• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulisan Hukum ( Skripsi )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penulisan Hukum ( Skripsi )"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA

MEMPERTAHANKAN HAK

(Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska)

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Oleh : Siska Yanuarti NIM. E0008238

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user ii

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA

MEMPERTAHANKAN HAK (Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska)

Oleh : Siska Yanuarti NIM.E0008238

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Oktober 2012 Dosen Pembimbing

(3)

commit to user iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA

MEMPERTAHANKAN HAK

(Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska)

Oleh : Siska Yanuarti NIM.E0008238

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa

(4)

commit to user iv Nama : Siska Yanuarti

NIM : E0008238

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA

JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA

MEMPERTAHANKAN HAK (Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/ 2010/PN.Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan

Siska Yanuarti NIM.E0008238

(5)

commit to user v ABSTRAK

SISKA YANUARTI, E0008238, PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN (CONSERVATOIR

BESLAG) SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN HAK (Studi Kasus

Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan serta pertimbangan hakim dalam mengabulkan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan dalam putusan Nomor: 188/ Pdt.Plw/2010/PN.Ska di Pengadilan Negeri Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari Putusan Nomor:188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan studi kepustakaan dan wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah dengan analisis data kualitatif interaktif yaitu data dikumpulkan dengan berbagai cara yaitu dengan wawancara dan dokumen, kemudian diproses dalam tiga alur kegiatan yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan itu berawal dari gugatan yang didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri kemudian dicatat dan diberi nomor perkara, selanjutnya dilakukan penetapan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang, lalu masuk keacara persidangan. Sebelum lanjut ke pemeriksaan berikutnya, dilaksanakan proses mediasi terlebih dahulu, setelah itu pembacaan gugatan perlawanan, lalu adanya jawaban gugatan dari Terlawan, Replik Pelawan, Duplik Terlawan, pembuktian, kesimpulan dan yang terakhir putusan hakim. Hasil penelitian dan pembahasan juga menunjukkan pertimbangan hakim dalam memberi putusan mengabulkan perlawanan pihak ketiga tersebut adalah adanya hak kepemilikan pihak ketiga yang dapat dibuktikan oleh Pelawan.

(6)

commit to user vi

SISKA YANUARTI, E0008238, THIRD PARTY OPPOSITION (DERDEN

VERZET) SEQUESTRATION AGAINST (CONSERVATOIR BESLAG) AS

EFFORTS TO KEEP RIGHT (Case Study of Decision Number: 188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska) Faculty of Law of Sebelas Maret University Surakarta.

This study aimed to determine the resistance of third party oppsition sequestration against and judges considerations in granting third party opposition to sequestration in the decision Number: 188 / Pdt.Plw/2010/PN.Ska in Surakarta Court.

This research is a descriptive empirical. The type of data used is primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews and secondary data obtained from Decision Number: 188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska. Data collection techniques used are a literature study and interviews. Analysis of the data used in research of law is the interactive qualitative data analysis is data collected with various methods, namely interviews and documents, and then processed in three grooves activities consisting of data reduction, data presentation and conclusion.

The results and discussion indicate that the process of third party opposition sequestration against that originated from the accusation are registered to the District Court then noted and given a case number, then performed the determination of the judges and the determination day of session, and entered to the proceedings. Before you go to the next inspection, conducted in advance of the mediation process, then the resistance reading of the lawsuit, then the answer to the lawsuit from the challenged, Replik of competitor, Duplik of challenged, evidence, conclusions and final verdict. The results also show consideration judges gave the decision to grant such third party opposition is third party rights which can be proved by the competitor.

(7)

commit to user vii MOTTO

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah 2:216)

Bila kegagalan itu bagai hujan, dan keberhasilan bagaikan matahari, maka butuh keduanya untuk melihat pelangi. (Anonim)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. (Einsten)

Sikap adalah sebuah perbuatan kecil yang mampu menghasilkan perbedaan yang besar. (Winston Churchill)

(8)

commit to user viii

Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada :

 Allah SWT, Dzat yang Maha Sempurna, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah bagi hamba-Nya.

 Bapak dan Ibu, semoga dapat menjadi salah satu sumber kebahagiaan dan memberikan senyum kebanggaan bagi kalian.

 Kakakku dan keponakanku tersayang.  Sahabat-sahabatku, warna dalam hidupku.

(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan sembah sujud kepada Allah SWT yang telah memberikan jalan, kelancaran, kemudahan, dan segala ridho-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul PERLAWANAN PIHAK

KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN

(CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN HAK (Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska).

Secara garis besar penulisan hukum skripsi ini membahas mengenai salah satu permasalahan hukum yaitu mengenai perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag). Dalam penulisan hukum ini menyoroti mengenai proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) dan pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) tersebut.

Penyusunan penulisan hukum ini sendiri mempunyai tujuan utama untuk melengkapi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret;

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Harjono, S.H,M.H dan Bapak Syafrudin Yudowibowo, S.H., M.H., selaku pembimbing penulisan skripsi ini yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingannya serta terima kasih untuk segala arahan dan masukan bagi tersusunnya skripsi ini dengan baik.

4. Ibu M.Madalina, S.H.,M.Hum., selaku pembimbing akademis, atas bimbingannya selama penulis menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS.

(10)

commit to user x

bimbingan dan ilmu pengetahuan serta membuat penulis menjadi mengerti mengenai seluk beluk ilmu hukum.

6. Bapak dan Ibu, orangtuaku yang tidak pernah berhenti untuk memberikan doa, kasih sayang, kepercayaan, nasehat, motivasi, bantuan, dan segala upayanya untuk menjadikan penulis sebagai manusia yang lebih baik. Kakakku Suci yang selalu memotivasi penulis agar cepat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Cahyo, terima kasih untuk semangat dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Muti, Fafa, Lisa, Fatia, serta semua sahabatku yang telah memberikan warna dan arti dalam menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum UNS.

8. Teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum UNS, terima kasih untuk kebersamaannya.

9. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan dapat diberikan untuk kesempurnaan penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat kepada kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi, serta masyarakat umum.

Surakarta, Oktober 2012 Penulis

(11)

commit to user xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv ABSTRAK ... v ABSTRACT ... vi MOTTO ... vii PERSEMBAHAN ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….. . xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan Tentang Sita Jaminan ... 13

a. Pengertian Sita Jaminan ... 13

b. Macam-macam Sita Jaminan ... 16

c. Syarat Pengajuan Sita Jaminan………. 18

2. Tinjauan Tentang Perlawanan ... 19

a. Pengertian Perlawanan ... 19

b. Macam Perlawanan ... 21

(12)

commit to user xii

a. Pengertian Perlawanan Pihak Ketiga ... 25

b. Prosedur Mengajukan Perlawanan Pihak ketiga ... 28

B. Kerangka Pemikiran ... 29

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 31

1. Nomor Perkara ... 31

2. Identitas Para Pihak ... 31

3. Duduk Perkara ... 33

4. Bukti-Bukti ... 44

5. Pertimbangan Hukum ... 46

6. Amar Putusan ... 53

B. Pembahasan ... 53

1. Proses Pemeriksaan Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet) terhadap Sita Jaminan (conservatoir beslag) ... 53

2. Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Perkara Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet) terhadap Sita Jaminan (conservatoir beslag) ... 59

BAB IV. PENUTUP A. Simpulan ... 73

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN

(13)

commit to user xiii

DAFTAR BAGAN

A. Bagan Skema Teknik Analisis Data... 11 B. Bagan Kerangka Pemikiran……… ... 29

(14)

commit to user xiv

A. Surat Keterangan Penelitian ... B. Putusan Nomor 188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska………. .

(15)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan hukum sering terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi kadang dalam hubungan hukum itu mungkin timbul suatu keadaan bahwa pihak yang satu tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang lain sehingga pihak yang lain itu dirugikan haknya. Mungkin juga terjadi tanpa suatu alasan hak seseorang dirugikan oleh perbuatan orang lain. Berdasarkan peraturan hukum acara perdata, orang dapat memulihkan haknya yang telah dirugikan atau terganggu melalui pengadilan dan berusaha menghindarkan diri dari tindakan menghakimi sendiri. Penyelesaian perkara melalui pengadilan menciptakan kepastian hukum tentang haknya yang harus dihormati oleh setiap orang. Misalnya hak sebagai ahli waris, hak sebagai pemilik barang, atau hak sebagai penghuni rumah yang sah. Kepastian hukum demikian diharapkan menimbulkan ketentraman dan rasa damai dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hukum acara perdata, orang yang merasa bahwa haknya dilanggar disebut penggugat, sedang bagi pihak yang ditarik kemuka pengadilan karena ia dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang itu, disebut tergugat (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 2).

Penggugat sangat berkepentingan agar gugatannya dapat dikabulkan. Oleh karena itu ia berkepentingan pula bahwa sekiranya gugatannya dikabulkan atau ia dimenangkan, terjamin haknya atau dapat dijamin bahwa putusannya dapat dilaksanakan. Sebab ada kemungkinan bahwa pihak tergugat, selama sidang berlangsung mengalihkan benda yang menjadi obyek perkara kepada pihak lain, sehingga apabila kemudian gugatan penggugat dikabulkan oleh pengadilan, putusan pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disebabkan karena tergugat telah mengalihkan obyek perkara kepada pihak lain. Dalam hal demikian ini penggugat dapat mohon agar diadakan sita jaminan terhadap benda atau barang-barang milik

(16)

tergugat, dengan mengemukakan alasan-alasan kekhawatirannya mengenai maksud buruk atau itikad tidak baik dari pihak lawan atau tergugat tersebut (Hary Karsanto,1997:130).

Undang-undang memberikan kesempatan kepada penggugat untuk mengajukan permohonan sita jaminan dan atau sita revindikasi atas harta kekayaan tergugat. Penyitaan atau beslag memberi jaminan kepada penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoir (hampa) pada saat putusanya dieksekusi. Dengan adanya penyitaan tersebut maka tergugat kehilangan wewenangnya untuk menguasai barangnya, sehingga dengan demikian tindakan-tindakan tergugat untuk mengasingkan atau mengalihkan barang-barang yang disita adalah tidak sah dan merupakan tindak pidana dan ini terdapat pada Pasal 231, 232 KUHP (Sudikno Mertokusumo, 2002: 83).

Apabila dengan putusan hakim pihak penggugat dimenangkan dan gugatan dikabulkan, maka sita jaminan tersebut secara otomatis dinyatakan sah dan berharga, kecuali kalau dilakukan secara salah. Tetapi bagaimana jika penetapan hakim dalam proses penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan tersebut timbul masalah. Karena adanya kemungkinan barang yang disita ternyata diketahui bukan milik tergugat, tetapi milik pihak ketiga yang awalnya bukanlah pihak yang berperkara, tetapi terhadap barang miliknya telah diletakkan sita jaminan.

Disebutkan tegas dalam Pasal 1917 KUHPerdata bahwa putusan atau penetapan hakim hanya mengikat kedua belah pihak yang berperkara saja, tetapi dalam prakteknya ditemukan adanya suatu putusan atau penetapan hakim yang mengakibatkan pihak ketiga yang tidak terlibat ikut dirugikan atas putusan tersebut. Putusan atau penetapan hakim tersebut kadang menimbulkan permasalahan, sehingga oleh para pihak yang tidak terima atas putusan atau penetapan hakim tersebut melakukan perlawanan.

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir sendiri sebenarnya tidak diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv,

(17)

commit to user

3

namun hal itu dalam praktek selalu dapat diajukan. Dalam praktek menurut yurisprudensi putusan Mahkamah agung tanggal 31-10-1962 No 306 K/Sip/1962, menyatakan bahwa “meskipun mengenai perlawanan terhadap pensitaan conservatoir tidak diatur secara khusus dalam HIR, menurut yurisprudensi perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir, ini belum disahkan (van waarde verklaard)”. Pada prakteknya dapat dilihat sendiri seperti kasus yang penulis angkat sebagai bahan kajian penulisan hukum ini.

Kasus ini bermula ketika adanya perkara antara JM sebagai penggugat dengan VI sebagai tergugat. Dimana perkara tersebut telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 29 Agustus 2007 dengan Nomor Perkara No. 101/Pdt.G/2007/PN.Ska. Dalam perkara tersebut JM selaku Penggugat mengajukan sita jaminan terhadap tanah dan bangunan rumah yang notabene adalah objek sengketa dalam perkara tersebut. Yang terletak di Dukuh Bogo RT.04, RW.IV, desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, seluas ± 1000 M2. Kemudian penetapan sita jaminan tersebut ditetapkan dalam amar putusan Perkara Perdata No. 101/Pdt.G/2007/PN. Ska Jo. No. 41/PDT/2009/PT.SMG yang menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Surakarta Jo. Pengadilan Negeri Boyolali. Dan sita jaminan tersebut dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2008.

Putusan pengadilan yang menyatakan sah atas sita jaminan yang diajukan oleh penggugat tersebut ternyata mendapatkan perlawanan oleh SS, yang mengaku sebagai pemilik dari tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa dan telah dijatuhi sita jaminan dalam perkara tersebut. SS yang dalam hal ini sebagai pelawan mengajukan gugatan perlawanannya yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 29 Oktober 2010 dengan Nomor Perkara 188/Pdt.Plw/2010/PN. Ska. Dalam gugatannya ini SS menyatakan dirinya sebagai pihak ketiga yang ikut dirugikan atas perkara antara JM dengan VI.

