• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Daging

Daging menurut Badan Standardisasi Nasional (1998) didefinisikan sebagai urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan ternak yang sehat waktu dipotong (SNI 01-3947-1995). Bahar (2003) menjelaskan, bahwa daging terdiri atas jaringan otot. Jaringan otot terdiri dari 3 macam, yaitu jaringan otot rangka, jaringan otot jantung (cardiac), dan jaringan otot halus. Jaringan otot rangka adalah jaringan otot yang menempel secara langsung atau tidak langsung pada tulang, yang menimbulkan suatu gerakan, dan atau memberikan bentuk pada tubuh. Secara ekonomis, jaringan otot rangka merupakan bagian yang terpenting dan utama dari karkas.

Selain mengandung nutrisi yang baik bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam-asam amino essensial yang cukup dan berimbang, daging ternak pun berkontribusi dalam memberikan sumber energi berupa lemak. Komponen utama lemak hewan adalah palmitat, stearat dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sangat sedikit asam arakidonat (Poedjiadi, 1994).

Komposisi Kimiawi Daging Sapi

Daging memiliki beberapa komposisi kimiawi berdasarkan proksimat diantaranya kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, serta kandungan kalori. Air

Komposisi kimiawi terbesar dari daging sapi adalah air, berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 66,6 % pada bagian round; 60,8 % pada bagian chuck; 47,2 % pada bagian rib; 56,5 % pada bagian rump; dan 55,7 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Protein

Komposisi kimiawi daging sapi lainnya yaitu protein, berdasarkan potongan komersial, yaitu sebesar 20,2 % pada bagian round; 18,7 % pada bagian chuck; 14,8 % pada bagian rib; 17,4 % pada bagian rump; dan 16,9 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Protein daging dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok besar, yaitu miofibril, stroma, dan sarkoplasma (Lawrie, 1995). Masing masing protein memiliki fungsi yang berbeda serta memberikan kontribusi pada daging.

(2)

Lemak

Komposisi lemak daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 12,3 % pada bagian round; 19,6 % pada bagian chuck; 37,4 % pada bagian rib; 25,3 % pada bagian rump; dan 26,7 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Keragaman nyata dalam komposisi lemak atau lipida terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak karena adanya hidrogenasi yang disebabkan oleh mikroflora di dalam rumen. Tabel 1 di bawah ini membandingkan asam lemak yang terdapat pada daging sapi dengan daging lainnya.

Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya

Asam-Asam Lemak

Persentase Asam Lemak dari Lipida (%)

Sapi Domba Babi

Miristat (14 : 0) 2 1 3 Palmitat (16 : 0) 29 25 28 Stearat (18 : 0) 20 25 13 Oleat (18 : 1) 42 39 46 Linoleat (18 : 2) 2 4 10 Linolena (18 : 3) 0.5 0.5 0.7

Sumber : Buckle et al., 1987 Abu

Kadar abu daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 0,9 % pada bagian round; 0,9 % pada bagian chuck; 0,6 % pada bagian rib; 0,8 % pada bagian rump; dan 0,8 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Kalori

Kandungan kalori daging sapi berdasarkan potongan komersial (per 100 gram) yaitu sebesar 197 kalori pada bagian round; 257 kalori pada bagian chuck; 401 kalori pada bagian rib; 303 kalori pada bagian rump; dan 313 kalori pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971).

Jeroan Sapi

Jeroan sapi adalah komponen bagian dalam dari ternak sapi. Jeroan dapat meliputi hati, ginjal, kepala, kedua kaki, paru-paru, usus, perut atau rumen, limpa dan pankreas. Jeroan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang

(3)

enak atau khas dan masih memiliki kandungan gizi tinggi disamping harganya yang terjangkau. Menurut Kiernat et al. (1964) bahwa kandungan nutrisi yang terkandung dalam hati dan paru-paru dalam 100 g dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Jeroan Daging Sapi

Sumber : Kiernat et al. , 1964

Lipida dan Kolesterol

Lemak adalah sekelompok senyawa organik yang terdiri atas elemen-elemen yang sama dengan karbohidrat, yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) tetapi jumlahnya berbeda. Lemak terdiri atas asam lemak dan gliserol (gliserin). Asam lemak dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak tak jenuh yang harus didatangkan dari luar tubuh, dan asam lemak jenuh yang merupakan senyawa lemak yang dapat disenyawakan sendiri dalam tubuh (Soehardi, 2004). Lemak sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform, tetapi tidak larut dalam air. Lemak merupakan ikatan gliserol yang bersifat trihidrik dengan asam-asam lemak yang bersifat monobasik, sehingga pada hidrolisa lemak terpecah menjadi tiga buah molekul asam lemak dan satu molekul gliserol (Nicholl, 1976).

Ada tiga bentuk lemak utama yang didapatkan dalam diet manusia dan hewan, yaitu: (1) gliserida, terutama trigliserida (triasilgliserol); (2) fosfolipida, dan (3) sterol. Struktur lipida ditandai dengan relatif kurang mengandung oksigen. Lemak hampir semua terdiri dari karbon (C) dan hidrogen (H) yang dapat menyebabkan hidrofobik dan hampir semuanya tidak dapat bergabung dengan air (Linder, 1992).

Trigliserida

Definisi trigliserida menurut Soehardi (2004) adalah lemak netral suatu ester gliserol yang terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk Bagian

Jeroan Sapi

Kandungan Gizi (%)

Protein Air Lipida Karbohidrat Kalori Abu

Hati 19,9 69,7 3,8 5,3 140 1,3

(4)

trigliserida. Enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah apabila sel membutuhkan energi. Trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat (sederhana dan kompleks).

Lipida di dalam hati ada yang dioksidasi untuk menghasilkan energi dan ada yang disimpan untuk cadangan. Mekanisme penyerapan trigliserida dari makanan antara lain, senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi oleh cairan mukosa usus (Hawab et al., 1989). Selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan di seluruh tubuh (Azain, 2004). Butiran lemak yang disebut kilomikron tersebut masuk ke dalam darah melalui sistem limfatik. Kilomikron memiliki diameter 0.1-1µm dan terdiri atas beberapa jenis kolesterol, lipoprotein kulit, dan trigliserida sebagai komponen utama (Hawab et al., 1989).

Prawirokusumo (1994) menjelaskan bahwa lemak atau lipida disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida, yang dikenal sebagai proses lipogenesis (deposisi lemak) yang terjadi akibat masukan energi melebihi keluaran energi. Proses lipogenesis mendeposisikan lemak di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida yang merupakan hasil sintesa dari asam-asam lemak dan gliserol yang dibantu dengan hormon insulin (Prawirokusumo, 1994). Selain lemak, kandungan karbohidrat juga merupakan bahan untuk terjadinya lipogenesis yang menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol (Pilliang dan Djojosoebagio, 1990). Pendapat serupa dinyatakan Soehardi (2004) bahwa trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat (sederhana dan kompleks).

Trigliserida juga merupakan komponen lipida yang berperan dalam proses metabolisme lipida di dalam tubuh. Kadar trigliserida, kolesterol total, dan LDL dalam darah harus rendah. Kadar trigleserida yang ada di dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dari makanan atau banyaknya lemak yang masuk dari luar tubuh (Soehardi, 2004). Lemak dari makanan akan diubah menjadi kilomikron

(5)

dan masuk ke saluran darah, dan setelah sampai di jaringan lemak atau otot akan diubah menjadi trigliserida sebagai cadangan energi.

Kolesterol

Kolesterol adalah senyawa (zat) kimia yang tergolong dalam kelompok pelarut organik (compound organic) yang dikenal sebagai lipida yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam eter dan pelarut organik (solvent organic) lainnya. Kolesterol berfungsi sebagai bahan baku pembentuk hormon steroid yang menjadi bagian dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon korteks adrenal, hormon seks pada pria dan wanita, hormon kelenjar anak ginjal dan untuk memproduksi garam empedu. Kolesterol dalam tubuh berikatan dengan sejenis protein membentuk lipoprotein. Lipoprotein ini terbagi menjadi low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL) (Soehardi, 2004). Kolesterol seperti yang ditambahkan Mayers (1996) merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipida dengan rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten. Hal ini karena

kolesterol mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada C5

dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17. Struktur kimia kolesterol dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Kolesterol Sumber: Mayes, 1996

Kolesterol menurut Jae (2003) merupakan salah satu komponen lemak. Lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak disamping sebagai salah satu sumber energi, sebenarnya atau khususnya kolesterol

(6)

memang merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh.

Lipoprotein

Lipoprotein darah terdiri atas beberapa fraksi yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Ikatan lipoprotein tersebut yang paling perlu diketahui adalah LDL atau lipoprotein densitas rendah dan HDL atau lipoprotein densitas tinggi. Kedua jenis LDL dan HDL mempunyai fungsi yang berlawanan. Jenis LDL bersifat efek aterogenik dan disebut juga dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun akan mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Proses aterosklerosis yang terjadi di pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya jantung koroner, apabila terjadi di pembuluh darah otak dapat menyebabkan terjadinya stroke. Jenis HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena mempunyai efek antiaterogenik yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati selanjutnya dikeluarkan lewat empedu (Assmann et al., 2004).

