• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia terutama para peneliti. Hal ini dikarenakan semuanya menginginkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia terutama para peneliti. Hal ini dikarenakan semuanya menginginkan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Proses menjadi tua dalam kehidupan selalu menjadi pergumulan bagi manusia terutama para peneliti. Hal ini dikarenakan semuanya menginginkan adanya keabadiaan hidup melalui rentang usia yang panjang yang diperkirakan merupakan hal yang sulit untuk dicapai. Kenyataannya sejarah menunjukkan bahwa peradaban modern ternyata telah meningkatkan angka usia harapan hidup manusia (Hutapea, 2005). Peningkatan angka usia harapan hidup ini diperkuat oleh WHO (dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008) yang menyatakan bahwa angka usia harapan hidup di seluruh dunia telah meningkat 37 persen sejak 1955, dari 48 tahun menjadi 66 tahun, dan diproyeksikan mencapai 73 tahun pada 2025. Berkat peningkatan usia harapan hidup, maka jumlah lansia juga akan terus meningkat (Yatim, 2004).

Peningkatan jumlah lansia juga dibenarkan oleh Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA yang mengatakan bahwa sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan penduduk lansia usia 60 tahun ke atas meningkat secara signifikan. Tahun 1960-an dan 1970-an penduduk lansia hanya sekitar 2 persen, sedangkan saat ini sudah mencapai sekitar 10 persen (dari 238 juta jiwa). Hal ini diperkuat oleh H. Tony Hartono, yang merupakan Sekjen komnas lansia, mengemukakan bahwa tahun 2012, jumlah lansia tercatat 10 % atau sekitar 22 juta dari total penduduk, dengan jumlah lansia yang sebesar itu maka diperlukan perhatian

(2)

serius dari semua orang bagaimana mempersiapkan dan mengarahkan para lansia ini agar sejahtera (Pandji, 2012).

Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami berbagai perubahan, yaitu perubahan biologis, fisik, psikologis dan sosial. Karena mengalami berbagai perubahan, maka tugas perkembangan lansia meliputi banyak penyesuaian, seperti penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik, penurunan pendapatan, pensiun dan kematian pasangan, menjalin hubungan baru dengan kelompok seusia, beradaptasi dengan peran sosial, dan memantapkan pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan (Fatimah, 2010). Selain itu, lansia juga terkadang mengalami berbagai penilaian seperti dinilai konservatif, tidak kreatif, menolak inovasi dan berorientasi kemasa silam, kembali kemasa kanak-kanak, susah berubah, keras kepala dan cerewet, bingung dan tidak peduli terhadap lingkungan, penyakitan, kesepian dan tidak bahagia (Pandji, 2012).

Pendapat lain mengenai lansia dikemukakan oleh Hutapea (2005), yang mengatakan bahwasanya masa lansia merupakan kesempatan emas untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan, seperti bisa melihat dan mengasuh cucunya, bisa menyalurkan hobi yang selama ini terpendam karena kesibukan bekerja, pribadinya yang semakin matang, nafsu duniawi pun berkurang, sehingga mengurangi berbuat dosa dan pada akhirnya memperbanyak amal ibadah. Hal ini juga diperkuat oleh Erikson (dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008) yang mengatakan bahwa ketika lansia dapat meraih tahapan terakhir dalam kehidupan yaitu integritas diri, dimana lansia mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka tanpa memusingkan “apa yang seharusnya dilakukan” dan “apa yang seharusnya

(3)

terjadi” sehingga mereka menerima ketidaksempurnaan pada diri sendiri dan juga kehidupan, maka lansia dapat meraih kebahagiaan.

Diener, Lucas, dan Oishi (dalam Snyder & Lopez, 2002) mendefinisikan kebahagiaan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti pernikahan, pekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Jadi, orang yang bahagia adalah orang yang puas terhadap domain-domain tertentu dari kehidupannya dan juga puas secara keseluruhan, dan lebih banyak mengalami emosi positif dibanding emosi negatif dalam hidupnya.

Kebahagiaan pada individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, Carr (2004) mengemukakan beberapa faktor diantaranya, yaitu kepribadian, persahabatan, keluarga, pernikahan, agama, harta, pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Pada masa lansia faktor yang paling dominan mempengaruhi kebahagiaan mereka adalah kesehatan, hal ini didasarkan oleh penelitian Sotgiu, Galati, Manzano, dan Rognoni (2010), yang melakukan penelitian di dua negara yang berbeda kesejahteraan ekonomi dan orientasi budaya. Partisipan dari Itali sejumlah 209 orang dan 186 orang dari Kuba. Hasilnya menunjukkan bahwa komponen kesehatan merupakan faktor utama kebahagiaan pada lansia di kedua negara. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penuturan seorang lansia mengenai hal yang membuatnya bahagia di usia senja:

(4)

kalau ditanya apa yang buat nenek bahagia saat ini….ya badan sehatlah….gak ada penyakit…kan susah kalau badan kita sakit….nggak bisa ngapa-ngapain…

(Komunikasi Personal, 28 Oktober 2012)

Dari penuturan lansia diatas, ditemukan bahwa hal utama yang mempengaruhi kebahagiaan lansia tersebut adalah kesehatan, hal ini dikarenakan kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia (Hurlock, 1999). Kesehatan sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagiaan lansia juga diungkapkan oleh Dr. Jan Takasihaeng (dalam Hartojo, 2006) dan Wilson (dalam Snyder & Lopez, 2006) yang mengatakan bahwa kesehatan berkaitan dengan kebahagiaan dan merupakan penyangga utama kebahagiaan, kenyamanan, dan ketentraman hidup.

Kesehatan didefinisikan sebagai tidak adanya keadaan fisik yang akut dan kronis atau penyakit mental dan gangguan (Cavanaugh, J.C & Blanchard-Fields, Fredda). Sedangkan menurut Sarafino (2011) kesehatan diartikan sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang positif, yang bervariasi sepanjang kontinum, bukan hanya sekedar tidak adanya cedera atau penyakit. Papalia dkk. (2008) menyatakan bahwa kesehatan fisik yang buruk pada lansia merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari, hal ini dikarenakan seiring dengan pertambahan usia, sistem kekebalan tubuh juga menurun dan menyebabkan tubuh lansia rentan terhadap penyakit dan infeksi. Sistem kekebalan tubuh ini semakin

(5)

Pengaruh emosi negatif terhadap kesehatan dibuktikan dari hasil penelitian tentang penuaan dan penyakit alzheimer dikalangan biarawati Katolik selama 15 tahun, yang menyimpulkan adanya keadaan emosi yang positif pada usia muda dapat menghalau penyakit dan memperpanjang usia dan emosi negatif berdampak buruk pada kesehatan. Snowdon mengakui bahwa emosi negatif berdampak buruk pada kesehatan dan belajar bagaimana menangani perasaan merupakan hal yang penting untuk memperoleh hidup yang lebih panjang dan sehat (Hutapea, 2005). Adapun kemampuan untuk mengatur keadaan perasaan dan respon terhadap pemicu emosi disebut dengan regulasi emosi (Ekerdt, 2002).

Gratz dan Roemer (dalam Kring & Sloan, 2010) menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan strategi dalam mengatur respon emosi ketika dibutuhkan dan juga meliputi kesadaran, pemahaman, dan penerimaan dari emosi, serta kemampuan untuk mengontrol perilaku dalam konteks tekanan emosional. Regulasi emosi merupakan hal yang penting bagi individu, karena ketika individu tidak mampu dalam meregulasi emosi maka akan meningkatkan resiko terhadap masalah sosial, interpersonal, akademik, pekerjaan, dan kesehatan (Snyder & Lopez, 2006). Berikut ini merupakan salah satu contoh bagaimana individu berusaha untuk mengatur emosinya:

Kemarin saya jatuh ke dalam kolam dengan mengenakan semua pakaian saya. Sebenarnya saya bisa untuk benar-benar marah tapi akhirnya saya hanya memutuskan untuk tertawa…….Saya mengubah kemarahan saya kedalam hiburan. Saya mencoba untuk mengubah respon terhadap situasi. Mengubah pandangan saya tentang hal yang memicu emosi, dan saya memutuskan untuk tertawa tentang hal tersebut dan membiarkannya pergi seperti ditiup angin. Jadi pada dasarnya saya memikirkan tentang hal itu dan memasukkannya ke dalam perspektif.

(6)

Dari penuturan individu diatas, ditemukan bahwa individu tersebut menggunakan strategi untuk mengatur emosinya, sehingga individu tersebut dapat mengatasi masalahnya, menemukan cara untuk mengurangi emosi negatifnya, dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan (Kring & Sloan, 2010). Kemampuan seseorang dalam melakukan regulasi emosi itu sendiri dipengaruhi oleh usia, Ekerdt (2002) menyatakan bahwa lansia merupakan individu yang baik dalam mengatur dan menenangkan respon emosi. Hal ini juga diperkuat Snyder dkk. (2006) yang melaporkan data yang menunjukkan bahwasanya lansia memiliki kontrol emosi yang lebih baik dibanding dewasa muda. Namun, peneliti menemukan hal yang berbeda ketika melakukan wawancara dengan seorang individu yang tinggal bersama lansia mengenai kontrol emosi lansia :

Kakek aku tu mudah marah, emosinya meledak-ledak, sepupu aku aja sempat nangis karena ketakutan liat kakek aku…pernahkan waktu nenek aku naik haji, terus dia mau nelpon nenek aku, tapi pas ditelepon pake hp om aku pulsanya tiba-tiba habis, marah-marah dia malam itu. Habis dari itu kalau kakek aku mau nelpon nenek aku, om aku pasti ngisi pulsa 100 ribu..…kalau enggak marah-marah aja kerjanya nanti

(Komunikasi Personal, 25 Oktober 2012)

Dari beberapa penuturan diatas terlihat bahwa tidak semua lansia memilki kemampuan yang baik dalam melakukan melakukan kontrol emosi, dikarenakan kemampuan regulasi emosi individu tidak hanya dipengaruhi oleh usia melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya yaitu genetik, religiusitas, dan gaya pengasuhan (dalam Gross, 2007).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya regulasi emosi memiliki dampak positif bagi individu yaitu kesehatan. Kesehatan

(7)

sendiri diungkapkan sebagai faktor utama yang membuat hidup lansia bahagia. Dari uraian ini, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan kebahagiaan pada lansia.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara regulasi emosi dengan kebahagiaan pada lansia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara regulasi emosi dengan kebahagiaan pada lansia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan di dalam bidang Psikologi Perkembangan mengenai regulasi emosi dan kebahagiaan pada lansia.

b. Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan regulasi emosi dan kebahagiaan pada lansia.

(8)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai referensi bagi praktisi psikologi khususnya bidang Psikologi Perkembangan dalam meningkatkan kebahagiaan pada lansia.

b. Lansia memperoleh informasi yang benar tentang keadaan regulasi emosi dan kebahagiaan di usia lanjut, sehingga para lansia bisa menolak segala streotype yang tidak benar mengenai mereka.

c. Masyarakat umum dapat mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan kebahagiaan pada lansia, sehingga bisa menjadi persiapan sebelum menjelang usia lansia.

d. Pemerintah dapat mengetahui tentang keadaan regulasi emosi dan kebahagiaan pada lansia sehingga menjadi acuan bagi pemerintah untuk menyediakan bantuan yang tepat bagi lansia, seperti kegiatan keagamaan dan fasilitas kesehatan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan berisikan uraian singkat mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

Bab II : Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, hubungan antar variabel dan hipotesa.

(9)

Bab III : Metode penelitian, berisi uraian mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel dan metode analisis data.

Bab IV : Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

Bab V : Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penelitian ini, diharapkan adanya manfaat bagi peneliti untuk menerapkan metode yang sesuai dalam mengembangkan aplikasi serupa dan dengan digunakannya

Jika anda terlibat dalam hubungan peribadi dengan orang lain di tempat kerja atau dengan pelanggan atau pembekal, anda mesti mengelakkan daripada bertindak secara tidak

Manfaat dari penulisan kuliah kerja kraktek ini adalah : 1) Bagi Penulis. a) Memberikan pengalaman untuk memperluas wawasan dan pengetahuan dalam pembuatan sistem

Data kelompok dosen yang sangat baik, baik, cukup, kurang, kurang baik didapatkan setelah perhitungan dengan menggunakan metode k-means clustering selesai, data dengan

a) Pimpinan tertinggi PD/Unit Kerja mempunyai kewenangan mengakses seluruh arsip vital. b) Pimpinan tingkat tinggi satu tingkat dibawah pimpinan tertinggi PD/Unit Kerja

Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya meliputi pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan literasi sains siswa SD di kelas V pada materi

Menurut penelitian Hussain et al (2015) hasil dari service quality terhadap customer satisfaction menggunakan pemodelan persamaan struktur, analisis data menunjukkan

Bahasa dan Sastra Indonesia Juara II Lomba Baca Puisi Putri Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) Oktober 2016 Nasional 34. Bahasa dan Sastra