• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL UNTUK MENGKAJI PENGARUH

MODAL SOSIAL MELALUI DIMENSI ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN

TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN

JEMBRANA, BALI

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Oleh,

Drs. G.K. Gandhiadi, MT. NIDN. : 0030096201

Ir. Komang Dharmawan, M.Math, Ph.D. NIDN.:0018026202 Kartika Sari, S.Si., M.Sc. NIDN : 0011077004

Ni Putu Tresianai Manutami. NIM.: 1008405032

Dibiayai dari Dana DIPA-BLU Universitas Udayana No. SP DIPA: 042.04.2.400107/2015, Tahun Anggaran 2015

Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Hibah Unggulan Program Studi (HUPS)

Nomor : 1316/UN14.1.28.I/PP/2015, Tanggal: 25-05-2015

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

Oktober 2015

(2)

i

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL UNTUK MENGKAJI

PENGARUH MODAL SOSIAL MELALUI DIMENSI ORIENTASI

KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT DI KABUPATEN JEMBRANA, BALI

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Oleh,

Drs. G.K. Gandhiadi, MT. NIDN. : 0030096201

Ir. Komang Dharmawan, M.Math, Ph.D. NIDN.:0018026202 Kartika Sari, S.Si., M.Sc. NIDN : 0011077004

Ni Putu Tresianai Manutami. NIM.: 1008405032

Dibiayai dari Dana DIPA-BLU Universitas Udayana No. SP DIPA: 042.04.2.400107/2015, Tahun Anggaran 2015

Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Hibah Unggulan Program Studi (HUPS)

Nomor : 1316/UN14.1.28.I/PP/2015, Tanggal: 25-05-2015

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

Oktober 2015

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

1. Judul Penelitian : Model Persamaan Struktural untuk Mengkaji Pengaruh Modal Sosial Melalui Dimensi Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali. 2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Drs. G. K. Gandhiadi, MT. b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. NIP/NIDN : 196209301988031002 / 0030096201 d. Jabatan Struktural : ……….

e. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala f. Fakultas/Jurusan : MIPA/Matematika

g. Pusat Penelitian : Laboratorium Matematika Terapan, Jur. Matematika h. Alamat : Kampus FMIPA UNUD Bukit, Jimbaran, Bali i. Telepon/Faks. : 0361-703137

j. Alamat Rumah : Perum Puri Taman A/16, Jl. G. Soputan, Dps. k. Telepon/E-mail : 0817351417 / [email protected]

3. Jumlah Anggota Peneliti : 2 orang 4. Jumlah mahasiswa : 1 orang 5. Pembiayaan : PNBP

Jumlah biaya yang diajukan ke Fakultas : Rp. 15.139.000,- (limabelas juta seratus tiga

puluh sembilan ribu rupiah)

Bukit Jimbaran, 30 Oktober 2015

Mengetahui, Ketua Peneliti, KetuaJurusan

(Ir. Komang Dharmawan, M.Math., Ph.D.) (Drs. G.K. Gandhiadi, MT..) NIP.19620218 198803 1 001 NIP. 196209301988031002

Mengetahui,

Dekan Fakultas MIPA UniversitasUdayana

(Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si) NIP. 196606111997021001

(4)

iii ABSTRAK

Penelitian tentang modal sosial telah berkembang pesat, namun tetap memunculkan pertanyaan tentang peran modal sosial di masyarakat khususnya dalam hubungannya dengan kesejahteraan. Penelitian dalam ilmu sosial umumnya sering melibatkan variabel-variabel yang bersifat laten (tidak dapat diukur secara langsung). Variabel laten tersebut dapat diukur melalui indikator-indikator yang dapat menjelaskannya. Penelitian yang melibatkan variabel laten, dapat dianalisis dengan menggunakan Structural

Equation Modeling (SEM) atau Pemodelan Persamaan Struktural. Premis dasar obyek

penelitian ini adalah modal sosial dipandang sebagai faktor produktif yang memberikan manfaat bagi setiap individu dan mampu menjalin hubungan dengan individu lainnya. Penekanan di bidang ilmu matematika terhadap obyek penelitian ini adalah mengkaji model atau hubungan antara peran modal sosial melalui orientasi kewirausahaan bagi kesejahteraan masyarakat (pelaku UMKM) di Kabupaten Jembrana. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 80 pelaku UMKM, menggunakan purposive random sampling (disengaja) dengan mempertimbangkan indikator modal sosial dan pembangunan ekonomi di wilayah Kabupaten Jembrana. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan bantuan software Smart PLS. Hasil penelitian mendapatkan bahwa model persamaan struktural untuk variabel modal sosial dengan komponen formatif trust,

norms, dan network adalah,

Modal Sosial = 0.456* trust +0.484* norms + 0.322*network + ζ,

dengan R2 = 0.999.

Sedangkan model persamaan struktural untuk variabel kesejahteraan dengan semua dimensi orientasi kewirausahaan (sebagai variable antara) yaitu keinovasian (Inov), keproaktifan (Proaktif), dan pengambilan keputusan/resiko (Resiko), dengan premis modal sosial adalah,

Kesejahteraan = -0.391*Inov + 0.135*Proaktif + 0.210*Resiko + ζ,

dengan R2 = 0.118.

Secara umum diperoleh bahwa modal sosial melalui semua dimensi orientasi kewiraushaan secara total tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan pelaku UMKM (masyarakat) di Kabupaten Jembrana. Akan tetapi secara langsung modal sosial berpengaruh sangat signifikan terhadap semua dimensi orientasi kewirausahaan, sehingga dapat disarankan kepada instansi terkait di Kabupaten Jembrana agar mengoptimalkan peran modal sosial dalam merancang strategi pembangunan ekonomi bagi pelaku UMKM yang memberikan nilai tambah outcome untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kata kunci: Structural Equation Modeling (SEM,) modal sosial, orientasi

(5)

iv PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena perkenan-Nya Laporan Kemajuan Hibah Unggulan Program Studi, dengan judul “Model Persamaan Struktural untuk Mengkaji Pengaruh Modal Sosial Melalui Dimensi Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali“ dapat dilaksanakan dengan baik dan laporan kemajuan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Terlaksananya penelitian ini karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu tim peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini, melalui sumber DIPA PNBP, sehingga penelitian ini bisa terlaksana.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana, atas dukungannya dalam kegiatan penelitian ini.

3. Bapak Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si., selaku dekan FMIPA Universitas Udayana, atas dukungannya.

4. Teman-teman sejawat di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana, yang turut memberikan sumbang saran dan dukungan.

5. Mahasiswa Jurusan Matematika yang mengambil Tugas Akhir dengan pengolahan data menggunakan pemodelan SEM, serta semua pihak yang turut membantu demi kelancaran kegiatan penelitian ini.

Laporan kemajuan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan dimasa mendatang, akan diterima dengan senang hati.

Denpasar, 30 Oktober 2015

(6)

v

DAFTAR ISI

JUDUL ……….. i HALAMAN PENGESAHAN ………... ii ABSTRAK ……….…... iii PRAKATA ………...… iv DAFTAR ISI ………..…… v

DAFTAR TABEL ……….... vii

DAFTAR GAMBAR ……… ..…… viii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Khusus Penelitian ... 3

1.3 Urgensi Penelitian ... 4

BAB II STUDI PUSTAKA ……… 5

2.1 Pemodelan Persamaan Struktural ……….……. 5

2.2 Modal Sosial.. ………... 9

2.3 Orientasi Kewiraushaan ... 13

2.4 Kesejahteraan Masyarakat ………..…………... 16

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitan ………….………..……. 18

3.2 Teknik Pengambilan Sampel …… …….……….…...18

3.3 Rancangan Model Persamaan Struktural ………...19

3.4 Sumber Data Penelitian ……….19

3.5 Analisis Data ………... 21

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ………. 25

4.1 Karakeristik Sosial Ekonomi Wilayah Kabupaten Jembrana ... 25

4.2 Profil Responden ... 27

(7)

vi

4.4 Model Persamaan Struktural ... 35

4.4.1 Model Pengukuran ... 36

4.4.2 Model Struktural ... 36

4.5 Hasil Analisis SEM dan Interpretasi ... 36

4.5.1 Hasil Output untuk Model Pengukuran ……….. 38

4.5.2 Hasil Output untuk Model Struktural ………. 39

4.5.3 Uji Hipotesis dan Pengujian dengan SEM PLS …….………. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran (Rekomendasi) ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(8)

vii

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

2.1 Indeks Kesejahteraan Pribadi (IKP) ……… 17

3.1 Variabel laten, indikator (item pertanyaan)…….………...…….. 20

4.1 Profil Responden ………. 28

4.2 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Orde Dua Trust (Rasa Percaya) ...………..….. 29 4.3 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Orde Dua Norms (Norma) ... 29 4.4 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Orde Dua Network (Jaringan Kerja) ... 30 4.5 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Orde Satu Modal Sosial ... 31 4.6 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Keinovasian ……….…… 32 4.7 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Keproaktifan ……….. 33 4.8 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Pengambilan Keputusan/Resiko ……….. 33 4.9 Nilai Cronbach Alpha dan Korelasi Item-Total Dikoreksi dari Variabel

Laten Kesejahteraan ……….…. 34 4.10 Nilai Path Coefficients pada Hubungan antara First Order Laten dengan

Second Order Laten ... 40

4.11 Nilai Path Coefficients pada Hubungan antar First Order Laten ... 40 4.12 Nilai Path Coefficients pada Hubungan Total ... 41

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Indikator Reflektif ………..…………..… 7

2.2 Indikator Formatif ………. 8

2.3 Model umum SEM ……… 8

3.1 Rancangan Awal Penelitian Modal Sosial ………. 19

4.1 Model Persamaan Struktural yang Dianalisis (Modifikasi) ……….. 35

4.2 Model Persamaan Struktural yang Dianalisis dengan Penduga dari Masing-Masing Jalur ... 37

4.3 Model Persamaan Struktural dengan Nilai t-statistik dari Masing-Masing Indikator dan Jalur ... 38

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian dalam ilmu sosial sering melibatkan variabel-variabel yang bersifat laten (tidak dapat diukur secara langsung). Variabel laten tersebut dapat diukur melalui indikator-indikator yang dapat menjelaskannya. Penelitian yang melibatkan variabel laten, dapat dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) atau Pemodelan Persamaan Struktural.

SEM merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisis hubungan antara variabel laten dengan variabel indikatornya, hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten lainnya, juga mengetahui besarnya kesalahan pengukuran. SEM pertama kali dikembangkan oleh Joreskog pada tahun 1973. Salah satu strategi SEM yang berbasis varians atau komponen (component based SEM) yaitu metode Partial Least

Square (PLS) memungkinkan melakukan pemodelan persamaan struktural dengan asumsi

data yang digunakan tidak harus menyebar normal, ukuran sampel boleh relatif kecil, dan indikator yang digunakan bersifat reflektif, formatif, atau kombinasi keduanya. PLS merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengkonfirmasi teori, dan dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel laten.

Salah satu kasus ilmu sosial yang melibatkan variabel laten adalah kasus di bidang modal sosial. Pandangan terbaru The Worl Bank Group (2011), menyatakan bahwa cakupan lingkungan sosial dan politik yang membentuk struktur sosial dan norma-norma lebih memungkinkan untuk berkembangnya modal sosial. Pemahaman ini memperjelas pentingnya modal sosial untuk hubungan kelembagaan yang paling formal dan terstruktur, seperti: pemerintah, rezim politik, aturan hukum, sistem pengadilan, serta kebebasan sipil dan politik. Pandangan ini tidak hanya memaparkan kebaikan dan keburukan modal sosial, serta pentingnya menempa hubungan antar personal di masyarakat, tetapi mengakui bahwa kapasitas berbagai kelompok sosial untuk bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sangat bergantung pada dukungan atau ketiadaan yang yang mereka terima dari negara serta sektor swasta.

(11)

2

Faktor penentu proses pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan yang sering diabaikan adalah cara pelaku ekonomi dalam berinteraksi yang sangat dipengaruhi oleh modal sosial (Vipriyanti, 2011). Sejumlah penelitian tentang peran modal sosial dalam peningkatan keseja-hteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, kondisi sosial dan politik, dan pengukuran modal sosial telah banyak dilakukan. Masing-masing peneliti telah memberikan penekanan dan determinan yang berbeda tentang aspek modal sosial dalam pembangunan. Pengelompokan sumber dan dimensi modal sosial sangat dipengaruhi oleh metoda pendekatan yang digunakan dalam pengu-kuran modal social (Grootaert (1999), Fukuyama (1999), dan Rao (2001)). Secara umum terdapat tiga kelompok utama modal sosial, yaitu : (1) Trust (Rasa percaya), (2) Norm (Norma/ etika), dan (3) Networks (Jaringan Kerja).

Penelitian tentang modal sosial telah berkembang pesat, namun tetap

memun-culkan pertanyaan tentang peran modal sosial di masyarakat dalam kesejahteraan rumah tangga. Premis dasar obyek penelitian ini adalah modal sosial dipan-dang sebagai faktor produktif yang memberikan manfaat bagi setiap individu dan mampu menjalin hubungan dengan individu lainnya. Penekanan di bidang ilmu matematika terhadap obyek penelitian ini adalah mengkaji model atau hubungan antara peran modal sosial melalui aktivitas kewirausahaan bagi kesejahteraan (subyektif) masyarakat khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Secara umum, peran modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat berkorelasi secara langsung. Modal sosial di tingkat rumah tangga akan mampu berperan melalui sejumlah aktivitas antara (mediasi), salah satunya melalui pelaksanaan program peningkatan budaya wirausaha (orientasi kewirausahaan) pelaku UMKM (Hartono, dkk. 2013), antara lain dengan menum-buhkan inovasi dalam budaya wirausaha, meningkatkan keproaktifan dalam membangun jaringan kerja dengan pihak lain, serta mempunyai keberanian mengambil keputusan/resiko dalam berusaha (Lumpkin and Dess, 1996).

Penelitian ini diharapkan terutama berperan dalam merumuskan pemodelan untuk data-data sosial yang diperoleh secara langsung di masyarakat (data primer).Model yang dihasilkan diharapkan memberikan rumusan dalam mengkaji hubungan antara peran modal sosial melalui aktivitas orientasi kewirausahaan untuk meningkatkan kesejahteraan

(12)

masya-3

rakat (pelaku UMKM) di Kabupaten Jembrana. Rekomendasi yang disarankan diharapkan mampu memberi kontribusi dalam penyusunan strategi pembangunan ekonomi oleh pejabat/ pengampu kepen-tingan di Kabupaten Jembrana, melalui keterlibatan modal sosial. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi dalam merevitalisasi dan menguatkan peran modal sosial yang ada di suatu wilayah apabila modal sosial itu ternyata mampu berperan mendorong budaya dan aktivitas kewirausahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.2 Tujauan Khusus

Permasalahan utama dalam penelitian ini, masih banyak data-data sosial yang belum mampu dianalisis secara ilmiah dan komprehensif. Data-data sosial yang memben-tuk variabel laten beserta indikator-indikatornya belum mampu secara langsung merumuskan strategi pembagunan ekonomi di suatu wilayah. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pemodelan persamaan struktural atau hubungan yang menggambarkan peran modal sosial sebagai salah satu faktor pembangunan melalui aktivitas dari dimensi orientasi kewirausahaan terhadap kesejahteraan (subyektif) masyarakat khususnya pelaku UMKM di Kabupaten Jembrana, Bali. Hasil kajian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, diharapkan berperan merumuskan strategi pembangunan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkesinambungan. Secara rinci penelitian ini bertujuan.

1) Merumuskan pemodelan persamaan struktural untuk mengkaji pengaruh modal sosial melalui aktivitas dari dimensi orientasi kewirausahaan terhadap kesejahteraan subyektif masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali.

2) Menganalisis pengaruh modal sosial melalui dimensi orientasi kewiraushaan (keinovasian) terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali.

3) Menganalisis pengaruh modal sosial melalui dimensi orientasi kewirausahaan (keproaktifan) terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali.

4) Menganalisis pengaruh modal sosial melalui dimensi orientasi kewirausahaan (keberanian mengambil keputusan/resiko) terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jembrana, Bali.

(13)

4 1.3 Urgensi Penelitian

Secara umum, peran modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat berkorelasi secara langsung. Modal sosial di tingkat rumah tangga akan mampu berperan melalui sejumlah aktivitas antara (mediasi) dengan melaksanakan program peningkatan budaya wirausaha (orientasi kewirausahaan) rumah tangga, antara lain dengan menumbuhkan inovasi dalam budaya berusaha (bisnis) mikro/kecil, meningkatkan keproaktifan dalam membangun jaringan kerja dengan pihak lain, mempunyai keberanian mengambil keputusan dan resiko dalam berusaha, dsb.

Kajian dan analisis dalam merumuskan pemodelan persamaan struktural melalui peran modal sosial yang mendorong aktivitas kewirausahaan perlu dilakukan secara komprehensif beradasarkan data-data sosial primer di masyarakat pada suatu wilayah tertentu. Model persamaan struktural (SEM : Structural Equation Modeling) sebagai suatu alat pengolahan data (kususnya data variabel laten), akan dicoba untuk merumuskan model berdasarkan data-data primer. Model yang diperoleh diharapkan mampu memberikan rumusan yang lebih baik dalam mengkaji hubungan antara peran modal sosial melalui aktivitas kewirausahaan untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif masyarakat yang berusaha.

Penelitian ini diharapkan terutama berperan dalam merumuskan pemodelan untuk data-data sosial yang diperoleh secara langsung di masyarakat (data primer). Model yang dihasilkan diharapkan mampu memberi kontribusi dalam penyususnan strategi pembangunan ekonomi bagi pejabat/pengampu kepentingan di suatu wilayah, melalui keterlibatan modal sosial. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi dalam merevitalisasi dan menguatkan peran modal sosial yang ada di suatu wilayah apabila modal sosial itu ternyata mampu berperan mendorong budaya dan aktivitas kewirausahaan untuk meningkatkan kesejahteraan (subyektif) masyarakat.

(14)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

State of the art

2.1 Pemodelan Persamaan Struktural

Pemodelan Persamaan Struktural ( SEM : Structural Equation Modeling) adalah metode analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara variabel terukur (indikator) dan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (variabel laten). Analisis SEM merupakan analisis multivariat yang bersifat kompleks, karena melibatkan sejumlah variabel independen dan dependen yang saling berhubungan membentuk sebuah model.

SEM dapat dikategorikan menjadi 2 model yaitu model struktural dan model pengukuran. Model struktural yaitu model yang menggambarkan hubungan-hubungan yang ada diantara variabel-variabel laten. Sedangkan model pengukuran adalah model yang menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati (indikator).

Partial Least Square (PLS) adalah pendekatan metode SEM dengan berbasis

varians atau component based SEM yang biasa digunakan sebagai alternatif dari SEM berbasis kovarian. Component Based SEM sering disebut dengan soft modeling, soft mempunyai arti tidak mendasarkan pada asumsi skala pengukuran, distribusi data dan jumlah sampel (Ghozali, 2011, p. 6). Pendekatan PLS untuk SEM sering diistilahkan dengan PLS

Path Modeling. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan

untuk membangun hubungan yang belum ada landasan terorinya atau untuk pengujian proposisi (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 119).

Menurut Henseler et al. (2009, p. 283) adapun cirri-ciri dari metode Path PLS adalah sebagai berikut: 1. PLS memberikan nilai pada variabel laten yang diukur oleh satu atau beberapa indikator (variabel manifest), 2. Path PLS menghindari masalah ukuran sampel yg kecil, oleh karena itu Path PLS dapat diterapkan ketika metode lain tidak bisa menganalisis model dengan ukuran sampel yg relatif kecil, 3. Dibandingkan dengan SEM berbasis kovarian, Path PLS memiliki asumsi yang lebih longgar mengenai distribusi variabel, yaitu tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal, 4. Path PLS dapat

(15)

6

diterapkan pada model pengukuran reflektif maupun formatif. Path PLS dapat dikategorikan menjadi 2 model yaitu: (1) model struktural yang merupakan hubungan beberapa variabel laten endogen dengan variabel laten lainnya , dan (2) model pengukuran yang merupakan hubungan antara indikator dengan variabel laten, (Tenenhaus, Vinzi, Chatelin, & Lauro, 2005, p. 161).

Model struktural atau inner model merupakan model yang digunakan untuk menentukan hungan antara variabel laten (konstruk). Variabel laten yang hanya memprediksi variabel laten lainnya disebut variabel eksogen, sedangkan variabel laten yang merupakan variabel dependen setidanya dalam satu hubungan kausal disebut variabel endogen (Gotz, Gobbers, & Krafft, 2010, p. 701). Hubungan antara variabel laten ini, dirancang berdasarkan teori dan logika. Menurut Gotz et al. (2010, p. 701), dalam metode PLS, model struktural yang dirancang harus sebagai hubungan kausal (sebab akibat). Variabel laten eksogen dinotasikan dengan  (ksi) dan variabel laten endogen dinotasikan dengan (eta), sehingga model struktural (inner model) dapat dituliskan sebagai berikut :

  

    (2.1)

Model pengukuran atau outer model merupakan model yang digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel yang dapat diamati (indikator) dan konstruk yang mendasari (Gotz, Gobbers, & Krafft, 2010, p. 693). Model indikator di dalam model pengukuran dapat dibagi menjadi 2 model yaitu : (a) model indikator reflektif, dan (b) model indikator formatif.

Indikator reflektif merupakan variabel-variabel teramati dipandang sebagai indikator-indikator yang dipengaruhi oleh konsep yang sama dan yang mendasarinya (yaitu variabel laten) (Wijanto, 2008, hal. 26). Model indikator reflektif dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari true score ditambah error, jadi konstruk laten mempengaruhi variasi pengukuran dan asumsi hubungan kausalitas dari kontruk laten ke indicator (Ghozali, 2011). Model reflektif sering disebut dengan principal factor model dimana covariance pengukuran indicator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk. Adapun cirri-ciri dari indikator reflektif adalah sebagai berikut :

1. Arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator

(16)

7

memiliki internal consistency reliability)

3. Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran, tidak akan merubah makna atau arti konstruk

4. Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator 5. Konstruk memiliki arti “surplus”

6. Skala skor tidak menggambarkan konstruk

Gambar 2.1 Indikator Reflektif

Secara umum, model persamaan indikator reflektif dapat dituliskan sebagai berikut :

    x x (2.2)     y y

(2.3)

Dengan x dan yadalah indikator untukvariabel laten eksogen (  ) dan endogen ( ). Sedangkan (x ) dan (y ) merupakan koefisien yang menguhubungkan variabel laten dengan indikatornya, serta ( ) dan ( ) merupakan kesalahan pengukuran dari x dan y.

Indikator formatif merupakan indikator-indikator yang membentuk atau menyebabkan adanya penciptaan atau perubahan di dalam sebuah variabel laten (Wijanto, 2008, hal. 26). Tidak seperti pada model indikator reflektif, model indikator formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oeh konstruk tetapi mengasumsikan bahwa semua indikator mempengaruhi single konstruk (Ghozali, 2011) . Adapun cirri-ciri dari indikator reflektif adalah sebagai berikut :

1. Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk

2. Antar indicator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji konsistensi internal atau cronbach alpha)

3. Menghilangkan satu indicator berakibat merubah makna dari konstruk 4. Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)

5. Konstruk mempunyai makna “surplus”

6. Skala skor tidak menggambarkan konstruk. C

B A

(17)

8

Gambar 2.2 Indikator Formatif

Secara umum, model persamaan indikator formatif dapat dituliskan sebagai berikut :

 Xi  (2.4)

 Yi  (2.5)

Dengan  , , X dan Y sama dengan persamaan sebelumnya, sedangkan  dan  merupakan koefisien yang menguhubungkan variabel laten dengan indikatornya, serta ( ) dan () merupakan kesalahan pengukuran.

Gambar 2.3 Model umum SEM (Hair et.al, 2010) Keterangan :

𝜉 (ksi) = variabel laten x (eksogen) 𝜂 (eta) = variabel laten y (endogen)

C

A B

(18)

9

𝑋 = indikator untuk variabel laten eksogen 𝑌 = indikator untuk variabel laten endogen

𝜆 (lambda) = koefisien yang menghubungkan variabel laten denganindikatornya 𝛾 (gamma) = pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen

𝛽 (beta) = pengaruh antar variabel laten endogen 𝜑 (phi) = pengaruh antar variabel laten eksogen 𝜁 (zeta) = peluang galat model

𝜀 (epsilon) = galat pengukuran pada variabel teramati (indikator)untuk variabel laten endogen

𝛿 (delta) = galat pengukuran pada variabel teramati (indikator) untuk variabel laten eksogen

2.2 Modal Sosial

Teori modal sosial dalam perkembangan New Institutional Economics (NIE), mula-mula dicetuskan oleh James S. Coleman tahun 1988, yang dirilis dalam American Journal of

Sociology dengan judul ”Social Capital in the Creation of Human Capital”. Sejumlah

intelektual menggunakan teori modal sosial sebagai salah satu bahan diskusi penting yang mempertemukan berbagai disiplin ilmu. Berbeda dengan dua modal lainnya yang lebih dulu populer dalam bidang ilmu sosial, yakni modal ekonomi (economic/financial capital) dan modal manusia (human capital), modal sosial akan berfungsi jika sudah berinteraksi dengan struktur sosial. Modal ekonomi yang dimiliki seseorang/perusahaan mampu melakukan kegiatan (ekonomi) tanpa harus terpengaruh dengan struktur sosial, demikian pula halnya dengan modal manusia.

Modal sosial bukanlah entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen: (1) modal sosial yang mencakup beberapa aspek dari struktur sosial; dan (2) modal sosial yang memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (baik individu maupun perusahaan) di dalam struktur tersebut. Sama halnya dengan modal lainnya, modal sosial juga bersifat produktif, yakni bila keberadaannya tidak muncul akan membuat pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin diraih. Sejumlah definisi tentang modal sosial dipaparkan oleh para ahli, misalnya :

(19)

10

1. Uphoff dalam Hobbs (2000) yang menyatakan bahwa modal sosial dapat ditentukan sebagai akumulasi dari beragam tipe dari aspek sosial, psikologi, budaya, kelembagaan, dan aset yang tidak terlihat (intangible) yang mempengaruhi perilaku kerjasama.

2. Putnam (2000) mendefinisikan modal sosial sebagai ”gambaran organisasi sosial, seperti jaringan, norma, dan kepercayaan sosial, yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan” .

3. Hobbs (2000), menyatakan modal sosial sebagai "fitur organisasi sosial, seperti kepercayaa, norma (etika timbal balik), dan jaringan (keterlibatan sipil), yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan terkoordinasi". Secara luas disepakati bahwa fasilitas modal sosial yang saling menguntungkan adalah aksi kolektif.

4. Bank Dunia (2000) dalam www.worldbank.org, menyatakan modal sosial sebagai "aturan, norma, kewajiban, dan kepercayaan yang tertanam dalam hubungan sosial, struktur sosial, serta pengaturan kelembagaan masyarakat yang memungkinkan anggota untuk mencapai tujuan individu dan komunitas".

Pandangan terbaru The Worl Bank Group (2011), menyatakan bahwa cakupan lingkungan sosial dan politik yang membentuk struktur sosial dan norma-norma lebih memungkinkan untuk berkembang. Analisis ini memperluas pentingnya modal sosial untuk hubungan kelembagaan yang paling formal dan terstruktur, seperti: pemerintah, rezim politik, aturan hukum, sistem pengadilan, serta kebebasan sipil dan politik. Pandangan ini tidak hanya memaparkan kebajikan dan keburukan modal sosial, serta pentingnya menempa hubungan antar personal dan di masyarakat, tetapi mengakui bahwa kapasitas berbagai kelompok sosial untuk bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sangat bergantung pada dukungan atau ketiadaan yang yang mereka terima dari negara serta sektor swasta. Pembangunan ekonomi dan sosial tumbuh subur ketika perwakilan dari negara, sektor korporasi, dan masyarakat sipil membuat forum, dan melalui forum diupayakan menjadi sarana untuk mengidentifikasi dan mengejar tujuan bersama.

Faktor penentu proses pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan yang sering diabaikan adalah cara pelaku ekonomi dalam berinteraksi yang sangat dipengaruhi oleh modal sosial. Sejumlah penelitian tentang peran modal sosial dalam peningkatan kesejah-teraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, kondisi sosial dan politik, dan pengukuran modal

(20)

11

sosial telah banyak dilakukan. Masing-masing peneliti telah memberikan penekanan dan determinan yang berbeda tentang aspek modal sosial dalam pembangunan. Pengelompokan sumber dan dimensi modal sosial sangat dipengaruhi oleh metoda pendekatan yang digunakan dalam pengukuran modal sosial. Secara umum terdapat tiga kelompok utama modal sosial, yaitu : (1) Rasa percaya, (2) Norma/etika, dan (3) Jaringan Kerja.

Rasa Percaya (Trust)

Dasar perilaku manusia dalam membangun modal sosial adalah rasa percaya,

melalui moralitas yang tinggi. Manusia dapat hidup damai bersama dan berinteraksi satu sama lain, memerlukan aktivitas kerjasama dan koordinasi sosial yang diarahkan oleh tingkatan moralitas. Kasih sayang dalam keluarga dilandasi oleh rasa saling percaya antar individu, sedangkan rasa percaya menjadi alat untuk membangun hubungan. Adanya hubungan lebih luas yang harmonis akan mampu menekan biaya transaksi dalam hal kontak, kontrak dan kontrol. Rasa percaya merupakan sikap yang siap menerima resiko dan ketidakpastian dalam berinteraksi.

Kerjasama yang baik dimulai dari rasa percaya yang tinggi terhadap seseorang, semakin tebal rasa percaya terhadap orang lain akan semakin kuat jalinan kerjasama yang terbentuk diantara mereka.. Kepercayaan sosial akan muncul dari interaksi yang didasari oleh adanya norma dan jaringan kerja pada pihak-pihak yang terlibat dalam interkasi tersebut.

Rao (2001), menyatakan bahwa rasa saling percaya (mutual trust) berperan penting dalam membangun ekonomi pasar yang sehat. Rasa percaya akan mengurangi gejolak dalam penegakan kontrak dan biaya monitoring sehingga mampu mengefisiensikan biaya transaksi. Kebenaran dan norma akan membangun rasa percaya yang berkelanjutan, tetapi keterbatasan manusia akan sifat rasionalitas cukup berpengaruh pada usaha membangun rasa saling percaya tersebut. Sejumlah penelitian memperlihatkan hasil bahwa rasa percaya berpengaruh positif dan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, demikian pula sebaliknya, keberhasilan pemerintah dalam pembanguan ekonomi dapat memperkuat rasa percaya sosial masyarakat terhadap pemerintah.

Norma/Etika

Norma merupakan nilai universal yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Fukuyama (1999), menyatakan modal sosial sebagai norma informal yang bersifat instan dan dapat membangun kerjasama antar dua atau lebih individu.

(21)

12

Norma sebagai bagian dari modal sosial dapat dibangun dari norma/etika yang disepakati antar teman. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa, rasa percaya, norma dan komunitas sosial yang terbentuk sangat berkaitan dengan modal sosial yang muncul sebagai hasil dari modal sosial tetapi bukan modal sosial secara fisik.

Jaringan Kerja (Network)

Setiap orang memiliki pola tertentu dalam berinteraksi, melakukan pilihan dengan siapa berinteraksi, dan dengan alasan tertentu pula. Jaringan kerja merupakan system pada saluran komunikasi untuk mengembangkan dan menjaga hubungan interpersonal. Biaya transaksi akan muncul sebagai akibat adanya bangunan saluran komunikasi. Nilai-nilai bersama (norma) juga berperan pada keinginan untuk bergabung membentuk jaringan kerja dengan orang lain. Munculnya koalisi dan koordinasi juga disebabkan adanya jaringan kerja. Keputusan melakukan investasi dalam suatu jaringan kerja disebabkan oleh adanya kontribusi saluran komunikasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Interaksi sosial tergantung dari struktur jaringan kerja dan struktur masyara-katnya, sehingga posisi individu pada struktur tersebut menjadi dasar pada evaluasi modal sosial. Coleman (1988), mengatakan densitas dan jaringan kerja sosial akan meningkatkan efisiensi penguatan perilaku kerjasama pada suatu organisasi. Modal sosial memberi manfaat pada individu dan jaringan kerja individu itu sendiri. Modal sosial merupakan jumlah dari modal interaksi yang dimiliki sejumlah individu yang terbentuk atas dasar norma yang dianut bersama. Modal sosial mempunyai ekternalitas ekonomi yang positif pada tingkat local melalui proses aktivitas aksi bersama (collective action), yang terbentuk berdasarkan hubungan sosial dan struktur sosial dalam jaringan kerja tertutup. Hubungan sosial tergantung dari tingkat ketertutupan struktur sosial yang sangat penting dalam membangun kepercayaan dan penegakan norma yang efektif.

Woolcock (2000) dalam Vipriyanti (2011), memaparkan bahwa modal sosial terdiri atas tiga katagori, yaitu : (1) modal sosial mengikat (bonding sosial capital), (2) modal sosial menyambung (bridging sosial capital), dan (3) modal sosial mengait (linking sosial capital). Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding), pada umumnya berasal dari ikatan kekeluargaan, kehidupan bertetangga dan persahabatan. Hubungan antar individu dalam kelompok seperti ini mempunyai interaksi yang intensif, antar muka dan saling mendukung. Modal sosial yang bersifat menyambung (bridging), terbentuk dari interaksi antar kelompok

(22)

13

dalam suatu wilayah dengan frekuensi yang relatif lebih rendah, seperti kelompok etnis tertentu, kelompok agama, paguyuban, sekaa, atau kelompok sosial lainnya. Sedangkan modal sosial yang bersifat mengait (linking), umumnya terbentuk dari interaksi individu atau kelompok dalam organisasi formal, seperti lembaga politik, bank, klinik kesehatan, sekolah, kelompok tani (subak), kelompok profesi, dsb.

2.3. Orientasi Kewirausahaan

Orientasi kewirausahaan mengacu kepada proses, praktik, dan aktivitas

pembu-atan keputusan yang mengarah kepada usahaa baru (new entry), melalui penciptaan produk atau jasa baru (Lumpkin and Dess, 1996). Orietansi kewirausahaan mencakup tiga dimensi, meliputi : (1) kemauan untuk berinovasi (keinovasian), (2) kecenderungan untuk menjadi proakatif terhadap pasar (keproaktifan), dan (3) keberanian mengambil keputusan atau risiko (risk taking).

Dimensi pertama dari orientasi kewirausahaan adalah keinovasian (innovativeness). Keinovasian mengacu kepada kecenderungan perusahaan ikut serta dan mendukung gagasan baru, kebaruan (novelty), eksperimentasi, dan proses kreatif yang berakibat pada proses teknologi, jasa, dan produk baru. Oleh karenanya, keinovasian mirip dengan suatu iklim, budaya atau orientasi bukan hasil. Keinovasian terjadi sepanjang suatu kontinum, contoh dari mencoba lini produk baru atau mengadakan percobaan produk baru, mencoba menguasuai suatu teknologi terbaru. Lebih lanjut dinyatakan bahwa keinovasian akan mengarah kepada perangkap, karena pengeluaran pada pengembangan produk baru dapat menjadi pemborosan sumberdaya jika upaya ini tidak memberi hasil.

Dimensi kedua orientasi kewirausahaan adalah keproaktifan (proactiveness) terha-dap pasar. Proaktif berkaitan dengan melihat kedepan (foward looking), penggerak pertama upaya pencarian keunggulan untuk membentuk lingkungan dengan memperkenalkan produk baru atau memproses persaingan ke depan. Keproaktifan adalah penting karena menyiratkan pendirian untuk melihat kedepan (foward looking) yang disertai dengan aktivitas yang inovatif atau spekulasi baru. Konseptual dari proaktif adalah kepasifan (ketidakmampuan meraih kesempatan). Dengan demikian, perusahaan yang proaktif adalah leader bukan

follower, karena perusahaan memiliki kemauan dan tinjauan ke masa depan untuk meraih

(23)

14

mengajukan produk baru dan seringkali memperkenalkan produk baru mendahului pesaingnya.

Dimensi ketiga dari orientasi kewirausahaan adalah keberanian mengambil keputusan/risiko (risk taking), yang didefinisikan sebagai sejauhmana para pimpinan/ manajer berkeinginan membuat komitmen terhadap sumberdaya yang berisiko. Sama seperti keinovasian, pengambilan risiko terjadi secara kontinu yang berkisar dari risiko yang relatif aman sampai risiko yang sangat tinggi (misalnya meluncurkan produk baru di pasar baru. Meskipun banyak risiko dapat menurunkan kinerja pengembangan produk baru, risiko itu sendiri tak dapat dihindari karena kinerja akhir dari pengembangan produk baru tidak dapat diketahui sebelumnya. Perusahaan pasti seringkali memanfaatkan sumberdaya pada proyek pengembangan ketika kesempatan ditangkap oleh pasardan sebagian tanpa pengetahuan tentang bagaimana proyek pengembangan ini akan menghasilkan. Pengambilan risiko meliputi perangkap dan bahaya, tetapi perusahaan sering bertindak tanpa mengetahui apakah tindakan mereka akan menghasilkan.

Menurut Nadim and Seymour (2007), konsep orientasi kewiraushaan akan melibatkan tiga unsur yaitu : (1) pengusaha (orang-orang atau pemilik usaha yang berusaha untuk menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan mengeksploitasi produk baru, proses atau pasar, (2) aktivitas

kewirausahaan (tindakan giat manusia dalam mengejar nilai tambah, melalui penciptaan

atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan mengeksploitasi produk baru, proses atau pasar, dan (3) kewirausahaan (fenomena yang terkait dengan aktivitas kewirausahaan). Aktivitas (kegiatan) kewirausahaan melibatkan pemahaman empat pertimbangan utama, yaitu : (a) aktivitas kegiatan manusia; (b) memanfaatkan kreativitas, inovasi dan / atau peluang, (c) menciptakan bisnis dan lingkungan baru yang lebih luas, dan (d) penciptaan nilai.

Pemahaman orientasi kewirausahaan diukur dengan capaian kompetensi kewirausahaaan yang oleh EDI (Entrepreneurial Development Institut) of India (2012) diidentifikasi melalui,

(1) Inisiatif ; bertidak sesuai pilihan bukan karena paksaan, mengawali tindakan.

(2) Melihat dan mencari peluang ; pola pikir yang dilatih untk mencari peluang usaha dari pengalaman sehari-hari.

(24)

15

(3) Kegigihan dalam berusaha (Persistensi) ; sikap pantang menyerah dan mencari informasi terus menerus sampai berhasil.

(4) Rasa ingin tahu tinggi ; sikap rajin mencari ide-ide dan informasi baru, konsultasi dengan ahlinya.

(5) Komitmen pada kontrak kerja ; sikap mengambil kerja pribadi untuk menyelesaikan tugas sesuai jadwal.

(6) Peduli pada kualitas kerja tinggi ; selalu mencari sumber rincian standar dan norma-norma yang tinggi.

(7) Berorientasi pada efisiensi ; sikap pada kepedulian terhadap waktu, uang dan usaha. (8) Persuasif ; mampu menggalang dukungan orang lain dalam suatu usaha.

(9) Ketegasan dalam bertindak (Assertiveness) ; mampu menyampaikan visi secara tegas dan meyakinkan orang lain tentang visi tersebut.

(10) Percaya diri ; sikap tidak terlalu takut terhadap resiko yang terkait dengan usaha. (11) Perencanaan sistematik ; mempunyai perencanaan yang matang dan mempunyai

tujuan akhir.

(12) Pemecahan masalah (Problem Solving) ; mampu mengamati gejala, mendiagnosa, dan menyembuhkan

Kompetensi (1) s/d (4) diproksi sebagai indikator untuk keinovasian, kompetensi (5) s/d (8) diproksi sebagai indikator untuk keproaktifan, dan kompetensi (9) s/d (12) diproksi sebagai indikator untuk kemampuan mengambil keputusan dan pemecahan masalah.