Kilomikron. Disintesis dalam mukosa usus, terutama mengandung trigliserida, dan kurang lebih 98% dari berat keringnya berupa lipida. Kilomikron berfungsi utama dalam pengangkutan lemak diet ke dalam tubuh. Selain itu, mengangkut pula kolesterol yang sebelumnya diubah menjadi ester kolesterol sebelum bergabung dengan kilomikron (Montgomery et al., 1993).

Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Jenis lipoprotein berkepadatan sangat rendah (VLDL), mengandung sekitar 90% lipida (50-65 % adalah trigliserida). VLDL disintesis dalam hati dan bertugas mengangkut trigliserida dari hati ke jaringan lain, terutama jaringan adiposit (Montgomery et al., 1993).

(7)

Intermediate Density lipoprotein (IDL). Lipoprotein berkepadatan sedang terbentuk dalam plasma selama terjadi perubahan VLDL menjadi LDL. Memiliki dua fungsi utama, yaitu mengeluarkan kelebihan asam lemak dari hati dan mengambil ester kolesterol yang telah terbentuk dalam plasma(Montgomery et al., 1993).

High Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol lipoprotein densitas tinggi (k-HDL, high density lipoprotein) dibagi menjadi tiga, yaitu HDL1, HDL2 dan HDL3.

Kolesterol lipoprotein densitas tinggi (k-HDL, high density lipoprotein) HDL1

didapatkan pada hewan dan manusia yang mengkonsumsi diet tinggi kolesterol dan pernah dihubungkan dengan induksi atherosklerosis. Komponen HDL adalah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan sampai pubertas, kemudian menurun pada laki-laki sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan. Individu dengan nilai lipida yang normal, kadar HDL-nya relatif menetap sesudah dewasa (kira-kira 45 mg/dl pada pria dan 54 mg/dl pada wanita) (Suyatna dan Handoko, 2002).

Low Density Lipoprotein (LDL). Lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprotein) merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan 50% kolesterol (Suyatna dan Handoko, 2002).

Metabolit very low density lipoprotein (VLDL), fungsinya membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk mensintesis membran plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyaknya faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL. Kolesterol LDL adalah komponen normal plasma dalam keadaan puasa. Plasma mengandung LDL kadar tinggi tetap jernih setelah proses pendinginan karena LDL berukuran relatif kecil (Suyatna dan Handoko, 2002).

Peranan High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) terhadap Kolesterol Darah

Lipoprotein jenis LDL dan HDL memiliki fungsi yang berlawanan (Montgomery et al., 1993). Low density lipoprotein (LDL) bersifat efek atherogenik disebut juga dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun mengeras (membentuk plaque)

(8)

dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan atherosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Proses atherosklerosis yang terjadi di pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Penyumbatan pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan terjadinya gejala stroke. Dorfman et al. (2004) menyebutkan, bahwa peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap pengembangan flak atherosklerotik, yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor kolesterol, dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati. Fungsi HDL inilah yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena memiliki efek antiatherogenik yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati kemudian organ hati mengekskresikannya melalui empedu.

Gambar potongan melintang dari arteri serta pembentukan plaque di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar tersebut menjelaskan aliran darah normal serta aliran darah yang terhambat akibat pembentukan plague pada arteri.

Gambar 2. Pembentukan Plaque pada Arteri

Sumber: National Heart Lung and Blood Institute, 2006 Atherosklerosis dan Proses Pembentukannya

Aterosklerosis menurut Linder (1992) adalah penyakit pembuluh darah yang ditandai dengan permukaan bagian dalam arteri besar membentuk plaque (raised plaque) yang desebabkan oleh peninggian sel-sel, urat daging licin, serat, lipida serta peninggian bagian dinding arteri dengan berbagai tingkat nekrose, kalsifikasi dan hemoragi. Penyumbatan (plague) adalah penebalan suatu lapisan medial dari dinding

(9)

arteri, yang menonjol ke arah lumen dan menyebabkan pengurangan aliran darah dan elastisitas pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya occlusive thrombi (pembekuan) dan dapat menyebabkan infark miokardium dan stroke. Plaque yang kurang menonjol dan kompleks juga ada yang disebut dengan fatty stearaks; terdiri dari proliferasi sel-sel urat daging licin bersama dengan berbagai level lipida intraseluler dan ekstraseluler (Gambar 3-bagian A). Serat-serat jaringan pengikat dalam fibrous plaque, selanjutnya membentuk semacam tutup atau topi di atas lipida ekstraseluler bagian dalam dan puing seluler, membentuk peninggian dan selanjutnya mengganggu lumen (Gambar 3-bagian B). Umumnya, ada hubungan antara umur rata-rata dan terbentuk atau ditemukannya berbagai plaque yang dimulai dangan garis-garis lemak (hanya ditemukan pada anak-anak) yang berkembang ke darah atau menjadi fibrous flaque (sudah dapat ditemukan pada anak-anak remaja) sampai pembentukan compleks raised plaque (Gambar 3-bagian B) sampai terjadinya aterosklerosis dan pecahnya pembuluh darah (Gambar 3-bagian C).

