• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengedukasi Siswa ABK Menggunakan Boneka Boncabe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengedukasi Siswa ABK Menggunakan Boneka Boncabe"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Mengedukasi

Siswa

ABK

Menggunakan Boneka Boncabe

UNAIR NEWS – Diantara Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2016

yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) adalah PKM Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M). Berkenaan dengan itu, salah satu PKM-M karya mahasiswa Universitas Airlangga yang lolos dan memperoleh pendanaan dari Dikti adalah PKM-M “Boncabe” (Boneka Cerdas, Pandai dan Berbakat) dengan tema “Hidup Sehat dan Bersih Bersama Boncabe”. Boncabe ini sudah terbukti mengedukasi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) ketika dipraktikkan di Yayasan Cita Hati Bunda, Sidoarjo.

Tim PKM-M Boncabe tersebut terdiri dari Lidya Victoria (Ilmu Politik FISIP 2013), Fadhli Zul Fauzi (FISIP, Ilmu Politik 2013), Moch. Yazid Abdul Z.A (Fak. Vokasi, Hiperkes dan Keselamatan Kerja 2014), Yasdad Al Farisi (FISIP, Ilmu Politik 2013), dan M. Habib Hidayatulloh (FKM, Kesehatan Masyarakat 2014).

Menurut Lidya Victoria, Ketua Tim PKM-M ini, boneka ini dalam praktiknya disertakan bersama alat peraga yang lain seperti gambar dan video untuk berkomunikasi dengan anak-anak ABK. Mengapa dipilih alat ini, karena alat peraga seperti boneka, gambar, dan video animasi itu sangat mudah dicerna dan menarik perhatian bagi anak-anak, khususnya ABK.

Seperti diketahui, Yayasan Cita Hati Bunda ini sebelumnya bernama Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus “Cita Hati Bunda”, berdiri pada 23 April 2004. Kemudian diresmikan menjadi badan hukum berupa yayasan dengan nama Yayasan Cita Hati Bunda berdasarkan Akta Notaris No. 25 tanggal 16 Maret 2006 oleh notaris Ony Septy Pontuanto SH. Dipilihnya Yayasan Cita Hati Bunda sebagai aplikasi Boncabe

(2)

ini karena di yayasan yang memiliki 20 tenaga pengajar dan 39 murid anak dengan kebutuhan khusus yang berbeda diantaranya 29 anak Autisme, 5 anak ADHD, 2 anak Cereberal Palsy, 2 anak Tuna Rungu, 3 anak Slow Learner, dan 3 anak Down Syndrome. ABK yang ada di Yayasan Cita Hati Bunda ini rata-rata berusia tujuh hingga 15 tahun, dan diantaranya dari keluarga dengan ekonomi menengah kebawah.

Dengan tema “Hidup Sehat dan Bersih Bersama Boncabe”, PKM-M Boncabe ini memiliki empat program kerja yang dilaksanakan dalam delapan kali pertemuan. Pada pertemuan pertama dan kedua dengan program “Boncabe Bersih”, disinilah siswa ABK di yayasan ini diajarkan tujuh langkah cuci tangan, membuang sampah pada tempatnya, mengganti baju kotor dan mandi.

Seusai kegiatan, Tim PKM-M Boncabe membaur bersama siswa ABK di Yayasan Cita Hati Bunda, Sidoarjo. (Foto: Dok Tim)

Pada pertemuan selanjutnya, yaitu pertemuan ke-3 dan ke-4, dengan program bernama “Senyum Ceria Boncabe”, anak-anak diajarkan pentingnya menjaga kesehatan gigi, cara menyikat gigi dengan benar, dan cara merawat gigi yang baik. Pada

(3)

pertemuan ke-5 dan ke-6 dengan program bernama “Makanan Bergizi Pilihan Boncabe” diajarkan materi tentang pentingnya sarapan dan pilihan menu makanan yang bergizi. Kemudian pada dua pertemuan terakhir dengan tema “Olahraga Rutin, Aktivitas Sehat dan Tubuh Kuat” diberikan materi tentang anjuran untuk berolahraga secara rutin agar bisa selalu sehat dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

”Konsep PKM-M Boncabe ini sasaran kami memang agar anak-anak ABK di sebuah sekolah bisa menerapkan pola hidup sehat pada setiap kegiatan dan keseharian mereka, agar kesehatan mereka juga bisa tetap terus terjaga,” kata Moch. Yazid Abdul Z.A menambahkan.

Tim PKM-M Boncabe berharap dengan konsep dan materi Boncabe ini para guru yang ada di Yayasan Cita Hati Bunda dapat terus melanjutkan pelajaran terhadap anak-anak ABK siswanya, meskipun tim PKM-M Boncabe sudah tidak ada di yayasan ini. Dengan berakhirnya program-program yang sudah diberikan Tim PKM-M Boncabe diharapkan tim mahasiswa UNAIR ini mampu membuat modul dan CD program agar dapat diterapkan pada yayasan-yayasan anak berkebutuhan khusus (ABK) lainnya. (*)

Penulis : Bambang Bes

Mahasiswa FKM Ajak Warga

Arisan Sampah Plastik

UNAIR NEWS – Masalah besar akan selalu diawali oleh hal-hal

yang seringkali disepelekan. Salah satu contohnya adalah menumpuknya sampah dan terjadinya banjir dibeberapa kota saat memasuki musim hujan. Hal tersebut merupakan akibat dari sikap acuh tak acuh masyarakat yang membuang sampah tidak pada

(4)

tempatnya, khususnya sampah plastik yang dihasilkan dari sampah konsumsi masyarakat sehari-hari.