Korelasi modal sosial dan orientasi kewirausahaan telah banyak diteliti, ada yang signifikans tetapi ada juga yang tidak berdampak langsung dalam meningkatkan kinerja wirausaha. Penelitian Humaira, R.(2011), menyatakan bahwa terdapat tiga unsur modal sosial yang dilihat pengaruhnya masing-masing dalam pengembangan orientasi (nilai) kewirausahaan. Dari ketiga unsur tersebut yaitu trust (kepercayaan) memiliki pengaruh pada nilai kewirausahaan baik pada pedagang maupun anggota kelompok tani. Unsur norms (norma) tidak memiliki pengaruh ke dalam pengembangan nilai kewirausahaan, baik pada pedagang maupun anggota kelompok tani. Unsur network (jaringan kerja) pada anggota kelompok tani tidak memberikan pengaruh terhadap pengembangan nilai kewirausahaan, sedangkan pada pedagang unsur jaringan kerja memiliki pengaruh terhadap nilai kewirausahaan. Faktor motivasi yang didorong oleh modal sosial tidak memberikan

(25)

penga-16

ruh signifikan terhadap pengembangan nilai kewirausahaan, tetapi menunjukkan nilai yang mendekati keberpengaruhan disebabkan karena peranan yang besar dari unsur-unsur pem-bentuk modal sosial.

2.4. Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna (Bade and Parkin, 2001).

1) Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.

2) Sebagai pelayanan sosial. Pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni

jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal (personal social services).

3) Sebagai tunjangan sosial. Karena sebagian besar penerima welfare adalah

orang-orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, dan ketergantungan.

4) Sebagai proses atau usaha terencana, yang dilakukan oleh perorangan, lembaga- lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.

Tujuan tercapainya kesejahteraan diharapkan dapat mendukung standar hidup dan mengurangi kesenjangan, dengan demikian harus menghindari ledakan biaya dan mencegah perilaku yang kondusif bagi moral hazard, yang didasarkan pada tiga pilar : a) tunjangan keluarga, b) pelayanan kesehatan yang komprehensif, dan c) kebijakan pendidikan murah.

Pembangunan ekonomi tidak hanya memperhatikan hasilnya saja tetapi yang terpenting adalah proses pembangunan itu dijalankan. Perlu dikaji pula bagaimana proses pencapaian tingkatan pembangunan yang akan dicapai, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pembangunan, misalnya ketersediaan sumber daya. Sumber daya alam yang melimpah belum tentu menjamin keberhasilan pembangunan ekonomi tanpa dukungan sumber daya sosial yang memadai. Pembangunan itu sendiri adalah proses

(26)

17

interaksi dan pembelajran dari berbagai sumber daya, sehingga peran modal sosial dalam pembangunan sangat vital. Modal sosial berdampak yang luas dan berdeda bagi kebijakan pembangunan dalam implementasinya. Kebijakan yang sama mungkin saja berdampak berbeda bagi kelompok masyarakat tertentu walaupun dalam wilayah yang sama. Fakta memperlihatkan bahwa program pembangunan yang diterapkan dalam suatu Kabupaten menghasilkan dampak dan hasil yang berbeda bagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Kesejahteraan pribadi akan mencerminkan kualitas hidup seseorang. Banyak faktor yang mempengaruhi kulaitas hidup seseorang, yang terpenting adalah tujuan dan dimensi subyektif dari kualitas hidup itu sendiri. Pengukuran tujuan dan dimensi subyektif kualitas hidup seseorang dikembangkan oleh The International Wellbeing Group (2013) melalui Indeks Kesejahteraan Pribadi (IKP), sebagai ukuran kesejahteraan subyektif.

OECD (2013) mengeluarkan pedoman tentang pengukuran kesejahteraan subyektif.

Pedoman ini dirancang untuk memberi nilai tambah bagi pengguna informasi tentang kesejahteraan subyektif , yang mampu : (a) memberikan informasi tentang langkah-langkah validitas kesejahteraan subyektif, (b) membahas metodologi dalam mengembangkan pertanyaan untuk mengumpulkan informasi tentang kesejahteraan subyektif, (c) menyajikan praktek terbaik dalam pengukuran kesejahteraan subyektif, dan (d) memberikan bimbingan pada analisis dan pelaporan tentang kesejahteraan subyektif. Sejumlah modul pertanyaan prototipe yang berkaitan dengan aspek yang berbeda dari kesejahteraan subyektif juga disertakan. Peran pedoman terutama untuk membantu menghasilkan data dalam memenuhi kebutuhan pengguna berhubungan dengan ukuran kesejahteraan subyektif yang baik.

Tabel 2.1 Indeks Kesejahteraan Pribadi (IKP) (mengacu pada inti dari tujuh item petanyaan yang menyatakan kepuasaan seseorang dalam domain tertentu).

No. Pertanyaan

Seberapa puaskah anda dengan ……….? Domain

1 Standar hidup? [Standar hidup]

2 Kesehatan Anda? [Kesehatan Pribadi]

3 Apa yang Anda capai dalam hidup ini? [Capaian Hidup]

4 Hubungan pribadi Anda? [Hubungan Pribadi]

5 Perasaan aman di kehidupan Anda? [Keamanan Pribadi]

6 Menjadi bagian dalam kominitas kehidupan Anda? [Komunitas-Keterhubungan] 7 Keamanan masa depan Anda? [Keamanan Masa Depan]

(27)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Matematika, Universitas Udayana. Data sampel penelitian diambil di wilayah Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, yang membutuhkan waktu penelitian selama 8 (delapan bulan), dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2015.

3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan Kabupaten Jembrana sebagai lokasi (populasi) penelitian ini disengaja

(purposive) melalui pertimbangan indikator modal sosial dan pembangunan ekonomi di

wilayah kabupaten bersangkutan. Gambaran modal sosial dan aktivitas kewirausahaan di wilayah perkotaan dan pedesaan mempunyai perbedaan yang cukup jauh. Sampel pada populasi penelitian juga mempertimbangkan faktor kota-desa seperti ini, menggunakan jarak/lokasi terhadap pusat pemerintahan kecamatan dan kabupaten. Pertimbangan ini digunakan untuk memberi gambaran modal sosial bagi masyarakat pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah perkotaan dan pedesaaan, sehingga sampel pelaku UMKM yang diambil mampu mewakili kondisi populasi yang sebenarnya. Dipilih dua kecamatan mewakili wilayah perkotaan (Kecamatan: Jembrana dan Negara) dan dua kecamatan mewakili wilayah pedesaan (Kecamatan: Melaya dan Pekutanan). Setiap kecamatan akan dipilih dua desa dengan cara yang sama seperti dalam pemilihan kecamatan sebagai desa penelitian.

Penentuan sampel dengan responden dalam penelitian ini, meliputi pelaku UMKM (rumah tangga yang berwirausaha, seperti petani, pedagang dan/atau wiraswasta lainnya) yang tinggal di desa penelitian, dipandang sebagai unit sampel penelitian. Pelaku UMKM sebanyak 10 sampel dipilih secara random dari masing-masing desa penelitian untuk menjamin homogenitas populasi. Jumlah sampel penelitian keseluruhan yang akan digunakan adalah : 8 desa X 10 pelaku UMKM = 80 pelaku UMKM (sebagai responden).

Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai alat ukur peran modal sosial, kompe-tensi kewiraushaan, dan kesejahteraan subyektif masyarakat. Kuisioner yang diperoleh

(28)

19

memerlukan uji validitas (menggunakan uji korelasi product moment) dan uji reliabilitas (menggunakan teknik Cronbach Alpha ( )) terhadap hasil kuisioner tersebut untuk menguji kelayakan kuisioner yang digunakan.