A B C

Gambar 3. Tahapan Pembentukan Atherosklerosis Sumber: Packard dan Libby, 2008

Hasil-hasil utama metabolik kolesterol sebagian besar berupa asam-asam empedu. Ditinjau dari segi kuantitatif, Montgomery et al. (1993) menyebutkan, bahwa produksi asam empedu merupakan jalur katabolik kolesterol paling penting. Perubahan sinambung kolesterol menjadi asam empedu dalam hati mencegah tubuh terlalu dibebani dengan kolesterol. Pengumpulan kolesterol yang berlebih akan merugikan, karena kolesterol tidak dapat dirusak oleh oksidasi menjadi CO2 dan air.

Hal ini disebabkan karena jaringan mamalia tidak memiliki enzim yang mampu mengkatabolis inti steroid. Mekanisme pengaturan kolesterol yang tidak berfungsi ini menyebabkan penyakit patologis, yaitu artherosklerosis yang melibatkan pengumpulan kolesterol pada dinding arteri. Fungsi utama kolesterol juga merupakan bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid. Kolesterol dalam tubuh berlebih akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi

(10)

yang disebut aterosklerosis, yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan stroke. Kolesterol yang kita butuhkan tersebut, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Kholesterol tersebut bisa meningkat jumlahnya karena makanan eksternal yang berasal dari lemak hewani, telur dan yang disebut sebagai makanan sisa (junkfood) (Soehardi, 2004). Perbandingan kadar kalori, lemak, dan kolesterol pada daging sapi dengan daging ternak lainnya dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Kadar Kalori, Lemak dan Kolesterol Daging Sapi dengan Daging Ternak lainnya dalam 100 g Bahan

Nama Daging Kalori (kal.) Lemak (mg) Lemak Jenuh (mg) Kolesterol (mg)

Daging Sapi 207 14,0 5,1 70 Daging Kerbau 84 0,5 * * Daging Kambing 154 9,2 3,6 70 Daging Domba 206 14,8 * * Daging Babi 376 35,0 11,3 70 Daging Ayam 302 25,0 0,9 60

Keterangan: *( tidak ada data)

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2001

Daging sapi (Tabel 3) menurut Departemen Kesehatan RI (2001) memiliki kandungan lemak sebesar 14 mg dalam 100 g, lebih tinggi dibandingkan lemak yang terdapat pada daging kambing sebesar 9,2 mg/100 g dan daging kerbau sebesar 0,5 mg/100 g, akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan lemak yang terdapat pada daging domba (14,8 mg/100 g), daging ayam (25 mg/100 g) dan lemak yang terdapat pada daging babi (35 mg/100 g). Lemak jenuh yang terdapat pada daging sapi sebesar (5,1 mg/100 g) dibandingkan daging kambing (3,6 mg/100 g) dan daging ayam (0,9 mg/100 g) dan lebih rendah dibandingkan dengan daging babi (11,3 mg/100 g). Kolesterol yang terdapat pada daging sapi, domba dan daging babi umumnya sama, yaitu sebesar 70 mg/100 g, sedangkan daging ayam memiliki kolesterol sebesar 60 mg dalam 100 g kolesterol.

(11)

Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang diakibatkan oleh penurunan kondisi metabolisme tubuh karena faktor pertambahan usia (umur). Penyakit degeneratif timbul karena faktor usia, tidak bisa disembuhkan namun dapat dikendalikan. Penyakit degeneratif disebut juga dengan penyakit yang mengiringi proses penuaan, seperti penyakit jantung koroner, stroke, atherosklerosis dan pembuluh darah. Menjaga kesehatan tubuh merupakan salah satu cara untuk untuk mencegah penyakit degeneratif, yaitu melalui gaya hidup sehat. Diagnosis dini mungkin merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui resiko penyakit degeneratif yang timbul, sehingga dapat dicegah dengan mengubah pola makanan dan gaya hidup. Diagnosis secara dini disisi lain merupakan satu-satunya cara untuk mengendalikan penyakit kronik yang sangat mahal dan fatal (Rugmono, 2007).

Transport Lemak

Lemak dalam darah sebagaimana yang dijelaskan oleh Poedjiadi (1994) merupakan lemak yang diangkut dalam tiga bentuk yaitu kilomikron, partikel lipoprotein yang sangat kecil, dan bentuk asam lemak yang terikat dalam albumin. Kilomikron menyebabkan darah tampak keruh, terdiri atas lemak 81-82 %, protein 2%, fosfolipid 7% dan kolesterol 9%. Kekeruhan akan hilang dan darah menjadi jernih kembali karena terjadinya proses hidrolisis lemak oleh enzim lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase sebagian besar terdapat pada jaringan dan dalam jumlah banyak pada jaringan adipose dan otot jantung. Lemak yang diabsorpsi diangkut ke hati kemudian lemak diubah menjadi fosfolipid yang kemudian diangkut ke organ-organ maupun jaringan-jaringan tubuh. Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen (Smaolin dan Grosvenor, 1997).

Jalur Eksogen

Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Trigliserida dalam kilomikron di bawa ke dalam aliran darah dan mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah kembali menjadi trigliserida sebagai cadangan energi (Smaolin dan Grosvenor,1997).

(12)

Kilomikron remnan akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Kolesterol yang mencapai organ hati sebagian diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan melalui usus yang berfungsi seperti detergen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Ditambahkan lagi oleh Smaolin dan Grosvenor, 1997), bahwa kolesterol sebagian lagi dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen.

Jalur Endogen

Trigliserida dibawa melalui aliran darah dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL), yang kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi intermediate density lipoprotein (IDL). Pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida. Intermediate density lipoprotein (IDL) melalui beberapa tahap proses akan berubah menjadi low density lipoprotein (LDL) yang kaya akan kolesterol. Kira-kira ¾ dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL, yang mana LDL ini berfungsi menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, di mana pertama-tama akan berikatan dengan high density lipoprotein (HDL). Aktivitas HDL juga membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh (Smaolin dan Grosvenor, 1997).

Kadar Kolesterol Otot

Kolesterol merupakan lemak jaringan yang terdapat dalam lemak intramuskuler (marbling), yang deposisinya dipengaruhi oleh spesies ternak, umur dan lokasi otot (Soeparno, 1992). Kisaran kandungan kolesterol jaringan otot menurut Seman dan McKenzie-Parnell (1989) sedikit bervariasi antar spesies. Semakin meningkat umur individu, maka kadar kolesterol cenderung meningkat. Kadar kolesterol terdapat pada Tabel 4 pada Musculus longgissimi thoracis et lumborum beberapa jenis ternak yang terlihat dari beberapa jenis ternak dengan tingkat umur yang berbeda, yaitu anak (3-4 bulan) dan ternak muda (sekitar 12

(13)

bulan). Kandungan kolesterol terdapat pada Tabel 5 menunjukkan dalam daging lean dan offal dalam 100 g.

Tabel 4. Kadar Kolesterol Otot dari Musculus longissimi thoracis et lumborum

Bangsa Ternak Anak (3-4 bulan) Muda (sekitar 12 bulan) --- mg / 100 g --- Sapi Bali 1) - 97,87 Kerbau 1) - 98,69 Sapi PO 1) - 92,81 Domba 2) 121,60 92,87 Kambing 2) 118,50 109,48 Keterangan: 1. Komariah, 1997 2. Sakuntal, 1987

Tabel 5. Kandungan Kolesterol dalam Daging Lean dan Offal

Sumber Kolesterol (mg/100 g) Daging Sapi 59 Daging Domba 79 Daging Babi 69 Ginjal Sapi 400 Ginjal Domba 400 Ginjal Babi 410 Hati Sapi 270 Hati Domba 430 Hati Babi 260

Sumber: Paul dan Squthgate, 1978

Kandungan kolesterol dalam daging lean dan offal (Tabel 5), kandungan kolesterol daging sapi tidak berbeda jauh dengan kolesterol daging kambing, domba, dan babi. Kolesterol yang terdapat pada daging ayam lebih rendah dibandingkan dengan beberapa produk susu dan hasil olahan daging ayam serta makanan asal laut. Daging sapi mengandung kolesterol sebanyak 59 mg persen, ikan dan domba adalah 70 mg persen sedangkan untuk daging kambing 76 mg persen. Kandungan kolesterol daging babi dan ayam adalah 60 mg persen. Hal ini memperlihatkan, bahwa

(14)

kandungan kolesterol setiap otot Musculus longissimi thoracis et lumborum setiap ekor ternak hampir seimbang.