Keprihatinan itulah yang membuat lima mahasiswa UNAIR dari Fakultas Kesehatan Mayarakat (FKM) bergerak untuk melakukan suatu perubahan, kelima mahasiswa tersebut yakni Muafa Mahdi Ramadhan (2015), Muhammad Faris Rasyid (2015), Fenti Nur Aini Amallia (2015), Annisa Dwinda Shafira (2013) dan Miftahol Hudhah (2013). Salah satu perubahan yang mereka wujudkan untuk menanggulangi sampah plastik ialah membuat sebuah terobosan baru yang dinamakan Arisan Sampah Plastik (ASPAL). Inovasi dari kelompok yang tergabung dalam PKM-M tersebut telah disetujui dan akan di danai oleh Dikti.

“Sama kaya arisan pada umumnya, hanya saja ada inovasi lain, kalau biasanya arisan itu ngumpulin uang, kita ngumpulinnya pakai sampah,” ujar Muafa.

Kelima mahasiswa tersebut memilih Kawasan Sidotopo sebagai tempat pengaplikasian inovasi ASPAL, karena di kawasan tersebut terdapat gunungan sampah yang menumpuk dan juga sungai yang tergenang oleh sampah yang sebagian besar merupakan sampah plastik.

Untuk mekanisme pelaksanaan program ASPAL, kelompok PKM tersebut menganjurkan para warga sekitar untuk mengumpulkan sampah plastik di sekitar kawasan tersebut, kemudian Muafa dan timnya akan datang untuk mengumpulkan setoran sampah plastik warga setiap dua minggu sekali.

Di akhir bulan setelah sampah plastik terkumpul, Muafa dan kawan-kawan menjual sampah plastik yang terkumpul kepada pengepul, lalu hasil jual per orang dari sampah plastik tersebut akan disisihkan 3000 rupiah setiap bulannya untuk iuran arisan. Oleh karena itu, Muafa dan kelompok mengharuskan warga agar setiap bulannya bisa mengumpulkan sampah plastik yang nilai jualnya 3000 rupiah atau setara dengan 1,5 kilogram sampah plastik. Dengan demikian, selain bisa mendapatkan hasil

(5)

jual sampah plastik, warga juga mendapatkan jatah uang dari arisan bulanan.

Launching kegiatan ASPAL dengan Ketua RW setempat. (Foto: Istimewa)

Inovasi tersebut mendapat respon positif dari warga sekitar, terbukti dengan banyaknya warga yang bepartisipasi dalam kegiatan program ASPAL ini. Bahkan antusias warga sekitar terlihat dari beragam saran yang diterima oleh kelompok PKM dari UNAIR tersebut, salah satunya adalah usulan agar sampah kardus maupun besi yang tak terpakai juga ikut dikategorikan dalam sampah kegiatan ASPAL.

“Awalnya kita diskusikan dulu, pada akhirnya kita terima tapi tetep memprioritaskan sampah plastik,” tegas Muafa.

Mereka berharap dengan adanya kegiatan ASPAL ini, kesadaran warga terhadap pemanfaatan sampah plastik meningkat dan dapat memberi pandangan kepada warga tentang sampah plastik yang dapat dijadikan kegiatan bernilai ekonomi.

“Kami juga berharap, kegiatan ini tetap berlanjut karena program ini baik untuk masyarakat sendiri, juga untuk

(6)

mengurangi sampah lingkungan, dan yang kedua, kegiatan ini bisa jadi contoh di kawasan lain dan sebagai percontohan dalam pengelolaan sampah plastik,” pungkas Muafa saat diwawancarai di Radio UNAIR. (*)

Penulis : Faridah Hari Editor : Dilan Salsabila

Rancang Alat Pompa Perut

untuk Masukkan Nutrisi pada

Pasien Disfagia

UNAIR NEWS – Suplai nutrisi setiap hari bagi pasien secara adekuat memegang peranan penting, baik pasien kritis maupun pasien dalam perawatan. Tujuannya untuk memelihara kesehatan pasien dan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Namun apa jadinya jika pasien tersebut kehilangan reflek menelanya? Jika ia tidak bisa menelan asupan nutrisi tentu sulit mendapatkan nutrisi untuk tubuhnya.

Berangkat dari permasalahan itulah tim mahasiswa Universitas Airlangga yang beranggotakan Masunatul Ubudiyah (FKp ‘13), Mokhammad Dedy Batomi (FV ‘13), Mokhammad Deny Basri (FV ‘13), dan Dewa Ayu Gita MS (FST ‘12) berhasil merancang sebuah alat “pompa perut” yang memungkinkan untuk memasukkan asupan nutrisi kepada pasien. Alat itu mereka namakan “Nasogastric Pump Control”.

Diterangkan oleh Masunatul Ubudiyah, Ketua tim PKM Karsa Cipta ini, bahwa disfagia merupakan obstruksi pada jalannya makanan melalui mulut, faring, atau esophagus, dimana penderita mengalami kesulitan menelan yang terkadang disertai rasa

(7)

nyeri. Keluhan ini sering muncul sebagai penyakit penyerta dari penyakit lain seperti stroke, maupun post operasi usus.