(18)

Melalui kasus tersebut bisa dilihat bahwa perlawanan pihak ketiga pada prakteknya tetap dilaksanakan. Adanya hak untuk mengajukan perlawanan terhadap sita jaminan menjelaskan bahwa tidak hanya penggugat yang dilindungi haknya tetapi pihak ketiga juga dilindungi haknya atas pelaksanaan sita jaminan yang salah, karena dengan adanya penetapan pelaksanaan sita jaminan yang salah pihak ketiga atau tergugat benar-benar dirugikan kepentingan haknya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut khususnya mengenai perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga terhadap sita jaminan maka peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis mengenai proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga serta pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara perlawanan pihak ketiga tersebut kemudian mengangkatnya melalui penulisan skripsi dengan judul: “PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA

JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG) SEBAGAI UPAYA

MEMPERTAHANKAN HAK (Studi Kasus Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/ PN.Ska)” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag)?

2. Apa pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) dalam Putusan No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis dikelompokkan menjadi tujuan objektif dan tujuan subjektif, yaitu sebagai berikut:

(19)

commit to user

5

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan (conservatoir beslag)

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan perkara perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan (conservatoir beslag)

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis melalui suatu penelitian hukum, dalam hukum acara perdata yang menyangkut masalah perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan.

b. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis analisa dan teliti dalam rangka menyusun skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun orang lain baik sekarang dan di masa yang akan datang. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran dibidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara perdata pada khususnya, terutama yang berhubungan dengan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan.

b. Memberikan sumbangan dalam memperbanyak referensi ilmu dibidang hukum acara perdata mengenai perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.

(20)

2. Manfaat Praktis

a. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan bagi semua pihak yang

terkait dan menjawab permasalahan yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto, 2006:43). Suatu penelitian hukum dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan suatu metode penelitian yang tepat. Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang objektif dan telah melalui berbagai tes dan pengujian (Winarno Surakhmad, 1990:26).

Metode yang akan dipergunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum empiris atau non-doctrinal research (sosio-legal research). Pada penelitian ini maka yang akan diteliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006:52). Penelitian ini disebut sebagai penelitian hukum empiris karena penulis melakukan penelitian data sekunder terlebih dahulu yaitu berupa berkas perkara No. 188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska yang kemudian dilanjutkan

(21)

commit to user

7

dengan penelitian data primer dilapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan Bapak Johny Aswar, SH selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan penulis yaitu bersifat deskriptif dengan maksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan-keadaan atau gejala lainnya. Dalam penelitian ini penulis menggambarkan, menerangkan dan memaparkan mengenai proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga dan dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan suatu perlawanan dari pihak ketiga.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun pendekatan kualitatif merupakan tatacara penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang nyata. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau normatif dan bukan dalam bentuk angka-angka (Soerjono Soekanto, 2006 : 10). 4. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Surakarta. Dimana pemilihan lokasi tersebut dilakukan karena di lokasi tersebut terdapat data mengenai perkara perlawanan pihak ketiga dan sesuai dengan studi putusan yang dilakukan sehingga diperoleh data yang cukup untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data adalah hasil penelitian baik yang berupa fakta-fakta atau angka-angka yang dapat dijadikan bahan untuk dijadikan suatu informasi dimana memiliki peranan penting dalam suatu penelitian. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(22)

a. Jenis Data 1) Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dilapangan atau dilokasi penelitian, baik dengan cara wawancara ataupun studi lapangan. Data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara yang diperoleh dari Bapak Johny Aswar, SH selaku hakim di Pengadilan Negeri Surakarta. 2) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang digunakan oleh seseorang dan secara tidak langsung bersumber dari bahan-bahan yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi buku, arsip, catatan, peraturan perundangan-undangan, berkas perkara No.188/Pdt.Plw/2010/ PN.Ska, media massa, internet dan bahan kepustakaan lainya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Sumber Data

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer ini adalah sumber data yang diperoleh dari pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti, yaitu wawancara dengan Bapak Johny Aswar, Sh selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa dan memutus perkara perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti selain dari narasumber utama atau data-data yang mendukung data primer, meliputi buku, arsip, catatan, peraturan perundangan-undangan, berkas perkara No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska, media massa, internet dan bahan kepustakaan lainya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

(23)

commit to user

9

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang kita inginkan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah:

a. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah data yang diperlukan. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan responden yaitu Bapak Johny Aswar, SH selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta.

b. Studi dokumen atau bahan pustaka

Studi dokumen yaitu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, berkas perkara No.188/Pdt.Plw/ 2010/PN.Ska serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah, data tersebut dapat mempunyai makna dan bermanfaat untuk menjawab masalah. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik analisis kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:250).

Teknik analisis kualitatif ini terdiri dari tiga komponen pokok analisis data, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan yang aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus antara

(24)

tahap-tahap tersebut. Berikut penjelasan komponen analisis data sebagai berikut (HB Sutopo, 2002:97) :

a. Reduksi Data

Reduksi data harus disusun pada waktu penelitian sudah mendapatkan data dari sejumlah unit data yang diperlukan dalam penelitian. Karena reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul pada catatan tertulis di lapangan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hal tersebut dirancang untuk merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti, sehingga sajian data ini merupakan suatu bagian dari analisis.

c. Penarikan Kesimpulan

Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Bila kesimpulan dirasa belum bisa menjawab permasalahan, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah berfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data. Jadi dari awal pengumpulan, peneliti harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, arahan sebab akibat dan proporsi-proporsi peneliti. Adapun skema komponen-komponen analisis tersebut adalah sebagai berikut:

(25)

commit to user

11

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Kesimpulan

Gambar: Teknik Analisis Data

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup serta dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika penulisan hukum sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan tentang sita jaminan, tinjauan tentang perlawanan, dan tinjauan tentang perlawanan pihak ketiga (derden verzet).

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan hasil penelitian yang penulis peroleh dari tempat lokasi penelitian yang menguraikan tentang proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan di Pengadilan Negeri Surakarta serta pertimbangan hakim

(26)

untuk mengabulkan perlawanan pihak ketiga tersebut sesuai dengan sumber data yang diperoleh selama penelitian.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini akan menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(27)

commit to user

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Sita Jaminan a. Pengertian Sita Jaminan

Undang-undang menyediakan upaya hukum bagi penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nanti yaitu dengan “penyitaan” (arrest, beslag). Penyitaan ini disebut juga sita conservatoir atau sita jaminan (Pasal 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 RBg). Pengertian sita jaminan sendiri merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan pengadilan dalam perkara perdata di kemudian hari (H. Riduan Syahrani, 2000:50).

Selain itu menurut (Retnowulan Susantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002:98) sita jaminan mengandung arti yaitu bahwa untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas barang-barang milik tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan lain perkataan bahwa terhadap barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang lain.

