• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN

TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

Effects of Nitrogen Management on Yield of Various Types of Rice Cultivars

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan hara N terhadap peningkatan hasil padi varietas unggul telah dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, University Farm IPB, Bogor, pada bulan Mei sampai bulan September 2011. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah 5 pengelolaan hara N yaitu dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi (pupuk dasar =Pd, anakan aktif = Aa, primordia =Pr, awal pembungaan= Ap) : N0 = tanpa pupuk N; N1 = 75 : 25 Pd, 25 Aa, 25 Pr; N2 = 100 : 25 Pd, 40 Aa, 35 Pr; N3 = 125: 25 Pd, 50 Aa, 30 Pr, 20 Ap; N4 = 150 : 25 Pd, 60 Aa, 40 Pr, 25 Ap. Sebagai anak petak adalah varietas padi yaitu Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan hara N secara nyata meningkatkan hasil. Pemupukan dosis 125 kg N/ha dapat meningkatkan hasil gabah kering giling (GKG) pada varietas Ciherang, Maro, dan B11143. Pandan Wangi mencapai hasil GKG tertinggi pada dosis 100 kg N/ha. Terdapat korelasi positif antara kandungan dan serapan hara N dengan hasil. Varietas Maro pada pemupukan 125 kg N/ha menghasilkan nilai efisiensi penyerapan (87.9%) dan efisiensi agronomi (31 kg GKG/kg N) tertinggi. Kata Kunci : pengelolaan hara, nitrogen, hasil, padi varietas unggul

Abstract

An experiment was conducted at Babakan Experiment Station, University Farm IPB, Bogor, from May until September 2011. The objective of the experiment was to study nitrogen management to increase yield of various types of rice cultivars. A split plot design was used with three replications. The main plot was 5 nitrogen managements based on N rates (kg N/ha) and application times (basal dressing =Bd; active tillering = At; primordia =Pr; early heading= Eh) : N0 = no N; N1 = 75 kg/ha : 25 Bd. 25 At. 25 Pr; N2 = 100 kg/ha : 25 Bd. 40 At. 35 Pr; N3 = 125 kg/ha : 25 Bd. 50 At. 30 Pr. 20 Eh; N4 = 150 kg/ha : 25 Bd. 60 At. 40 Pr. 25 Eh. The subplot was rice varieties/lines selected from experiment II i.e. Pandan Wangi, Ciherang, B11143, and Maro. The result showed that increase in nitrogen fertilization increased yield of all varieties. In the N management study the highest yield was achieved by Ciherang, B11143, and Maro varieties at 125 kg N/ha, while Pandan Wangi at 100 kg N/ha. There was a positive correlation between yield and nitrogen absorbed and content. Maro at nitrogen fertilization 125 N/ha showed the highest absorption and agronomy efficiency (87.9% and 31 kg grain/kg N, respectively).

(2)

Pendahuluan

Keunggulan potensi hasil pada padi varietas unggul belum sepenuhnya dapat dicapai, sehingga diperlukan upaya untuk dapat meningkatkan hasil aktual sesuai atau mendekati potensi hasil. Pada padi, hasil biji adalah produk hasil biomas dan indeks panen. Perbaikan produksi biomas atau indeks panen atau keduanya dapat meningkatkan hasil (Wu et al. 2008). Menurut Wei et al. (2007) produksi dan akumulasi biomas tanaman secara nyata dipengaruhi oleh penyerapan dan penggunaan N dan kemampuan akumulasi biomas dari tahap pertengahan sampai akhir pertumbuhan. Pemupukan N dapat meningkatkan hasil padi varietas unggul.

Pemupukan merupakan salah satu input utama dalam produksi padi. Kuantitas dan pengelolaan pupuk secara optimal yang sesuai dengan kebutuhan tanaman akan sangat mempengaruhi hasil. Varietas padi unggul memiliki karakter morfologi dan fisiologi yang dapat mendukung peningkatan laju fotosintesis untuk membentuk dan mengakumulasi biomas yang lebih tinggi dan mendukung ukuran sink yang besar. Dengan demikian diperlukan tahapan pemupukan dengan dosis dan waktu pemberian yang sesuai dengan keunggulan karakter tanaman, sehingga selama tahapan pertumbuhannya ketersediaan N akan sesuai dengan kebutuhan N tanaman.

Menurut Buresh et al. (2006) kebutuhan pupuk N dapat diberikan secara

merata dalam beberapa dosis sesuai kebutuhan tiap tahap pertumbuhan tanaman. Ini akan memperbaiki efisiensi pemupukan karena berkurangnya sebagian dari pupuk yang diberikan pada tahap awal, sehingga menjamin bahwa dosis pupuk cukup untuk memenuhi kebutuhan, khususnya pada tahap kritis yaitu antara pembentukan anakan aktif sampai pembentukan malai. Hasil penelitian Xue et al. (2010) menunjukkan hasil yang lebih tinggi (meningkat 31%) pada perlakuan budidaya efisiensi penggunaan N tinggi yaitu dengan mengatur kebutuhan N berdasarkan jumlah kebutuhan N untuk tanaman pada tahap kritis dibandingkan dengan budidaya tradisional (270 kg N/ha : 60% pupuk dasar, 20% 7 HST, dan 20% tahap inisiasi malai) dan sistem budidaya padi berdaya hasil super (350 – 435 kg N/ha : 50% pupuk dasar, 10 % anakan aktif, 20 % inisiasi malai, 20 % berbunga).

(3)

Berdasarkan karakter fisiologi padi varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan terutama pupuk N, diperlukan pengelolaan hara N yang mendukung kebutuhan N sesuai tahap pertumbuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan hara N terhadap peningkatan hasil padi varietas unggul.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan,

University Farm, IPB, Bogor, pada bulan Mei 2011 sampai bulan Oktober 2011.

Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian, Bogor. Analisis jaringan dilakukan di Laboratorium Marka Molekuler dan Spektrofotometri, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah pengelolaan hara yang merupakan kombinasi antara dosis dan waktu aplikasi pupuk N terdiri atas lima perlakuan pengelolaan hara N (Tabel 48). Sebagai anak petak adalah empat varietas padi yang telah dipilih dari percobaan II berdasarkan hasil yang tertinggi yaitu Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro. Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 60 unit percobaan. Unit percobaan ialah petak berukuran 3 m x 3 m. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati digunakan model matematika sesuai rancangan petak terpisah sebagai berikut :

Yijk = µ + Kk + Ui + δik + Vj + UVij + ∈ijk

Yijk = respon atau nilai pengamatan pada kelompok ke-k pada perlakuan pengelolaan hara N ke-i dan varietas ke-j

µ = nilai tengah umum Kk = pengaruh kelompok ke-k

(4)

δik = pengaruh galat akibat taraf ke-i faktor pengelolaan hara N dalam kelompok ke-k (galat a)

Vj = pengaruh taraf ke-j faktor varietas

UVij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor pengelolaan hara N dan taraf ke-j faktor varietas

∈ijk = pengaruh galat percobaan dari kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor pengelolaan hara N dan taraf ke-j faktor varietas (galat b) Tabel 48 Perlakuan dosis dan waktu aplikasi pupuk N

Waktu pemberian Dosis pupuk N (kg N/ha)

N0 N1 N2 N3 N4

Sebagai pupuk dasar 0 25 25 25 25

Anakan aktif - 25 40 50 60

Primordia - 25 35 30 40

Awal pembungaan - - - 20 25

Total 0 75 100 125 150

Pelaksanaan Percobaan

Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Ukuran petak percobaan ialah 3 m x 3 m. Untuk memisahkan antar petak dibuat pematang lebar 25 cm, sedangkan antar ulangan dibuat dengan lebar 50 cm. Dengan demikian luas seluruh lahan yang digunakan dalam percobaan 67.25 m x 11 m atau 739.75 m2. Bibit hasil persemaian dipindahtanam (transplanting) setelah berumur 21 hari. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm. Bibit ditanam sebanyak satu bibit/lubang. Pemupukan diberikan secara bertahap. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-18, dan KCl. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman diberikan pupuk dengan dosis 200 kg SP18 dan 100 kg KCl per ha. Pemberian pupuk Urea disesuaikan dengan perlakuan pengelolaan hara N, sedangkan pupuk K diberikan sebagai pupuk dasar 50% dan sisanya pada saat primordia (42 HST). Semua pupuk P diberikan saat tanam. Pengairan dilakukan 3 hari setelah tanam. Petakan diairi dengan tinggi genangan 3 – 5 cm. Pada saat pemupukan dan penyiangan kondisi tanah macak-macak setelah tiga hari pemupukan petakan kembali diairi. Pengairan dihentikan pada saat tanaman telah berumur 10 hari menjelang panen. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara optimal, sedangkan penyiangan

(5)

dilakukan dengan menggunakan landak dan cara manual pada saat tanaman umur tiga dan lima minggu setelah tanam.

Variabel Yang Diamati : Kandungan N Tanah

Pengamatan kandungan N tanah dilakukan sebelum percobaan dan setelah panen pada setiap perlakuan. Sampel tanah diambil komposit secara diagonal dengan tiga titik pada setiap petak.

Pertumbuhan dan Komponen Hasil

1. Jumlah Anakan, seluruh anakan (produktif dan tidak produktif) yang terbentuk dihitung dengan interval waktu 10 hari setelah tanam.

2. Persentase anakan produktif dihitung dari nisbah malai terhadap jumlah anakan pada tahap anakan maksimum dikalikan 100%.

3. Luas daun pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji. Pengukuran luas daun menggunakan metode panjang x lebar x 0.75 (koefisien) menurut Yoshida (1976).

4. Bobot kering biomas pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji dengan mengambil 2 contoh tanaman setiap perlakuan.

5. Komponen hasil yang diukur adalah jumlah malai per rumpun tanaman, jumlah malai per m2, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah.

6. Hasil diamati sebagai gabah kering giling (14% kadar air) dari petak ubinan dengan ukuran petak 2 m x 2 m.

Serapan Hara N Tanaman

Serapan hara N tanaman dianalisis pada bagian tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji, dan malai pada saat panen. Kandungan N ditentukan dengan metode Kjeldahl. Serapan hara dihitung berdasarkan persen terhadap bobot kering biomas atau rata-rata serapan masing-masing bagian biomas untuk serapan total. Hara terangkut dihitung dengan mengalikan persen serapan hara dengan bobot kering masing-masing bagian biomas.

(6)

Efisiensi Penggunaan Pupuk N

Penggunaan pupuk N menjadi efisien bila sebagian besar pupuk yang diberikan diserap tanaman yang disebut efisiensi penyerapan (EP) dan ada peningkatan hasil yang besar setiap kg pupuk yang diberikan yang disebut efisiensi agronomis (EA) (Witt et al. 2007). Efisiensi penyerapan dan agronomis dihitung dengan rumus :

Kandungan N tanaman (yang dipupuk N – yang tidak dipupuk N) (kg N/ha) EPN (%) = --- x 100

Pupuk N (kg N/ha)

Hasil gabah (yang dipupuk N – yang tidak dipupuk N) (kg/ha) EAN (kg/kg) = --- Pupuk N (kg N/ha)

Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan. Apabila pada sidik ragam nyata, analisis dilanjutkan dengan uji DMRT menggunakan fasilitas SAS 9.1.

Hasil dan Pembahasan Rekapitulasi Sidik Ragam

Rekapitulasi sidik ragam variabel pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil padi varietas unggul disajikan pada Tabel 49. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hara N dan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N tanah setelah penelitian. Pengelolaan hara N dan varietas memberikan pengaruh interaksi terhadap jumlah anakan tahap anakan maksimum, luas daun per rumpun, bobot kering tanaman, kandungan dan serapan N tajuk dan malai, jumlah gabah per malai, hasil ubinan, dan hasil gabah kering giling. Tidak terjadi interaksi antara pengelolaan hara N dan varietas terhadap persentase anakan produktif, jumlah malai per rumpun dan per m2, persentase gabah isi, bobot 1000 butir, dan indeks panen.

(7)

Tabel 49 Rekapitulasi hasil sidik ragam variabel pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil percobaan pengelolaan hara N dan varietas

Variabel Pengamatan Perlakuan KK (%) Pengelolaan hara N Varietas Interaksi Kandungan N tanah setelah percobaan

Jumlah anakan pada tahap anakan maksimum

Persentase anakan produktif Luas daun per rumpun

- Tahap anakan maksimum - Tahap berbunga

- Tahap pengisian biji Bobot kering tanaman

- Tahap anakan maksimum - Tahap berbunga

- Tahap pengisian biji

ns ** ns ** ** ** ** ** ** ns ** ** ** ** ** ** ** ** ns ** ns * ** * ** * ** 12.16 11.11 14.17 10.80 10.24 12.01 14.17 12.84 13.04 Kandungan N tajuk

- Tahap anakan maksimum - Tahap berbunga

- Tahap pengisian biji Kandungan N pada saat panen

- Kandungan N tajuk - Kandungan N malai Serapan N tajuk

- Tahap anakan maksimum - Tahap berbunga

- Tahap pengisian biji Serapan N pada saat panen

- Serapan N tajuk - Serapan N malai Komponen Hasil

- Jumlah malai per rumpun - Jumlah malai per m2 - Jumlah gabah per malai - Persentase gabah isi - Bobot 1000 butir Hasil - Hasil ubinan - Hasil - Indeks panen ns ** ** ** ** * ** ** ** ** ** ** ** ns ns ** ** ** ns ** ** ns * ns ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** * ** * * ns * ** * * ns ns * ns ns ** ** ns 16.89 14.12 10.92 12.17 7.99 19.75 11.97 12.25 17.66 11.85 11.16 11.16 7.27 4.05 2.77 10.50 10.53 9.75 Keterangan : * = berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%; ** = berpengaruh

sangat nyata menurut uji F pada taraf 1%; tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman.

(8)

Kandungan N Tanah

Tabel 50 menunjukkan hasil analisis kandungan N tanah setelah panen pada setiap perlakuan. Kandungan N tanah setelah panen tidak menunjukkan perbedaan pada tingkat pengelolaan hara N maupun di antara varietas dengan kisaran antara 0.19 – 0.22 (kriteria rendah sampai sedang).

Tabel 50 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tanah Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro Kandungan N tanah (%)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.21 0.20 0.20 0.21 0.21 0.22 0.20 0.20 0.18 0.21 0.20 0.22 0.18 0.20 0.21 0.19 0.20 0.20 0.19 0.20 0.21 0.21 0.20 0.20 0.21 Rataan varietas 0.21 0.20 0.20 0.20 ns

Keterangan : Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Bila dibandingkan dengan kandungan N tanah sebelum percobaan yaitu 0.17 (kriteria rendah), maka pengelolahan hara N dapat meningkatkan kandungan N tanah. Kandungan N tanah selain berasal dari pemupukan juga dapat bersumber dari air hujan, air irigasi, maupun bahan organik tanah yang telah ada dan mengalami proses dekomposisi.

Variabel Pertumbuhan

Jumlah Anakan dan Persentase Anakan Produktif

Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan jumlah anakan dengan meningkatnya dosis pupuk N pada varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 pada tahap anakan maksimum (Tabel 51). Kemampuan pembentukan anakan pada varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 meningkat dengan peningkatan dosis pupuk N sampai 125 kg N/ha. Pembentukan anakan pada varietas Pandan Wangi tidak dipengaruhi oleh peningkatan dosis pupuk N pada semua tahap pertumbuhan. Persentase anakan produktif dipengaruhi oleh varietas. Pandan Wangi dan B11143 mempunyai persentase anakan produktif tertinggi dan berbeda nyata dengan Ciherang dan Maro. Pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha

(9)

meningkatkan ketersediaan N tanah yang dapat diabsorpsi oleh tanaman pada tahap anakan maksimum, sehingga memiliki kemampuan yang sama untuk membentuk anakan sesuai karakter setiap varietas.

Tabel 51 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap jumlah anakan pada tahap anakan maksimum dan persentase anakan produktif

Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro Jumlah anakan per rumpun tahap anakan maksimum Dosis (kg N/ha) dan waktu

aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 11.2 ji 12.5 ji 12.5 ji 12.3 ji 12.5 ji 18.7 ef 19.8 de 21.3 cd 23.0 b 23.2 b 11.0 ji 13.5 hi 13.5 hi 17.0 fg 15.8 gh 19.3 de 22.7 bc 22.7 bc 24.8 a 25.2 a 15.0 C 17.1 B 17.5 AB 19.2 A 19.2 A Rataan varietas 12.2 s 21.2 q 14.2 r 22.9 p

Persentase anakan produktif (%) Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 78.1 80.7 83.2 81.1 84.5 56.9 61.1 66.5 64.8 62.6 77.6 76.9 78.2 74.9 65.2 50.7 61.1 71.1 65.2 64.5 65.8 70.0 74.8 71.5 69.2 Rataan varietas 81.5 p 62.4 q 74.6 p 62.5 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Hasil penelitian pada tahap anakan maksimum menunjukkan dengan meningkatnya dosis N meningkatkan kandungan N tajuk untuk semua varietas dengan nilai lebih dari 1.5%. Kebutuhan N pada tahap anakan maksimum tidak pada kisaran yang dapat menyebabkan penurunan jumlah anakan. Dengan demikian peningkatan kandungan N tanah pada pengelolaan hara N sampai dosis 125 kg N/ha menyebabkan kemampuan tanaman dapat mempertahankan jumlah anakan tetap tinggi sampai tahap pengisian biji menjadi anakan produktif. Peningkatan dosis N meningkatkan ketersedian N tahap awal pertumbuhan digunakan untuk pembentukan anakan. Belum adanya kompetisi dengan organ generatif menyebabkan jumlah anakan dapat meningkat secara nyata.

(10)

Luas Daun per Rumpun

Luas daun per rumpun menunjukkan perbedaan pada pengelolaan hara N dan varietas yang berbeda, luas daun meningkat pada tahap berbunga kemudian menurun pada tahap pengisian biji (Tabel 52). Pada tahap anakan maksimum peningkatan dosis N sampai 100 kg N/ha meningkatkan luas daun per rumpun, tidak berbeda nyata dengan dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha. Pada tahap berbunga dan pengisian biji terjadi peningkatan yang nyata dengan meningkatnya dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha untuk Ciherang, Maro, dan galur B11143. Pada tingkat dosis yang sama, luas daun Pandan Wangi berbeda dengan varietas lainnya.

Tabel 52 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap luas daun pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji

Varietas

Pengelolaan hara N Varietas/galur pengelolaan Rataan

pupuk Pandan

Wangi Ciherang B11143 Maro

Luas daun (dm2/rumpun) tahap anakan maksimum

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 15.3 ab 14.0 bcd 16.0 a 15.3 ab 15.4 ab 9.6 hi 9.6 hi 12.1 defg 12.0 defg 11.6 efg 8.5 i 11.2 fgh 12.8 cdef 12.1 defg 12.9 cdef 10.1 ghi 12.0 defg 13.4 bcde 14.5 abc 13.4 bcde 10.9 B 11.7 B 13.6 A 13.5 A 13.3 A Rataan varietas 15.2 p 11.0 r 11.5 r 12.7 q

Luas daun (dm2/rumpun) tahap berbunga

Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 18.3 cde 21.3 bcd 24.1 ab 26.1 a 21.5 bcd 10.6 h 15.2 ef 20.7 bcd 23.4 ab 23.6 ab 10.1 h 14.5 fg 20.5 bcd 21.4 bcd 22.0 bc 11.4 gh 18.2 de 21.3 bcd 25.7 a 25.7 a 12.6 D 17.3 C 21.6 B 24.1 A 23.2 AB Rataan varietas 22.2 p 18.7 qr 17.7 r 20.5 pq

Luas daun (dm2/rumpun) tahap pengisian biji

Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 14.9 cd 15.5 cd 19.3 ab 20.5 a 19.4 ab 7.6 ef 10.0 e 15.1 cd 15.8 cd 17.3 bc 8.6 e 8.9 e 13.6 d 16.6 bcd 16.0 cd 5.2 f 10.0 e 14.1 d 18.0 abc 19.5 ab 9.1 D 11.1 C 15.5 B 17.7 A 18.1 A Rataan varietas 16.0 p 13.2 q 12.7 q 13.4 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

(11)

Bertambahnya luas daun per rumpun pada tahap berbunga disebabkan oleh meningkatnya jumlah anakan dan peningkatan luas daun dengan meningkatnya dosis N. Ini tampak pada varietas Ciherang, B11143, dan Maro jumlah anakan tertinggi dicapai pada dosis 125 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan dosis 150 kg N/ha (Tabel 51). Peningkatan dosis pada 150 kg N/ha dengan pemberian pupuk terakhir pada awal berbunga menyebabkan varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 mampu mempertahankan luas daun per rumpun tetap tinggi sampai tahap pengisian biji. Perbedaan luas daun pada setiap varietas disebabkan oleh karakter varietas dalam membentuk anakan dan kanopi daunnya. Varietas Maro dan Ciherang yang mempunyai kemampuan membentuk anakan banyak memiliki luas daun yang besar, namun luas daun pada Pandan Wangi lebih besar karena memiliki daun yang lebih panjang dan lebar.

Bobot Kering Tanaman

Tabel 53 menunjukkan pengaruh pengelolaan N dan varietas terhadap bobot kering tanaman pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji. Pada tahap anakan maksimum peningkatan dosis N meningkatkan bobot kering yang nyata pada semua varietas, namun dengan besar peningkatan yang berbeda. Pada tahap anakan maksimum bobot kering tertinggi dicapai oleh varietas Pandan Wangi pada dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha yang berbeda nyata dengan semua varietas. Varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 mencapai bobot kering tertinggi pada dosis 150 kg N/ha. Pada dosis 150 kg N/ha, terjadi perbedaan bobot kering antar varietas.

Bobot kering tertinggi pada tahap berbunga dicapai oleh varietas Pandan Wangi pada dosis 75 kg N/ha dan 125 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan dosis 100 dan 150 kg N/ha. Pada varietas Ciherang dan B11143 pada dosis 150 kg N/ha menghasilkan bobot kering tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan dosis 125 kg N/ha. Varietas Maro pada dosis 125 kg N/ha menghasilkan bobot kering tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan dosis 150 kg N/ha. Hasil ini menunjukkan pada tahap berbunga, peningkatan dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha yang waktu pemberian pupuk terakhir pada awal berbunga dapat meningkatkan bobot kering tanaman. Keadaan ini menyebabkan ketersediaan N

(12)

secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman. Ini sejalan dengan pernyataan Zhang et al. (2010) bahwa akumulasi bobot kering pada tahap berbunga akan meningkat dengan meningkatnya kandungan N.

Tabel 53 Pengaruh pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap bobot kering tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji

Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro Bobot kering (g/rumpun) tahap anakan maksimum

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 17.32 fgh 17.34 fgh 22.74 bcd 26.13 a 24.39 ab 13.72 i 13.15 i 14.92 hi 14.84 hi 15.71 ghi 14.82 hi 14.94 hi 16.84 gh 18.53 efg 19.82 def 14.84 hi 21.61 bcd 21.79 bcd 21.18 cde 23.17 bc 15.17 D 16.76 C 19.07 B 20.17 B 20.77 A Rataan varietas 21.58 p 14.47 r 16.99 q 20.52 p

Bobot kering (g/rumpun) tahap berbunga Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 43.07 defg 69.13 a 61.55 abc 68.91 a 65.07 abc 25.96 h 33.33 fgh 38.75 efg 46.12 def 52.24 cd 30.87 gh 45.37 def 53.01 bcd 61.59 abc 65.76 ab 25.81 h 46.65 de 62.44 abc 70.17 a 67.75 a 31.43 C 48.62 B 53.93 B 61.70 A 62.71 A Rataan varietas 61.55 p 39.28 r 51.32 q 54.56 q

Bobot kering (g/rumpun) tahap pengisian biji Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 54.05 fg 75.29 bc 74.47 bc 83.02 ab 75.45 bc 40.06 h 50.20 g 62.88 ef 67.04 cde 65.00 de 48.68 g 60.04 ef 75.44 bc 86.06 a 82.86 ab 38.73 h 55.38 fg 72.99 cd 87.93 a 84.92 a 45.38 D 60.23 C 71.44 B 81.01 A 77.06 A Rataan varietas 72.46 p 57.04 r 70.62 pq 67.99 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Pada tahap pengisian biji, bobot kering tertinggi dihasilkan pada dosis 125 kg N/ha untuk semua varietas, namun dengan nilai yang berbeda. Nitrogen merupakan faktor penting yang berhubungan dengan hasil seperti pertumbuhan daun, aktivitas fotosintesis, arsitektur kanopi, dan jumlah gabah (Kumura 1995). Diduga dosis 125 kg N/ha dapat meningkatkan aktivitas fotosintesis semua varietas, sehingga menghasilkan bobot kering tertinggi. Hasil penelitian Dong et

(13)

tingkat translokasi N pada batang, daun, dan pelepah daun selama tahap pengisian biji ditingkatkan, dan ini dapat memperbaiki translokasi bobot kering dan indeks panen.

Setelah berbunga dan masuk pada tahap pengisian biji akan diikuti oleh penurunan kapasitas penyerapan N dan akan terjadi mobilisasi N yang tersimpan pada organ vegetatif. Keadaan ini dapat menurunkan bobot kering tanaman karena terjadi kompetisi penggunaan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan malai. Dosis 125 kg N/ha yang pemberian pupuk terakhir pada awal berbunga menyebabkan ketersediaan N meningkat yang diikuti dengan peningkatan bobot kering tanaman sampai tahap pengisian biji. Dengan demikian penambahan dosis N yang diberikan pada awal berbunga mempengaruhi peningkatan bobot kering tanaman.

Kandungan dan Serapan N Kandungan N Tajuk

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dosis pupuk N meningkatkan kandungan N tajuk semua varietas pada tahap anakan maksimum, berbunga dan pengisian biji (Tabel 54). Pada tahap anakan maksimum, kandungan N tajuk tertinggi pada Pandan Wangi dan Ciherang dihasilkan oleh dosis 100 kg N/ha, sedangkan pada galur B11143 oleh dosis 125 kg N/ha, dan pada Maro oleh dosis 150 kg N/ha. Kandungan N tajuk pada tahap anakan maksimum untuk varietas Pandan Wangi (2.18%), Ciherang (2.07%) terjadi pada dosis 100 kg N/ha, untuk galur B11143 (2.23%) pada dosis 125 kg N/ha, dan untuk Maro (2.48%) pada dosis 150 kg N/ha. Menurut Doberman and Fairhurst (2000) tingkat kritis untuk defisiensi N pada tahap anakan sampai inisiasi malai apabila kandungan N daun < 2.5%. Hanada (1995) menyatakan secara aktif kandungan N tanaman di atas 3.5 % akan merangsang pembentukan anakan dan pada kandungan N tanaman 2.5% akan menghambat, pada kandungan yang kurang dari 1.5 % akan menurunkan jumlah anakan. Meskipun kandungan N yang diamati < 2.5%, diduga kebutuhan N semua varietas dapat terpenuhi sesuai kebutuhan karena kandungan N yang diamati adalah N tajuk yang meliputi daun, pelepah daun, dan batang.

(14)

Tabel 54 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji

Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro Kandungan N tajuk (%) tahap anakan maksimum

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 1.35 e 1.68 bcde 2.18 abc 1.59 bcde 1.40 de 1.93 abcde 1.91 abcde 2.07 abcd 2.02 abcde 1.53 bcde 1.47 cde 1.90 abcd 1.52 cde 2.23 ab 2.11 abc 1.34 e 1.56 bcde 1.73 bcde 1.87 abcde 2.48 a 1.58 1.81 1.78 1.93 1.88 Rataan varietas 1.64 1.89 1.85 1.80 ns

Kandungan N tajuk (%) tahap berbunga Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.57 j 0.78 ghi 0.73 hij 0.91 efg 0.76 ghi 0.68 ij 0.96 def 0.91 efg 1.02 cde 1.10 bcd 0.67 ij 0.81 fghi 1.09 bcd 1.19 abc 1.15 abc 0.74 ghi 0.86 efgh 1.08 bcd 1.27 a 1.21 ab 0.67 D 0.85 C 0.95 B 1.10 A 1.06 A Rataan varietas 0.75 r 0.93 q 0.98 pq 1.03 p

Kandungan N tajuk (%) tahap pengisian biji Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.63 h 0.70 gh 0.69 gh 0.97 cd 1.06 bc 0.71 gh 0.88 de 0.91 de 1.06 bc 1.13 b 0.68 h 0.91 de 0.96 cd 1.11 b 1.27 a 0.69 gh 0.75 fgh 0.85 def 0.82 efg 1.10 b 0.68 D 0.81 C 0.85 C 0.99 B 1.14 A Rataan varietas 0.81 r 0.94 q 0.99 p 0.84 r

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Pada tahap berbunga, pengelolaan hara dosis 125 kg N/ha menghasilkan kandungan N tajuk tertinggi untuk varietas Pandan Wangi, B11143, dan Maro, sedangkan Ciherang dihasilkan pada dosis 150 kg N/ha. Menurut Doberman and Fairhurst (2000) pada tahap pembungaan kandungan N optimum pada daun bendera adalah 2.2% – 3%, < 2% berada pada tingkat defisiensi. Varietas Maro, Ciherang, dan galur B11143 mempunyai karakter akar yang kuat dan luas, serta sebagai varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan menyebabkan kandungan N yang lebih tinggi (1.10% – 1.27%) dibandingkan varietas Pandan Wangi (< 1%). Diduga pada kandungan tersebut kebutuhan N dapat terpenuhi

(15)

meskipun kandungan N tajuk < 2%, kandungan N yang diamati adalah N tajuk yang meliputi daun, pelepah daun, dan batang.

Pada tahap pengisian biji, kandungan N tajuk tertinggi dihasilkan oleh pengelolaan hara N dengan dosis 150 kg N/ha untuk semua varietas. Pada dosis tersebut terjadi perbedaan kandungan N antar varietas. Tahap awal pengisian biji, terjadi relokasi N dari organ fotosintesis ke malai dan ini menyebabkan turunnya aktivitas fotosintesis secara perlahan selama perkembangan malai yang sangat cepat untuk menerima fotosintat (Arima 1995). Peningkatan dosis N pada pengelolaan hara N dapat meningkatkan kandungan N tajuk, karena meningkatnya ketersediaan N tanah bagi tanaman dengan penambahan dosis N yang diberikan pada tahap primordia dan awal berbunga. Kemampuan varietas memanfaatkan ketersediaan N pada tahap pengisian biji dengan kandungan N yang tetap tinggi dapat mempertahankan laju fotosintesis. Zhang et al. (2011) menyatakan pemberian N 60% tahap awal dan 40% tahap akhir menyebabkan meningkatnya ketersediaan N pada tahap pertumbuhan akhir yang dapat mempengaruhi metabolisme daun selama pengisian biji.

Kandungan N Tajuk dan Malai Saat Panen

Tabel 55 menunjukkan pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha dapat meningkatkan kandungan N tajuk dan malai saat panen semua varietas. Kandungan N tajuk saat panen tertinggi pada varietas Pandan Wangi dihasilkan pada dosis 125 kg N/ha (0.70%), sedangkan Ciherang, B11143, dan Maro dihasilkan pada dosis 150 kg N/ha (0.64 – 0.75%). Kandungan N malai saat panen tertinggi pada pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha untuk varietas Pandan Wangi dan Maro (1.23% dan 1.10%), sedangkan varietas Ciherang dan galur B11143 dihasilkan dari pengelolaan hara N dengan dosis 150 kg N/ha (1.09% dan 1.18%). Kandungan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Doberman and Fairhurst (2000) yaitu kandungan N rata-rata pada varietas modern pada jerami (0.63%) dan gabah (1.06%). Menurut Marschner (1995) meningkatnya ketersediaan N pada akar akan mempengaruhi kandungan N biji secara langsung melalui translokasi dari organ vegetatif. Dengan demikian

(16)

penambahan dosis N pada awal berbunga dapat meningkatkan kandungan N tajuk maupun N malai saat panen.

Tabel 55 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tajuk dan N malai pada tahap panen

Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan

Wangi Ciherang B11143 Maro

Kandungan N tajuk (%)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.43 gh 0.42 gh 0.44 gh 0.70 ab 0.53 cdefg 0.44 gh 0.44 gh 0.49 fgh 0.58 cdef 0.64 abc 0.49 fgh 0.52 defgh 0.53 cdef 0.63 bcd 0.64 abc 0.40 h 0.41 gh 0.51 efgh 0.63 bcd 0.75 a 0.44 B 0.45 B 0.49 B 0.64 A 0.64 A Rataan varietas 0.50 0.52 0.56 0.54 Kandungan N malai (%) Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.97 fgh 1.05 cdef 1.06 cdef 1.23 a 1.17 abc 0.92 ghi 0.95 ghi 1.02 defg 1.06 cdef 1.09 bcde 0.84 i 0.95 fgh 0.91 ghi 1.06 cdef 1.18 ab 0.90 hi 0.98 efgh 1.08 bcde 1.10 bcd 1.04 def 0.91 C 0.98 B 1.02 B 1.11 A 1.12 A Rataan varietas 1.10 p 1.01 q 0.99 q 1.02 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Serapan Hara N Tajuk

Tabel 56 menunjukkan pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap serapan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji. Serapan hara N tajuk meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk N pada semua varietas. Pada tahap anakan maksimum, serapan hara N tajuk tertinggi diperoleh pada dosis 100 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk lainnya, tetapi berbeda dengan tanpa N. Pada tahap berbunga serapan hara N tajuk pada pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha menghasilkan nilai tertinggi untuk varietas Pandan Wangi, Maro, dan galur B11143, sedangkan varietas Ciherang dihasilkan pada dosis 150 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan 125 kg N/ha. Pada tahap pengisian biji serapan N tajuk tertinggi pada pengelolaan hara N

(17)

dengan dosis 125 kg N/ha dan dosis 150 kg N/ha untuk varietas Pandan Wangi, Ciherang, dan galur B11143, sedangkan Maro diperoleh pada dosis 150 kg N/ha.

Dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha dengan pemberian pupuk terakhir pada awal berbunga menyebabkan serapan hara N lebih tinggi pada B11143 dan Maro pada tahap berbunga dan pengisian biji. Ini menunjukkan galur B11143 dan Maro memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyerap dan menggunakan N dari tanah, diduga memiliki sistem perakaran yang lebih luas dan vigorous.

Tabel 56 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap serapan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji

Varietas

Pengelolaan hara N Varietas/galur pengelolaan Rataan

pupuk Pandan

Wangi Ciherang B11143 Maro Serapan N tajuk (g/rumpun) tahap anakan maksimum

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.19 0.30 0.39 0.32 0.27 0.20 0.25 0.24 0.24 0.22 0.17 0.23 0.23 0.33 0.36 0.19 0.22 0.22 0.28 0.36 0.19 B 0.25 AB 0.27 A 0.29 A 0.30 A Rataan varietas 0.29 0.23 0.27 0.25 ns

Serapan N tajuk (g/rumpun) tahap berbunga Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.26 hi 0.49 efg 0.47 efgh 0.67 cde 0.51 efg 0.24 i 0.42 fghi 0.51 efg 0.61 def 0.64 cdef 0.29 ghi 0.43 fghi 0.74 bcd 0.92 ab 0.86 abc 0.25 hi 0.42 fghi 0.70 cde 1.00 a 0.95 ab 0.26 D 0.44 C 0.60 B 0.80 A 0.74 A Rataan varietas 0.48 q 0.48 q 0.65 p 0.66 p

Serapan N tajuk (g/rumpun) tahap pengisian biji Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.29 fg 0.47 de 0.51 de 0.73 b 0.72 b 0.26 g 0.40 ef 0.52 de 0.66 bc 0.69 bc 0.30 fg 0.50 de 0.67 bc 0.89 a 0.97 a 0.24 g 0.38 efg 0.58 bcd 0.68 bc 0.88 a 0.27 E 0.44 D 0.57 C 0.74 B 0.82 A Rataan varietas 0.54 q 0.50 q 0.66 p 0.55 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Tabel 57 menunjukkan serapan N tajuk dan N malai saat panen pada pengelolaan hara N dan varietas. Serapan N malai lebih tinggi dibandingkan dengan N tajuk saat panen. Ini karena selama tahap pengisian biji, pati dalam jumlah yang besar diakumulasi dalam biji, dan berat bahan kering hanya

(18)

meningkat pada malai. Arima (1995) menyatakan konsentrasi N pada malai lebih tinggi dibandingkan organ vegetatif pada tahap akhir pertumbuhan.

Hasil menunjukkan peningkatan dosis N pada pengelolaan hara N meningkatkan serapan N tajuk dan malai pada semua varietas pada saat panen. Pada varietas Pandan Wangi, serapan N tajuk dan malai saat panen tertinggi diperoleh pada dosis 125 kg N/ha. Pada varietas Ciherang dan Maro serapan N tajuk saat panen tertinggi dihasilkan pada dosis 150 kg N/ha, tetapi N malai dicapai pada dosis 125 kg N/ha. Pada galur B11143 serapan N tajuk dan malai saat panen tertinggi dihasilkan oleh dosis 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha. Serapan N tajuk saat panen tertinggi dihasilkan varietas Maro, sedangkan N malai dihasilkan oleh galur B11143 pada dosis 150 kg N/ha. Hasil penelitian lain menunjukkan serapan unsur hara N varietas modern (Way Apo Baru dan IR64) lebih tinggi dibandingkan varietas tipe baru Fatmawati, namun tidak berbeda nyata dengan varietas lokal yaitu Midun dan Sarinah (Sugiyanta et al. 2008) Tabel 57 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap serapan N tajuk dan

N malai pada saat panen

Varietas

Pengelolaan hara N Varietas/galur pengelolaanRataan

pupuk Pandan

Wangi Ciherang B11143 Maro Serapan N tajuk (g/rumpun)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.11 efg 0.17 def 0.18 def 0.32 ab 0.23 cd 0.08 g 0.08 g 0.13 efg 0.18 def 0.22 cd 0.09 g 0.10 fg 0.19 de 0.25 bcd 0.25 bcd 0.06 g 0.12 efg 0.18 def 0.27 abc 0.34 a 0.09 D 0.12 C 0.17 B 0.26 A 0.26 A Rataan varietas 0.20 p 0.14 q 0.18 p 0.19 p

Serapan N malai (g/rumpun) Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 0.25 hi 0.32 gh 0.34 efg 0.42 cd 0.41 cde 0.23 i 0.32 gh 0.40 cdef 0.42 cd 0.37 cdefg 0.26 hi 0.37 defg 0.41 cde 0.50 ab 0.54 a 0.24 i 0.34 efg 0.44 bc 0.50 ab 0.41 cde 0.24 D 0.34 C 0.40 B 0.46 A 0.44 A Rataan varietas 0.35 r 0.35 r 0.42 p 0.39 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

(19)

Komponen Hasil dan Hasil

Jumlah Malai, Persentase Gabah Isi, dan Bobot 1000 butir

Tabel 58 menunjukkan pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap jumlah malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir. Hasil penelitian menunjukkan dosis 100 kg N/ha dapat meningkatkan jumlah malai per rumpun dan per m2. Ini menunjukkan penambahan dosis N pada tahap primordia dan berbunga tidak mempengaruhi jumlah malai.

Tabel 58 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap jumlah malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir

Perlakuan Komponen hasil Jumlah malai per rumpun Jumlah malai per m2 Persentase gabah isi (%) Bobot 1000 butir (g) Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi

Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap Varietas/galur Pandan wangi Ciherang B11143 Maro 9.9 c 11.5 b 12.7 a 13.0 a 13.1 a 10.0 C 13.0 B 10.3 C 14.7 A 244.6 c 287.1 b 316.7 a 323.8 a 326.3 a 248.7 C 325.0 B 258.0 C 367.0 A 83.0 84.0 84.1 84.9 84.9 82.5 B 90.8 A 82.1 B 81.4 B 26.97 26.77 27.05 26.97 26.84 28.38 A 27.76 B 24.68 D 26.86 C Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom

yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Hasil penelitian Setiobudi et al. (2008) di Banjarnegara juga menunjukkan pemupukan dosis 50 – 150 kg N/ha tidak lagi meningkatkan jumlah malai per rumpun. Pembentukan malai lebih dipengaruhi oleh pemberian N sebelum tahap berbunga. Ini sesuai pernyataan Yoshida (1981) bahwa pemberian N sekitar 20 hari sebelum berbunga dengan dosis rendah sampai sedang mempunyai efisiensi lebih tinggi. Dengan demikian pada pengelolaan hara dengan sampai dosis 100 kg N/ha kebutuhan N pada tahap kritis terpenuhi, sedangkan tanpa N dan dosis 75 kg N/ha diduga kurang yang menyebabkan rendahnya jumlah malai. Buresh et al. ( 2006) menyatakan pemberian N harus disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan tanaman yang menjamin ketersediaannya. Varietas Maro menghasilkan jumlah

(20)

malai per rumpun dan per m2 tertinggi yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Ini disebabkan hibrida memiliki kemampuan membentuk anakan yang lebih banyak.

Persentase gabah isi dan bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh pengelolaan hara N, tetapi dipengaruhi oleh varietas. Varietas Ciherang menghasilkan persentase gabah isi tertinggi (90.8 %). Varietas Maro menghasilkan persentase gabah isi terendah (81.4%) yang tidak berbeda nyata dengan Pandan Wangi dan B11143. Bobot 1000 butir tertinggi dihasilkan oleh varietas Pandan Wangi dan berbeda nyata dengan Ciherang, B11143, dan Maro.

Jumlah Gabah per Malai

Tabel 59 menunjukkan jumlah gabah per malai pada perlakuan pengelolaan hara N dan varietas. Hasil penelitian menunjukkan varietas Pandan Wangi dan Ciherang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan peningkatan dosis N pada pengelolaan hara N terhadap jumlah gabah per malai. Tabel 59 Pengaruh perlakuan pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap

jumlah gabah per malai Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 172.6 def 182.0 de 174.3 def 197.2 d 187.1 de 134.0 h 137.2 h 144.1 gh 148.4 fgh 150.3 fgh 239.1 c 276.6 b 281.9 b 327.8 a 320.9 a 154.3 fgh 168.7 efg 171.8 def 186.1 de 190.2 de 175.0 C 191.2 B 193.0 B 214.8 A 212.1 A Rataan varietas 182.6 q 142.8 r 289.3 p 174.2 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf(p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Pada masing-masing galur B11143 dan Maro dosis 125 kg N/ha dapat meningkatkan jumlah gabah per malai dan tidak berbeda nyata dengan dosis 150 kg N/ha. Namun, pada dosis 125 kg N/ha jumlah gabah per malai antar varietas tersebut berbeda dan B11143 mencapai jumlah gabah per malai tertinggi (Gambar

(21)

16). Chang et al. (2008) menyatakan kekurangan N selama tahap pengisian biji secara nyata mengurangi konsentrasi asam amino pada eksudat akar dan biji. Selanjutnya dinyatakan konsentrasi dan komponen asam amino pada eksudat akar berhubungan erat dengan hasil biji. Pandan Wangi yang merupakan varietas unggul lokal cenderung sangat kecil atau sedikit mengalami peningkatan jumlah gabah per malai dengan meningkatnya dosis N.

Jumlah malai dan gabah merupakan komponen hasil yang akan mempengaruhi hasil. Jumlah malai sudah ditentukan pada tahap sebelum berbunga, sedangkan jumlah gabah per malai ditentukan selama tahap reproduktif. Galur B11143 mempunyai kapasitas sink besar. Peningkatan dosis pada 125 kg N/ha dan 150 kg N/ha dapat meningkatkan jumlah gabah per malai. Adanya peningkatan dosis N yang diberikan pada awal berbunga sebagai pemupukan terakhir dapat meningkatkan ketersediaan N selama tahap reproduktif dan pengisian biji. Hal ini sesuai penyataan Fei et al. (2008) bahwa aplikasi N pada periode akhir dapat meningkatkan rata-rata laju akumulasi maksimum harian dan mempercepat translokasi bobot kering ke biji yang dapat meningkatkan jumlah dan bobot biji. Hal sama dinyatakan oleh Doberman et al. (2000) yaitu aplikasi N akhir pada tahap berbunga dapat menunda senesen daun dan mempertinggi pengisian biji.

Gambar 16 Jumlah gabah per malai pada pengelolaan hara N dan varietas

0 50 100 150 200 250 300 350 0 25 50 75 100 125 150 Ju m lah gab ah p er m a la i (b u ti r)

Dosis pupuk N (kg N/ha)

Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro

(22)

Hasil Ubinan

Tabel 60 menunjukkan hasil gabah ubinan pada pengelolaan hara N, varietas, dan interaksinya. Pada varietas Ciherang, B11143, dan Maro pengelolaan hara N pada dosis 125 kg N/ha menunjukkan hasil gabah ubinan tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan 150 kg N/ha. Pada dosis 150 kg N/ha, B11143 tidak berbeda dengan Maro tetapi keduanya berbeda dengan Ciherang. Pada Pandan Wangi pengelolaan hara dosis 100 kg N/ha memberikan hasil ubinan tertinggi, berbeda dengan tanpa N dan tidak berbeda dengan dosis lainnya.

Tabel 60 Pengaruh perlakuan pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap hasil ubinan Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro Hasil ubinan (kg GKG/4 m2)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 1.65 g 1.93 de 2.11 d 2.08 d 2.10 d 1.85 ef 2.13 d 2.73 bc 2.89 b 2.81 bc 1.71 fg 2.12 d 2.81 bc 3.28 a 3.30 a 1.65 g 2.05 d 2.66 c 3.21 a 3.14 a 1.72 D 2.06 C 2.58 B 2.87 A 2.84 A Rataan varietas 1.97 r 2.48 q 2.65 p 2.54 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

Pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha selain meningkatkan ketersediaan N juga pemberiannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Hasil biji ditentukan oleh akumulasi biomas terutama dari tahap berbunga sampai pemasakan. Pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha dapat mengakumulasi asimilat yang lebih tinggi pada tahap vegetatif dan kemampuannya untuk membentuk asimilat setelah berbunga dengan terpenuhinya kebutuhan N sehingga akan menghasilkan asimilat yang lebih banyak. Akumulasi asimilat yang lebih banyak akan meningkatkan aktivitas sink selama tahap pembentukan dan pengisian biji yang dapat mempengaruhi hasil biji. Menurut Takeoka et al. (1995) jumlah gabah yang terbentuk dipengaruhi oleh jumlah N yang diserap atau dari N daun yang diakumulasi sampai tahap akhir pembentukan gabah sedangkan

(23)

pertumbuhan gabah ditentukan oleh jumlah asimilat yang dihasilkan pada tahap pengisian biji. Yoshida dan Horie (2009) juga menyatakan jumlah N yang diakumulasi pada organ tanaman secara kuat mempengaruhi beberapa proses fisiologi seperti perkembangan luas daun, tingkat fotosintesis, dan jumlah gabah. Dengan demikian peningkatan dosis N pada pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha dengan pemupukan terakhir pada awal berbunga dapat meningkatkan jumlah N yang diakumulasi dan memberikan hasil gabah yang lebih tinggi.

Hasil

Tabel 61 menunjukkan hasil pada pengelolaan hara N, varietas, dan interaksinya. Hasil penelitian menunjukkan pada varietas Pandan Wangi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan peningkatan dosis N terhadap hasil gabah, hasil tertinggi dicapai pada dosis 100 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya tetapi berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan N. Pada varietas Ciherang, hasil tertinggi dicapai pada dosis 125 kg N/ha yang tidak berbeda nyata dengan dosis 100 kg N/ha dan 150 kg N/ha. B11143 dan Maro memberikan hasil tertinggi pada dosis125 kg N/ha yang berbeda nyata dengan Pandan Wangi dan Ciherang. Ini menunjukkan bahwa B11143 dan Maro merespon baik terhadap pemupukan akhir yang diberikan pada awal berbunga. Tabel 61 Pengaruh perlakuan pengeloaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap

hasil Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro hasil (ton GKG/ha)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi) Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap 4.12 g 4.83 d 5.27 d 5.20 d 5.25 d 4.63 ef 5.33 d 6.81 bc 7.24 b 7.03 bc 4.29 fg 5.32 d 7.02 bc 8.20 a 8.26 a 4.11 g 5.12 d 6.64 c 8.04 a 7.86 a 4.29 D 5.15 C 6.44 B 7.17 A 7.10 A Rataan varietas 4.93 r 6.21 q 6.62 p 6.35 q

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom dan baris yang sama, angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf (p.q…) berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga.

(24)

Pemupukan N akhir yang diberikan pada awal berbunga akan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman (terutama galur B11143 yang memiliki karakter daun tetap hijau dan tebal) selama tahap reproduktif yang mempengaruhi hasil gabah. Galur B11143 memiliki karakter kandungan klorofil, LPR, dan LAB yang lebih tinggi sampai pada tahap pengisian biji (Tabel 17, 18, dan 20). Pengelolaan hara N sampai 150 kg N/ha pada PTB menghasilkan biomas tanaman yang paling tinggi (Setiobudi et al. 2008). Menurut Horie (2001) produksi biomas selama tahap reproduktif secara nyata berpengaruh terhadap hasil melalui tiga proses yaitu determinasi kapasitas sink, akumulasi karbohidrat non struktural yang diperlukan untuk pengisian biji, determinasi aktivitas sink selama pengisian biji.

Pengelolaan hara N sampai dengan dosis 150 kg N/ha walaupun menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan dosis 125 kg N/ha, sudah menunjukkan adanya gejala ketersediaan N yang berlebihan. Ini ditunjukkan dengan penurunan hasil pada dosis tersebut. Ketersediaan hara N yang berlebihan secara nyata akan mengurangi hasil dan menyebabkan kualitas biji kurang baik (Yang et al. 2006). Menurut Zhang et al. (2010) pemberian N yang berlebihan akan berpengaruh negatif terhadap efisiensi penggunaan N dan hasil tanaman karena N akan diserap secara berlebihan oleh tanaman dan tidak mampu mengisi biji yang akhirnya mengurangi hasil. Tanaman akan mudah rebah dengan kandungan N yang berlebihan (Marschner 1986).

Gambar 17 menunjukkan hasil pada perlakuan pengelolaan hara N dan varietas. Peningkatan hasil pada varietas Pandan Wangi terjadi sampai pada dosis 75 kg N/ha peningkatan dosis N lagi tidak meningkatkan hasil. Pada varietas Ciherang hasil meningkat secara tajam sampai pada dosis 100 kg N/ha, peningkatan dosis selanjutnya dapat menurunkan hasil. Pada B11143 dan Maro, hasil meningkat secara tajam sejalan dengan peningkatan dosis pupuk sampai 125 kg N/ha, tetapi meskipun secara statistik sama dosis 150 kg N/ha terlihat menurunkan hasil pada varietas Maro.

(25)

Gambar 17 Hasil GKG pada pengelolaan hara N dan varietas.

Indeks Panen

Tabel 62 menunjukkan indeks panen pada pengelolaan hara N dan varietas padi unggul. Peningkatan dosis N pada pengelolaan hara meningkatan nilai indeks panen. Pengelolaan hara N dengan dosis 150 kg N/ha menghasilkan nilai indeks panen yang lebih tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan pengelolaan hara N dengan dosis 75 – 125 kg N/ha.

Tabel 62 Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap indeks panen

Perlakuan Indeks Panen

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi

Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap Varietas/galur Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro 0.32 b 0.33 ab 0.33 ab 0.35 ab 0.36 a 0.26 C 0.40 A 0.35 B 0.35 B

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (a.b…) berbeda pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti oleh huruf besar (A.B…) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 25 50 75 100 125 150 H a sil ( to n GK G/ha )

Dosis pupuk N (kg N/ha)

Pandan Wangi Ciherang B11143 Maro

(26)

Varietas Ciherang memiliki nilai indeks panen yang tertinggi (0.40) dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Nilai indeks panen yang yang dicapai pada pengelolaan hara N ini masih tergolong rendah. Pada pengelolaan hara tanpa N menghasilkan nilai IP yang lebih rendah. Tanpa N menyebabkan pembentukan bahan kering tanaman menjadi terbatas. Pada tahap pengisian biji, berkurangnya N mendorong remobilisasi bahan kering yang sangat tinggi. Selain itu rendahnya laju pertumbuhan pada tahap pengisian biji dapat menurunkan produksi bahan kering, sehingga akumulasi bahan kering akan lebih rendah.

Efisiensi Penggunaan Pupuk N

Tabel 63 menunjukkan nilai efisiensi penyerapan hara N dan efisiensi agronomi pada pengelolaan hara N dan varietas. Pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha memiliki nilai efisiensi penyerapan N yang lebih tinggi yaitu 72.3%. Varietas Maro menghasilkan efisiensi penyerapan yang lebih tinggi (60.7%) dibandingkan varietas lainnya. Pengelolaan hara dosis 125 kg N/ha menghasilkan nilai efisiensi penyerapan tertinggi untuk semua varietas. Nilai efisiensi agronomi tertinggi dicapai oleh varietas Pandan Wangi dicapai pada dosis 100 kg N/ha, sedangkan pada Ciherang, B11143, dan Maro dicapai pada dosis 125 kg N/ha.

Varietas Maro menghasilkan nilai efisiensi penyerapan N dan agronomi yang lebih tinggi pada pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha yaitu 87.9% dan 31.38 kg gabah/kg N. Demikian juga Galur B11143 dan Ciherang memiliki nilai efisiensi penyerapan dan agronomi yang lebih tinggi pada dosis 125 kg N/ha. Pada varietas Pandan Wangi pada pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha menghasilkan nilai efisiensi penyerapan yang lebih tinggi, tetapi efisiensi agronomi lebih tinggi dicapai pada dosis 100 kg N/ha. Kemampuan menyerap dan menggunakan N yang tinggi pada varietas Maro dan galur B11143 memberikan hasil yang lebih tinggi (Tabel 61). Ini sesuai dengan hasil analisis korelasi yang menunjukkan kandungan dan serapan N secara nyata berkorelasi positif dengan hasil gabah (Tabel 64). Sun et al. (2012) menyatakan hasil gabah secara nyata berhubungan dengan kemampuan menyerap dan menggunakan N oleh setiap varietas.

(27)

Tabel 63 Efisiensi penyerapan dan efisiensi agronomi N padi varietas unggul Varietas Pengelolaan hara N Varietas/galur Rataan pengelolaan pupuk Pandan

Wangi Ciherang B11143 Maro Efisiensi penyerapan (%)

Dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap - 51.8 52.6 63.4 53.9 - 49.6 54.6 58.5 58.5 - 50.9 53.9 79.6 73.6 - 53.9 82.7 87.9 79.1 - 51.6 61.0 72.3 66.3 Rataan varietas 44.34 44.24 51.61 60.73

Efisiensi agronomi (kg gabah/kg N) Tanpa pupuk N 75 : 25 Pd. 25 Aa. 25 Pr 100 : 25 Pd. 40 Aa. 35 Pr 125 : 25 Pd. 50 Aa. 30 Pr. 20 Ap 150 : 25 Pd. 60 Aa. 40 Pr. 25 Ap - 9.53 14.05 8.66 7.52 - 9.29 21.78 22.81 17.66 - 13.71 24.04 31.29 28.14 - 13.46 25.25 31.38 24.99 - 11.50 21.28 23.54 19.58 Rataan varietas 9.94 17.89 24.30 23.77

Keterangan : nilai tidak dianalisis statistik, nilai diolah dari rata-rata tiga kelompok setiap kombinasi percobaan. Waktu aplikasi : Pd = pupuk dasar, Aa = anakan aktif, Pr = primordia, Ap = awal berbunga. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan N dan kandungan N berhubungan erat dengan asimilat. Karakter fotosintesis pada daun bendera menunjukkan perbedaan di antara genotipe. Genotipe efisien-N akan memelihara nilai laju fotosintesis lebih tinggi dan fungsi durasi fotosintesis lebih panjang dibandingkan genotip inefisien-N (Wei et al. 2009). Dengan demikian dalam penelitian ini galur B11143 dan Maro merupakan varietas efisien-N selain mempunyai nilai efisiensi penyerapan yang lebih tinggi juga memiliki efisiensi agronomi yang lebih besar apabila dipupuk dengan dosis 125 kg N/ha. Hasil penelitian Sugiyanta (2007) menunjukkan bahwa varietas modern lebih efisien dalam pemanfaatan unsur hara dibanding varietas lokal.

Hubungan Antara Variabel Pertumbuhan dengan Kandungan dan Serapan Hara N Tajuk dan Malai

Tabel 64 menunjukkan hubungan antara variabel pertumbuhan dengan kandungan dan serapan hara N. Jumlah anakan berkorelasi dengan kandungan N tajuk dan serapan N tajuk tahap berbunga. Bobot kering dan luas daun tahap

(28)

berbunga dan tahap pengisian biji secara nyata berkorelasi dengan kandungan N tajuk pada tahap berbunga, pengisian biji, dan panen. Serapan hara N tajuk pada semua tahap pengamatan secara nyata berkorelasi dengan bobot kering tanaman dan luas daun pada semua pengamatan.

Tabel 64 Korelasi antara variabel pertumbuhan dengan kandungan dan serapan hara N tajuk dan malai

Jumlah anakan AM Bobot kering AM Bobot kering B Bobot kering PB Luas daun AM Luas daun B Luas daun PB Kandungan N tajuk Am N tajuk B N tajuk PB N tajuk P N malai P Serapan N tajuk Am N tajuk B N tajuk PB N tajuk P N malai P 0.31 0.55* 0.20 0.20 0.04 -0.7 0.33 0.13 0.12 0.23 0.01 0.22 0.21 0.43 0.71** 0.60** 0.47* 0.51* 0.73** 0.47* 0.15 0.53* 0.45* 0.60** 0.80** 0.74** 0.76** 0.77** 0.86** 0.73** 0.31 0.68** 0.58** 0.72** 0.75** 0.77** 0.89** 0.88** 0.91** 0.86** 0.04 0.09 0.09 0.25 0.69* 0.56** 0.37 0.41 0.61** 0.39 0.26 0.61** 0.51* 0.66** 0.80** 0.68** 0.76** 0.76** 0.86** 0.72** 0.21 0.43 0.49* 0.64** 0.81** 0.71** 0.65** 0.73** 0.86** 0.62** Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, AM= tahap anakan maksimum, B = tahap

berbunga, PB = tahap pengisian biji, P = panen.

Hubungan Antara Komponen Hasil dan Hasil dengan Kandungan dan Serapan Hara N Tajuk dan Malai

Tabel 65 menunjukkan kandungan N tajuk tahap berbunga secara nyata berkorelasi dengan jumlah malai per m2. Serapan hara N tajuk tahap berbunga dan N malai pada saat panen secara nyata berkorelasi dengan jumlah malai dan jumlah gabah per malai. Kandungan dan serapan hara N tajuk dan malai pada semua pengamatan secara nyata berkorelasi positif dengan hasil gabah.

(29)

Tabel 65 Korelasi antara komponen hasil dan hasil dengan kandungan dan serapan hara N tajuk dan malai

Jumlah malai per rumpun Jumlah malai per m2 Jumlah gabah per malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir Hasil GKG Indeks panen Kandungan N tajuk Am N tajuk B N tajuk PB N tajuk P N malai P Serapan N tajuk Am N tajuk B N tajuk PB N tajuk P N malai P 0.32 0.41 0.35 0.36 0.11 0.12 0.55* 0.35 0.36 0.47* 0.32 0.69** 0.33 0.39 0.26 0.12 0.56* 0.36 0.36 0.46* 0.17 0.32 0.43 0.36 0.10 0.33 0.46* 0.52* 0.29 0.52* 0.30 0.14 0.25 0.05 0.02 0.11 0.04 0.01 0.11 0.03 -0.16 -0.32 -0.31 -0.22 0.30 0.03 -0.28 -0.26 0.01 -0.31 0.52* 0.93** 0.77** 0.73** 0.45 0.48* 0.91** 0.84** 0.67** 0.87** 0.30 0.31 0.24 0.04 -0.37 -0.34 0.01 -0.06 -0.30 -0.03 Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, AM= tahap anakan maksimum, B = tahap

berbunga, PB = tahap pengisian biji, P = panen.

Kesimpulan

Pengelolaan hara N dengan dosis dan waktu pemberian yang berbeda dapat meningkatkan hasil padi varietas Pandan Wangi, Ciherang, Maro, dan galur B11143. Pemupukan dosis 125 kg N/ha dapat mencapai hasil gabah tertinggi pada varietas Ciherang (7.24 ton GKG/ha), Maro (8.04 ton GKG/ha), dan galur B11143 (8.20 ton GKG/ha). Pandan Wangi mencapai hasil tertinggi (5.27 ton GKG/ha) pada dosis 100 kg N/ha. Kandungan dan serapan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji secara nyata berkorelasi positif dengan komponen hasil dan hasil . Varietas Maro pada pemupukan 125 kg N/ha menghasilkan nilai efisiensi penyerapan (87.9%) dan efisiensi agronomi (31 kg gabah/kg N) tertinggi.

Gambar

Tabel  49   Rekapitulasi hasil sidik ragam variabel pertumbuhan, komponen hasil,  dan hasil percobaan pengelolaan hara N dan varietas
Tabel  54   Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tajuk  pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji
Gambar 16  Jumlah gabah per malai pada pengelolaan hara N dan varietas
Gambar 17   Hasil GKG pada pengelolaan hara N dan varietas.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn dari siklus pertama ke siklus kedua menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif

Kesalahan yang banyak ditemukan dalam karangan narasi ekspositoris peserta didik adalah kesalahan pada penulisan huruf kapital, kata hubung, tanda baca, kalimat

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini tidak memuat ketentuan-ketentuan tentang isi perjanjian antara perusahaan negara dengan perusahaan asing sebagai kontraktor

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa subdimensi dukungan yang paling berperan dalam dukungan dari keluarga dan pasangan adalah dukungan informasional, baik

Penganalisaan secara teoritis bahwa setiap kelompok etnik memiliki kearifan lokal sendiri. Kepemilikan kearifan lokal ini berawal dari proses interarksi suatu

Kadar SGPT pada Tabel 7 adalah 0,448 (dimana nilai p yang dianggap bermakna adalah &lt; 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar SGOT maupun