Si kembar Mokhammad Dedy Batomi dan Mokhammad Deny Basri mengapit dua anggota Tim PKM-KC UNAIR Dewa Ayu Gita MS dan Masunatul Ubudiyah. (Foto: Dok Tim)

Dengan temuan yang kemudian disusun menjadi makalah berjudul “Nasogastric Pump Control”: Inovasi Injeksi Nutrisi Cair dan Obat dengan Prinsip Stability Fluid Pressure dalam Meminimalisir Bahaya Distensi Abdomen pada Pasien Disfagia (Kelemahan Refleks Menelan)” ini, Tim PKM ini menjadi salah satu penerima dana hibah bidang Karsa Cipta dari Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemenristek Dikti, dalam Program Kreativitas Mahasiswa 2016.

Ditambahkan oleh Dedy, timnya merancang ini menggunakan

arduino uno, menginovasi alat NGT (Nasogastric Tubes) menjadi

sebuah desain prototipe alat canggih yang dilengkapi dengan tiga pilihan mode (nutrisi, observasi dan terapi). Rancangan ini belum pernah dikembangkan sebelumnya.

Mode nutrisi itu dapat dipilih bagi pasien disfagia tanpa komplikasi penyakit lain, sehingga nutrisi diinjeksikan seperti menelan normal. Sedangkan mode observasi digunakan untuk mengecek dan mengobservasi untuk keperluan diagnosa pada lambung pasien. Terakhir, mode terapi yang dapat diatur

(8)

waktunya, karena terkait dengan proses absorbsi nutrisi pada usus, sehingga mode ini dikhususkan pada pasien disfagia dengan komplikasi pencernaan lain seperti pasien pasca operasi usus halus.

Ditanya tentang kendalanya, Ayu Gita menambahkan, sejak awal proses pembuatan prototype alat ini sudah banyak ditemukan kendala, mulai dari perancangan komponen sampai tahapan akhir

programming.

”Namun permasalahan tersebut dapat kami urai satu per satu,

sesuai kompetensi kami yang bukan dari satu fakultas, ada dari Fakultas Keperawatan, Vokasi, dan Sains Teknologi, sehingga waktu untuk berkumpul dan diskusi atau menyelesaikan alat ini cukup susah. Tetapi saat malam ba’da sholat Maghrib sampai jam 22.00 selalu kami sisihkan untuk membuat alat ini setiap minggunya,” tambah Gita.

Harapan kedepan tentang prototype ini, Deny meyakini punya harapan besar untuk bisa mematenkan rancangan ini serta menjalin mitra. Terpenting, katanya, “Nasogastric Pump Control” ini bisa diterapkan dan dikembangkan secara luas di pusat pelayanan kesehatan, mengingat prevalensi penderita

disfagia di rumah sakit masih cukup tinggi. (*)

Penulis: Bambang Bes

Makbyur, Upaya Mahasiswa

(9)

Konsumsi Buah dan Sayur

UNAIR NEWS – Banyak cara yang dilakukan untuk menggalakan

bentuk pengabdian dan kepedulian kepada masyarakat. Bahtiar Hidayat, Mahasiswa Ekonomi Islam angkatan 2013, menggelar kegiatan sosial dengan membagikan buah dan sayur kepada anak-anak dan masyarakat yang hidup di daerah marginal di Surabaya. Kegiatan yang menjadi tugas mata kuliah Kewirausahaan tersebut diberi nama “Makbyur”, kepanjangan dari makan buah dan sayur. Bahtiar dan rekan sekelompoknya memilih kegiatan tersebut karena melihat kondisi anak-anak zaman sekarang yang mulai enggan mengkonsumsi buah dan sayur.

“Kami memilih kegiatan ini karena anak-anak sekarang yang jarang mau makan sayur, pun juga buah, akhirnya muncul ide tersebut. Dan Memilih kaum marginal, karena sekaligus memberi bantuan,” jelas Bahtiar.

Sebanyak 3000 sayur telah dibagikan ke berbagai daerah, seperti Kenjeran, Jagir, dan Mulyorejo. Sumber pendanaan pun beragam, mulai iuran kelompok, dan berbagai pihak sponsor yang secara langsung memberikan uang dan juga buah serta sayur. Untuk pembagiannya Bahtiar dan tim membagi menjadi dua jenis, untuk sayur lebih diutamakan ke warga, sedang buah lebih kepada anak-anak.

“Macam-macam sayur seperti Sawi, Kangkung, dan Bayam kami bagikan ke warga, untuk buah seperti Semangka dan Melon kami lebih fokus bagikan ke anak-anak,” jelasnya.

Selain memberikan buah dan sayur secara gratis, tim Makbyur juga memberikan edukasi mengenai pentingnya makan buah dan sayur kepada masyarakat.

“Kami mengundang mahasiswa dari akademi gizi untuk memberikan sosialisasi tentang pentingnya makan buah dan sayur kepada warga dan anak-anak,” imbuh Bahtiar.

(10)

Kegiatan Makbyur tersebut dilakukan secara berkala di tiap akhir pekan, hingga puncak acara yang diselenggarakan di SDN Wonorejo Surabaya. Selain membagikan buah kepada anak-anak, Bahtiar menceritakan bahwa kegiatan puncak juga diisi dengan lomba mewarnai dan menggambar demi meriahnya acara.

“Pada puncak acara kami adakan lomba mewarnai dan menggambar dengan 500 anak-anak Sekolah Dasar,” jelasnya.

Bahtiar berharap agar program tersebut nantinya bisa menjadi acuan kegiatan sosial untuk adik-adik tingkatnya. Selain itu, ia juga berharap masyarakat bisa memahami pentingnya mengkonsumsi buah dan sayur.