Sita jaminan tidak akan diletakkan oleh hakim apabila tidak ada permohonan tentang sita jaminan dari penggugat. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 178 ayat 3 HIR yang isinya menentukan bahwa “Hakim dilarang akan menjatuhkan putusan atas perkara yang tiada dituntut, atau akan meluluskan lebih daripada yang dituntut”(M. Nur Rasaid, 2003:24). Penyitaan dalam sita jaminan ini bukan dimaksudkan untuk melelang, atau menjual barang yang disita, namun hanya disimpan (conserveer) oleh

(28)

pengadilan dan tidak boleh dialihkan atau dijual oleh termohon/tergugat. (http://hukumpedia.com/ index.php?title=Sita_jaminan)

Sita jaminan dilakukan oleh jurusita/jurusita pengganti sebagai pelaksanaan perintah yang dituangkan dalam ketetapan yang dibuat ketua majelis hakim. Jurusita atau penggantinya tersebut wajib membuat berita acara penyitaan yang telah dilaksanakannya dan memberitahukan isinya kepada tergugat (tersita). Dalam melaksanakan penyitaan itu jurusita dibantu oleh 2 (dua) orang saksi yang turut serta menandatangani berita acara (Pasal 65 Undang-undang No.2 Tahun 1986 Jo Undang-Undang No.49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum).

Aturan dasar pengajuan sita jaminan terdapat pada Pasal 226 dan 227 HIR dan tentang tata cara pelaksanaan sita jaminan diatur dalam Pasal 197, 198 dan 199 HIR, yang pada pokoknya adalah : (http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-acara-perdata

penyitaan.html).

1) Jika dalam waktu yang ditentukan pihak yang kalah belum bisa melaksanakan putusan Pengadilan dan apabila sudah dipanggil secara patut tidak memenuhinya maka akan diperintahkan untuk melakukan penyitaan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang menangani perkara tersebut; 2) Penyitaan dijalankan oleh Panitera Pengadilan Negeri;

3) Apabila Panitera berhalangan, ia diganti oleh orang lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri, dalam praktek biasanya dijalankan oleh Panitera luar biasa;

4) Cara penunjukannya cukup dilakukan dengan penyebutan dalam surat perintah, hal ini berarti bahwa sebelum penyitaan dilakukan harus terlebih dahulu ada surat perintah dari Ketua;

(29)

commit to user

15

5) Tentang dilakukannya penyitaan harus dibuat berita acaranya dan isi berita acara tersebut harus diberitahukan kepada orang yang disita barangnya, apabila ia hadir;

6) Panitera atau penggantinya dalam melakukan penyitaan harus disertai oleh dua orang saksi, yang nama, pekerjaan dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara itu dan para saksi ikut menandatangani berita acara; 7) Saksi-saksi tersebut harus penduduk Indonesia, biasanya pegawai

Pengadilan, setidak-tidaknya harus sudah dewasa dan harus orang yang dapat dipercaya;

8) Penyitaan boleh dilakukan atas barang-barang yang bergerak yang juga berada di tangan orang lain, akan tetapi hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi yang disita untuk menjalankan pencaharian, tidak boleh disita;

9) Barang-barang yang tidak tetap yang disita itu seluruhnya atau sebagiannya harus dibiarkan berada di tangan orang yang disita atau barang-barang itu dibawa untuk disimpan di tempat yang patut;

10) Dalam hal barang-barang tersebut tetap dibiarkan di tangan orang yang disita, hal itu diberitahukan kepada Pamong desa supaya ikut mengawasi agar jangan sampai barang-barang tersebut dipindah tangankan atau dibawa lari oleh orang tersebut;

11) Terhadap penyitaan barang tetap, maka berita acaranya harus diumumkan, dicatat dalam buku letter C di desa, dicatat dalam buku tanah di Kantor Kadaster dan salinan berita acara dimuat dalam buku yang khusus disediakan untuk maksud itu di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dengan menyebut jam, tanggal, hari, bulan dan tahun dilakukannya; 12) Pegawai yang melakukan penyitaan harus memberi perintah kepada

Kepala Desa supaya perihal adanya penyitaan barang yang tidak bergerak itu diumumkan sehingga diketahui khalayak ramai;

(30)

13) Sejak berita acara penyitaan diumumkan, pihak yang disita barangnya itu tidak boleh lagi memindahkan, memberatkan atau menyewakan barang tetapnya yang telah disita itu kepada orang lain. Perkataan memberatkan di atas berarti pula memborongkan, menggadaikan, menghipotikkan. b. Macam-Macam Sita Jaminan

Sita jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sita jaminan terhadap harta milik sendiri (pemohon) dan sita conservatoir atau sita jaminan terhadap barang milik tergugat (debitur). Sita tersebut yaitu (Sophar Maru Hutagalung, 2010:93) :

1) Sita Jaminan terhadap Harta Milik Sendiri

Sita yang ditujukan untuk menjamin hak kebendaan dari pemohon yang merupakan miliknya sendiri, terdiri atas sita revindicatoir dan sita maritaal.

a) Sita revindicatoir (Revindicatoir Beslag/Pasal 226 HIR), adalah sita yang dilakukan oleh pemilik terhadap barang bergerak miliknya yang berada di tangan orang lain (Pasal 1751 dan Pasal 1977 KUH Perdata). Termasuk di dalam pengertian ini adalah hak reklame, yaitu hak dari penjual barang bergerak meminta kembali barangnya yang belum dibayar oleh pembeli.

Menurut M. Nur Rasaid dari penyitaan ini adalah agar barang yang digugat itu jangan sampai dihilangkan selama proses berlangsung. Akibat hukum dari penyitaan ini ialah bahwa pemohon atau penyita barang tidak menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkannya (M. Nur Rasaid, 2003: 24).

b) Sita maritaal, adalah sita yang diajukan oleh seorang istri kepada suaminya dalam gugatan perceraian, ditujukan agar barang yang menjadi objek sita tidak dijual dan tidak jatuh ke tangan pihak

(31)

commit to user

17

ketiga. Ini berfungsi melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara pemohon dengan lawannya. Mengenai sita maritaal yang dimohonkan dalam gugatan perceraian, setelah berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan diatur sangat terbatas sekali yaitu hanya diatur dalam pasal 24 ayat (2) huruf c PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974.

2) Sita Jaminan terhadap Harta Milik Tergugat Atau Sita Conservatoir (Conservatoir Beslag)

Sita ini bertujuan agar barang yang menjadi objek sita jaminan tidak digelapkan atau dialihkan tergugat selam proses persidangan berlangsung, sehingga pada saat putusan dilaksanakan, pelunasan pembayaran utang yang dituntut penggugat dapat terpenuhi dengan jalan menjual barang yang disita itu (Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261 ayat (1) RBg, atau Pasal 720 Rv). Sita ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksankannya putusan perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitur yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat. Dengan diletakannya penyitaan ini berarti barang yang disita dibekukan dan tidak dapat dialihkan atau dijual. Sita ini dapat dibilang hanyalah sebagai tekanan karena tidak jarang terjadi objek sita tidak sampai berakhir dengan penjualan karena debitur memenuhi prestasinya sebelum putusan dilakukan. Adapun yang dapat disita secara conservatoir adalah: a) Barang bergerak milik tergugat ;

b) Barang tetap milik tergugat ; dan

(32)

Sekarang ini dalam praktiknya sita conservatoir dapat diterapkan kepada sengketa-sengketa yang timbul dari wanprestasi (Pasal 123 jo. 1247 KUH Perdata) maupun perbuatan melawan hukum/PMH (Pasal 1365 KUH Perdata), termasuk sengketa hak milik atas benda tidak bergerak.

c. Syarat Pengajuan Sita Jaminan

Sesuai dengan Pasal 226 HIR, untuk mengajukan permohonan sita Revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan selama proses persidangan. Sedangkan perihal syarat-syarat untuk dapat diletakkannya sita jaminan telah diatur dalam Pasal 227 HIR. Ketentuan Pasal 227 HIR tersebut mengandung makna bahwa untuk mengajukan sita jaminan haruslah ada dugaan yang beralasan bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Apabila penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa kekhawatiran tergugat akan mengasingkan barang-barangnya, maka sita jaminan tidak dilakukan. Oleh karena itu, tersita harus didengarkan keterangannya guna mengetahui kebenaran dugaan tersebut (Ayuning Tyas Nilasari, 2011:4).

