township residents by analysing the socio-economic factors associated with household expenditure.

F. Kerangka Konsep

Umumnya manusia tidak ingin terperangkap ke dalam kondisi keminskinan.Kemiskinan muncul karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk mengakses sumber daya yang tersedia.Sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan produktivitas yang dihasilkan juga rendah.Rumah tangga miskin cenderung mempunyai pendapatan yang rendah, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang rendah. Faktor-faktor tersebut membuat kegiatan produktif yang mereka lakukan relatif kecil dengan cara yang sangat sederhana.

Pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak cukup, oleh karena itu, perlu dipenuhi kebutuhan dasar selain makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa lainnya. Analisis faktor-faktor penyebab kemiskinan atau determinan

(47)

kemiskinan yaitu modal sumber daya manusia (human capital), jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan.Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan.Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga, kesehatan dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi. Tingkat kesehatan juga tentu akan mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang.

Jumlah tanggungan keluarga merupakan indikasi dalam menentukan miskin atau tidaknya suatu rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga berarti semakin besar jumlah tanggungan dan akan semakin besar pengeluaran yang dikeluarkan untuk biaya hidup. Sehingga menurut masyarakat miskin, jumlah anggota keluarga yang banyak akan mengakibatkan kondisi menjadi semakin miskin. Apabila pendapatan rumah tangga tidak meningkat sejajar dengan jumlah tanggungan keluarga maka rumah tangga itu akan menjadi miskin atau semakin miskin. Inilah salah satu penjelasan keterkaitan antara rumah tangga miskin dengan besarnya anggota rumah tangga tersebut.Jumlah tanggungan dalam rumah tangga juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan rumah tangga.

(48)

Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Sebagai jawaban sementara dari penelitian ini yang mengacu pada rumusan masalah dan teori maka dapat dijelaskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan (𝑋1) Indikator: 1. Keberlangsungan Pendidikan 2. Melek Huruf 3. Akses Layanan Pendidikan Prasekolah 4. Lama Sekolah Jumlah Tanggungan Keluarga (𝑋2) Indikator: Tanggungan kepala keluarga terhadap banyaknya anggota keluarga. Tingkat Pendapatan (𝑋3) Indikator:

1. Pendapatan Berupa Uang 2. Pendapatan Berupa Barang Pengeluaran Rumah Tangga Miskin (Y) Indikator: 1. Ketidakmampuan Memenuhi Kebutuhan Dasar. 2. Ketidakmampuan Memenuhi Kebutuhan Sosial Psikologis

(49)

1. Diduga tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar.

2. Diduga jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar.

3. Diduga tingkat pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar.

(50)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelintian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya (Sugiyono, 2012). Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahuai pengaruh pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan terhadap pengeluaran rumah tangga miskin di Kota Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Menentukan suatu lokasi penelitian, maka diperlukan suatu lokasi yang sesuai dengan keperluan peneliti.Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar bertempat di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Panakkukang, dan Kecamatan Tallo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan, dimulai awal bulan September sampai awal bulan November tahun 2019.

(51)

C. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas (Independent Variable). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang menyebabkan timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tingkat Pendidikan (𝑋1)

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini diukur dari lama pendidikan formal yang ditempuh oleh kepala keluarga (satuan tahun aktif).Menurut BPS Provinsi DIY (2017:12) Ada dua indikator dalam mengukur dimensi pendidikan yaitu lama sekolah (years of schooling) dan akses terhadap pendidikan (attadence of school).Dua indikator ini lebih mencerminkan kepada kemampuan masyarakat terhadap akses dasar pendidikan dan bukan mencerminkan kualitas dari pendidikan yang mereka dapati. Lama pendidikan dalam MPI dihitung minimal ada satu orang dalam rumah tangga yang telah menyelesaikan pendidikan minimal lima tahun. Sedangkan kehadiran anak di sekolah dihitung keberadaan anak usia sekolah yaitu kelas satu sampai delapan yang akses (hadir) dalam pendidikan.

(52)

b. Jumlah Tanggungan Keluarga (𝑋2)

Menurut data BPS, beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya tanggungan keluarga dan tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Rumah tangga miskin cenderung mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak. Adapun indikator jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat dari banyaknya anggota dalam keluarga tersebut yang menjadi tanggungan kepala keluarga (satuan jiwa).

c. Pendapatan (𝑋3)

Pendapatan adalah seluruh penerimaan berupa uang maupun barang yang dapat dinilai berdasarkan harga berlaku. (satuan rupiah). Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan jumlah uang atas harga yang berlaku saai ini (Mulyanto, 2014:34). Adapun indikator tingkat pendapatan :

1) Pendapatan berupa uang seperti gaji, upah dan investasi.

2) Pendapatan berupa barang seperti transportasi, perumahan, dan rekreasi

2. Variabel Terikat (Dependent Variable). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengeluaran Rumah Tangga Miskin (Y) dengan indikator sebagai berikut: (soegandar,n.d)

(53)

a) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi papan, sandang, dangan pangan.

b) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sosial psikologis yang meliputi agama, kesehatan dan hiburan.

D. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sifatnya, data dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Data Kualitatif

Data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video. 2. Data kuantitatif

Data yang berbentuk angka atau bilangan.Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisi menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika.

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data yang berhubungan dengan penelitian ini.Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

(54)

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari hasil wawancara kepala atau anggota rumah tangga miskin. Data primer ini berupa data mengenai data diri responden, pendidikan terakhir kepala keluarga, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan. 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh mengenai jumlah dan presentasi penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan, garis kemiskinan, dan penduduk miskin di tiap kecamatan Kota Makassar. Instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan dan Badan Pusat Statistik Kota Makassar.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2012:80) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga rumah tangga miskin di Kota Makassar yang tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Panakkukang, dan Kecamatan Tallo yaitu sebanyak 22.916 kepala keluarga rumah tangga miskin.

(55)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sampel tersebut. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada kepala keluarga miskin di Kecamatan Tamalate, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Panakkukang, dan Kecamatan Tallo.

Menentukan besarnya sampel penelitian, peneliti berpadoman pada rumus Slovin:

n = 𝑁

1+𝑁(𝑒2)

n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi

e = error/ persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolelir atau diinginkan.

n = 𝑁

1+𝑁(𝑒2)

n = 22916

(56)

n = 22916 1+22916(0,01) n = 22916 1+229,16 n = 22916 230,16 n = 99,56 = 100

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpumpulan data dalam penelitian ini ada 2 yaitu: 1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Adapun responden yang tidak bisa baca tulis dilakukan dengan cara wawancara.

2. Dokumentasi

Sugiyono (2012:329) menyebutkan bahwa “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bias berbentuk tulisan. Gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang’.Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kuantitatif.

(57)

G. Teknik Analisis Data

Adapun instrument penelitian yang digunakan yaitu: 1. Uji Validitas

Validitas menurut Sugiyono (2016:177) menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk mencari validitas sebuah item, kita mengkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut. Jika koefisien antara item dengan total item sama atau diatas 0,3 maka item tersebut dinyatakan valid, tetapi jika nilai korelasinya dibawah 0,3 maka item terebut dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012 : 177). Uji reliabilitas koesioner dalam penelitian digunakan metode split half item tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelimpok item ganjil dan kelompok item genap. Kemudian masing-masing kelompok skor tiap itemnya dijumlahkan sehinga menghasilkan skor total. Apabila korelasi 0,7 maka dikatakan item tersebut memberikan tingkat reliabel yang cukup, sebaliknya apabila nilai korelasi dibawah 0,7 maka dikatakan item tersebut kurang reliabel.

Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan analisis model Regresi Berganda (Multiple Regression). Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi yang melibatkan dua atau lebih variabel dalam analisa.Tujuan adalah untuk menghitung parameter-parameter estimasi dan untuk melihat apakah variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat

Gambar

Gambar 4.1 Uji Normalitas…………………………………….. 61
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin  Tahun 2018  NO  Kabupaten/Kota  Jumlah  Penduduk  Miskin (Jiwa)  Persentase Penduduk Miskin (%)  1  Kep
Tabel  1.1  dapat  kita  lihat  jumlah  penduduk  miskin  di  Sulawesi  Selatan  adalah  792.640  jiwa  dan  presentase  penduduk  miskin  sekitar  9,06%
Tabel  1.2  Jumlah  Rumah  Tangga  Miskin  Menurut  Kecamatan  di  Kota Makassar Tahun 2018
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel jumlah anggota keluarga merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kemiskinan, karena jumlah anggota yang lebih besar akan menjadi beban

secara parsial jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap pembelian minyak goreng curah di Kota Bengkulu. Sehingga dapat diketahui bahwa variable jumlah

Koefisien regresi variabel jumlah tanggungan keluarga bernilai negatif yaitu -2,871 hal ini berarti bila jumlah tanggungan bertambah satu satuan maka dapat mempengaruhi

Pengujian hipotesis kedua : Diduga secara parsial faktor pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan ibu rumah tangga, harga bahan pokok beras,

Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran

Predictors: (Constant), lamanya berkeluarga, jarak sumber pangan, pendapatan, pendidikan ibu, jumlah keluarga, raskin.. Dependent

Dari perhitungan menunjukan bahwa jumlah anggota rumah tangga dan bantuan sosial terhadap pangan berpengaruh terhadap pengeluaran pangan karena t hitung lebih

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga miskin antara lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota