• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dalam istilah kongkret,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dalam istilah kongkret,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide pemikirian yang akan dituangkan secara konkret melalui pemahaman dan pengertian dari para ahli. Konsep merupakan rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dalam istilah kongkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1990 : 456).

Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melangkah kedepan. Konsep biasanya dipakai untuk mendekripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti, baik merupakan gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu:

2.1.1 Struktur Upacara

Struktur merupakan cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dalam kehidupan bermasyarakat sering dijumpai istilah struktur sosial. Stuktur sosial adalah konsep perumusan asas – asas hubungan antar individu dalam

(2)

kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu. Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.Upacara juga dapat diartikan sebagi perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Upacara ritual atau ceremony adalah sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 1386).

2.1.2 Makna

Menurut Boediono dalam KBBI (2009 : 348), “Makna adalah arti atau maksud yang penting di dalamnya”. Lebih lanjut Nursyrid (2002 : 109) mengemukakan :

Ada 6 pola makna esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia, yaitu : simbol, empirik, estetika, sinoetik (perasaan yang halus), etik dan sinoptik (hubungan agama dan filsafat). Makna Simbolik meliputi bahasa, matematika, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran dan sebagainya. Makna Empirik mengembangkan kemampuan teoritis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan yang biasa diamati. Makna Estetik meliputi seni musik, tari, sastra, dan lain-lain, berkenaan dengan keindahan dan kehalusan serta keunikan berdasarkan persepsi subyektif berjiwa seni. Makna Sinoetik berkenaan dengan perasaan, kesan, penghayatan dan kesadaran yang mendalam. Makna Etik berkenaan dengan aspek-aspek moral, akhlak, perilaku yang luhur, dan tanggung jawab. Makna Sinoptik berkenaan dengan pengertian-pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama, filsafat, pengetahuan alam yang menuntut nalar masa lampau dan hal-hal yang bernuansa spiritual.

(3)

2.1.3 Masyarakat Tionghoa

Kata masyarakat berasal dari akar kata bahasa Arab syaraka, yang artinya”ikut serta, berperan serta”. Menurut Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Antropologi ( 2005 : 122) , “Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”. Cohen dalam Sosiologi Suatu Pengantar (1992 : 49), “masyarakat ialah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu priode waktu tertentu, mendiami suatu daerah dan akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok lain.

Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnik di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongyin (Hakka). Dalam bahasa mandarin mereka disebut Tang ren (orang Tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Indonesia mayaritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara yang berasal dari Cina utara menyebut diri mereka sebagai Han ren (orang Han).

Masyarakat Tionghoa datang ke Sumatera Utara sekitar abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19 pada zaman penjajahan Belanda. Imigran dari Cina ini mayoritas berasal dari dua daerah yang berbeda yaitu berasal dari Propinsi Fukien bagian selatan dan provinsi Guandong. Masyarakat Tionghoa di

(4)

Medan terdiri atas berbagai kelompok suku bangsa dan satu hal yang dapat membedakan kesukuan mereka adalah bahasa pergaulan yang mereka gunakan. Ada beberapa suku bangsa Tionghoayang ada di Medan, diantaranya adalah suku Hokkian, Hakka, Khek, Kwong Fu, Ai lo hong, dan Tio chio.

Awal kedatangan masyarakat Tionghoa ke Sumatera Utara adalah menjadi kuli kontrak, dan buruh kebun bagi orang Belanda melalui penyalur yang berasal di Cina dan disalurkan ke Indonesia khususnya kota Medan. Hingga akhir bangsa Belanda mengakui kekalahannya dan meninggalkan Indonesia, maka masyarakat Tionghoamengambil alih perkebunan Belanda dan menjadikan kebun menjadi ladang untuk mereka mencari nafkah.

2.2 Landasan Teori

Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka dalam sebuah penelitian membutuhkan landasan teori yang mendasarinya, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian.

