• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi jiwa pengarang dalam mengilustrasikan kehidupan imajinatifnya (Wellek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ekspresi jiwa pengarang dalam mengilustrasikan kehidupan imajinatifnya (Wellek"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Dalam proses kreatif tersebut sastrawan menghasilkan karya sastra. Karya sastra merupakan wujud ekspresi jiwa pengarang dalam mengilustrasikan kehidupan imajinatifnya (Wellek & Warren, 1990:3).

Sebuah karya sastra, menurut kaum strukturalis adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama-sama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:36). Selain itu, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36).

Karya sastra merupakan sebuah struktur. Hal itu berarti karya sastra merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling berkaitan, saling bergantung, dan saling menentukan Stanton dalam Pradopo (2007:118). Sebagai sebuah struktur, karya sastra dapat dianalisis dengan menggunakan analisis struktural agar dapat diketahui susunan unsur-unsur yang membangun karya tersebut serta keterkaitan antarunsurnya (Nurgiyantoro, 1995:37).

(2)

Karya sastra memiliki bermacam-macam bentuk, di antaranya adalah puisi, cerpen, prosa, dan drama. Pada dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototype kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ciri kreativitas dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang paling luas dalam mengalihkan keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas naratif semantik, dari kuantitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional (Ratna, 2011:35).

Salah satu wujud karya sastra adalah cerpen. Ellery Sedgwick dalam Notosusanto (1957:29) mengatakan bahwa “cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu atau “ a short-story must not be cluttered up with irrelevance”. Menurut Jassin dalam Nurgiyantoro (1995:10) cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam.

Sebuah cerpen terdiri dari unsur-unsur yang membangun cerpen. Unsur pertama yang saling berkaitan yakni unsur intrinsik dan yang kedua adalah unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya itu sendiri, Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar teks. Cerpen sebagai wujud dari karya sastra memiliki struktur-struktur yang saling berkaitan. Cerpen dapat diteliti dan dianalisis menggunakan analisis struktural sehingga dapat diketahui susunan dan unsur-unsur yang membangun struktur itu sendiri (Nurgiyantoro, 1995:23).

(3)

“Ḥādiṡah” adalah salah satu cerpen berbahasa Arab yang menceritakan tentang seorang lelaki tua yang menderita penyakit parah sehingga obat yang diberikan oleh dokter tidak dapat menyembuhkannya. Kemudian ia dengan sengaja menyeberang jalan ketika ada mobil yang melaju kencang. Hantaman mobil yang cukup keras menyebabkan tubuh lelaki tersebut terpelanting dan akhirnya jatuh tak berdaya di atas tanah. Ambulans yang datang kemudian membawa korban ke rumah sakit. Dokter tidak mengambil tindakan untuk mengoperasi korban karena korban sudah dalam keadaan kritis. Sesaat setelah diperiksa, tubuh korban kejang-kejang dan pada akhirnya korban meninggal. Reserse yang melakukan penyelidikan tidak mendapatkan petunjuk mengenai identitas korban sehingga Reserse hanya dapat menunggu dan berharap ada keluarga yang akan mengambil jasad korban (Mahfūẓ, 1963:156-162).

Pada umumnya, karya sastra yang mengangkat tema kehidupan orang berusia lanjut diakhiri dengan kehidupan bahagia bersama keluarganya. Akan tetapi, dalam cerpen “Ḥādiṡah”, tokoh orang tua tersebut justru melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini yang menjadikan penelitian terhadap cerpen tersebut menarik untuk dilakukan. Penelitian dilakukan dengan mengungkapkan unsur-unsur intrinsik serta keterkaitan antarunsur-unsurnya agar dapat diketahui maknanya secara utuh.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik yang membangun cerpen “Ḥādiṡah” dan keterkaitan antarunsur yang membangunnya.

(4)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap unsur-unsur intrinsik yang membangun cerpen ”Ḥādiṡah” dan keterkaitan antar unsur-unsur pembangunnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang dilakukan oleh Abubakar (2006:79-86) terhadap karya Najīb Mahfūẓ yang sudah diteliti oleh mahasiswa di Jurusan Sastra Asia Barat UGM menyebutkan bahwa karya Najīb Mahfūẓ banyak mendapat perhatian mahasiswa. Berdasarkan data yang ada, mahasiswa mulai menjadikan karya Najīb Mahfūẓ sebagai objek penelitian pada tahun 1990, dua tahun setelah Nobel sastra diterima Mahfūẓ. Selama kurun waktu sepuluh tahun yakni pada tahun 1990-2000, ada 12 karya Najīb Mahfūẓ yang dijadikan sebagai objek material penelitian. Dari 12 karya Najīb Mahfūẓ yang dijadikan sebagai objek material penelitian, enam di antara penelitian tersebut menggunakan analisis struktural. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan adalah mengungkapkan unsur-unsur intrinsik karya Najīb Mahfūẓ serta keterjalinan antarunsur sehingga menghasilkan makna yang utuh.

Cerpen “Ḥādiṡah” merupakan salah satu karya Najīb Mahfūẓ dalam antologi cerpen Dunyal-lāh. Penelitian terhadap cerpen-cerpen pada antologi cerpen tersebut belum ada yang melakukan, baik dari segi bahasa maupun sastranya. Meskipun begitu, menurut Fathoni (2007:119) cerpen Dunyal-lāh sudah pernah difilmkan pada tahun 1985 oleh produser Hasan al-Imām.

(5)

Sejauh pengamatan penulis, Penelitian terhadap objek material tersebut adalah penelitian yang pertama kali dilakukan oleh mahasiswa Sastra Arab di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia.

1.5 Landasan Teori

Teori yang digunakan untuk menganalisis cerpen “Ḥādiṡah” adalah teori struktural. Teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya (Sangidu, 2004:16). Strukturalis pada dasarnya memandang bahwa kodrat struktur itu akan bermakna apabila dihubungkan dengan struktur lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antar unsur secara keseluruhan. Keseluruhan akan lebih berarti dibanding bagian atau fragmen struktur (Endraswara, 2013:49).

Adapun teori struktural yang digunakan untuk mengalisis cerpen “Ḥādiṡah” dalam penelitian ini adalah teori struktural Robert Stanton. Stanton (2007:20-46) membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga bagian, yaitu: fakta cerita (fact), tema (theme), dan sarana cerita (literary device). Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita (Stanton, 2007:22).

Stanton (2007:33) menyebut tokoh dan penokohan dengan istilah „karakter‟. „Karakter‟ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua,

(6)

karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa „karakter‟ bisa berarti pelaku atau tokoh dan dapat pula berarti sifat atau watak.

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh(-tokoh) yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 1995:176-177).

Langkah untuk menentukan tokoh utama adalah sebagai berikut. Pertama, tokoh utama dapat diketahui dengan melihat tokoh yang paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Tokoh utama juga dapat diketahui dengan cara melihat tokoh yang selalu dihadirkan sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan alur (Nurgiyantoro, 1995:177). Selain itu, judul juga perlu diperhatikan karena terkadang dapat juga menentukan tokoh utama dalam cerita. Judul cerita seringkali dapat mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh utama (Panuti-Sudjiman, 1988:18).

(7)

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal (sebab-akibat) saja (Stanton, 2007:26). Masih menurut Stanton, alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.

Latar adalah lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2007:35). Nurgiyantoro menjelaskan lebih rinci pembagian unsur latar. Menurut Nurgiyantoro (1995:227-236) unsur latar dibagi menjadi tiga yaitu; latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah waktu biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Menurut Hudson dalam Panuti-Sudjiman (1988:44) latar sosial mencakup penggambaran keadaan

(8)

masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa.

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat tema (Stanton, 2007:36-37).

Sarana cerita (literary devices) adalah metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita sehingga tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2007:46). Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang pengarang, gaya, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2007:10). Akan tetapi, pada sarana cerita yang akan dibahas hanya judul dan sudut pandang saja karena dinilai paling dominan dalam cerpen.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai hasil yang baik seperti yang dikendaki (Badudu dan Sultan, 1994:896). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural. Metode analisis struktural merupakan metode yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya

(9)

sastra yang sama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:112).

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Oleh sebab itu, pengumpulan data akan dilakukan dengan eksplorasi dan observasi. Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini, yaitu: menentukan objek material, yakni cerpen “Ḥādiṡah”; menentukan objek formal berupa unsur-unsur intrinsik cerpen “Ḥādiṡah” yaitu fakta cerita, tema, dan sarana cerita; menentukan data-data verbal berupa kalimat-kalimat dalam cerpen “Ḥādiṡah” untuk kemudian diklasifikasikan menurut fakta-fakta cerita, tema, dan sarana cerita, mengungkapkan dan menghubungkan keterkaitan antarunsur pembangun cerpen tersebut; menyimpulkan dan melaporkan hasil analisis dalam bentuk tulisan.

1.7 Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian terhadap cerpen “Ḥādiṡah” dipaparkan menjadi empat bab, yakni: Bab Ι merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi Arab-Latin. Bab ΙΙ berisi tentang biografi pengarang dan sinopsis cerpen “Ḥādiṡah” karya Najīb Mahfūẓ. Bab ΙΙΙ berisi tentang analisis struktural cerpen “Ḥādiṡah” karya Najīb Mahfūẓ. Bab VΙ berisi kesimpulan dengan daftar pustaka.

1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan “Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan

(10)

dan Kebudayaan Republik Indonesia no. 158 th. 1987 dan nomor 0534/ b/ U/ 1978” yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:

1.8.1 Konsonan

Konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf Hijaiyah atau disebut huruf Arab. Daftar huruf Arab dan lambang transliterasi dalam huruf latin akan disajikan dalam tabel berikut.

No. Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

1. ا Alif tidak

dilambangkan tidak dilambangkan

2. ب bā` B Be 3. ت tā` T Te 4. ث Ṡā Ṡ s (dengan titik di atasnya) 5. ج Jīm J Je 6. ح ḥā` ḥ ha (dengan titik di bawahnya) 7. خ khā` Kh ka dan kha 8. د Dal D De

9. ذ Żal Ż z (dengan titik di

atasnya) 10. ز rā` R Er 11. ش Zai Z Zet 12. ض Sīn S Es 13. ش Syīn Sy es dan ye 14. ص Şād Ş s (dengan titik di bawahnya) 15. ض ḍāḍ ḍ d (dengan titik di bawahnya) 16. ط ṭā` ṭ t (dengan titik di bawahnya) 17. ظ ẓā` ẓ z (dengan titik di bawahnya)

18. ع „ain „ koma terbalik (di atas)

19. غ Gain G Ge

20. ف fā` F Ef

21. ق Qāf Q Qi

22. ك Kāf K Ka

(11)

24. م Mīm M Em

25. ن Nūn N En

26. و Wāwu W We

27. ي hā` H Ha

28. ء Hamzah ′

apostrof, tetapi lambang ini tidak dipergunakan untuk hamzah di awal

kata

29. ي yā` Y Ye

1. Vokal

No. Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

1. ... : a ﹷ ا...ﹷ : ā ي...ﹷ : ai

2. ... : i ﹻ ي...ﹻ : ī و...ﹷ : au

3. ... : u ﹹ و... ﹹ : ū

2. Tā` Marbūṭah

Apabila tā` marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau

ḍammah, maka transliterasinya adalah /t/.

Contoh:

ةزّىىملا ةىيدملا : al-Madīnatul-Munawwaratu

Apabila tā` marbūṭah disukunkan, maka transliterasinya adalah /h/. Jika pada kata yang terakhir terdapat huruf tā` marbūṭah dan diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta kedua kata itu terpisah, maka tā` marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

ةزّىىملا ةىيدملا : al-Madīnah al-Munawwarah 3. Syaddah

Tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

(12)

Contoh: لّصو : nazzala 4. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. Kata sandang dalam transliterasi dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti

hurūf syamsiyyah dan hurūf qamariyyah.

Kata sandang yang diikuti oleh hurūf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu fonem /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut.

Contoh:

سمشلا

: asy-syamsu

Kata sandang yang diikuti hurūf Qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu fonem /l/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh:

رمقلا

: al-qamaru 5. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan di akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh: ّنإ : inna رخأي : ya`khużu أسق : qara`a

(13)

6. Penulisan Kata

Setiap kata pada dasarnya ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya

dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh:

هيقشاسلا سيخ ىهل الله ّنإ و

Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Contoh:

Referensi

Dokumen terkait

Bervariasinya nilai moneter yang diterima auditor pada tiap pekerjaan audit yang dilakukannya berdasarkan hasil negosiasi, tidak menutup kemungkinan akan

Dalam siklus reproduksi, beberapa basil penelitian pada moluska laut menunjukkan terjadinya fluktuasi pada profil asam amino selama proses pematangan gonad dan fase awal pertumbuhan

Dalam sistem katup otomatis ini digunakan grow detector sebagai umpan balik yang menjadi dasar perintah dari pergerakan motor stepper untuk mencapai posisi yang diinginkan,

Bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang.Diksi adalah sebuah pilihan kata yang tepat dan

Kinerja investasi bangunan yang membaik meskipun tidak tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi yang justru melambat, namun berdasarkan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat

Tampaknya dugaan dapat dikembangkan dari adanya temuan papan perahu, dayung, dan kemudi yang menunjukkan penggunaan peralatan transportasi untuk beraktivitas di areal