Indeks Atherogenik

Nilai indeks atherogenik ini sangat tergantung dengan kadar HDL. Indeks atherogenik merupakan indikator untuk mengetahui resiko atherosklerosis yang menjadi penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah. Kadar HDL yang semakin tinggi menyebabkan indeks atherogenik semakin rendah sehingga resiko terjadinya atherosklerosis juga semakin kecil. Nilai indeks atherogenik ideal untuk laki-laki adalah di bawah 4,5 dan untuk wanita di bawah 4,0 (Sihombing, 2003).

Tikus sebagai Hewan Percobaan

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) taksonomi tikus putih diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Klas : Mamalia

Sub Klas : Theria Ordo : Rodentia Sub Ordo : Myomorpha Famili : Muridea Sub Famili : Murinae Genus : Rattus

Species : Rattus novergicus

Tikus yang sering digunakan dalam penelitian adalah jenis tikus putih Rattus norvegicus yang berjenis kelamin jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat mendengar dan melihat tikus lain dan jika dipegang dengan cara yang benar tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus putih yang biasa dijadikan sebagai hewan laboratorium terdiri atas lima macam yaitu Long Evans, Osborne mendel, Sherman, Sparague dawley, dan Wistar. Tikus percobaan memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah: (1) nocturnal, yaitu aktifitasnya pada malam hari dan tidur pada siang hari, (2) tidak mempunyai gall blader (kantung empedu), (3) tidak dapat mengeluarkan isi perut (muntah), dan

(15)

(4) tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi, 1989).

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) faktor yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berkembangbiak serta aktifitas hidup sehari-hari adalah kualitas makanan. Makanan tikus tidak berbeda seperti hewan percobaan lainnya yang membutuhkan protein, lemak, energi dan mineral. Makanan yang dikonsumsi tikus perhari setiap ekor berkisar 12-20 g dan konsumsi minum 20-45 ml air. Makanan yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan tikus agar dapat memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan tikus.

Respon Fisiologis

Respon fisiologis merupakan perpaduan setiap fungsi dari semua sel dan organ tubuh dalam kesatuan fungsional (Cunningham, 1997). Pengaturan yang terjadi dapat melalui perubahan irama denyut jantung, laju pernafasan maupun suhu tubuh. Peubah respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung, dan suhu tubuh, merupakan suatu parameter fisiologis yang dapat mendukung terciptanya sistem kerja homeostasis yang stabil karena adanya pengaruh lingkungan. Data fisiologis tikus percobaan yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 6. Data Fisiologis Tikus Percobaan yang Direkomendasikan

Kriteria Penilaian Nilai

Denyut Jantung Tekanan Darah Suhu Tubuh Kolesterol Serum Lemak Serum Trigliserida Berat Dewasa Berat Lahir

330-480/menit, turun menjadi 250 dengan anestesi dan naik menjadi 550 dalam stress 90-180 sistol, 60-145 diastol 36-39 oC (rata- rata 37,5oC) 10-54 mg/100ml 70-415 mg/dl 26-145 mg/dl 300-400 g jantan, 250-300 g betina 5-6 g

Sumber: 1. Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 2. Malole dan Pramono, 1989

(16)

Sistem Homeostatis

Hewan mamalia yang berdarah panas (homeotermik) dibekali oleh sistem homeostasis yang berfungsi untuk mengendalikan diri sehingga tercapai keseimbangan internal tubuh, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang berasal dari dalam tubuh (Guyton dan Hall, 1997). Ditambahkan lagi oleh Guyton dan Hall (1997), bahwa sistem homeostasis merupakan suatu sistem pengendalian diri sehingga tercapai keseimbangan di dalam tubuh. Hal ini dapat dijadikan suatu ukuran dalam mempelajari gejala penyakit jantung dan pembuluh darah yang timbul akibat mengkonsumsi bahan pangan. Daging sapi ditambah jeroan merupakan bahan pangan hasil ternak yang dapat mempengaruhi nilai respon fisiologis pengkonsumsinya akibat adanya komponen lemak yang mempengaruhi aktivitas hormon-hormon yang berbahan dasar lemak seperti hormon steroid sehingga dapat memicu paningkatan pompa aliran darah ke seluruh bagian tubuh. Parameter fisiologis mendukung terciptanya sistem homeostasis, yang nilainya meliputi sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan dan suhu tubuh.

Laju Pernafasan

Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup dua proses, yaitu pernafasan luar (eksternal), yaitu penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh

secara keseluruhan serta pernafasan dalam (internal), yaitu penggunaan O2 dan

pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media

cair sekitarnya (Ganong, 1999). Respirasi atau pernafasan merupakan proses memasukkan O2 ke jaringan tubuh untuk proses metabolisme dan mengeluarkan CO2

hasil dari metabolisme.

Denyut Jantung

Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar melalui sebuah sistem ke semua bagian miokardium dan pada keadaan normal bagian-bagian jantung berdenyut dengan urutan teratur (Ganong, 1999). Disampaikan juga oleh Ganong (1999), bahwa frekuensi denyut jantung merupakan hitungan beberapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Frekuensi jantung terutama dikendalikan oleh persyarafan jantung, rangsangan simpatis yang meningkatkan frekuensi, dan rangsangan parasimpatis yang menurunkannya.

(17)

Suhu Tubuh

Suhu tubuh merupakan salah satu kriteria dari penilaian respon fisiologis. Suhu tubuh merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam yang bernilai konstan saat pengukuran dan merupakan energi yang dimetabolisme dari makanan yang masuk atau dari senyawa yang ada dalam tubuh (Ganong, 1999).

Pengambilan Sampel Darah Tikus

Tikus merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam sebuah percobaan di laboratorium. Penelitian yang menggunakan analisis sampel komponen darah perlu mengetahui teknik pengambilan darah dari hewan percobaan. Teknik pengambilan sampel darah menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : memotong ujung ekor (cara ini tidak baik untuk pengambilan darah berulang), dari vena lateralis ekor (cara ini lebih mudah dilakukan pada tikus daripada mencit), cara memperoleh darah dari sinus orbitalis (jarang dipakai dan perlu anestesi), cara pengambilan dari jantung tikus, cara dekapitasi, dan cara pengambilan darah dari vena saphena atau vena jugularis tidak lazim dipakai.

Plasma dan Serum Darah

Unsur seluler darah-darah putih, sel darah merah dan trombosit tersuspensi dalam plasma. Volume darah normal total yang beredar sekitar 8% dsri berat badan seseorang atau sekitar 5600 ml pada orang dengan berat badan 70 kg, yang mencakup 55% komposisinya adalah plasma darah. Bagian cair darah disebut dengan plasma darah. Plasma darah adalah suatu larutan yang yang mengandung komposisi kimia yang lengkap mengandung ion, molekul anorganik dan molekul organik dalam jumlah yang sangat banyak saat disirkulasikan dalam tubuh atau memiliki fungsi sebagai transport zat-zat lainnya dalam tubuh. Volume plasma normal adalah 5% berat badan. Plasma yang berada dalam suhu ruang akan cepat membeku dan akan tetap dalam kondisi cair bila ditambahkan dengan antikoagulan. Darah yang dibiarkan membeku dan sisa bekuan dipisahkan, maka cairan yang tertinggal disebut dengan serum darah. Serum komposisi kimianya hampir sama dengan plasma darah, kecuali fibrinogen dan faktor-faktor pembekuannya (trotrombin, proalelarin, faktor labil, globulin, aselarator, prokonvertin, dan SPCA)

(18)

bila telah dipisahkan, maka serum mengandung lebih tinggi serotonin karena adanya pemecahan trombosit selama pembekuan (Ganong, 1979).

Bumbu Gulai

Bumbu masakan (seasonings) menurut Farrel (1990) merupakan campuran yang terdiri atas satu atau beberapa spices (rempah-rempah) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau penyiapan, yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami dari makanan, sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu menurut Palupi (1995) dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuan-penemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh konsumen. Bumbu gulai yang digunakan dalam proses pembuatan gulai adalah garam, bumbu masakan siap saji dan santan kelapa.

Garam

Garam merupakan bumbu yang sering digunakan dalam masakan, umumnya berfungsi sebagai penyedap rasa dan meningkatkan flavor. Garam juga berfungsi sebagai penghambat selektif bagi mikroba pencemar non halofilik (Buckle et al., 1987). Konsentrasi tinggi, garam dapat menurunkan aktivitas air bahan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kenaikan asupan garam dalam tubuh berperan dalam meningkatkan tekanan arteri karena garam tidak mudah diekskresikan oleh ginjal (Guyton dan Hall, 1997).

Bumbu Masakan Siap Saji

Bumbu masakan menurut Rokayah (2001) merupakan bumbu masakan (seasoning) yang terdiri atas satu atau lebih rempah-rempah (spices) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau penyiapan yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami makanan, sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu yang digunakan dengan cara mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuan-penemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh para konsumen.

Proses pembuatan bumbu (rempah-rempah) instan kering meliputi: pengirisan, penepungan, pemblansiran dan pengemasan. Kondisi proses pengolahan

(19)

tersebut harus diperhatikan untuk menghindari hilangnya zat-zat penting dari bahan segar (Hambali et al., 2005).

