• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL YANG DIBERIKAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL YANG DIBERIKAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL YANG DIBERIKAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI INSTALASI

RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT Linda Permatasari1 Aat Sriati1 Metty Widiastuti2

1

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat

2

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

ABSTRAK

Sampai saat ini penanganan skizofrenia belum memuaskan dan salah satu penyebabnya adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Dukungan sosial yang diberikan keluarga terhadap penderita skizofrenia menjadi hal penting dalam proses penyembuhan penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang merupakan hasil pengembangan dari teori Smet (1994:136), kepada 96 orang dari keluarga penderita skizofrenia. Dari pengumpulan data tersebut didapatkan hasil bahwa sebagian responden 48.96% memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia dan sebagian responden 51.04% tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan emosional menjadi persentasi tertinggi keluarga tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia.

Kata Kunci : Dukungan Sosial, Keluarga, Skizofrenia, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

ABSTRACT

Until recently the treatment of schizophrenia has not been satisfying, the causing factor is due to nescience from family to treat patient at home. Social support from family to schizophrenia patient became important matter in the healing process. This research purpose is to study the social support given from family in the treatment process of schizophrenia patient in Ambulatory Installation of Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Data collection conduted using questionnaire, which is the developed result of Smet theory (1994:136), to 96 persons from schizophrenia patient’s family. Research results showed half amount of the respondents 48.96% provide social support in the treatment of patients with schizophrenia and half amount of the respondents 51.04% did not provide social support in the treatment of

(2)

patients with schizophrenia. Emotional support give the highest percentage of family not to give social support in the treatment of patients with schizophrenia.

Keywords : Social Support, Family, Schizophrenia, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan menganggu relasi sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain, (Arif, 2006).

Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 – 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia, (Sosrosumihardjo, 2000, dalam Arif, 2006). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Alma Lucyati, penderita gangguan jiwa di Jawa Barat tahun 2011 masih tertinggi secara nasional. Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan angka mencapai 20% atau lebih besar dari angka rata-rata nasional 11,6% atau sekitar 19 juta orang mengalami gangguan jiwa, (http://www.seputar-indonesia.com, 2011). Pada dasarnya penderita gangguan jiwa

(3)

kronis tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri misalnya kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi, (Keliat, 1992). Peran perawat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan, informasi dan dukungan kepada penderita serta keluarga mengenai apa yang dibutuhkannya dalam pemenuhan perawatan diri sehingga penderita mampu melaksanakan perawatan mandiri. Perawat dapat menggunakan hubungan mereka dengan penderita untuk memberikan dukungan sosial yang ditujukan untuk membantu penderita menanggulangi masalah dan secara tidak langsung mendorong penderita untuk mencari sumber dukungan sosial lain, (Charles, 1997).

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya, (Cohen & Syme, 1996:241, dalam Setiadi, 2008). Individu yang mendapat dukungan sosial terbukti lebih sehat daripada individu yang tidak mendapat dukungan sosial, (Buchanan, 1995). Knisely dan Northouse (1994) dalam Videbeck (2008) juga mengungkapkan dengan meminta serta menerima dukungan sosial ketika penderita membutuhkan merupakan langkah vital dalam proses penyembuhan. Dukungan sosial yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang dihadapi.

Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun anggota keluarga tidak selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi

(4)

bagian penting dalam penyembuhan, (Kumfo, 1995, dalam Videbeck, 2008). Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah, (Keliat, 1992).

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga, (Keliat, 1992). Disinilah dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam memberikan perawatan pada penderita skizofrenia, karena dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah semangat hidupnya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, penderita gangguan jiwa skizofrenia semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini terlihat dari jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2010 berjumlah 12033 orang dan bertambah pada tahun 2011 menjadi 13967 orang. Skizofrenia menempati urutan tertinggi dalam sepuluh besar diagnosa Rumah Sakit

(5)

Jiwa Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dengan kunjungan pasien di instalasi rawat jalan berjumlah 11206 orang dimana jumlah pasien skizofrenia hebefrenik 5951 orang, skizofrenia residual berjumlah 3800 orang, skizofrenia paranoid berjumlah 942 orang, skizofrenia hebefrenik kronik berjumlah 424 orang, skizofrenia paranoid kronik berjumlah 51 orang, skizofrenia ketatonik berjumlah 22 orang, skizofrenia tak terinci 12 orang, skizofrenia berjumlah 2 orang, sisanya untuk skizofrenia YTT berjumlah 1 orang dan skizofrenia residual kronik berjumlah 1 orang, (Rekam Medik RSJ Prov. Jawa Barat, 2012).