Untuk melihat tahapan-tahapan upacara Cheng Beng yang merupakan salah satu kegiatan budaya masyarakat Tionghoa, penulis menggunakan pendekatan strukturalisme. Dalam pendekatan ini akan didapat bagaimana sebenarnya tahapan-tahapan dari upacara Cheng Beng tersebut, yang tentunya

(5)

setiap tahapan tersebut memiliki maknanya tersendiri. Untuk menganalisis makna dari setiap tahapan upacara Cheng Beng tersebut, penulis menggunakan pendekatan semiotik seperti yang dikemukakan oleh Barthes.

2.2.1 Strukturalisme

Teori Strukturalisme (Saifuddin, 2005 : 64-65) adalah salah satu teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Claude Levi-Strauss. Defenisi strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur dari proses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. Strukturalisme berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut oposisi binari, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan dan makanan.

Bagi Strauss (dalam Kaplan dan Manners, 1999 : 239) budaya pada hakikatnya adalah suatu sistem simbolik atau kanfigurasi sistem perlambangan. Lebih lanjut untuk memahami sesuatu perangkat lambang budaya tertentu, orang harus lebih dulu melihatnya dalam kaitan dengan sistem keseluruhan tempat sistem perlambangan itu menjadi bagian. Akan tetapi ketika strauss berbicara tentang fenomena kultural sebagai sesuatu yang bersifat simbolik, dia tidak memasalahkan relevan atau arti lambang secara empirik. Yang ia perhatikan adalah pola-pola formal, bagaimana unsur-unsur simbol saling berkaitan secara logis untuk membentuk sistem keseluruhan. Pengertian struktur dalam hal ini

(6)

adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi antara berbagi komponen masyarakat, pola-pola yang relatif bertahan lama karena interaksi-interaksi tersebut terjadi dalam cara yang kurang lebih terorganisasi.

2.2.2 Semiotik

Semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semeion yang berarti tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi, baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu popular (Endaswara, 2008 : 64). Menggunakan teori semiotik seseorang dapat menganalisis makna yang tersirat di balik penggunaan lambang dan simbol-simbol dalam kehidupan manusia karena melalui berbagai simbol-simbol, masyarakat bisa berkomunikasi satu sama lain, menghimpun ilmu pengetahuan dan kemudian mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Menurut Craib dalam Teori-Teori Sosial Moderen (1994 : 169), “semiotik adalah nama yang diberikan untuk “ilmu pengetahuan dalam tanda-tanda” (makna-makna umum)—tidak hanya mengenai tanda linguistik”.

Semiotik lebih berkaitan dengan bidang yang lebih luas daripada hasil budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Barthes, berbicara tentang bahasa dan percakapan mengenai makanan. Unsur-unsur ataupun tanda-tandanya ialah jenis makanan itu sendiri. Pada tingkat sintagmatik terdapat aturan-aturan yang

(7)

mengatur makanan mana yang boleh atau yang tidak boleh disertai oleh makanan lain. Sebagai contoh di masyarakat barat kita tidak boleh menggabungkan makanan yang manis dengan makanan yang lezat, menuangkan puding diatas ayam goreng, atau saus diatas es krim. Jika kita memakan makanan seperti itu pada suatu perjamuan maka kesemuanya haruslah yang satu menyusul yang lain. Pertama yang lezat, baru kemudian yang manis. Aturan-aturan pradigmatik memberikan kita suatu kambinasi-kombinasi, makanan mana dengan jenis sayuran yang mana. Makanan itu sendiri dengan pilihan-pilihan makanan khususnya dan cara-cara persiapannya adalah percakapan, yang menerapkan unsur-unsur dan aturan-aturan. Pada prinsipnya karya setiap manusia bisa dianalisis dengan cara seperti itu.

Dengan pendekatan yang penulis gunakan yaitu teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes, maka penulis akan menganalisis struktur dan makna perayaan upacara Cheng Beng masyarakat Tionghoa di Berastagi.

2.3 Tinjauan Pustaka

Sofiani (2011) dalam skripsinya yang berjudulFungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoamenjelaskan bahwa, makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga sebagai fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu

(8)

masyarakat setempat. Oleh karenanya makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek dari makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat menjadi aset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Melalui skripsi Sofiani tersebut penulis mengetahui dan memahami fungsi dan makna makanan pada perayaan budaya masyarakat Tionghoa karena dalam penelitian ini penulis juga meneliti tentang makanan yang digunakan masyarakat Tionghoa dalam melakukan sembahyang pada perayaan Cheng Beng.

Syafrida, skripsi (2012) berjudul Kajian Fungsi dan Makna Tradisi JiSi ZuXian YanJiu (Penghormatan Leluhur) dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa : Penelitian Kualitatif di Medan, menjelaskan tentang religi tradisional masyarakat Tionghoa yaitu penghormatan leluhur yang dilakukan keluarga dihadapan abu leluhur. Skripsi ini sangat membantu penulis dalam meneliti struktur dan makna perayaan Cheng Beng pada masyarakat Tionghoa di Berastagi karena melalui skripsi Syafrida tersebut peneliti dapat mengetahui makna dari penghormatan leluhur bagi masyarakat Tionghoa. Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan skripsi tersebut adalah makna penghormatan masyarakat Tionghoa bagi leluhur. Perbedaan antara penelitian yang penulis lakukan dengan skripsi tersebut terletak pada objek yang diteliti, dimana objek yang penulis teliti dalam penulisan ini adalah perayaan Cheng Beng, sedangkan skripsi itu sendiri membahas tentang religi tradisional masyarakat Tionghoa yaitu penghormatan leluhur yang dilakukan dihadapan abu leluhur.

(9)

Yohana, skripsi (2011) berjudul Bentuk, Makna, dan Fungsi Ornamen yang Digunakan dalam Perayaan Tahun Baru Imlek oleh Masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Skripsi ini menjelaskan tentang ornament yang paling diminati adalah lampion. Mereka memasang Chinese Lampion yang bertuliskan huruf Cina. Tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna dan doa meminta keberkahan di tahun baru. Skripsi ini sangat membantu dalam menyelesaikan penelitian ini karena didalam skripsinya Yohana menggunakan teori semiotik untuk menganalisis makna dari ornamen-ornamen yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa dalam perayaan tahun baru Imlek. Oleh karena itu skripsi tersebut dijadikan bahan referensi bagi penulis untuk menggunakan teori semiotik dalam menganalisis makna perayaan Cheng Beng dan juga makna dari perlengkapan-perlengkapan yang digunakan dalam upacara tersebut.

Ningsih (2011) dalam artikel Upacara Kematian Masyarakat Tionghoa Semakin Sederhana, menjelaskan bahwa upacara kematian Sangat erat kaitannya dengan ajaran Konfusius, yaitu tanda bakti seorang anak kepada orangtuanya, dan tujuannya untuk menunjukkan rasa hormat kepada orangtua almarhum agar mendapatkan kehidupan yang damai. Upacara kematian memiliki hubungan erat dengan dengan perayaan Cheng Beng, karena melalui perayaa Cheng Bengtanda bakti seorang anak kepada orang tua dan leluhurnya dapat terlihat. Artikel tersebut sangat membantu penulis menyelesaikan penelitian ini karena melalui artikel tersebut penulis dapat memahami makna penghormatan dan tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil olah data dalam beberapa skenario yang telah diuji, ukuran kinerja Win Trades/Loss Trades indikator MACDCSO tidak terbukti lebih baik dari indikator

Program Magister Teknik Sipil akan menjamin, bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis dalam penyediaan jasa layanan di bidang Teknik Sipil tersedia

Oleh karena itu, penelitian ini mengambil Seng (Zn) sebagai ion pengotor yang ditambahkan dengan variasi konsentrasi pada proses electrowinning kobal Co dengan Karbon

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik interaktif (wawancara, focus group discussion) dan teknik non interaktif (dokumentasi dan observasi tidak berperan),

Belanja Barang dan Jasa Tahun 2009 sampai dengan Tahun Anggaran 2010 mencapai 1,5% dikarenakan Badan Pemberdayaan Perempuan baru berdiri dan membutuhkan masukan dari Kabupaten /

Berdasarkan data yang diperoleh di atas, perusahaan IT COMM tidak mempergunakan metode khusus dalam pendistribusian. Produk pesanan diantar secara langsung secara bergiliran.

Spiritual entrepreneurship dimaknai sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan sebuah organisasi dengan cara pandang yang universal yang dapat

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Sudjarni, 2015 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap