• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daniel Kahneman dan Amos Tversky pada awal tahun 1980-an dimana pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daniel Kahneman dan Amos Tversky pada awal tahun 1980-an dimana pada"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Prospek

Prospect Theory (teori prospek) pertama kali dikembangkan oleh

Daniel Kahneman dan Amos Tversky pada awal tahun 1980-an dimana pada dasarnya teori ini mencakup dua disiplin ilmu, yaitu psikologi dan ekonomi (psikoekonomi) yang merupakan suatu analisis perilaku seseorang dalam mengambil keputusan ekonomi di antara dua pilihan. Teori Prospek berfokus pada bagaimana keputusan nyata diambil (decriptive approach). Teori prospek sebenarnya sangat sederhana. Dimulai dengan penelitian Kahneman dan Tversky terhadap perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan. Subyek penelitian yang sama diberikan pilihan yang sama namun diformulasikan secara berbeda, dan mereka menunjukkan dua perilaku yang berbeda. Oleh Kahneman dan Tversky, hal ini disebut sebagai risk-aversion dan risk-seeking behavior.

Teori prospek ini dapat dipakai untuk melihat banyak sekali fenomena perilaku manusia di berbagai bidang kehidupan, khususnya pada proses pengambilan keputusan yang kadangkala ‘tidak masuk akal’. Teori ini dipakai untuk mengukur (melakukan measurement perspective) terhadap perilaku orang atau organisasi dalam mengambil keputusan Mahastanti dan

(2)

Wiharjo (2012). Teori prospek tersebut sejalan dengan Mindset financial yang berfokus untuk membuat keputusan keuangan yang tepat sasaran. Prinsip-prinsip yang diajukan oleh teori prospek meliputi:

a. Fungsi Nilai (value function)

Teori prospek mendefinisikan nilai di dalam kerangka kerja bipolar diantara perolehan (gains) kehilangan (losses).keduanya bergerak dari titik tengah yang merupakan referensi netral. Fungsi nilai bagi suatu perolehan (mendapatkan sesuatu) akan berbeda dengan kehilangan sesuatu. Value bagi suatu kehilangan dibobot lebih tinggi, sedangkan value bagi suatu perolehan dibobot lebih rendah.

b. Pembingkaian (framing)

Teori prospek memprediksi bahwa prefensi (kecenderungan memilih) akan tergantung pada bagaimana suatu persoalan dibingkai atau di formulasikan.

c. Perhitungan Psikologis (psychological accounting)

Psychological accounting atau perhitungan mental atau psikologis

adalah orang yang membuat keputusan tidak hanya membingkai pilihan-pilihan yang ditawarkan, tetapi juga membingkai hasil serta akibat dari pilihan-pilihan itu.

d. Probabilitas (probability)

Teori prospek berpandangan kecenderungan orang dalam membuat keputusan merupakan fungsi dari bobot keputusan (decision weight). Bobot keputusan ini tidak selalu dihubungkan dengan besar kecilnya

(3)

peluang atau frekuensi kejadian. Fenomena ini berlaku pada kejadian yang menimbulkan kerugian berskala besar. Seperti bencana alam, wabah penyakit, kelaparan dan bom nuklir.

e. Efek kepastian (certainty effect)

Teori prospek memprediksi bahwa pilihan yang dipastikan tanpa risiko sama sekali akan lebih disukai dari pada pilihan yang masih mengandung risiko meski kemungkinannya sangat kecil. Sebab, orang-orang cenderung menghilangkan sama sekali adanya risiko (eliminate) dari pada hanya mengurangi (reduce).

2.1.2. Mindset Financial

Mindset financial merupakan sikap mental atau keyakinan yang

menjadi dasar menginterpretsai informasi keuangan untuk membuat keputusan keuangan yang tepat sasaran (Sina, 2012). (Maller, 2011) dalam (Sina, 2012) membuktikan dalam penelitiannya bahwa mindset investor sangat signifikan mempengaruhi keputusan yang dibuat, selain itu (Bef, 2007) dalam (Sina, 2012) mengungkapkan mindset adalah keyakinan teguh atau sikap mental yang menjadi dasar atas respon-respon dan interpretasi seseorang, bahkan (Sina, 2012) menyebutkan bahwa mindset merupakan faktor penentu kesuksesan di tengah era ketidakpastian. Mindset financial merupakan hal yang sangat penting untuk dipakai dalam menghadapi era yang penuh dengan informasi keuangan, mindset financial memiliki peran untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan keuangan selain itu mindset financial juga sangat membantu dalam pengelolaan uang.

(4)

Pola pikir keuangan seseorang sangat mempengaruhi bagaimana prilaku dan bertindak dalam kehidupannya sehari-hari terkait dengan

keuangan. Bagaimana dia memperoleh uangnya, bagaimana dia

meningkatkan penghasilannya, dan bagaimana dia mengelola serta mengembangkan uang tersebut. Pola pikir ini terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang terjadi pembelajaran dan pengajaran-pengajaran yang diterima pada masa lalu (Pieloor, 2015

2.1.3. Literasi Keuangan

Lusardi dan Mitchell (2007) dalam Sina (2012) mendefinisikan literasi keuangan merupakan pengetahuan keuangan dan kemampuan untutk mengaplikasikanya (knowledge and ability), selain itu (Sina, 2012) mengungkapkan literasi ekonomi merupakan alat yang berguna untuk merubah perilaku dari tidak cerdas menjadi cerdas, seperti bagaimana memanfaatkan pendapatan untuk menabung, berinvestasi, proteksi dan memenuhi kebutuhan hidup. Literasi keuangan merupakan suatu pengetahuan mengenai keuangan yang di dapatkan dari hasil pembelajaran, kemudian di pahami untuk bisa mengelola keuangan dengan tepat,. Pengetahuan keuangan itu penting, tidak hanya bagi kepentingan individu saja. Pengetahuan keuangan tidak hanya mampu membuat masyarakat menggunakan keuangan dengan bijak, namun juga dapat memberi manfaat pada ekonomi. Literasi keuangan sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan ekonominya karena hampir semua keputusan keuangan yang diambil perlu pengetahuan sebagai pertimbangannya, contohnya dalam

(5)

pengambilan keputusan investasi, membeli atau menjual saham maupun obligasi, seperti menurut Hailwood (2007) dalam Yulianti dan Silvy (2013) menyatakan financial literacy akan mempengaruhi bagaimana orang menabung, meminjam, berinvestasi dan mengelola keuangan lebih jauh, kecakapan financial disini juga lebih menekankan pada kemampuan untuk memahami konsep dasar dari ilmu ekonomi dan keuangan, hingga bagaimana menerapkannya secara tepat, pada era globalisasi ini masyarkat sebenarnya bisa dengan mudah mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan keuangan.

Mendari dan Kewal (2013) menyebutkan Literacy financial merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang agar terhindar dari masalah keuangan. Literasi keuangan dalam bentuk pemahaman terhadap semua aspek keuangan pribadi bukan ditujukan untuk mempersulit atau mengekang orang dalam menikmati hidup, tetapi justru dengan literasi keuangan, individu atau keluarga dapat menikmati hidup dengan mendayagunakan sumberdaya keuangannya dengan tepat dalam rangka mencapai tujuan keuangan pribadinya. Dalam kehidupan orang yang mengendalikan uang bukan sebaliknya kehidupan seseorang dikendalikan oleh uang, oleh karena itu kurangnya literasi keuangan akan mengakibatkan adanya sifat konsumtif pada seseorang, dan indikasi lain dari rendahnya literasi keuangan akan banyaknya korban penipuan dalam kasus investasi. Mendari dan Kewal

(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konsumen yang

(6)

memiliki bawah rata-rata literasi keuangan sedangkan oang yang memiliki pengetahuan keuangan yang baik akan cenderung memiliki literasi keuangan yang tinggi dengan ciri memiliki pembukuan pengeluaran setiap bulan, membayar tagihan tepat waktu dan memiliki dana darurat.

Di Indonesia literasi keuangan menjadi tantangan yang sangat berat, tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih jauh dari harapan menunjukan masyarakat Indonesia mempunyai masalah terhadap literasi keuangan, penelitian yang dilakukan Cole, Sampson ,dan Zia (2009) dalam Mendari dan Kewal (2013) menemukan rendahnya tingkat literasi financial pada keluarga-keluarga di India dan Indonesia, dan penelitian yang diselenggarakan VISA awal tahun 2012 dalam Mendari dan Kewal (2013) Indonesia dengan skor 27,7 menempati peringkat ke-27 dari 28 negara yang diteliti, tepat di atas Pakistan, oleh karena itu dunia pendidikan harus berperan aktif untuk membentuk literasi financial baik itu dalam lingkungan formal maupun informal dengan cara memberikan edukasi financial yang mengarah pada kesejahteraan sesuai dengan pola dan gaya hidup yang dijalani, meskipun pada prinspnya bahwa literasi keuangan hanya menjadikan seseorang mampu mengambil keputusan berdsarkan informasi yang relevan. Hal tersebut di sebabkan karena tidak semua keputusan diambil berdasarkan rasio ekonomi, dan literasi keuangan hanya merupakan alat bukan sebagai tujuan.

Dalam perspektif lain menurut Rohrke & Robinson (2000) dalam Mendari dan Kewal (2013), literasi keuangan adalah cara yang baik untuk

(7)

mengajarkan konsumen tentang manfaat memiliki hubungan dengan lembaga keuangan. Diantaranya adalah pendanaan dan kredit, kemampuan untuk membangun keuangan yang positif. Memberikan pelatihan literasi keuangan bukanlah satu ukuran cocok untuk semua usaha. Literasi Keuangan dibagi menjadi empat kategori: awal intervensi, dasar literasi, rehabilitasi kredit dan perencanaan jangka panjangatau aset bangunan. Pengenalan pada tahap awal seringkali dapat menghilangkan kebutuhan untuk intervensi korektif pada tahap-tahap selanjutnya. Mengingat luasnya dan berbagai bahan yang tersedia, mungkin berguna untuk pertama menentukan tujuan institusi dan untuk melakukan pelatihan literasi keuangan.

2.1.4. Efikasi Diri

Bandura (1997) dalam Zulkaida, dkk (2007) menyatakan self efikasi sebagai keyakinan akan kemampuannya untuk mengorganisasi dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam mencapai tingkat kinerja tertentu. Efikasi diri keuangan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan keuangan, efikasi diri merupakan suatu sikap yang ada pada diri sendiri dan melekat, tentunya orang yang satu dengan orang lain akan memiliki perbedaan. Bandura (dalam Smet, 1994) dalam Rahma (2011) untuk mengatur perilaku akan dibentuk atau tidak, individu tidak hanya mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang keuntungan dan kerugian, tetapi juga mempertimbangkan sampai sejauh mana individu mampu mengatur perilaku tersebut. Kemampuan ini disebut dengan efikasi diri. Individu dapat saja mempercayai bahwa sebuah perilaku tertentu

(8)

membuahkan konsekuensi tertentu, akan tetapi apabila individu tersebut mempunyai keraguan yang besar terhadap kemampuannya maka informasi tentang konsekuensi itu akan berpengaruh pada perilakunya. Hal ini pula menjadi alasan mengapa efikasi diri merupakan prediktor perilaku yang lebih baik dari pada outcome expectancy Keyakinan individu bahwa individu dapat menyelesaikan tugas dengan baik akan menentukan perilaku atau tindakan yang benar-benar dilakukan individu tersebut, seberapa besar usaha yang dilakukan dan seberapa besar ketahanan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan akhir.