Dari hasil wawancara peneliti dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, didapatkan data enam dari delapan keluarga penderita skizofrenia tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan pada penderita. Beberapa keluarga mengatakan merasa terbebani dengan kondisi seperti ini dan merasa penderita tidak memiliki harapan untuk sembuh. Hampir semua penderita yang diwawancarai oleh peneliti mengatakan lebih dari satu kali menjalani rawat inap di rumah sakit. Dari hasil wawancara juga ditemukan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit penderita dan cara melakukan perawatan yang seharusnya pada penderita skizofrenia di rumah. Beberapa penderita lebih senang berdiam diri di rumah, seperti tidur dan melamun daripada melakukan aktifitas diluar rumah. Penderita juga tidak terbuka dengan permasalahan yang dihadapinya.

Dari beberapa uraian diatas yang dikemukakan oleh peneliti yaitu bahwa penderita skizofrenia yang mendapatkan dukungan sosial yang diperoleh dari

(6)

keluarga mempunyai kesempatan berkembang kearah positif secara maksimal, sehingga penderita skizofrenia akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal. Dengan dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia yang seimbang diharapkan baginya agar dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh dan memperkecil kekambuhannya. Maka diambillah judul penelitian “Gambaran Dukungan Sosial yang Diberikan Keluarga dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan khusus pada penelitian ini untuk mengidentifikasi dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian dan dukungan emosional yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia dan sub variabel penelitian ini adalah dimensi yang terdapat pada dukungan sosial yaitu : (1) dukungan instrumental, (2) dukungan informasi, (3) dukungan penilaian, dan (4) dukungan emosional. Dukungan sosial pada penelitian ini adalah bagaimana dukungan sosial

(7)

yang diberikan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita skizofrenia dalam merawat penderita. Keluarga memiliki hubungan darah atau ikatan perkawinan dan tinggal serumah dengan penderita skizofrenia.

Populasi pada penelitian ini adalah keluarga dari penderita skizofrenia yang mendampingi penderita berobat ke Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang berjumlah 934 orang dengan menggunakan teknik consecutive sampling didapatkan jumlah sampel dalam kurun waktu satu bulan sebanyak 96 orang.

Untuk menggali mengenai dukungan sosial yang diberikan keluarga pada penderita skizofrenia digunakan kuesioner yang merupakan hasil pengembangan dari teori Smet (1994:136) mengenai bentuk-bentuk dukungan sosial dengan menggunakan skala likert. Pada uji validitas dan uji reliabilitas instrumen penelitian, jumlah pernyataan yang valid dan reliabel pada kuesioner adalah sebanyak 22 pernyataan terdiri dari 19 pernyataan posotif dan 3 pernyataan negatif dengan nilai R-Alpha sebesar 0.860.

Responden diminta untuk memberikan responnya pada 4 penilaian berskala ordinal yaitu 1 = tidak pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = sering, 4 = selalu, dengan memberikan tanda √ (ceklis) pada kolom yang tersedia.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan informed concent kepada petugas yang berada di ruang amnanesa (perawat), kemudian peneliti melihat status pasien. Pasien yang dipilih oleh peneliti adalah pasien yang menderita skizofrenia, kemudian pasien beserta keluarganya dipanggil untuk memasuki ruang amnanesa,

(8)

keluarga yang sesuai dengan kriteria yang peneliti harapkan menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden. Peneliti menjelaskan cara-cara pengisian kuesioner dan apabila responden sudah mengerti lalu peneliti menanyakan kesediaannya untuk mengisi kuesioner (bersedia atau tidak responden tetap mengisi informed concent dilembar kuesioner). Setelah itu, peneliti membagikan kuesioner yang akan diisi oleh responden. Selama pengisian kuesioner, responden akan didampingi oleh peneliti, sehingga ketika ada hal-hal yang membingungkan responden akan segera dapat dijelaskan oleh peneliti.

Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, membuat lembaran kartu kode, processing, kemudian data ditabulasi untuk mendapatkan skor dari jawaban responden berdasarkan item pernyataan yang menggunakan skala likert dengan menggunakan gradasi scoring, selalu, sering, jarang, tidak pernah. Untuk setiap pernyataan, responden akan diberi skor sesuai dengan nilai skala katagori jawaban yang diberikannya. Skor dari setiap pernyataan kemudian diubah ke dalam skala interval. Skor responden pada setiap pernyataan kemudian dijumlahkan sehingga merupakan skor responden pada skala sikap, (Azwar, 2011). Salah satu skor standar yang digunakan dalam skala model Likert adalah skor T, yaitu:

(9)

Selanjutnya dilakukan penentuan skor dengan kriteria:

1. Skor T ≥ 50, maka dukungan sosial dikatagorikan keluarga mendukung dalam perawatan penderita skizofrenia (favorable).

2. Skor T < 50, maka dukungan sosial dikatagorikan keluarga tidak mendukung dalam perawatan penderita skizofrenia (unfavorable).

Setelah itu data dikelompokkan kedalam masing-masing kategori subvariabel dari responden dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi relatif atau f (%), (Steven, 2005) :

Selanjutnya dari persentasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut : 0% : Tidak seorangpun dari responden

1% - 19% : Sangat sedikit responden 20% - 39% : Sebagian kecil dari responden 40% - 59% : Sebagian responden

60% - 79% : Sebagian besar dari responden 80% - 99% : Hampir seluruh responden 100% : Seluruh responden

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari pengambilan data digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial yang Diberikan Keluarga dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa 51.04% dinyatakan sebagian responden tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia. Dari hasil yang diperoleh, responden yang tidak mendukung lebih besar dibandingkan responden yang mendukung, tetapi perbedaan jumlah responden yang tidak mendukung dengan yang mendukung dalam perawatan penderita skizofrenia tidak begitu signifikan dan terlihat cenderung seimbang. Dimana hasil penelitian menunjukkan dukungan emosional (57.29%) menjadi persentasi tertinggi keluarga tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia, kedua pada dukungan informasi (53.13%), dan ketiga pada dukungan penilaian (51.04%).

Dari interpretasi hasil yang sudah disebutkan bahwa dari 96 responden, sebanyak 49 responden (51.04%) dikategorikan tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

Kategori F %

Mendukung 47 48.96

Tidak Mendukung 49 51.04

(11)

menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996:241). Menurut Smet (1994:136) dalam Setiadi (2008) setiap bentuk dukungan sosial yang diberikan keluarga mempunyai 4 bentuk dukungan antara lain: dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian dan dukungan emosional. Dimana keempat bentuk dukungan ini memiliki peran penting dalam proses penyembuhan penderita skizofrenia.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial yang diberikan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres, (Setiadi, 2008). Knisely dan Northouse (1994) dalam Videbeck (2008) juga mengungkapkan dengan meminta serta menerima dukungan sosial ketika penderita membutuhkan merupakan langkah vital dalam proses penyembuhan. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan klien gangguan jiwa. Walaupun anggota keluarga tidak selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, mereka paling sering menjadi bagian penting dalam penyembuhan, (Kumfo, 1995, dalam Videbeck, 2008).

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa responden yang tidak memberikan dukungan sosial lebih besar dibandingkan responden yang memberikan dukungan sosial. Dukungan emosional menjadi persentasi pertama keluarga tidak memberikan dukungan sosialnya dalam perawatan penderita skizofrenia. Hal ini bisa disebabkan

(12)

karena faktor dari pemberi dukungan dan faktor dari penerima dukungan, seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya, (Sarafino, 2004).

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa keluarga masih belum memahami tentang dukungan emosional, dukungan informasi, serta dukungan penilaian. Hal ini dikarenakan, keluarga masih belum memahami cara memperlakukan serta merawat penderita skizofrenia. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga, (Keliat, 1992).

Dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini, bukan hanya tanggung jawab pihak lembaga kesehatan semata, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Keluarga dan masyarakat, agar tidak memberikan stigma negatif dan mendiskrimisi seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Mereka juga memiliki hak hidup layaknya orang normal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sosial dari berbagai pihak agar mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita skizofrenia.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan bahwa sebagian responden 48.96% memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita

(13)

skizofrenia dan sebagian responden 51.04% tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia. Sebagian responden 57.29% dikategorikan tidak memberikan dukungan emosional dalam perawatan penderita skizofrenia, sebagian responden 53.13% dikategorikan tidak memberikan dukungan informasi dalam perawatan penderita skizofrenia, sebagian responden 51.04% dikategorikan tidak memberikan dukungan penilaian dalam perawatan penderita skizofrenia, sedangkan sebagian responden 51.04% dikategorikan memberikan dukungan instrumental dalam perawatan penderita skizofrenia. Dukungan emosional menjadi persentasi tertinggi keluarga tidak memberikan dukungan sosial dalam perawatan penderita skizofrenia.

SARAN

1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Disarankan kepada Instansi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk mengadakan pelayanan kesehatan terhadap keluarga yang datang ke rawat jalan mendampingi penderita skizofrenia berobat, pelaksanaan dapat dilakukan dengan dengan memberikan penyuluhan kepada keluarga terkait pengaruh dukungan sosial terhadap kesehatan jiwa penderita skizofrenia serta melakukan pembinaan dan pemberdayaan kesehatan keluarga dan penderita skizofrenia.

2. Bagi Perawat

Pada penelitian ini, terlihat bahwa banyak keluarga yang belum memahami cara memperlakukan penderita skizofrenia di rumah, maka disarankan kepada perawat

(14)

untuk memberikan pembinaan pada keluarga penderita skizofrenia dengan cara konseling dan pendidikan mengenai dukungan sosial yang diberikan keluarga baik secara dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penilaian dan dukungan emosional serta meningkatkan pemberdayaan kesehatan keluarga dan penderita skizofrenia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dalam penelitian ini menyinggung beberapa hal yang mempengaruhi dukungan sosial, maka disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan untuk membahas faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial yang diberikan keluarga dalam perawatan penderita skizofrenia.

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, H. 1994. Dasar - Dasar Statistika Terapan. Program Pasca Sarjana. Bandung : Universitas Padjadjaran.

Arif, I.S. 2006. Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika Aditama.

Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Buchanan, J. (1995). Social support and schizophrenia: A review of the literature. Archives of Psychiatric Nursing.Vol. IX, No. 2:68-76. Available at : http://www.sciencedirect.com.ezp01.library.qut.edu.au/science/article/pii/S088 3941795800034 (diakses 18 November 2011).

Charles, A. 1997. Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta : EGC.

Haryudi dan Ulfah. 2011. Gangguan Jiwa di Jabar Tertinggi. Available at :

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/434822/ (diakses 29 Januari 2011).

(15)

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Keliat, B.A. 1992. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC.

Sarafino, E.P. 2004. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions Third Edition. New York : John Willey and Sons.

Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu. Steven, P. 2005. Pengantar Riset : Pendekatan Ilmiah Untuk Profesi Kesehatan.

Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Preparing the RSpec environment (Simple) 10 Refactoring specifications and classes (Simple) 15 Making specs more concise (Intermediate) 16 Handling exceptions (Intermediate)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN ILMU.. PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN

Proses wawancara sendiri merupakan proses tanya jawab kepada narasumber secara langsung dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai proses konservasi preventif

Busana yang tetap mengikuti pakem (aturan) salah satu budaya lokal yaitu Jawa tetapi tidak menyimpang dari aturan berbusana umat Islam tersebut dikonsumsi oleh para

Adapun tujuan dari PERFIKI adalah: (1) ikut serta mencerdaskan bangsa, (2) membantu pemerintah dengan menyebarluaskan informasi pembangunan melalui pertunjukan film,

Then her face fell, and Drew realized she looked just as ill as he felt. Her skin was pale, the

Setelah kita memahami apa yang telah di paparkan di atas,kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa bahasa itu tidak terlepas dari yang namanya tata ejaan dan tanda baca.dan

yang disampaikan secara online melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk paket kegiatan: Pada hari ini Senin Tanggal Dua Puluh Lima Bulan Juni Tahun Dua Ribu Dua