3.3 Rancangan Model Persamaan Struktural

Gambar 3.1 Rancangan Awal Penelitian Modal Sosial

3.4 Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data-data yang diperoleh langsung dari responden (pelaku UMKM yang menjadi unit penelitian pada desa penelitian terpilih). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei, karena data dikumpulkan dengan menanyakan responden melalui daftar pertanyaan atau kuisioner. Data yang diambil nantinya meliputi lima variabel laten yaitu variabel modal sosial (mempunyai dua orde), variabel keinovasian, variabel keproaktifan, variabel pengam-bilan keputusan/resiko, dan variabel kesejahteraan (subyektif). Lebih jelas mengenai variabel laten serta indikator yang digunakan untuk menjelaskan variabel yang digunakan sesuai model perancangan (persamaan struktural) dalam penelitian ini, disajikan pada tabel 3.1 berikut. Modal Sosial Kesejahteraan Subyektif Keinovasian Pengambilan Keputusan Trust Norms Y1 Y2 Y3 Y9 Y10 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y11 Y12 Network Keproaktifan X8 X9 X10 X11 X12 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Z1 Z7

(29)

20

Tabel 3.1 Variabel laten, indikator (item pertanyaan)

Variabel Laten Orde Satu

Variabel Laten Orde Dua

Indikator (Item Pertanyaan)

Modal Sosial Trust

(Rasa Percaya)

X1: Sebagaian besar orang dapat dipercaya (aware). (A.1)

X2: Sebagian besar tetangga dapat dipercaya (general

trust). (A.2)

X3: Rasa saling percaya-mempercayai antar penduduk lokal (thick trust). (A.3)

X4: Rasa saling percaya terhadap orang asing (thin

trust) (A.4) Norms

(Norma/Aturan)

X5: Orang-orang sekitar (tetangga) bersedia saling bantu membantu. (A.5)

X6: Kemudahan memperoleh bantuan fisik (A.6) X7: Kemudahan menitipkan anak/barang (A.7). X8: Kemudahan memperoleh pinjaman uang (A.8)

Network

(Jaringan Kerja)

X9: Kepadatan jaringan (A.9)

X10: Banyaknya teman yang diajak berkeluh kesah (A.10)

X11: Besar kecilnya keperluan biaya social. (A.11) X12: Banyak sedikitnya anggota keluaraga yang ikut

bekerja (A.12).

Keinovasian Y1: Kemampuan bernisiatif (B.1) Y2: Kemampuan mencari peluang (B.2) Y3: Kegigihan berusaha (percistence) (B.3) Y4: Rasa ingin tahu tinggi (B.4)

Keproaktifan Y5: Komitmen pada kontrak kerja (B.5) Y6: Peduli pada kualitas kerja tinggi (B.6) Y7: Berorientasi pada efisiensi (B.7)

Y8: Persuasif ( mampu menggalang dukungan orang lain ). (B.8)

Pengambilan Keputusan/resiko

Y9: Assertiveness; ketegasan bertindak (B.9) Y10: Percaya diri (B.10)

(30)

21

Y11: Perencanaan sistematik (B.11) Y12: Pemecahan masalah (B.12) Kesejahteraan

Subyektif

Z1: Kepuasan terhadap standar hidup (C.1) Z2: Kepuasan terhadap kesehatan (C.2) Z3: Kepuasan terhadap capaian hidup (C.3) Z4: Kepuasan terhadap keamanan pribadi (C.4) Z5: Kepuasan terhadap hubungan pribadi (C.5)

Z6:Kepuasan terhadap keterhubungan pada komunitas tertentu (C.6)

Z7: Kepuasan terhadap keamanan hidup di masa depan (C.7)

3.5 Analisis Data

Pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan bantuan software Smart PLS. Adapun langkah-langkah analisis data sebagai berikut:

1. Merancang model struktural (Inner Model)

Perancangan model struktural (hubungan antar variabel laten) pada PLS dibuat berdasarkan pada hipotesis penelitian dan rumusan masalah.

2. Merancang model pengukuran (Outer Model)

Perancangan model pengukuran dimaksudkan untuk mengidentifikasi sifat indikator (reflektif atau formatif) dari masing-masing variabel laten.

3. Mengkonstruksi diagram jalur

Setelah merancang model struktural dan model pengukuran, tahap selanjutnya adalah membuat diagram jalur. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menjelaskan pola hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikator yang menjelaskannya.

4. Mengkonversi diagram jalur kedalam sistem persamaan a. Outer Model

Outer model merupakan model yang menggambarkan hubungan antara variabel laten

(konstruk) dengan indikatornya (variabel manifest). Outer model juga disebut dengan

(31)

22

b. Inner Model

Inner model merupakan model yang menggambarkan hubungan antara variabel laten

(struktural model), disebut juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori substansi penelitian.

c. Weight relation

Weight relation merupakan estimasi nilai kasus variable laten. Inner dan outer model

memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation dalam algoritma PLS:

kb kb kb b w x  (3.1)

ki ki ki i w y  (3.2)

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variable latenbdani

5. Mengestimasi parameter

Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 124). Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

a. Weight estimate digunakan untuk menciptakan skor variabel

b. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

c. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.

6. Goodness of Fit

Uji kecocokan model (Goodness of fit) dapat dilakukan pada model pengukuran, model struktural, dan model keseluruhan (overall model). Uji kecocokan model pada model pengukuran bertujuan untuk memeriksa (menguji) apakah model penelitian sudah valid atau realibel. Uji kecocokan model pada pada model struktural bertujuan untuk mengetahui seberapa besar informasi yang dapat dijelaskan oleh model struktural. Sedangkan uji kecocokan model secara keseluruhan (overall model) adalah ukuran

(32)

23 a. Outer Model

1. Convergent validity

Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya. Untuk hal ini loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup, pada jumlah indikator per konstruk tidak besar, berkisar antara 3 sampai 7 indikator (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 124).

2. Discriminant validity

Membandingkan nilai square root of average extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model, jika AVE konstruk lebih besar dari korelasi dengan seluruh konstruk lainnya maka dikatakan memiliki

discriminant validity yang baik. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih

besar dari 0,50 (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 125).

 ) var( 2 2 i i i AVE    (3.3) 3. Composite reliability (c)

Kelompok indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas komposit yang baik jika memiliki composite reliability ≥ 0,7 (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 126).

  i i i i c ) var( ) ( ) ( 2 2     (3.4) b. Inner model

Dalam inner model, Goodness of Fit Model diukur menggunakan

R-squarevariabel laten dependen.Q-square predictive relevance untuk model struktural

digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi dihailkan oleh model dan juga estimasi parameternya.Nila Q-square > 0 menujukan model memiliki predictive

relevance, sebaliknya jika nilai Q-square ≤ 0 menunjukan model kurang memiliki predictive relevance (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 126). Perhitungan Q-square

dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

) 1 ( ) 1 )( 1 ( 1 12 22 2 2 p R R R Q       (3.5)

(33)

24 0 : 0 : 1 0   i i H H  

0

:

0

:

1 0

i i

H

H

0 : 0 : 1 0   i i H H

Dimana 2 1 R , 2 2

R R adalah R-square variabel endogen dalam model persamaan. p2

Besaran Q2 memiliki nilai dengan rentang 0<Q2<1, dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik (Jaya & Sumertajaya, 2008, p. 126).

7. Pengujian Hipotesis & membuat kesimpulan

Pengujian hipotesis(,,dan) dilakukan dengan metode resampling Bootstrap. Dalam pengujian hipotesis ini, digunakan statistik uji t. Adapun hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

Hipotesis statistik untuk outer model()

Hipotesis statistik untuk inner model(), yaitu pengaruh variabel laten eksogen terhadap endogen

Hipotesis statistik untuk inner model(), yaitu pengaruh variabel laten endogen terhadap eksogen

Penerapan metode resampling, tidak memerlukan asumsi distribusi normal, dan sampel yang digunakan tidak besar (direkomendasikan minimal 30 sampel). Pengujian dilakukan dengan t-test, jika diperoleh p-value ≤ 0,05 (alpha 5%) maka disimpulkan signifikan, begitupun sebaliknya. Jika hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa indikator dapat digunakan sebagai instrument pengukur variabel laten. Jika hasil pengujian pada inner model signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antar variabel laten satu dengan variabel laten lainya.

(34)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakeristik Sosial Ekonomi Wilayah Kabupaten Jembrana

Luas wilayah Kabupaten Jembrana secara keseluruhan seluas 841,80 km2 atau sebesar 14,93% dari luas Pulau Bali, dengan jumlah penduduk sekitar 268.000 jiwa. Daerah pemerintahan di Kabupaten Jembrana saat ini terbagi menjadi lima kecamatan, yakni Kecamatan Melaya, Negara, Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan. Negara sebagai ibukota Kabupaten Jembrana. Jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, Kecamatan Mendoyo memiliki wilayah yang terluas yakni 294,49 km2 atau 34,98% dari luas wilayah Jembrana dengan jumlah penduduk 57.120 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh Melaya 197,19 km2 (23,42%) dan penduduk 51.590 jiwa, Pekutatan 129,65 km2 (15,40%) dengan penduduk 25.990 jiwa, Negara 126,50 km2 (15,03%) dengan penduduk 80.200 jiwa, dan Jembrana 93,97 km2 (11,16%) dengan penduduk 53.100 jiwa.

