• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik komunikasi terjadi pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan, himbauan, permohonan, saran, usul, bahkan perintah. Proses komunikasi tersebut memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menerima informasi bahkan membangun persepsi terhadap suatu hal.

Saat berkomunikasi kita tidak hanya melakukan komunikasi secara verbal namun juga secara nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata (verbs), baik lisan maupun tulisan. Ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal. Pertama, bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh. Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita keluar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat nonverbal. Ketiga, komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal. Melalui komunikasi verbal kita mengomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak.

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik. Komunikasi nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting daripada apa yang kita katakan. Ucapan atau ungkapan klise seperti “Sebuah gambar sama nilainya dengan seribu kata” menunjukkan bahwa alat-alat indera yang kita gunakan untuk menangkap isyarat-isyarat nonverbal sebetulnya berbeda dari hanya kata-kata yang kita gunakan. Salah satu dari beberapa alasan yang dikemukakan oleh Richard L. Weaver II (1993) bahwa kata-kata pada umumnya memicu salah satu sekumpulan alat indera seperti

(2)

pendengaran, sedangkan komunikasi nonverbal dapat memicu sejumlah alat indera seperti penglihatan, penciuman, dan perasaan. Sejumlah alat indera yang terangsang tampaknya orang akan merespon isyarat-isyarat nonverbal secara emosional, sedangkan reaksi mereka kepada hanya kata-kata lebih bersifat rasional.

Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak membaca pikiran-pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

Cara kita berdiri, cara kita berjalan, gaya yang kita tampilkan saat kita mengangkat bahu kita, mengernyitkan dahi kita, menggoyangkan kepala kita dan sebagainya itu tentu saja adalah komunikasi. Kita tidak perlu untuk melakukan suatu tindakan yang khusus untuk melakukan semua itu.

Kita juga dapat dikatakan melakukan komunikasi nonverbal melalui pakaian yang kita gunakan, mobil yang kita kendarai, atau kantor yang kita tempati. Memang benar, bahwa yang dikomunikasikan mungkin kurang akurat, namun demikian mau tidak mau tetap saja ada yang dikomunikasikan melalui cara itu. Menurut Birdwhistell tidak lebih dari 30%-35% makna sosial percakapan atau interaksi dilakukan dengan kata-kata, dan sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal(www.kursikayu.com).

Komunikasi nonverbal sangat penting dikarenakan komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan memperjelas atau melengkapi komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal juga merupakan penggambaran emosi yang tidak dapat diungkapkan dalam komunikasi verbal. Hal itu dikarenakan komunikasi nonverbal tidak dapat dipisahkan (saling berkaitan) dengan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal dapat digunakan kapan saja dan oleh siapa saja termasuk orang-orang yang memiliki kelainan fisik serta saat seseorang itu sulit mengungkapkan perasaan melalui komunikasi verbal.

Sejak lahir hingga akhir hayat manusia, komunikasi nonverbal merupakan sistem simbol yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bayi mulai memahami kata-kata ketika umur 6 bulan. Akan tetapi, sebelum usia tersebut sebenarnya ia sudah mengerti komunikasi nonverbal. Walaupun komunikasi

(3)

nonverbal bersifat omnipresent (ada di mana-mana), namun ia merupakan resep penting dalam interaksi manusia.

Perilaku nonverbal dalam suatu situasi interaksi selalu mengomunikasikan sesuatu. Kita tidak mungkin tidak bertingkah laku, dan karenanya kita tidak mungkin tidak mengomunikasikan sesuatu. Apapun yang kita lakukan atau tidak kita lakukan, dan apakah tindak-tanduk kita disengaja atau tidak disengaja, perilaku nonverbal kita mengomunikasikan sesuatu. Misalnya seorang mahasiswa memandang hampa ke luar jendela selama dosen mengajar mengomunikasikan isyarat kepada sang dosen bahwasanya kita mengatakan “Saya jemu.” Tetapi, sadarilah perbedaan penting antara pernyataan nonverbal dan pernyataan verbal. Mahasiswa yang memandang keluar jendela ketika dosen bertanya “Mengapa kamu jemu?.” selalu dapat mengelak dengan mengatakan bahwa ia tiba-tiba tertarik oleh sesuatu di luar. Tetapi, mengatakan “Saya jemu” merupakan pesan yang jauh lebih jelas. Jadi, semua perilaku nonverbal betapapun kecilnya sangatlah penting. Setiap perilaku itu mempunyai makna; masing-masing melakukan komunikasi (DeVito, 2011).

Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan Perguruan Tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Dari pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan Perguruan Tinggi yang diharapkan menjadi calon-calon intelektual.

Mahasiswa menurut peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di Perguruan Tinggi tertentu. Sedangkan menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Selanjutnya, guru/dosen adalah seseorang profesional yang mengelola kelas serta membimbing siswa di lingkungan sekolah. Guru/dosen dituntut untuk memiliki kompetensi selain mengajar juga melakukan penelitian. Menurut UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat empat kompetensi guru/dosen,

(4)

yaitu kompetensi mengajar (pedagogik), kompetensi kepribadian (personalitas), kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang pendidik juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.

Departemen Ilmu Komunikasi merupakan salah satu jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Departemen ini pertama kali dibuka di FISIP USU pada tahun 1983 dengan nama Jurusan Ilmu Komunikasi. Dalam proses pengembangannya pada tahun 1994-1997 Jurusan Ilmu Komunikasi membuka dua program studi yaitu program studi Public Relations (Humas) dan program studi Jurnalistik (Komunikasi Massa).

Pada tahun ajaran 2001/2002, berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 2162/ J05/TU/2001 Departemen Ilmu Komunikasi membuka Program Ektensi Ilmu Komunikasi. Setelah berhasil membuka Program Ekstensi, pada tahun ajaran 2004/2005 Departemen Ilmu Komunikasi membuka Program Reguler Mandiri (fisip.usu.ac.id).

Departemen Ilmu Komunikasi sebagai salah satu Depatemen yang ada di FISIP USU, memiliki ratusan mahasiswa serta puluhan dosen yang datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Banyak faktor yang melatarbelakanginya seperti faktor budaya, suku maupun agama. Setiap harinya mereka berinteraksi baik secara verbal maupun nonverbal. Mahasiswanya setiap hari berinteraksi dengan dosen-dosen pengajar yang berpengalaman dalam proses komunikasi baik secara teori maupun terapan. Di dalam kegiatan belajar mengajar, seorang dosen pastilah banyak melakukan komunikasi nonverbal. Dan komunikasi nonverbal para dosen itupun dipersepsikan beragam oleh setiap mahasiswa.

Terkadang tanpa sadar dosen mengeluarkan isyarat-isyarat tertentu dengan gerakan tubuhnya, ekspresi wajah, maupun tekanan suara yang tidak mampu diartikan oleh para mahasiswa. Meskipun tidak secara langsung berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar, namun tidak dapat dipungkiri pula bahwa hal itu berpengaruh dalam terciptanya komunikasi yang efektif. Komunikasi nonverbal biasanya mencerminkan tentang kondisi emosional seseorang. Komunikasi nonverbal juga dapat mewakili pesan-pesan yang akan disampaikan oleh komunikator. Demikian juga terhadap para

(5)

dosen-dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. Ada suatu masa mungkin mereka akan lebih nyaman untuk menyampaikan suatu pesan di dalam kelas lewat komunikasi nonverbalnya seperti gerakan kepala, tatapan mata, ekspresi wajah, dan sebagainya. Atau bisa jadi seorang dosen merasa dalam kondisi tidak nyaman akibat tekanan-tekanan dari luar, kekhawatiran akan suatu hal, dan hal ini terbawa hingga ke dalam kelas.

Sebagai seorang dosen khususnya dosen Ilmu Komunikasi harus sadar dan wajib mengetahui akan pentingnya komunikasi nonverbal ini. Hal ini dianggap penting karena dosen Ilmu Komunikasi tentunya telah melewati dan lebih paham apa yang dikatakan dengan komunikasi nonverbal. Sebab bentuk komunikasi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan mereka bekerja.

Di samping itu, sebagai seorang dosen khususnya dosen Ilmu Komunikasi harus mampu melakukan komunikasi nonverbal untuk menciptakan kesan yang baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam kehidupannya sehari-hari di kampus. Misalnya dengan memerhatikan penampilan, menjaga emosi, mengatur ekspresi wajah, gerakan tubuh dan lain sebagainya. Dosen juga harus pandai mengatur cara berinteraksi dengan baik.Tindakan nonverbal baik disengaja ataupun tidak dapat memberikan petunjuk mengenai bagaimana dosen itu dinilai dan dipandang oleh mahasiswanya, misalnya bagaimana seseorang dosen memulai perkuliahan dan mengakhiri perkuliahan atau kemampuan dosen melihat komunikasi nonverbal mahasiswa saat proses belajar mengajar berlangsung. Seorang dosen yang harus dapat mengesampingkan kehidupan pribadinya saat sedang mengajar mahasiswanya. Seorang dosen bermain peran dengan menutupi keadaan kehidupan pribadinya seberat apapun masalah yang sedang dihadapi demi tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar. Hal semacam itu tentunya membawa kesan-kesan tersendiri yang tercermin lewat gerak-gerik sang dosen. Gerak-gerik atau bahasa tubuh inilah yang kemudian akan dipersepsikan oleh mahasiswa sehingga tanpa mengatakannya pun, mahasiswa diharapkan tahu apa yang sedang dialami dosen atau apa yang sebenarnya ingin disampaikan dosen.

(6)

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap objek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.

Mungkin ketika dosen meninggikan tekanan suaranya pada siang hari, sebagian mahasiswa menganggap dosen itu sedang marah. Namun sebagian mahasiswa lainnya beranggapan bahwa mungkin dosen tersebut sedang berusaha membangunkan dirinya, atau ada yang beranggapan bahwa dosen sedang dalam tekanan, dan masih banyak lagi persepsi lain. Namun berdasarkan stimuli inderawi yang ditangkap oleh para mahasiswa, hal tersebut belum tentu sesuai dengan apa yang dimaksudkan dosen. Inilah persepsi itu. Persepsi dari setiap mahasiswa berbeda-beda dalam menangkap makna dibalik kerasnya suara dosen dalam menerangkan pelajaran siang itu. Apa yang dimaksudkan dosen belum tentu sama dengan persepsi mahasiswa.

Oleh karena itu, bagaimana persepsi mahasiswa terhadap komunikasi nonverbal dosen sangat penting. Persepsi akan mempengaruhi sikap mahasiswa terhadap pesan nonverbal dari dosen. Demikian pentingnya persepsi, apalagi mengingat bahwa manusia adalah mahluk yang selalu ingin tahu dan selalu mencari. Penafsiran lewat persepsi adalah salah satu bentuk naluri manusia. Dalam hal ini, untuk itulah peneliti tertarik melakukan penelitian ini.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana persepsi mahasiswa tentang komunikasi nonverbal dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU?”

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang gambaran komunikasi nonverbal dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi nonverbal dari dosen di Departemen Ilmu Komunikasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan

menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun mahasiswa lain, khususnya mengenai komunikasi nonverbal.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi referensi bagi yang membutuhkan informasi yang lebih mendalam mengenai komunikasi nonverbal.

Referensi

Dokumen terkait

wilayah di Indonesia dengan karakterisktik dan fungsi dari masing-masing benteng yang berbeda satu sama lain. Keberadaan benteng-benteng kolonial tersebut secara

Yaitu kelima skripsi diatas membahas mengenai dampak media sosial bagi remaja pada masa-masa pembelajaran serta mahasiswa pada proses interaksi dan fokus pada

Demikian juga pada umur 16 bulan perlakuan pupuk kandang 2 kg dan bokashi 2 kg tidak berbeda nyata terhadap persentase tumbuh tanaman, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda

1. Tidak melampirkan spesifikasi teknis barang X-RAY MULTIMETER. Tidak Melampirkan/tidak memiliki Dukungan Pabrikan/Distributor/Agen resmi untuk barang X-RAY

Kemudian menurut Rini (dalam Anthony, 1992: 22 terjemahan Rita Wiryadi) karakteristik orang yang percaya diri secara proporsional diantaranya adalah: percaya

30 menit sebelum datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa pasien mengalami kejang, kejang berlangsung selama 5 menit, kejang terjadi di sebagian tubuh pasien yaitu tangan

Untuk mendukung hal tersebut, Analisis Kondisi Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Proyek Konstruksi Menuju Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun

Data yang dikumpulkan terdiri atas data pengeluaran program pada tingkat pusat yaitu dari Kementerian dan Lembaga, data sub nasional yang diperoleh dari 8 provinsi yang meliputi