“Harapannya semoga adik-adiknya suka makan sayur dan ibunya lebih memperhatikan pentingnya sayur dan semoga kegiatan ini bisa diteruskan oleh adik-adik angkatan selanjutnya,” pungkasnya. (*)

Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

Melatih Para Tuna Grahita

agar Hidup Sehat dan Mandiri

UNAIR NEWS – Barangkali sebagian masyarakat sudah mengetahui

kampung tuna grahita di Kabupaten Ponorogo. Di Jawa Timur, populasi tuna grahita mencapai 500 orang, 323 diantaranya tinggal di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Ponorogo. kemampuan yang terbatas baik dalam fungsi intelektual dan beradaptasi, menjadikan para tuna grahita menggantungkan diri kepada masyarakat sekitar dalam kehidupan sehari-hari.

(11)

Meski keberadaan mereka dilindungi undang-undang dan mendapat dukungan dana dari berbagai pihak, para tuna grahita itu belum bisa memaksimalkan kemampuan diri mereka. Salah satunya di bidang kesehatan.

Sekelompok mahasiswa program studi S-1 Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga mengajak para tuna grahita itu untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Keempat mahasiswa Ners itu adalah Fitria Budiarti (ketua tim/tahun angkatan 2013), Enis Rezqi Maulida (anggota/2013), Magita Novita Sari (anggota/2013), dan Putri Mei Sundari (anggota/2014).

Implementasi PHBS itu mereka wujudkan melalui program kreativitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat dengan proposal berjudul “INSTING (Independent Skill Training) untuk Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kampung Idiot di Desa Sidoharjo, Jambon, Ponorogo”. Proposal PKM – M ‘INSTING’ itu berhasil lolos pendanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti tahun 2016.

Tim INSTING memiliki delapan program kegiatan. Program-program itu diantaranya sosialisasi kegiatan, pembuatan buku sadar sehat, pemenuhan kebutuhan alat bahan sehat, pembelajaran dan pelatihan secara langsung oleh tutor, pemantauan melalui buklet, kunjungan ke rumah-rumah, dan pembuatan kaset dokumenter.

Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan, tim INSTING mengaktifkan kembali kader-kader untuk mendampingi para tuna grahita. Menurut Fitria, para kader itu terdiri dari orang lanjut usia, dan anggota keluarga yang memiliki kerabat tuna grahita. Agar koordinasi dengan pejabat setempat berjalan baik dan metode pelaksanaan INSTING berjalan optimal, mereka menyasar tuna grahita dari Dusun Klitik, Sidoharjo.

(12)

Praktik bercocok tanam di salah satu tempat tinggal tuna grahita.(Foto: Istimewa)

“Karena lebih banyak pejabat dan perangkat desa yang tinggal di Klitik, maka kami akhirnya memilih itu sebagai desa sasaran. Di sana, kami mendampingi sepuluh tuna grahita agar pelaksanaan lebih efektif. Kami matangkan sasaran ini. Kalau seandainya berhasil, kami berharap itu bisa menjalar ke desa lain,” tutur Fitria.

Para tuna grahita itu diajari untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, bercocok tanam dan memanen sayuran untuk memenuhi kebutuhan gizi individu dan keluarga. Dengan adanya rancangan kegiatan seperti itu, tim INSTING berharap rancangan kegiatan ini diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku tuna grahita yang berkarakter mandiri sehingga kehidupan yang layak pun terwujud.

“Indikator keberhasilan program kami adalah ketika ketergantungan mereka (tuna grahita) terhadap keluarga berkurang. Kami selalu mengadakan evaluasi terkait dengan program INSTING. Selain itu, ada juga program kami yang telah

(13)

diadopsi oleh warga setempat. Karena kader juga terus melatih tuna grahita itu untuk menjadi mandiri. Dan, angka kesehatan juga meningkat,” imbuh Fitria. (*)

Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan

Dengan Lesehan, Rektor Sambut

Sambat Warga

UNAIR NEWS – “UNAIR kampus rakyat, UNAIR kampus rakyat, UNAIR

kampus rakyat,” itulah sorakan dari kurang lebih 300 warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, yang disambut Rektor UNAIR dengan lesehan di Hall lantai satu Gedung Rektorat. Kedatangan mereka bertujuan untuk memohon agar UNAIR membantu dalam menangani kasus limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang telah mencemari sumber air sumur mereka.

“Lima tahun yang lalu PT Putra Restu Ibu Abadi melakukan penimbunan B3 di lingkungan warga, padahal di Jawa Timur tidak ada perusahaan yang memiliki izin untuk penimbunan,” jelas Prigi Arisandi, alumnus UNAIR yang fokus pada kelestarian lingkungan.

Prigi juga menambahkan bahwa warga sebenarnya telah melakukan berbagai upaya, mulai mengajukan masalah ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Lingkungan Hidup (BLH) provinsi dan kabupaten, namun belum ada respon sama sekali.

“Rakyat ini saat mengadu ke mereka dituduh mengada-ada, dan ketika tim ahli mereka datang mengkaji air yang tercemar, kata

(14)

mereka tidak ada apa-apa, padahal sudah ada kurang lebih 200 anak di lima dusun yang terkena, bahkan lima dusun tersebut setiap hari harus beli air galon,” tegas aktivis lingkungan tersebut.

Sikap warga pun berlanjut dengan menggelar aksi ke Istana Grahadi, Kamis (2/6). Selepas dari Grahadi, warga akhirnya bergerak menuju UNAIR untuk meminta bantuan dari pihak akademisi UNAIR untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Kami yakin Rektor akan berpihak pada kepentingan rakyat dan UNAIR mau membela kita, karena selama ini tidak ada yang membela kami,” tegasnya.

Warga yang hadir pun juga juga berkesempatan untuk menyampaikan aspirasi. Salah satunya adalah Supriyadi, warga Dusun Kedungpalang, menjelaskan bahwa mulanya warga memang buta mengenai masalah B3. Perlahan tapi pasti, lima tahun berjalan warga mulai terdampak. Hingga melakukan beberapa aksi yang sampai saat ini belum ada tanggapan sama sekali dari pihak berwenang.

“Saya khawatir lima tahun lagi anak-anak kami tidak bisa merasakan sumber air sumur yang bersih lagi, kami sudah lelah dan lelah, pihak terkait tidak pernah merespon sama sekali,” keluhnya.

(15)

Senyum Hangat Rektor Saat Menerima Warga Desa Lakardowo Di Hall Lantai 1 Kantor Manajemen UNAIR. (Foto: Nuri Hermawan) Menanggapi penjelasan Prigi dan Supriyadi, Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA., menjelaskan bahwa kewenangan masing-masing pihak berbeda. Prof Nasih juga menekankan bahwa dalam waktu yang dekat, UNAIR akan membentuk dan menerjunkan tim untuk mengkaji sekaligus menganalisis kasus yang ada.

“Secara akademik kami akan menerjunkan tim kami, kami juga punya pakar lingkungan, kesehatan masyarakat, sosial politik, kesemuanya saya berharap bisa melakukan kajian ini dalam waktu yang tidak lama,” ungkap Prof Nasih.

Guru Besar FEB UNAIR tersebut juga menambahkan bahwa dari hasil kajian tersebut nantinya akan disampaikan pada pihak yang terkait.

“Hasil kajian bahaya limbah ini bisa kami teruskan bisa ke pihak yang mempunyai hak, kalau UNAIR nutup pabrik gak

(16)

mungkin, UNAIR tidak punya kewenangan, ada aparat yang berwenang untuk hal itu,” jelasnya sembari disambut tepukan tangan warga. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila

Pakar DBD dan Tifus FK UNAIR

Berpulang

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali kehilangan salah

seorang putra terbaiknya. Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Dalam sub Tropik dan Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Eddy Soewandojo, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM meninggal dunia pada Kamis (2/6). Almarhum kelahiran Jakarta, 25 November 1940 itu tutup usia pada 76 tahun.

Sebelum dikebumikan di TPU Keputih Surabaya, jenazah disemayamkan terlebih dulu di Aula FK UNAIR. Sanak keluarga, kerabat, teman sejawat dan para guru besar berkumpul di Aula memberikan penghormatan terakhir, Jumat pagi (3/6).

Direktur RS UNAIR, Prof. Dr. Nasronuddin, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM turut berbagi pengalaman mengenai sosok almarhum Prof. Eddy semasa hidup. Menurut Prof. Nasron, almarhum dikenal sebagai seorang guru yang baik dan jujur. Dalam bidang penyakit tropik dan infeksi, almarhum menjadi panutan karena dikenal ulet dan amat memiliki perhatian khusus terhadap permasalahan penyakit demam berdarah dengue maupun demam typoid.

Beliau juga banyak menghasilkan karya penelitian sebagai salah satu upaya menanggulangi permasalahan DBD di Indonesia. Bahkan

(17)

sang profesor juga dikenal banyak berkontribusi dalam inovasi melalui uji klinis obat-obatan penyakit demam berdarah. “Yang selalu beliau tekankan adalah pentingnya upaya pencegahan DBD ketimbang mengobatinya,” ungkap Prof. Nasron.

Selain menaruh perhatian besar pada permasalahan penyakit DBD, Prof. Eddy juga dikenal menonjol dalam penanggulangan demam tifoid atau penyakit tifus. Kala itu, Prof. Eddy menjadi salah satu tokoh kunci dalam pengembangan riset pengobatan tifus pada tahun 2002 bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga kesehatan dari Hongkong, dan tujuh perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Alhasil, dengan perjuangan bersama dihasilkan sebuah terobosan obat anti-demam tifus bernama Levofloxacin. Antibiotik ini dinilai lebih unggul dibandingkan jenis antibiotik lainnya seperti kelompok Fluoroquinolone, yakni Ciprofloxacin.

Levofloxacin mampu menurunkan panas lebih awal daripada Ciprofloxacin. Selain itu, efek samping seperti mual, muntah,

dan gangguang fungsi hati lebih ringan daripada Ciprofloxacin. Antibiotik ini cukup diberikan selama tujuh hari namun dengan dosis cukup sekali sehari. Sehingga, lebih efektif dalam mencegah komplikasi dan memperpendek pengobatan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor III UNAIR periode 2009 – 2014 Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D, pun punya pengalaman istimewa tersendiri bersama Prof. Eddy. Selain dikenal sebagai salah satu pakar penyakit tropik dan infeksi, Prof. Tjip juga mengenal Prof. Eddy sebagai guru yang menaruh perhatian cukup besar pada perkembangan kurikulum pendidikan kedokteran.

Karena sama-sama menekuni pendidikan kedokteran, salah satu yang paling dikenang dari sosok Prof. Eddy, adalah kegemaran almarhum untuk selalu berdiskusi mengutarakan berbagai pemikiran kolektif, dan berbagai inovasi perkembangan modul demi meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran ke depan.

(18)

Pribadi yang ‘lurus’

Prof. Troeboes Poerwadi, dr., Sp.S, adalah salah seorang yang turut menghadiri prosesi persemayaman jenazah Prof. Eddy. Kedatangannya tidak hanya sebagai teman seangkatan di FK UNAIR, tapi juga sekaligus sebagai kawan sepermainan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

“Prof. Eddy adalah teman dekat saya sejak sama-sama sekolah di SMA 2 Surabaya. Dulu dia ketua kelas. Terkenal pendiam, tekun tapi gampang diakali. Karena saya dengan teman lainnya yang nakal, dia tidak. Kalau saya bolos sekolah, dia yang saya suruh jaga kelas bersama murid perempuan lainnya,” kenang Prof. Troboes.

Pertemanan keduanya pun berlanjut hingga masuk perguruan tinggi FK UNAIR. Selama menempuh pendidikan, Prof. Troeboes dan Prof. Eddy telah melalui banyak suka duka.

“Salah satu yang berkesan adalah kami dulu punya grup namanya ‘Kaipang’. Ini kumpulan mahasiswa konyol dan ndak berduit. Jadinya, kami kalau belajar di selasar kampus. Setiap ada perayaan Dies Natalis UNAIR, kami selalu sibuk jadi tukang. Tukang menata meja kursi untuk acara. Seru pokoknya,” kenangnya.

Di mata Prof. Troeboes, Prof. Eddy adalah sosok teman belajar dan teman main yang baik. Prof. Eddy termasuk pribadi yang ‘lurus’ dan tidak suka neko-neko. “Prof. Eddy kala itu anak seorang pejabat gubernur. Setiap kali habis ada acara kunjungan tamu dari luar negeri yang disambut di rumah dinas, beliau selalu telepon saya dan kawan lainnya. Dia meminta kami untuk ke rumahnya. Mreneo, ana panganan neng kene. Tamune wis mulih (Kesinilah, ada banyak makanan disini, karena tamu sudah ndak ada),” kenangnya menirukan ucapan Prof. Eddy kala muda. Kepergian Prof. Eddy tentu menyisakan kesedihan mendalam bagi

(19)

Prof. Troeboes. Yang lebih menyedihkan lagi, beberapa teman seangkatan tahun 1960an sedikit demi sedikit mendahului dirinya untuk menghadap Sang Khalik.

Belakangan, kondisi kesehatan Prof. Eddy memang menurun. Prof. Troeboes terakhir bertemu dengan Prof. Eddy beberapa bulan lalu di sebuah acara pesta pernikahan.

“Semenjak sakit, Prof Eddy menjadi pelupa. Tapi dia paling ingat dengan saya,dengan istri saya yang juga temannya sejak kecil saja dia malah lupa,” ungkapnya. (*)

Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S.

Harmoni Angklung Jagir, Dari

Jalanan Ke Panggung Pentas

UNAIR NEWS – Besar di tengah lingkungan yang marginal bukanlah

pilihan, keadaanlah yang terkadang mengharuskan sebagian dari generasi bangsa ini harus hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan. Namun tidak ada suatu hal tanpa hikmah, kondisi masyarakat terutama anak-anak yang tinggal di daerah marginal tersebut sering mengundang rasa kemanusiaan, tak terkecuali bagi Wachidatu Qomariah, mahasiswa S1 Sastra Inggris FIB UNAIR tersebut merasa terpanggil untuk memberikan sebagian ilmunya kepada anak-anak yang tinggal di daerah Jagir Surabaya.

Bermula pada tahun 2015, Icha sapaan mahasiswa angkatan 2013 tersebut berangkat bersama rekan-rekan Urban Care Community untuk melakukan pengabdian masyarakat. Baginya, pengabdian tidak sekedar memberikan materi pelajaran, Icha yang memiliki

(20)

kemampuan seni akhirnya membentuk sebuah grup musik angklung yang bernama Harmoni Angklung Jagir.

“Untuk pengembangan anak-anak tidak sekedar pelajaran, salah satunya angklung ini, kebanyakan mereka kan anak jalanan yang pada umumnya bisa bermain gitar, jadi sengaja kami kenalkan musik tradisional,” jelasnya.

Bagi Icha, memberikan edukasi seni angklung tidaklah mudah, mulanya ia harus memberikan pengenalan kepada adik binaan mengenai alat musik angklung. Perlahan tapi pasti, selama hampir 3 bulan latihan rutin dalam dua kali tiap pekan akhirnya membuahkan hasil. Meski kerap merusak alat musik dan kerap bandel saat latihan, akhirnya anak-anak binaan yang tergabung dalam Harmoni Angklung Jagir pun siap berlaga di panggung.

“Untuk latihan kami memilih waktu sehabis magrib, selain saya sudah selesai kuliah dan adik-adik pun lebih fokus kalau malam, karena pagi sampai sore buat sekolah, ngaji, dan membantu orang tua,” jelasnya.

Selain mengisi acara di berbagai kegiatan di Surabaya, anak-anak binaan yang rata-rata masih seusia Sekolah Dasar (SD) tersebut juga sering mengisi panggung acara yang diadakan oleh sivitas akademika UNAIR. Setidaknya ada tiga lagu yang dipersembahkan saat pentas tengah berlangsung, mulai lagu-lagu nasional hingga lagu permintaan dari institusi yang mengundang, salah satunya Himne Airlangga.

(21)

Aksi Harmoni Angklung Jagir Di Panggung ACC UNAIR Kampus C. (Foto: UNAIR NEWS)

“Kalau tampil di UNAIR sudah sering, mulai acara sekolah kebangsaaan MKWU, acara PPKK, di FH acara debat, dan acara rektorat lainnya,” tandasnya.

Ditemui setelah memandu pentas pada sebuah acara di Airlangga Convention Center (ACC) UNAIR beberapa pekan lalu, Icha berharap ke depannya kegiatan pengmas yang dilakukan oleh mahasiswa UNAIR bisa semakin berkembang dan luas. Ia juga menuturkan kesulitan dalam mencari kader penerus dirinya, begitupun sesudah dirinya lulus kuliah. Padahal, pengabdian tersebut selain mendidik juga bisa mengubah nasib hidup adik-adik binaan.

“Dengan adanya komunitas ini, adik-adik penghidupannya tidak lagi bergantung pada ngamen tapi juga melalui pentas angklung ini,”tegasnya.

(22)

tidak ada yang masuk di kantong mahasiswa semester enam tersebut. Dana ataupun donasi yang didapat selalu digunakan untuk kepentingan tim Harmoni Angklung Jagir.

“Jadi saat dapat uang dari pentas, kami gunakan untuk beli seragam, memperbaiki alat-alat, dan keperluan lainnya,” imbuhnya.

Diakhir wawancara, Icha merasa bangga bisa bertemu dan mendidik mereka, selain itu ia juga menekankan bahwa penting bagi pemuda khususnya mahasiswa untuk mengikuti kegiatan sosial apapun untuk membawa perubahan bagi masyarakat. Kepuasan Icha tidak berhenti disitu, respon positif dari keluarga anak-anak binaannya kerap didapat dan hal itulah yang menjadi pemacu baginya untuk terus berkarya.

“Banyak keluarga adik-adik yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri memberikan tanggapan yang baik, mereka tidak menyangka bahwa anak-anaknya bisa seperti sekarang,” pungkasnya. (*)

Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

83 Persen Remaja Tidak Bisa

Lepas dari Media Sosial

Barang Sehari Pun

UNAIR NEWS – Lima “Srikandi” Fakultas Keperawatan (FKp)

Universitas Airlangga merasa prihatin terhadap perkembangan teknologi komunikasi yang sedang berkembang dengan munculnya beragam media sosial (medsos). Sebab pada hakikatnya medsos

(23)

itu mampu “mendekatkan yang jauh” namun akhir-akhir ini juga “menjauhkan yang dekat”. Karena itulah kelima mahasiswa ini mengkaji tentang psikologi perkembangan manusia dan merasa terpanggil untuk mencari tahu sejauh mana fenomena medsos ini mempengaruhi proses berfikir dan bersosialisasi kaum muda.

Lima mahasiswa Fak. Keperawatan UNAIR tersebut adalah Siska Kusuma Ningsih, Dinda Salmahella, Evi Nur Laili Rahma Kusuma, Fenny Eka Juniarty, dan Fitria Kusnawati. Hasil kajiannya mereka jadikan proposal Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian Sosial Humaniora (PKMP Soshum) berjudul “Pengenyampingan Interaksi Sosial secara Langsung oleh Masyarakat sebagai Dampak Munculnya Jejaring Sosial (Medsos)”. Bahkan hasil kajian tersebut lolos dan meraih dana hibah dari Dirjen Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2016.

Mereka tak bisa memungkiri bahwa hadirnya medsos punya pengaruh luar biasa terhadap proses sosialisasi masyarakat di era global sekarang ini. “Mendekatkan yang jauh” merupakan kalimat yang mencerminkan betapa medsos ini mampu menjadi wadah yang menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan dunia menjadi sangat mudah untuk berkomunikasi.

”Namun bagaimana dengan quote “Menjauhkan yang dekat.” Apakah Anda pernah berpikir lebih lanjut tentang ini? Tentu, ini muncul sebagai momok yang sangat menyakitkan bagi sekelompok yang peduli terhadap sosialnya,” kata Siska Kusuma Ningsih, ketua kelompok tim ini.

(24)

KELIMA mahasiswa Fakultas Keperawatan yang meneliti tentang gadget dan lingkungan sosialnya. (Foto: Istimewa)

TAK BISA LEPAS DARI SOSMED

Yang menarik, jawaban atas kuesioner terhadap remaja usia 13-25 di kawasan Kelurahan Mulyorejo Kota Surabaya, dalam intensitas penggunaan medsos selama 24 jam, sebanyak 83% responden menyatakan tidak bisa lepas dari media sosial miliknya, walau hanya sehari saja. Kemudian 57% responden menyatakan sangat setuju dan pernah mengalami “dicuekin” (tidak diperhatikan) oleh teman terdekatnya gara-gara asyik bermain media sosial di gadget-nya.

“Fenomena yang sering terjadi pada saat berkumpul, kebayakan hanya terfokus pada gadget–nya masing-masing tanpa memperhatikan apa yang terjadi dan yang sedang diperbincangkan orang-orang di sekelilingnya. Sungguh memiriskan, namun jelas ini banyak terjadi di lingkungan terdekat kita. Artinya, tanpa kita sadari sedikit demi sedikit medsos telah mampu menumbuhkan dampak negatif dan berkembang cepat akhir-akhir ini,” tambah Siska.

(25)

memiliki esensi yang bermakna. Mereka beranggapan bahwa mengekspresikan sesuatu yang sedang dirasakannya saat ini melalui sosmed, akan jauh lebih nyaman dan menyenangkan jika dibandingkan harus menyatakan secara verbal kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan parahnya, hanya demi melihat sesuatu yang sedang terjadi dan apa yang sedang nge–hit saat ini, mereka rela untuk tidak bersatu dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks lebih lanjut, peneliti tidak menyalahkan penggunaan media sosial bagaimaapun bentuknya. Namun yang menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana orang-orang bijak mampu menggunakan sosmed secara bijak pula. Berkomunikasi sesuai yang perlu dikomunikasikan melalui sosmed, namun percayalah bahwa berkomunikasi secara langsung dalam lingkup sosial akan jauh memberikan keterkaitan hubungan yang harmonis.

“Update jejaring sosial boleh sih, tapi tetap ingatlah bahwa Anda hidup dalam suatu lingkungan social,” ujar Evi Nur Laili Rahma Kusuma, menambahkan.

Kelima mahasiswa Fak Keperawatan itu berharap adanya penelitian ini dapat tercapainya keseimbangan sosial dari penggunaan sosmed di era yang sedang berkembang saat ini. Seperti contoh akan lebih memahami arti interaksi sosial yang berintelegensi baik dan dapat mengembangkan kualitas kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk lingkup sosialnya. Selain itu juga dapat menilai pola penggunaan sosmed yang sedang berkembang, sehingga dapat membentuk pola-pola pemikiran yang kreatif dan berpendidikan dalam mengatasi problematika yang muncul. (*)

Penulis : Tim PKM Sosial Humaniora Editor : Bambang Bes

(26)

Pimpinan UNAIR Bahas Capaian

dan Target Universitas

UNAIR NEWS – Sebagai bentuk evaluasi kerja yang telah

dilakukan komponen universitas selama triwulan I 2016, Rektor Universitas Airlangga menggelar rapat pimpinan (rapim). Rapim yang digelar pada Kamis (26/5) bertempat di Aula Kahuripan UNAIR, dihadiri oleh pimpinan, dekan, wakil dekan, ketua pusat, badan, dan lembaga, ketua departemen, serta ketua program studi di lingkungan UNAIR. Dalam rapim tersebut, berbagai capaian universitas serta target-target yang ingin diraih, dibahas oleh peserta rapat.

Pada kesempatan ini, Rektor UNAIR Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA., memaparkan seluruh capaian universitas, baik yang dihasilkan oleh fakultas, badan, dan lembaga. Capaian tersebut baik yang bersumber dari penelitian, pengabdian, maupun kegiatan lain yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan prestasi universitas.

“Kita memiliki tantangan besar dalam bidang publikasi internasional, akreditasi A hingga akreditasi internasional. Kita juga memiliki tantangan besar agar proses hasil penelitian bisa jadi produk dan hak atas kekayaan intelektual (HAKI),” ujar Prof Nasih.

Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, M.Si., Ph.D., selaku Wakil Rektor III UNAIR mengajak pimpinan fakultas untuk lebih mendorong seluruh sivitas dalam meningkatkan prestasi dan menciptakan berbagai terobosan.

“Kita perlu kerja keras dan terobosan yang lebih cerdas agar bisa menggerakkan dosen dan mahasiswa. Kami sangat berharap, dekan dan wakil dekan, khususnya Wakil Dekan III terus mendorong hal tersebut,” kata Prof. Amin.

(27)

pengawasan mengenai jurnal publikasi internasional yang dihasilkan mahasiswa. Ia menegaskan bahwa setiap lulusan S-2 dan S-3 harus menghasilkan jurnal publikasi internasional.

Selain itu, Wakil Rektor IV UNAIR Junaidi Khotib, S.Si, Apt., M.Kes, Ph.D., juga mengatakan agar hilirisasi produk akademik dan produk penelitian terus dikembangkan dan ditingkatkan. Hilirisasi produk akademik universitas adalah bukti bahwa universitas memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat luas.

“Harapannya, penelitian dosen dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat dimanfaatkan masyarakat. Sehingga produk perguruan tinggi dapat berkontribusi dan dikenali masyarakat. Kita harus dapat mengubah produk lingkungan akademik yang hanya berhenti di fakultas,” ujar Junaidi.

Junaidi yang membawahi bidang university holding dan jejaring alumni juga mengatakan, UNAIR harus meningkatkan kerjasama yang baik dengan para alumni. Saat ini sedang dirancang laman resmi alumni UNAIR yang rencananya akan diluncurkan Juni 2016 nanti. Laman resmi itu merupakan kerjasama antara Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) UNAIR dan alumni. (*)

Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tahun pertama, tujuannya adalah : (a) membuat data base profil masyarakat, terutama ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, kehidupan beragama, program

4.3.Sejarah dan Perkembangan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Konfusianisme Di Korea Selatan Kajian Mengenai Pengaruh Budaya Terhadap Kehidupan Sosial, Ekonomi, Dan Politik Masyarakat Korea. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan publik bidang kesehatan berupa ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk

Dengan perubahan pesat masyarakat di bidang sosial, politik, ekonomi, teknik, dan lingkungan pendidikan, Universitas Indonesia tetap mendukung pendidikan vokasional

dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum dan Ham, politik, lingkungan dan sosial budaya. c) Pelaksanaan pengintegrasian upaya peningkatan kualitas hidup perempuan

Komponen literasi ekologi terdari dari enam komponen yaitu implikasi, pengetahuan ekologis, pengetahuan sosial politik, pengetahuan tentang masalah lingkungan, kemampuan

Kajian yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengenalpasti penyertaan politik dalam kalangan belia dengan menggunakan media sosial secara terperinci kerana golongan ini merupakan