Bandura (1997) dalam Zulkaida, dkk (2007) mengemukakan beberapa dimensi dari efikasi diri diantaranya:

a. Magnitude (tingkat kesulitan)

Magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas yang dibebankan pada individu. Jika seseorang dihadapkan pada suatu tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan, maka pengharapan efficacy-nya akan mudah jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang dan sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan bagi masing-masing tingkat.

b. Strength (tingkat kekuatan)

Strenght berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan individu. Dimensi Strenght mengacu pada derajat kemantapan individu terhadap keyakinan atau harapan yang dibuatnya. Tingkat efikasi diri yang rendah lebih mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang

(9)

memperlemahkannya. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan tekun meningkatkan usahanya meskipun banyak pengalaman yang memperlemahkannya.

c. Generality (generalisasi)

Generality adalah derajat kemantapan individu terhadap keyakinan

akan kemampuannya, yakni berkaitan dengan bidang tugas atau tingkah laku, seberapa luas individu mempunyai keyakinan dalam melaksanakan tugas-tugas. Pengalaman yang berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan terbatas pada bidang tingkah laku khusus, sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai bidang tugas. Ada individu yang merasa yakin pada bidang-bidang tugas tertentu, ada individu yang merasa yakin pada banyak bidang-bidang tugas.

Setiap individu yang mampu memandang dan mengevaluasi ketiga dimensi efikasi diri tersebut secara positif maka akan mempengaruhi pemaknaan hidupnya dan menjadikan kebermaknaan hidupnya menjadi lebih baik, oleh karena itu sikap positif sangat diperlukan dalam keyakinan diri individu, karena akan merangsang agar individu bisa melakukan suatu kinerja yang lebih baik lagi dan akan membantu individu dengan sendirinya melupakan pengalaman buruk yang lalu dalam menjalankan kegiatan barunya.

Dalam konteks keuangan efikasi diri diartikan sebagai suatu keyakinan positif terhadap kemampuan untuk berhasil mengelola

(10)

keuangan Brandon dan Smith (2009) dalam Sina (2012), kegagalan atau keberhasilan seseorang dalam melakukan keputusan keuangannya akan tergantung pada efikasi dirinya, keputusan keuangan yang baik biasanya akan di pengaruhi oleh efikasi diri keuangan yang tinggi, hal ini di dasari bahwa ketika efikasi yang tinggi sudah ada pada diri individu, maka akan dengan sendirinya individu tersebut berjuang atau bahkan memotivasi dirinya untuk terus-menerus memperbaiki pengelolaan keuangannya selain itu efikasi juga akan menumbuhkan semangat, dan semangat itulah yang kemudian akan mempengaruhi keputusan keuangan. Remund (2010) dalam Sina (2012) menyebutkan bahwa efikasi diri menjadi sorotan karena berkaitan dengan keyakinan. Dalam artian orang yang memiliki keyakinan poositif akan lebih mungkin mengelola uang dengan tepat.

Efikasi diri juga mempunyai hubungan yang saling terikat dengan literasi keuangan, literasi keuangan merupakan pengetahuan individu mengenai keuangan dan mengaplikasikannya dalam pengambilan keputusan sedangakan efikasi diri keuangan merupakan keyakinan positif yang dimiliki individu dalam menglola keuangan, hubungannya adalah besar kecilnya efikasi diri individu akan ditentukaan oleh seberapa tinggi tingkat literasi keuangan yang yang dimiliki individu tersebut, karena secara tidak langsung keyakinan akan sesuatu akan di pengaruhi oleh pemahamannya.

(11)

2.1.5. Gaya Kognitif

Gaya kognitif merupakan dimensi psikologis yang merepresentasi konsistensi individual dalam mengumpulkan dan memproses informasi (Allison & Hayes 1996) dalam (Sina, 2012). Chen dan Macreadie (2002:3) dalam (Suryanti, 2014) menyatakan bahwa gaya kognitif sebagai sebuah pilihan individu dan habitual approach terhadap pengorganisasian dan penyajian informasi. Oleh karena itu gaya kognitif (cognitive style) merupakan gaya seseorang dalam berfikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam kaitannya dengan bagaimana individu menerima, menyimpan, mengolah dan menyajikan informasi dimana gaya tersebut akan terus melekat dengan tingkat konsistensi yang tinggi yang akan mempengaruhi perilaku dan aktivitas individu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Witkin, dkk. (1976) dalam (Rati, 2013), gaya kognitif bersifat bipolar, yaitu gaya kognitif field dependent (FD) dan field indefendent (FI), namun kedua kutub tidak menunjukkan adanya keunggulan salah satu kutub terhadap kutub lainnya. Masing-masing kutub cenderung memiliki nilai atau dampak yang positif pada situasi tertentu atau sebaliknya memiliki nilai atau dampak negative pada kondisi yang lain. Gaya kognitif FI adalah gaya kognitif seseorang dengan tingkat kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa ketergantungan dari faktor-faktor luar dan kurang dapat bekerja sama. Sedangkan gaya kognitif FD adalah gaya kognitif seseorang yang cenderung dan sangat bergantung pada sumber informasi dari luar dan bekerja sama lebih baik dengan orang lain. Witkin

(12)

(1977) dalam (Suryanti, 2014) Field Dependent memiliki karakteristik diantaranya: (1) cenderung memiliki pemikiran global; (2) kecenderungan untuk menerima struktur yang sudah ada, disebabkan kurang memiliki kemampuan restrukturisasi; (3) memiliki orientasi sosial sehingga nampak baik, ramah, bijaksana, baik budi dan penuh kasih yang terhadap yang lain; (4) cenderung memilih profesi yang menekankan pada keterampilan sosial; (5) cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada; (6) cenderung bekerja dengan mementingkan motivasi eksternal dan lebih tertarik pada penguatan eksternal seperti pujian, hadiah, atau mativasi eksternal dari orang lain. Dimensi Field Independent umumnya dominan condong kepada independent, kompetitif, dan percaya diri. Sedangkan individu dengan Field Dependent lebih condong bersosialisasi, menyatukan diri dengan orang-orang di sekitar mereka, dan biasanya lebih berempati dan memahami perasaan dan pemikiran orang lain.

O‟ Brien et al (2001:90) dalam (Suryanti, 2014) menunjukkan bahwa perbedaan diantara subjek field dependent and field independen adalah sebagai berikut:

a. Field independent memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Memiliki analisis yang lebih tinggi dalam penerimaan dan pemrosesan informasi, sehingga sering disebut sebagai “analytical thinkers”.

 Mereka menunjukkan kecenderungan untuk mengorganisasikan informasi menjadi unit-unit yang dapat dikelola dan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk penyimpanan informasi. Orang-orang ini suka

(13)

dan terbiasa menggunakan teknik pemecahan masalah, organisasi, analisis dan penataan ketika terlibat dalam situasi belajar dan bekerja.

b. Field Dependent memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Peserta didik dengan field dependent lebih global dan holistik dalam pengolahan persepsi dan informasi sehingga sering disebut sebagai "global thinkers".

 Mereka cenderung untuk menerima informasi seperti yang disajikan atau dijumpai dan mengandalkan sebagian besar pada cara menghafal. Mereka juga mewujudkan kecenderungan yang jelas untuk menggunakan acuan kerangka sosial untuk menentukan sikap, perasaan dan keyakinan.

2.1.6. Personal Income

Baridwan (1992:30) dalam Mahastanti dan Wiharjo (2012) mendefinisikan pendapatan sebagai aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utangnya (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. Personal income adalah total pendapatan kotor seorang individu tahunan yang berasal dari upah, perusahaan bisnis dan berbagai investasi. Dalam istopedia menjelaskan Personal income merupakan penghasilan pribadi laba sebelum pajak yang digunakan dalam perhitungan laba kotor sesuai individu untuk tujuan pajak penghasilan. Personal income di ukur dari semua pendapatan di berbagai sumber, komponen terbesar pendapatan

(14)

berasal dari gaji dan upah. Selain itu masih banyak aspek yang bisa dihitung seperti pendapatan sewa, pemberian subsidi dari pemerintah, pendapatan deviden.

Terdapat kemungkinan yang besar jika individu yang memiliki income yang tersedia akan menunjukan prilaku lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangannya, karena income yang tersedia memberikan kesempatan kepada individu unuk bertanggungjawab (Hilgert, et al 2003) dalam Ida dan Dwinta (2010). Seseorang yang mempunyai Financial

management behaviour cenderung akan membuat anggaran, menghemat

pengeluaran dan mengotrol belanja.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian Sina (2012) yang meneliti tentang pengaruh literasi keuangan (literacy financial), efikasi diri keuangan (self efficacy financial), dan gaya cognitif (cognitive style) terhadap mindset financial mahasiswa jurusan bahasa inggris UKAW-Kupang dengan metode Convenience

sampling pada tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel

independen literasi keuangan, efikasi diri keuangan, dan gaya cognitif memiliki pengaruh terhadap mindset financial dan merupakan faktor prediktor bagi individu untuk mengiginkan keputusan keuangan yang tepat.

Ida dan Dwinta (2010) meneliti pengaruh locus of control, financial

knowledge, personal income, terhadap financial management behaviour

(15)

incom, dan terdapat pengaruh financial knowledge terhadap finacial management Behaviour.

Peneltian Zenika (2013) meneliti pengaruh Locus of Control,

Financial Knowledge, dan Personal Income terhadap Financial Management Behavior pada Karyawan KPP Pratama Blitar. Hasilnya disimpulkan bahwa locus of control internal, locus of control eksternal, financial knowledge, dan personal income memiliki pengaruh yang positif terhadap financial management behavior.

2.3. Kerangka Pemikiran

Hubungan logis antar variabel independen dengan variabel dependen akan dijelaskan dan divisualisasikan pada sub bab kerangka pemikiran. Pembahasan alasan dan penyajian gambar akan tertera pada sub bab ini.

Penelitian ini mengunakan variabel Independen literasi keuangan (literacy financial), efikasi diri keuangan (self efficacy financial), dan

Personal income, sedangkan variabel dependenya adalah minsdet financial. Mindset financial berfungsi untuk membantu untuk individu mengambil

keputusan keuangan yang tepat sasaran dan membantu mengurangi resiko kegagalan dalam setiap keputusan, seperti yang di ungkapkan Widayanti et al (2002) dalam Sina (2012) mengartikan mindset financial sebagai sikap mental atau keyakinan yang menjadi dasar menginterpretasikan informasi keuangan untuk membuat keputusan keuangan yang tepat sasaran. Mindset

(16)

kesejahteraan, karena di era modern ini pola pikir keuangan sangat menentukan kesejahteraan individu.

Literasi keuangan menjadi faktor mindset financial, Sina (2012) dalam penelitiannya bependapat peningkatan literasi keuangan melalui belajar akan merubah cakrawala berfikir dan akan berefek pada perubahan sikap mental atau keyakinan ketika mengevaluasi dan membuat keputusan keuangan. Seperti tersusunnya rencana pensiun yang tepat dan tidak berperilaku boros yang menjadi cikal bakal kebangkrutan keuangan pada individu, literasi keuangan hanya menjadi alat namun tidak menentukan akhir, semakin tinggi tingkat literasi keuangan yang di miliki individu, maka kemungkinan mindset

financial yang dimiliki juga akan tinggi yang berujung pada tepatnya

pengambilan keputusan, den begitu juga sebaliknya.

Efikasi diri juga di indikasikan mempunyai pengaruh terhadap mindset

financial, keyakinan terhadap kemampuan diri menjadi faktor psikologis

individu dalam menumbuhkan semangat yang mengarah pasa situasi yang positif, efikasi diri merupakan faktor penentu perilaku seseorang dalam mengerjakan suatu tugas (Sina, 2012). Di kaitkan pada efikasi diri keuangan (self efficacy financial) diartikan sebagai suatu keyakinan positif terhadap kemampuan untuk berhasil mengelola keuangan (Brandon dan Smith, 2009) dalam Sina (2012). Berpijak pada efikasi keuangan akan memotivasi individu untuk selalu berusaha memahami mengenai keuangan maka akan terciptanya

(17)

Gaya kognitif di indikasikan mempengaruhi mindset financial, gaya kognitif (cognitive style) merupakan gaya seseorang dalam berfikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam kaitannya dengan bagaimana individu menerima, menyimpan, mengolah dan menyajikan informasi dimana gaya tersebut akan terus melekat dengan tingkat konsistensi yang tinggi yang akan mempengaruhi perilaku dan aktivitas individu baik secara langsung maupun tidak langsung (Suryanti, 2013), semakin seseorang melibatkan atau menggunakan kemampuan kognitifnya dalam menentukan keputusan keuangan, maka keputusan yang diambil akan semakin mengarah pada ketepatan, seperti yang di tegaskan oleh Prochaska-Cue (1993) dalam (Sina, 2012) melalui riset yang dilakukan bahwa berpikir analisis mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan dan ketepatan mengelola uang

(personal finance) karena melalui analisis yang tepat akan memperkecil

peluang mengalami kesalahan sehingga keputusan pun menjadi tepat, oleh sebab itu gaya kognitif merupakan salah satu faktor penentu mindset

financial.

Mindset financial bukan hanya di pengaruhi oleh pengetahuan

mengenai keuangan dan keyakinan terhadap diri saja, Terdapat kemungkinan yang besar jika individu yang memiliki income yang tersedia akan menunjukan prilaku lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangannya, karena income yang tersedia memberikan kesempatan kepada individu unuk bertanggungjawab (Hilgert, et al 2003) dalam Ida dan Dwinta (2010). Seseorang yang mempunyai Financial management behaviour

(18)

cenderung akan membuat anggaran, menghemat pengeluaran dan mengontrol belanja. Dalam Behavioral Life-Cycle Theory yang terkait dengan hipotesis pendapatan permanen (Friedman, 1957) dalam Mahastanti dan Wiharjo (2012) menunjukkan bahwa seseorang akan mengambil pinjaman (kredit) ketika pendapatan mereka lebih rendah dari yang diharapkan dan menyimpan ketika pendapatan mereka lebih tinggi dari yang diharapkan. Keputusan untuk mengambil pinjaman ketika pendapatan mereka lebih rendah dari yang diharapkan adalah untuk tetap dapat memenuhi konsumsi, Oleh karena itu terdapat perbedaan dalam perilaku keuangan antara individu yang memiliki tingkat pendapatan tinggi dengan yang memiliki pendapatan rendah. Kelompok berpendapatan rendah lebih cenderung untuk menggunakan kredit dalam memenuhi kebutuhannya untuk dapat mengimbangi gaya hidup kelompok berpenghasilan tinggi, perbedaan perilaku keuangan ini merupakan dampak dari berbedanya pola pikir keuangan yang terjadi pada masyarakat yang disebabkan karena faktor pendapatan/income, hal ini diduga akan mengakibatkan adanya perbedaan keputusan keuangan yang dilakukan oleh seseorang dalam menginterpretasikan sebuah informasi keuangan., oleh karena itu personal income di indikasikan berpengruh terhadap mindset

financial.

Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

(19)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis

Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikirantersebut di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Literasi keuangan berpengaruh terhadap mindset financial. H2 : Efikasi diri keuangan berpenganruh terhadap mindset financial. H3 : Gaya kognitif berpengaruh terhadap mindset financial.

H4 : Personal Income berpengaruh terhadap mindset financial. Literasi Keuangan

(literacy financial)

Mindset

Financial

Efikasi Diri Keuangan (self efficacy financial)

Personal Income

Gaya Kogniitif

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Mindset financial merupakan sikap mental atau keyakinan yang menjadi dasar menginterpretsai informasi keuangan untuk membuat.. keputusan keuangan yang tepat sasaran

“Gaya kepemimpinan seseorang dalam suatu jabatan akan mempengaruhi pola tingkah laku yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku aktivitas- aktivitas individu bawahan atau kelompok

Adaptasi individu yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor (bicara dengan orang lain untuk mencari

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang lebih terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir

Salah satu gaya yang mempengaruhi nilai momen pada saat gerakan langkah adalah gaya putar pada setiap bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan langkah.. Salah satu penelitian

Merupakan kemampuan financial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang

Pendekatan fuzzy memiliki kelebihan pada hasil yang terkait dengan sifat kognitif manusia, khususnya pada situasi yang melibatkan pembentukan konsep, pengenalan pola,

Nashori (2007) berpendapat bahwa adversity quotient adalah kemampuan individu untuk menggunakan kecerdasannya dalam mengarahkan, mengubah cara berfikir serta perilakunya