Santan Kelapa

Santan kelapa (coconut milk) merupakan hasil olahan sari daging kelapa. Santan kelapa (coconut milk) yang dibuat dengan cara mengekstrak parutan kelapa sehingga kandungan air serta lemak nabati yang terkandung di dalamnya akan terekstrak keluar (Winarno, 1992). Mutu santan yang diperoleh diengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis kelapa, tingkat ketuaan atau umur kelapa, ukuran partikel kelapa parut, suhu air untuk pengambilan santan, perbandingan air dan kelapa parut, serta tekanan yang digunakan pada waktu memeras santan (Hambali et al., 2005). Lemak nabati yang terkandung dalam santan kelapa mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992).

Kunyit

Kunyit (Curcuma Domestica Val.) merupakan tanaman obat dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Kunyit merupakan tumbuhan semak yang berumur musiman, tumbuh berumpun-rumpun, tingginya 50-150 cm, berbatang semu terdiri dari kumpulan kelopak atau pelepah daun yang berpautan. Daunnya lemas tidak berbulu, licin tanpa berbintik-bintik dan berwarna hijau muda (Darwis, 1991).

Kurkumin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus molekulnya adalah C21H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada tahun

1897 yang kemudian disebut sebagai diferuloil metana oleh Molibedzka dan kawan-kawan pada tahun 1910 (Kloppenburg-Versteegh, 1988). Zat kurkumin yang dikandungnya mempunyai khasiat anti bakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya kerja pencernaan lebih sempurna. Minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit dapat mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan, dengan demikian dapat membantu menyembuhkan penyakit maag dan mengurangi kerja usus yang terlalu berat (Darwis, 1991).

(20)

Bawang Putih

Bawang putih telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh masyarakat secara luas (baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia) karena aromanya yang khas. Penggunaan bawang putih akhir-akhir ini tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, akan tetapi digunakan juga sebagai salah satu bahan yang dapat memberikan efek kesehatan (Ardiansyah, 2006).

Bumbu dengan penambahan Allium sativum (bawang putih) dapat dimanfaatkan untuk mencegah atherosklerosis dengan menurunkan kadar kolesterol darah (Gunawan, 1988). Bawang putih mempunyai zat antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas. Bawang putih juga mengandung senyawa allicin. Senyawa tersebut bereaksi dengan darah merah menghasilkan sulfida hidrogen yang meregangkan saluran darah dan membuat darah mudah mengalir (Gunawan, 1988).

Bawang Merah

Bawang merah (Allium acalonicum L.) adalah nama tanaman yang berasal dari famili Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang merah merupakan bahan utama untuk bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia (wikipedia, 2007). Bawang merah, seperti halnya bawang putih berfungsi sebagai bahan pengawet makanan. Penggunaan bawang merah lebih diutamakan karena aromanya yang kuat (Wibowo, 1991).

Gambar

Tabel 1.  Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya
Gambar  potongan  melintang  dari  arteri  serta  pembentukan  plaque  di  dalamnya  dapat  dilihat  pada  Gambar  2
Tabel  3.  Perbandingan  Kadar  Kalori,  Lemak  dan  Kolesterol  Daging  Sapi     dengan Daging Ternak lainnya dalam 100 g Bahan
Tabel  4.  Kadar  Kolesterol  Otot  dari  Musculus    longissimi  thoracis  et   lumborum

Referensi

Dokumen terkait

minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas. dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2%

selain itu lemak ayam memiliki asam oleat yang tinggi, Berdasarkan hasil analisis diperoleh kandungan asam lemak bebas yaitu asam palmitat C16 sebanyak 22,63%, asam oleat

Ester Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa dengan Senyawa Etanolamida dan Dietanolamina Menggunakan Katalis Natrium Metoksida.. Jakarta: PT.Gramedia

Data kesetimbangan sistem terner: CPO-asam lemak bebas-metanol dan CPO-asam lemak bebas-etanol telah diperoleh pada temperatur 40, 45, dan 50 °C.Dari data koefisien distribusi

Pada penelitian ini dilakukan kembali identifikasi asam lemak kerang Amusium daerah Kendal dan Pemalang, dengan asumsi memiliki kondisi perairan yang berbeda.. Ekstraksi asam

Kemudian di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol estera. Dimana keduanya

Dari hasil analisa asam lemak bebas terhadap pengaruh waktu pada produk.. hasil reaksi esterifikasi Destilat Asam Lemak Sawit diperoleh

Tingginya asam lemak bebas dalam darah dapat mengakibatkan penurunan ambilan glukosa oleh otot, meningkatkan produksi glukosa pada hati, dan dapat menghambat sekresi insulin oleh