Menurut Sudikno Mertokusumo syarat tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir) (Sudikno Mertokusumo, 2002:87).

Buku Mahkamah Agung mengenai Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Pengadilan Perdata Umum (2007:80) mencoba mendefinisikan secara lebih konkrit. Untuk mengabulkan sita conservatoir, harus ada sangkaan yang beralasan, bahwa tergugat sedang berupaya untuk

(33)

commit to user

19

menghilangkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat. Disini dapat disimpulkan bahwa permohonan pengajuan sita jaminan lebih diarahkan kepada sedang terjadinya proses pengasingan barang sampai pada ada barang yang hilang.

2. Tinjauan Tentang Perlawanan a. Pengertian Perlawanan

Perlawanan merupakan suatu upaya hukum yang banyak menimbulkan masalah dalam praktek pengadilan. Misalnya saja betapa terperanjatnya seseorang, apabila pada suatu ketika rumah dan tanah miliknya disita oleh juru sita pengadilan negeri atas dasar suatu penetapan hakim yang sah, sedangkan yang bersangkutan sama sekali tidak merasa mempunyai hutang baik kepada Negara, maupun kepada perorangan. Dalam kedua persoalan tersebut diatas jelaslah bahwa pihak terggugat maupun pihak ketiga, yaitu orang lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan sesuatu perkara akan berusaha mencari jalan untuk melepaskan barang-barangnya dari persitaan itu (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 174).

Kata perlawanan mengandung kata “menentang” sesuatu sampai diperoleh hasil akhir yang pasti dalam bentuk kalah atau menang. Tujuan yang ingin dicapai dari upaya perlawanan adalah melawan secara formal dan resmi suatu penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan, supaya putusan atau penetapan itu lumpuh dan tidak mempunyai kekuatan mengikat pada diri pelawan.

Perlawanan muncul ketika ada salah satu pihak merasa dirugikan atas putusan hakim tersebut, dimana dalam putusan hakim tersebut salah menerapkan hukum atau pada proses pemeriksaan majelis hakim kurang teliti dalam penerapan undang-undang sehingga dalam putusan tersebut melebihi

(34)

apa yang dituntut oleh penggugat. Upaya perlawanan timbul berdasarkan suatu penetapan dan ini mengindikasikan bahwa perlawanan muncul ketika adanya suatu penetapan sita jaminan oleh majelis hakim yang kemudian timbul perlawanan atas penetapan sita jaminan sehingga sifat dari perlawanan tidak dapat berdiri sendiri.

Perlawanan merupakan hak tergugat atau pihak ketiga bukan sebagai kewajiban hukum, karena sifat dan fungsi dari perlawanan adalah bersifat fakultatif bukan bersifat imperatif. Pihak tergugat atau pihak ketiga dalam hal ini dapat menggunakan hak perlawanan maupun tidak. Apabila tergugat atau pihak ketiga menggunakan perlawanan terhadap sita jaminan maka maksud perlawanan tersebut bukan sebagai itikad tidak baik.

Ketentuan Pasal 195 (6) dan (7) HIR tersebut mengatur: 1) Perlawanan terhadap sita eksekutorial;

2) Diajukan oleh yang terkena eksekusi atau tersita; 3) Diajukan pihak ketiga atas dasar hak milik;

4) Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan;

5) Adanya kewajiban dari Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perlawanan itu untuk melaporkan atas pemeriksaan dan putusan perkara perlawanan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan eksekusi.

Pasal 207 dan Pasal 208 HIR mengatur:

1) Cara pengajuan perlawanan itu dapat dilakukan secara lisan atau tertulis;

2) Perlawanan itu harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri; 3) Adanya azas bahwa perlawanan tidak menangguhkan eksekusi; 4) Pengecualian terhadap azas di atas;

(35)

commit to user

21

Dari penjelasan pasal-pasal yang tersebut, nampak jelas bahwa perlawanan diajukan terhadap sita eksekutorial. Hal ini berarti, bahwa barang yang menjadi obyek penyitaan mohon agar dapat diangkat ketika masih dalam penyitaan, yaitu ketika barang tersebut masih belum dilelang atau belum diserahkan kepada pihak yang menang (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 176). Tetapi tidak menutup kemungkinan perlawanan juga dapat diajukan terhadap sita jaminan (conservatoir beslag).

Pasal 197 HIR mengatur mengenai dasar pelaksanaan sita eksekusi. Pelaksanaan sita jaminan tidak diatur secara terperinci dan pada dasarnya sama dengan pengaturan sita eksekusi, oleh karena itu dasar pelaksanaan sita jaminan juga diatur dalam pasal 197 HIR. Mengenai perlawanan terhadap sita jaminan dasar aturan yang dipakai juga sama dengan dasar perlawanan terhadap sita eksekusi, namun perbedaan perlawanan dari kedua sita terletak pada waktu pengajuan perlawanan. Perlawanan terhadap sita jaminan dilakukan sebelum proses pemeriksaan perkara selesai dan belum adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perlawanan sita eksekusi dilakukan setelah proses pemeriksaan perkara telah selesai adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Demi kebenaran dan keadilan maupun kepastian hukum, setiap putusan maupun ketetapan hakim untuk diperiksa dan dalam setiap penjatuhan atau penetapan supaya hati-hati dan teliti agar tidak terjadi kekeliruan.

b. Macam Perlawanan

Pengajuan perlawanan dapat dilakukan oleh pihak yang berperkara dalam hal ini pihak tergugat yang melakukan perlawanan terhadap sita maupun verstek, sedangkan pihak lain atau pihak ketiga juga dapat melakukan perlawanan atas akibat yang ditimbulkan putusan atau penetapan hakim tersebut.

(36)

Perlawanan menurut Pasal 195 ayat (6) HIR terdiri dari beberapa macam perlawanan terhadap suatu penetapan pengadilan. Hal ini dapat ditarik dari bunyi kalimat “jika pelaksanaan putusan itu dapat dilawan, jika perlawanan itu dilakukan oleh pihak lain yang mengakui barang yang disita itu miliknya”. Dari pasal tersebut kita mengenal beberapa jenis perlawanan terhadap penetapan Pengadilan yaitu :

1) Perlawanan terhadap Putusan Verstek

Merupakan upaya terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan karena tergugat tidak hadir pada persidangan pertama (putusan verstek). Kepada pihak yang dilahkan serta diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan tak hadir itu kepada pengadilan itu. Diatur dalam pasal 125 ayat (3) HIR/ pasal 149 ayat (3) RBG dan pasal 153 (1) HIR/pasal 129 (1) RBG (Moh. Taufik Makarao, 2004:161).

Pengajuan perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa (pasal 129 ayat 3 HIR). Dan ketika perlawanan telah diajukan kepada ketua pengadilan, maka tertundalah pekerjaan menjalankan putusan verstek, kecuali kalau telah diperintahkan bahwa putusan itu dapat dijalankan (uit voerbaar bij voorraad) walaupun ada verzet, banding maupun kasasi (pasal 129 ayat 4 HIR).

2) Perlawanan terhadap Sita

a) Perlawanan terhadap sita jaminan

Perlawanan yang diajukan karena ketidakpuasan dari pihak tergugat maupun pihak ketiga dalam hal ini menjadi pihak yang harus menerima penetapan majelis hakim atas permohonan sita jaminan yang dimohonkan oleh pihak penggugat, perlawanan tersebut diajukan atas dasar bahwa penetapan sita jaminan tersebut tidak pada tempatnya.

(37)

commit to user

23

Perlawanan terhadap sita jaminan merupakan hak dari tergugat maupun pihak ketiga untuk mengangkat sita jaminan. Tujuan dari perlawanan terhadap sita jaminan bukan hanya semata-mata untuk mengangkat sita jaminan, tetapi dapat menjadi koreksi suatu penetapan majelis hakim. Bahwa kedudukan pihak tergugat dan penggugat adalah sama dimata hukum, oleh sebab itu perlawanan terhadap sita jaminan bertujuan untuk menjamin hak tergugat.

b) Perlawanan terhadap sita eksekusi

Perlawanan yang timbul dari pihak tereksekusi maupun pihak ketiga atau pihak lain dengan tujuan untuk menangguhkan eksekusi diatur dalam Pasal 195 ayat (6) dan ayat (7) HIR, Pasal 207 dan pasal 208. Pihak-pihak yang menjadi subjek gugatan perlawanan adalah pihak yang terdapat dalam perkara dan pihak yang semula tidak terlibat dalam perkara tersebut yaitu pihak ketiga.

c. Jangka Waktu Pengajuan Perlawanan

Pengajuan terhadap perlawanan perlu diperhatikan dengan seksama oleh tergugat maupun pihak ketiga, karena untuk menentukan berhasilnya perlawanan adalah waktu pengajuan perlawanan. Faktor pengajuan perlawanan memegang peranan penting, sebab apabila pengajuan perlawanan terlambat dilakukan maka perlawanan yang diajukan tidak akan berhasil atau tidak akan diterima.

1) Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap verstek

Tergugat dapat mengajukan verzet atau perlawanan terhadap putusan verstek, menurut ketentuan pasal 129 HIR tergugat yang diputus dengan verstek dapat mengajukan dengan tenggang waktu sebagai berikut: a) Perlawanan terhadap putusan verstek dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan diterima tergugat secara pribadi;

(38)

b) Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan kepada tergugat pribadi, maka perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke-8 (delapan) setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu;

c) Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan sampai hari ke-8 (pasal 129 ayat 2 HIR, sampai hari ke 14 (pasal 53 ayat 2 RBG sesudah putusan verstek dijalankan;

Dengan diajukan permohonan verzet, perkara diperiksa kembali di pengadilan negeri. Proses pemeriksaan seperti pada pemeriksaan gugatan, yang diatur dalam pasal 129 HIR dengan pemeriksaan biasa.

2) Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap sita jaminan dan sita eksekusi

a) Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap sita jaminan

Keabsahan suatu perlawanan terhadap sita jaminan digantungkan pada faktor waktu, yaitu perlawanan harus diajukan sebelum penetapan yang dilawan belum mempunyai kekuatan hukum tetap atau belum mempunyai kekuatan untuk di eksekusi. Apabila hal itu terjadi maka perlawanan tersebut berubah menjadi perlawanan terhadap sita eksekusi.

Benda yang akan disita agar dapat diangkat atau masih dalam pensitaan, dengan kata lain bahwa barang tersebut belum dilelang belum dilaksanakan penyerahan kepada pihak yang menang, sehingga masih dalam proses pemeriksaan belum ada putusan yang telah berkekuatan tetap, hal ini diatur dalam pasal 207 dan pasal 208 HIR. b) Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap sita eksekusi

Salah satu syarat agar perlawanan dapat dipertimbangkan sebagai alasan menunda eksekusi, harus dijalankan “sebelum” eksekusi dijalankan. Apabila eksekusi sudah selesai dijalankan, tidak

(39)

commit to user

25

ada relevansinya untuk menunda eksekusi (Yahya Harahap, 2009: 314).

Apabila pengajuan perlawanan terhadap sita eksekusi terlambat yaitu setelah benda itu sudah dilelang atau sudah diserahkan kepada pihak yang menang maka perlawanan tersebut tidak akan berhasil dan dinyatakan tidak diterima.

3. Tinjauan Tentang Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) a. Pengertian Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

Perlawanan pihak ketiga atau bantahan dikenal juga dengan istilah derden verzet. Perlawanan pihak ketiga sendiri merupakan perlawanan yang dilakukan oleh orang yang semula bukan pihak yang bersangkutan dalam berperkara dan hanya karena ia merasa berkepentingan, oleh karena ia merasa mengenai barang yang dipersengketakan atau barang yang sedang disita dalam perkara itu sebenarnya bukan kepunyaan dari tergugat, tetapi adalah milik pihak ketiga (M. Nur Rasaid, 2003:62).

Menurut Sudikno Mertokusumo (2002:237) perlawanan pihak ketiga mempunyai arti yaitu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang hak-haknya dirugikan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Adapun definisi lain yang disebutkan oleh Moh. Taufik Makarao mengenai bantahan atau perlawanan pihak ketiga yaitu upaya hukum yang dilakukan orang yang semula bukan pihak dalam suatu perkara, tetapi oleh karena ia merasa berkepentingan atas barang atau benda yang dipersengketakan dimana barang atau benda tersebut akan/sedang disita atau akan/sedang dijual lelang, maka ia berusaha untuk mempertahankan benda atau barang tersebut dengan alasan bahwa benda atau barang tersebut adalah miliknya bukan milik tergugat (Moh. Taufik Makarao, 2004:210).

(40)

Perlawanan pihak ketiga ini, digunakan oleh pihak ketiga untuk melawan putusan hakim, baik putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) maupun perkara yang sedang dalam proses. Dasar hukum yang mengatur tentang perlawanan pihak ketiga adalah Pasal 228 RBG/208 HIR. Pasal tersebut mengatakan ketentuan pasal diatas berlaku juga, jika orang lain membantah dalam hal pelaksanaan putusan tersebut, karena dikatakannya bahwa barang yang disita tersebut adalah miliknya. Pasal yang dimaksud ketentuan diatas adalah Pasal 207 HIR yang berbunyi, (1) bantahan orang yang berutang tentang pelaksanaan putusan, baik dalam hal yang disita adalah barang yang tidak tetap, maupun dalam hal yang disita barang yang tetap, harus diberitahukan oleh orang yang hendak membantah tersebut, dengan surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang tersebut pada ayat keenam Pasal 195; jika bantahan itu diberitahukan secara lisan, maka ketua wajib mencatatnya atau menyuruh mencatatnya, (2) kemudian perkara tersebut dihadapkan oleh ketua pada persidangan pengadilan negeri, supaya diputuskan sesudah kedua belah pihak diperiksa atau dipanggil secara patut, (3) bantahan itu tidak dapat menunda pelaksanaan putusan (eksekusi), kecuali jika ketua memberikan perintah supaya hal itu ditangguhkan sampai jatuh putusan pengadilan negeri.

Perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga terhadap sita jaminan harus benar-benar mempunyai kepentingan untuk meminta diangkatnya sita tersebut, karena sita tersebut merugikan haknya. Seperti penyitaan terhadap barang-barang yang digunakan dan dibutuhkan sehari-hari untuk menjalankan pekerjaan, hal ini diatur dalam Pasal 195 ayat 6 dan 7 HIR yang menegaskan apabila suatu penetapan tersebut dibantah karena penyitaan terhadap barang miliknya maka dapat mengajukan perlawanan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut.

(41)

commit to user

27

Hal tersebut juga bisa dilakukan apabila diletakkan sita revindicatoir, dimana ada kemungkinan bahwa pihak ketiga merasa haknya dirugikan, dan oleh karenanya ia mengajukan perlawanan pihak ketiga agar sita tersebut diangkat. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan dan terhadap sita eksekutorial harus didasarkan hak milik, yaitu bahwa barang yang disita itu adalah milik pihak ketiga. Pihak ketiga ini disebut pelawan atau pembantah, sedangkan penggugat semula, yang berdasarkan permohonan sita tersebut telah diletakkan, disebut “terlawan penyita”, dan tergugat semula disebut “terlawan tersita”. Apabila pihak ketiga berhasil membuktikannya, maka sita yang telah diletakkan sepanjang terhadap barang milik pihak ketiga itu akan diperintahkan oleh hakim untuk diangkat. Namun sebaliknya, apabila pelawan tidak dapat membuktikan atas barang yang disita itu adalah miliknya, maka sita akan tetap dipertahankan terhadap barang tersebut.

Apabila perlawanan terhadap sita jaminan dilakukan setelah selesai pelaksanaan lelang atau penjualan barang sitaan, dalam hal ini perlawanan tidak dibenarkan dan pengadilan akan menolak perlawanan tersebut. Jalan yang ditempuh adalah mengajukan gugatan baru (Abdulkadir Muhammad, 2008: 242).

Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri, karena laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya.

Pelaksanaan pemeriksaan dan dalam memutus perkara perlawanan ini dilakukan menurut acara biasa, sedang dasar pengajuannya dilakukan dengan berpedoman kepada pasal-pasal R.V. yang mengatur persoalan tersebut. Seperti pada Pasal 378 R.V. menyebutkan bahwa “pihak-pihak ketiga berhak melakukan perlawanan terhadap suatu putusan yang merugikan hak-hak

(42)

mereka yang sah menurut hukum, ataupun pihak yang mereka wakili tidak dipanggil di sidang pengadilan, atau karena penggabungan perkara atau campur tangan dalam perkara pernah menjadi pihak.

b. Prosedur Mengajukan Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)

Prosedur-prosedur dalam mengajukan perlawanan pihak ketiga yang harus dilaksanakan yaitu (Rocky Marbun, 2011: 172) :

1) Diajukan oleh pihak ketiga guna membela dan mempertahankan hak kepentingannya di pengadilam, bukan sebagai kewajiban;

2) Pelawan bukan subjek yang terlibat langsung sebagai pihak dalam putusan yang dilawan;

3) Pada derden verzet, pelawan harus menarik seluruh pihak yang terlibat dalam putusan yang dilawan. Hal ini merupakan syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan, bila diabaikan mengandung cacat formal berupa error in persona yang dapat mengakibatkan putusan di N.O. (niet ont vankelijkverklaard) atau gugatan tidak dapat diterima;

4) Tenggang waktu derden verzet dapat dikatakan luas tetapi juga dapat dikatakan sempit, karena tidak dibatasi oleh jumlah hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun, yang membatasinya adalah eksekusi putusan. Kalau eksekusi itu cepat maka cepat pula habisnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet. Apabila lambat maka lambat pula berakhirnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet;

5) Derden verzet didaftar sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara baru;

6) Karena derden verzet didaftar sebagai perkara baru dengan membayar biaya perkara baru, maka terpisah dari nomor perkara yang dilawan; 7) Karena derden verzet itu sebagai perkara baru, yang menjadi bahan

pemeriksaan adalah perlawanan pelawan. Bila terlawan membantah dalil pelawan maka pelawan berkewajiban membuktikan dalilnya.

(43)

commit to user

29

B. Kerangka Pemikiran

Permohonan sita jaminan diajukan dalam gugatan

Permohonan sita jaminan diterima

Permohonan sita jaminan ditolak

Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan

Proses pemeriksaan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan

Pertimbangan hakim dalam mengabulkan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan Pengajuan gugatan Pelaksanaan sita jaminan Penetapan sita jaminan

(44)

Keterangan :

Gugatan muncul ketika adanya sengketa perdata yang kemudian pihak penggugat mengajukan surat gugatan yang salah satu isi dari surat gugatan tersebut adalah permohonan sita jaminan. Permohonan sita jaminan diajukan oleh penggugat dalam gugatan agar apabila putusan dijatuhkan maka gugatannya tidak illusoir atau hampa. Setelah itu permohonan tersebut akan diperiksa oleh hakim apakah permohonan sita jaminan tersebut diterima atau ditolak. Apabila permohonan sita jaminan tersebut diterima maka kemudian akan ada penetapan sita jaminan dan pelaksanaannya dilakukan oleh juru sita dari pengadilan.

Penetapan sita jaminan yang dijatuhkan terkadang merugikan pihak ketiga yang merupakan pihak yang tidak ikut berperkara tetapi merasa dirugikan. Sehingga timbullah perlawanan dari pihak ketiga (derden verzet). Perlawanan pihak ketiga tersebut akan melalui proses pemeriksaan oleh majelis hakim. Setelah proses pemeriksaan tersebut, majelis hakim akan memberikan pertimbangan yang matang untuk menetapkan apakah perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan tersebut dikabulkan atau ditolak.

(45)

commit to user

31 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk data-data yang yang diperoleh peneliti selama dilakukannya penelitian. Data-data yang diperoleh akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan peneliti. Data-data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan studi kepustakaan termasuk mempelajari berkas perkara No.188/ Pdt.Plw/ 2010/ PN.Ska.

Berkas perkara ini adalah berkas perkara yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri Surakarta. Untuk mengetahui secara terperinci mengenai berkas perkara tersebut, peneliti akan menyajikan hasil penelitian dengan cara mereduksi data-data terkait secara sederhana dan jelas tanpa harus kehilangan bagian pokok yang mendasar sebagai berikut:

1. Nomor Perkara

Berdasarkan permasalahan yang peneliti angkat yaitu mengenai perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita jaminan maka no perkara kasus tersebut adalah No.188/Pdt.Plw/2010/PN.Ska.

2. Identitas Para Pihak

Identitas para pihak yang berperkara dalam Perkara No.188/Pdt.Plw/2010/ PN.Ska adalah:

a. Identitas Pelawan yaitu:

SS bertempat tinggal di Citra Grand Blok B 10 No.57, Rt.01, Rw. 011, Jatikarya Jatisampurna, Bekasi, dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya: Suharsono, SH dan Herry Nurcahya Wijaya, SH yang kesemuanya Advokat pada Law Office Suharsono, SH & Associates yang berdomisili hukum di Jl. Bone Utama No. 1 Rt.02 Rw.VI Kel.Banyuanyar, Kec. Banjarsari, Surakarta,

(46)

commit to user

berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 27 oktober 2010 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 29 Oktober 2010. b. Identitas Terlawan yaitu:

1) JM disebut sebagai Terlawan I, direktur Tower Benelux Bv, memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya Denny Azani & Partners di Darmawangsa Square unit 22, Jl. Darmawangsa VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang sekarang memilih domisili/alamat di Hoofdstraat 166, 6674 BE-Herveld, The Netherlands.

Dalam hal ini dikuasakan kepada Maya Hadasah, SH dan Agus Yuma Nugraha, SH yang kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor Advokat dan Konsultan Hukum Maya Hadasah 7 Rekan yang berkantor di Jl. Maya No. 8 Grogol, Kabupaten Sukoharjo, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 12 Januari 2011 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 24 Januari 2011. 2) VI disebut sebagai Terlawan II, bertempat tinggal di Jl. Kutai Utara No. 4

Rt.008 Rw.007, Kel. Sumber, Kec. Banjarsari, Surakarta, dalam hal ini dikuasakan kepada Abdul Baki, SH dan Sofyan, SH yang kesemuanya Advokat yang beralamat kantor di Perumahan Intan Makmur No. 01 Rt.06 Rw. I Singopuran, Kec. Kartosuro Kabupaten Sukoharjo, berdasrkan surat kuasa khusus tertanggal 14 Desember 2010 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 31 Januari 2011.

3) HHM disebut sebagai Terlawan III, bertempat tinggal Jl. Kutai Utara No. 4 Rt. 008, Rw. 007, Kel. Sumber, Kec. Banjarsari, Surakarta, dalam hal ini dikuasakan kepada Abdul Baki, SH dan Sofyan, SH yang kesemuanya Advokat yang beralamat kantor di Perumahan Intan Makmur No. 01 Rt.06 Rw. I Singopuran, Kec. Kartosuro Kabupaten Sukoharjo, berdasrkan surat kuasa khusus tertanggal 14 Desember 2010 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 31 Januari 2011.

(47)

commit to user

33

3. Duduk Perkara

Pelawan dalam surat gugatan perlawanannya tertanggal 27 Oktober 2010 yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 29 Oktober 2010 dengan Nomor perkara 188/Pdt. Plw/2010/PN. Ska, telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Pelawan adalah pemilik sah tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya dengan Sertifikat Hak Milik No. 04125, luas 370 M2, letak di Desa Donohudan Kec. Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Surat Ukur No. 001661 Donohudan 12007, atas nama SS (Pelawan), dan tanah beserta bangunan yang berdiri diatasnya dengan sertifikat Hak Milik No. 04126, Luas 630 M2, letak di Desa Donohudan, Kec. Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Surat Ukur No. 001671 Donohudan 12007, atas nama SS (Pelawan).

b. Pelawan memperoleh hak milik atas tanah a quo berdasarkan pemecahan Hak Milik No. 4088 atas nama VI (Terlawan II), karena jual beli antara Pelawan dengan Terlawan II, sesuai dengan Akte Jual Beli tanggal 05-11-2007 No. 609/JB/NGM/XI/2007, yang dibuat oleh dan dihadapan Sri Suryantini, SH selaku PPAT di Boyolali dan Akte Jual Beli tanggal 14-11-2007 No. 609/JB/NGM/XI/2007.

c. Tanah dan bangunan milik Pelawan tersebut ternyata oleh Terlawan I telah diajukan Sita Jaminan dalam Perkara Perdata No.101/Pdt.G/2007/PN.Ska Jo. No.41/PDT/2009/PT.SMG antara Terlawan I sebagai Penggugat dan Terlawan II sebagai Tergugat I serta Terlawan III sebagai Tergugat II.

d. Pengadilan Negeri Surakarta dengan Penetapannya tertanggal 19 Mei 2008, No.101/Pdt.G/2007/PN.Ska dengan dibantu oleh Pengadilan Negeri Boyolali dengan Penetapannya No.2/Del/Pen.Pdt.G/2008/ PN.Bi, telah melaksanakan Sita Jaminan atas tanah dan bangunan milik Pelawan yang berasal dari Hak Milik No. 4088 atas nama Terlawan II, yang telah dipecah menjadi Hak Milik No. 04125, luas 370 M2, letak di Desa Donohudan, Kec. Ngemplak,

Referensi

Dokumen terkait

Forum asisten merupakan sebuah organisasi yang dibentuk oleh lembaga STMIK Amikom Purwokerto yang bertugas untuk membantu dosen dalam kegiataan praktikum yang ada di STMIK

Porositas bata ringan hasil percobaan lebih besar yaitu 34,43 % bila dibandingkan dengan yang ada dipasaran 19,57-26,45 %, hal ini dikarenakan pada bata ringan

Sehubungan akan di adakanya registrasi mahasiswa baru Universitas Negeri Semarang, dengan ini Himpunan Mahasiswa Profesi Teknik Mesin (HIMPRO) mengadakan

Gambar 4.3 Perbandingan Daya Saat Pembebanan Terhadap Rugi-rugi dan EfisiensiTD 2 Beban tertinggi Malam

Latihan isotonik 3 kali seminggu selama 4 minggu dapat meningkatkan kemampuan fungsional dan kekuatan otot abduktor, adduktor panggul dan kuadrisep femoris pada

Tugas Akhir ini dibandingkan besar nilai efisiensi transformator tiga fasa dengan.. belitan tersier dan transformator tiga fasa tanpa belitan

Intelegensi itu akan lebih baik bila didukung lagi oleh faktor lain, misalnya siswa memiliki keterampilan akademik berupa keterampilan berkomunikasi reseptif (menyimak dan

Diferensiasi (manajer operasi diminta untuk menciptakan barang dan jasa yang satu lebih baik atau paling tidak berbeda dengan yang lain).. Kepemimpinan Biaya (harga lebih