Hasil survey ketenagakerjaan (Sakernas) tahun 2013 menurut BPS. Jembrana (2013), mencatat jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Jembrana sebanyak 201.516 orang, dimana sebanyak 142.045 orang merupakan angkatan kerja (jumlah pengangguran terbuka 4.822 orang) dan penduduk yang bekerja sebanyak 137.223 orang, dengan rincian : bidang pertanian ( 45.340 orang), bidang pertambangan ( 1.124 orang), bidang industri pengolahan (10.196 orang), bidang kelistrikan (369 orang), bidang konstruksi/bangunan ( 8.604 orang), bidang perdagangan dan rumah makan (28.840 orang), bidang transportasi (1.885 orang), bidang keuangan dan asuransi ( 4.372 orang), dan bidang jasa kemasayarakatan ( 26.493 orang).

Karakteristik sosial wilayah Kabupaten Jembrana lebih ditekankan kepada kehi-dupan sosial masyarakat yang mencakup aktivitas masyarakat dalam organisasi kemasyara-katan, kelompok profesi, kelompok olah raga, kelompok seni dan budaya yang tumbuh dan berkembang. Karakteristik sosial wilayah sangat berpengaruh dalam pembentukan modal sosial dan aktivitas kewirausahaan di masyarakat yang berpengaruh pada proses pemba-ngunan ekonomi wilayah. Untuk memberikan gambaran modal sosial yang lebih komprehensif akan dipandang dua wilayah sebagai basis analisis penelitian, yaitu wilayah

(35)

26

perkotaan dan wilayah pedesaan. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan/bisnis, sedangkan wilayah pedesaan berlaku sebaliknya.

Kinerja perekonomian wilayah Kabupaten Jembrana digambarkan melalui karakteristik ekonomi wilayah yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Belanja Pemerintah untuk Pelayanan Publik khususnya modal pembangunan. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jembrana tahun 2013, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jembrana dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Besarnya nilai tambah yang diciptakan pada tahun 2013, telah mencapai sekitar 4.982.768,43 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sebesar 13,15 persen.

Perkembangan perekonomian Kabupaten Jembrana, diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk akan berdampak pada besaran PDRB perkapita. Tingkat kemakmuran suatu daerah salah satunya dapat tercermin dari besarnya PDRB perkapita, meskipun angka tersebut tidak menggambarkan pendapatan penduduk secara nyata, karena angka ini hanya merupakan rata-rata. PDRB perkapita Kabupaten Jembrana meningkat cukup pesat, pada tahun 2008 PDRB perkapita Kabupaten Jembrana sebesar 11.282.673 rupiah menjadi 18.592.420 rupiah pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata sebesar 12,96 persen per tahun. Dibandingkan dengan PDRB perkapita Provinsi Bali, PDRB perkapita Kabupaten Jembrana lebih rendah, meskipun selisihnya tidak terlalu besar. Dengan kata lain PDRB perkapita penduduk Jembrana masih dibawah rata-rata PDRB perkapita penduduk se Bali.

Secara ekonomi, pengukuran tingkat kesejahteraan dapat digambarkan dengan besarnya pendapatan seseorang. Namun untuk mendapatkan data pendapatan tidak mudah sehingga untuk mengukur tingkat kesejahteraan didekati dengan besarnya pengeluaran seseorang. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk Kabupaten Jembrana sebesar Rp 702.025 pada tahun 2012. Pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan lebih besar yakni 54,25 % daripada untuk konsumsi makanan yakni 45,75 %. Pengeluaran konsumsi makanan sebagian besar digunakan untuk pembelian makanan dan minuman jadi yakni sebanyak 23,16 % dan padi-padian sebanyak 20,44 %. Sedangkan untuk kelompok barang non makanan se-bagian besar digunakan untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga yakni sebesar 30,23 %

Selisih antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk merupakan cerminan dari kenaikan taraf kehidupan masyarakat. Namun angka ini masih angka kasar

(36)

27

karena tidak sepenuhnya mampu mencerminkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut didasari, antara lain karena PDRB hanya mengacu pada aspek ekonomi, sedangkan kesejahteraan mencakup aspek ekonomi maupun non ekonomi. Selain itu pertumbuhan PDRB yang tinggi belum sepenuhnya mampu mencerminkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut didasari, antara lain karena PDRB hanya tentu menjamin distribusi pendapatan relatif merata dikalangan penerima pendapatan. Karena pada praktiknya tidak semua faktor produksi khususnya SDM, memiliki akses yang sama untuk terlibat langsung dalam aktivitas yang sama. Indeks berantai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku Jembrana tahun 2013 menunjukkan angka 112,39% artinya bahwa ada kenaikan sebesar 12,39% dari tahun sebelumnya. Angka pertumbuhan ini sangat penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat dimana angka pertumbuhan PDRB perkapita harus lebih tinggi dari angka inflasi yang terjadi di daerah tersebut.

Perbandingan kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Jembrana dengan Kabupaten/Kota yang lain di Bali dapat digambarkan berikut ini. Diantara 9 Kabupaten/ kota se-Bali, pada tahun 2013 IPM tertinggi berada pada Kota Denpasar yaitu sebesar 79,41 dan yang terendah berada di Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 68,47; sedangkan Kabupaten Jembrana sebesar 74,29. Penyebab dari rendahnya angka IPM Karangasem dikarenakan ketiga indikator pendukung IPM semuanya di bawah rata-rata Bali dan rata-rata pengeluaran perkapita yang cukup tinggi yang menjadi beban pengeluaran rumah tangganya.

4.2 Profil Responden

Menurut data terakhir dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Kopersai Kabupaten Jembrana, jumlah seluruh UMKM adalah 8.635 yang terdiri dari sektor formal sebanyak 2.271 (termasuk 225 Koperasi) dan sektor informal sebanyak 6.363. Sampel sebanyak 80 pelaku UMKM diambil secara acak dengan memperhatikan wilayah pedesaan dan perkotaan di masing-masing desa dan kecamatan. Wilayah perkotaan meliputi Kecamatan Negara (Desa : Banjar Tengah dan Perancak) dan Kecamatan Jembrana (Desa : Dauhwaru dan Pendem), sedangkan wilayah pedesaan meliputi : Kecamatan Pekutatan (Desa : Pekutatan dan Gumbrih) dan Kecamatan Melaya (Desa : Melaya dan Tukadaya)

Gambar

Gambar 2.2  Indikator Formatif
Tabel 2.1 Indeks Kesejahteraan Pribadi (IKP) (mengacu pada inti dari tujuh item  petanyaan  yang menyatakan kepuasaan seseorang dalam domain tertentu)
Gambar 3.1  Rancangan Awal Penelitian Modal Sosial  3.4  Sumber Data Penelitian
Tabel 3.1 Variabel laten, indikator (item pertanyaan)  Variabel Laten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi Informasi menurut bahsa Inggris di sebut Information technology Bahasa ini teruntuk teknologi apapun yang meringankan manusia dalam membuat, mengubah,

Apabila terpidana tidak mau membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah purusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, padahal terpidana masih mempunyai harta

kecenderungan bahwa hasil prediksi aliran Tahun 2006 di Sungai Konto dengan menggunakan Model Markov memiliki nilai RMSE yang lebih kecil dibanding metode konvensional,

Berdasarkan penelitian sebagian besar responden yang mengalami mual sebanyak 9 responden (81.8%) dengan frekuensi mual yang berkurang yaitu 1 – 3 kali setelah mengkonsumsi

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan

Untuk menjaring calon Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Palangka Raya Periode 2019-2023 yang memiliki persyaratan dan kriteria sesuai dengan

Pengambilan keputusan cash holdings perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, pada penelitian ini faktor yang digunakan sebagai variabel indipenden yang terdiri dari cash

Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution(TOPSIS) merupakan suatu metode yang memiliki konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak