• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya dijumpai tumbuh dan berkembang di sepanjang pesisir yang terlindungi dari pukulan gelombang di daerah tropik dan subtropik yang dipengaruhi pasang surut air laut dengan kondisi tanah yang anaerob. Mangrove juga didefenisikan sebagai hutan yang tumbuh pada lumpur alluvial di daerah pantai dan muara sungai serta keberadaannya selalu dipengaruhi pasang surut air laut (Kuriandewa, 2003).

Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen (2000), Hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus .

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, dipengaruhi pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesis pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau ( Santoso, 2000).

(2)

Menurut Soerianegara (1998), ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai berikut: tidak dipengaruhi iklim, dipengaruhi pasang surut air laut, tanah tergenang air laut atau berpasir dan tanah liat, tanah rendah pantai, hutan tidak mempunyai strata tajuk dan tinggi mencapai 30 meter.

Zonasi Mangrove

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :

a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.

d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove di kebanyakan pesisir pantai di Sumatera Utara merupakan daerah pinggiran yang berguna dan produktif, dan juga melindungi pesisir dari ombak dan perembesan air asin. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dibagi tiga aspek: Aspek fisik, Aspek Biologi dan Aspek ekonomi. Secara ekologis fungsi hutan mangrove dalam melindungi dan melestarikan kawasan pesisir adalah ( Alikondra, 2003):

(3)

1. Melindungi garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari gempuran tsunami dan angin, karena kondisi tajuknya yang relatif rapat, dan kondisi perakarannya yang kuat dan rapat mampu mencengkeram dan menstabilkan tanah habitat tumbuhnya, dan sekaligus mencegah terjadinya salinisasi pada wilayah-wilayah di belakangnya.

2. Melindungi terumbu karang, karena sistem perakarannya mampu menahan lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan yang secara ekologis pada akhirnya akan dapat melindungi kehidupan berbagai jenis flora dan fauna yang berasosiasi dengan padang lamun dan terumbu karang.

3. Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan udang komersial, termasuk melindungi tempat tinggal, baik tetap maupun sementara berbagai jenis burung, mamalia, ikan, kepiting, udang, dan reptilia, yang banyak diantaranya termasuk jenis binatang yang dilindungi undang-undang.

Secara sosial, hutan mangrove juga dapat melestarikan adanya keterkaitan hubungan sosial dengan masyarakat setempat karena banyak di antara mereka yang membutuhkan mangrove sebagai tempat mencari ikan, kepiting, udang, maupun mendapatkan kayu dan bahan untuk obat-obatan. Di samping itu, secara ekonomi hutan mangrove secara luas akan dapat melindungi nilai ekonomi maritim karena kemampuannya sebagai tempat berpijah berbagai jenis ikan dan udang komersial, ataupun habitat kepiting bakau (Alikodra, 2002).

(4)

Taksonomi dan Morfologi Avicennia marina Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Famili : Acanthaceae Genus : Avicennia

Avicennia marina atau yang sering disebut api-api biasanya tumbuh ditepi

atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas tumbuhan mangrove. Pohon dengan tinggi 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Akar nafas muncul10-30 cm dari permukaan substrat, berupa paku jari-jari rapat, diameter akar lebih kurang 0,5-1 cm dekat ujungnya. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang. Daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin (Noor dan Syahputra, 2006).

Dekomposisi Serasah

Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu sebagai lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan bahan-bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan. Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan

(5)

Serasah yang terdapat dipermukaan tanah merupakan bahan-bahan yang telah jatuh dan mati. Serasah mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi dimana laju dari proses dekomposisi itu dapat ditentukan dari bobot yang terdekomposisi. Laju dekomposisi serasah tergantung jenis serasah, jenis pohon dan penggenangan air pada lantai hutan mangrove. Selain itu ditentukan salinitas, suhu, pH dan mikroorganisme. Serasah yang kaya nutrisi umumnya lebih cepat

terdekomposisi dibandingkan dengan serasah yang miskin hara (Rismunandar, 2000)

Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati (Sunarto, 2003).

Odum (1993) menyatakan bahwa serasah daun mangrove di estuaria sebagai penyumbang unsur hara yang penting bagi jaringan makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan invertebrata yang penting. Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara disekitar kawasan mangrove dan kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas, kandungan oksigen terlarut, kandungan hara organik dan lain-lain.

(6)

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi atau hewan tanah lainnya. Dekomposisi serasah sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi sengawa anorganik sederhana ( Sutedjo dkk. 1991).

Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2) penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa salah satu bagian tersebut adalah daun yang mempunyai unsur hara karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium. Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun yang banyak mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi mangrove itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil lagi yaitu mikroorganisme. Pada umumnya keberadaan makrobentos dapat

(7)

Di Victoria, materi yang berasal dari mangrove api-api (A. marina) ternyata sangat kaya unsur hara senyawa fosfat. Peranan mangrove begitu aktif dan penting dalam proses daun-daun yang jatuh dan juga akar-akar selama satu tahun mempunyai kadar nitrogen sebanyak empat kali lipat dan fosfat setengah dari kadar nitrat dan fosfat dalam perairan di pantai itu sendiri. Penguraian senyawa mangrove menurut Swift et all (1979) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Alam dan komunitas pengurai (binatang dan mikroorganisme). b. Kualitas sumber (jenis serasah)

c. Faktor iklim, kualitas suhu dan kelembapan tanah.

Menurut Lear dan Turner (1977), bagian terbesar dari serasah mangrove merupakan bahan yang pokok untuk tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Kemudian bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata rantai dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya akan protein dirombak oleh koloni-koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil. Perombakan partikel daun ini akan berlanjut terus sampai menjadi partikel yang berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan detritus, seperti molusca dan crustacea kecil. Selama proses perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian dilepas sebagai materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorpsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan.

Fungi Hutan Mangrove

Fungi adalah organisme eukariot yang terdiri dari kapang dan khamir. Pada dasarnya, tubuh fungi terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora.

(8)

Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filament yaitu hifa. Berdasarkan cara dan ciri reproduksinya maka fungi dibagi atas empat kelas yaitu Zycomycota, askomycota, basidiomycota dan deuteromycota. Bila fungi hidup pada benda mati yang terlarut maka fungi akan bersifat saprofit (Pelczar dan Chan, 2005).

Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang, ranting dan bagian-bagian tumbuhan lain. Fungi detritus bukanlah dekomposer awal yang berperan di dalam pembusukan serasah mangrove. Arif (2007) menyatakan makrobentos seperti fauna kelas Gastropoda, Crustacea, Bivalvia, Hirudinae, Polichaeta dan Ampibi sangat menunjang keberadaan unsur hara. Selain mengkonsumsi zat hara yang berupa detritus, diantara berbagai fauna ini ada yang berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun menjadi bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil yaitu mikroorganisme (MacNae, 1978).

Serasah yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang akan menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan organisme tingkat tinggi dalam jaring makanan. Jenis-jenis fungi yang bersifat asosiatif dalam proses degradasi serasah mangrove adalah Aspergillus, Trichoderma,

Penicillium, Paecilomyces, Gliocladium, Gonatobotryum dan Syncephalastrum

(9)

Dari hasil penelitian Ito dan Nakagiri dalam Yunasfi (2008) diketahui bahwa pada rizosfer Sonneratia alba terdapat 9 jenis fungi yang terdiri atas:

Acremonium sp., Alternaria alternata, Cylindrocarpon destractans, Fusarium moniliforme, Pestalotiopsis sp.1 Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2

jenis tidak teridentifikasi. Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis fungi, yaitu : Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum,

Pencillium sp. 2, Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma aureoviride, Trichoderma harzianum, Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak teridentifikasi.

Hyde (1990) menemukan 57 jenis fungi yang terdapat pada Rhizophora

apiculata di hutan mangrove Brunei. Kebanyakan jenis-jenis fungi ini tumbuh di

atas ketinggian pasang air laut rata-rata. Hasil pengamatan Sadaba dkk., (1995) yang dilakukan di Mai Po, Hongkong pada Acanthus ilicifolius yang mengalami

senescen bagian atas (apical) banyak dikoloni oleh jenis-jenis fungi terestrial,

sedang bagian bawahnya banyak dikoloni oleh jenis-jenis fungi laut. Pada hutan mangrove Malaysia terdapat 30 jenis fungi lignocolous. Keanekaragaman jenis

dan kelimpahan terbesar berbagai jenis fungi tersebut terdapat pada kayu

A. marina.

Menurut Gandjar dkk ( 2006), para peneliti Jepang telah mengisolasi fungi dari lumpur hutan mangrove yang terdapat di Pulau Okinawa dan menemukan

Penicillium purpurogenum, Aspergillus terreus, Trichoderma harzianum, Penicillium cristosum, Acremonium alabamense, Talaromyces flavus dan Phialophor fastigiata.

Fungi- fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah menurut Kurniawan (2010) yaitu Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Culvularia

(10)

lunata, Mucor plumbeus dan Arthrinium phaeospermum. Sedangkan menurut

Silitonga (2010), pada serasah Rhizopora mucronata yang mengalami dekomposisi di kawasan hutan mangrove Belawan didapat 8 genus fungi yaitu:

Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Gliocladium, Fusarium

dan Epicoccum. Menurut Ayunasari (2009), salah satu fungi yang memiliki kontribusi terbesar dalam proses dekomposisi serasah A. marina adalah

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa kasus tersebut merupakan contoh mengenai beberapa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No.11 Tahun 2008 terhadap

Kripik Kulit Singkong dengan aneka rasa yang kaya akan insoluble fiber (serat yang tidak larut dalam air) yang bermanfaat untuk memperlancar proses buang air

Hasil dari perancangan alat yang sudah dijalankan pada bagian sebelumnya, maka terbuatlah systematic dari alat steering gear kapal yang nantinya bisa mengirim data ke

 Menyajikan hasil rekonstruksi berupa cerita sejarah tentang upaya bangsa indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA,

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara skor pretest sebelum diberikan olahraga renang (permainan di dalam kolam renang) dan skor posttest

Strategi guru dalam membelajarkan matematika pada materi lingkaran kepada anak tunagrahita di SLB Muhammadiyah Cepu adalah strategi guru dalam membelajarkan

konsep siswa tidak hanya sebatas mengenal tetapi siswa harus dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep lain. Aplikasi penggunaan model pembelajaran ini, yaitu

Berdasarkan hasil analisis data angket, dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengahnya peserta didik di kelas eksperimen berpendapat bahwa model make a match ini