• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ANAK YANG MEMILIKI ORANGTUA TEMPERAMENTAL DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL (Studi Kualitatif Penyelesaian Konflik Antar Anak Usia 3-6 Tahun yang Memiliki Orangtua Temperamental di Baby Smile School Wiyung Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ANAK YANG MEMILIKI ORANGTUA TEMPERAMENTAL DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL (Studi Kualitatif Penyelesaian Konflik Antar Anak Usia 3-6 Tahun yang Memiliki Orangtua Temperamental di Baby Smile School Wiyung Surabaya)."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Memiliki Orangtua Temperamental di Baby Smile School Wiyung Sur abaya)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” J awa Timur

Oleh :

SARI PUTRI YANI NPM. 0943010090

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

( Studi Kualitatif Penyelesaian Konflik Antar Anak Usia 3-6 Tahun Yang Memiliki Orangtua Temperamental Dalam Hubungan Interpersonal di

Baby Smile School Wiyung Sur abaya)

Nama Mahasiswa : Sari Putri Yani

NPM : 0943010090

J ur usan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti ujian lisan/skr ipsi

Menyetujui, Pembimbing Utama

Dr a. Sumardjijati, M.Si NIP. 1 9620323 199309 2 00 1

Mengetahui, D E K A N

(3)

(Studi Kualitatif Penyelesaian Konflik Antar Anak Usia 3-6 Tahun yang Memiliki Orangtua Temperamental di Baby Smile School Wiyung Sur abaya)

Disusun Oleh : SARI PUTRI YANI

0943010090

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 09 Mei 2014

(4)

Skripsi penelitian ini.

Keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis membuat Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Berkat usaha, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Sumardjijati, M.si selaku Dosen Pembimbing penulis yang selama ini telah membimbing serta memberikan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingannya kepada :

1. Prof. Dr. H. Teguh Soedarto, MP Rektor UPN Veteran Jawa Timur 2. Dra. Hj. Suparwati, M. Si, Deka FISIP UPN Veteran Jawa Timur

3. Bapak Juwito, S.Sos, M, Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jawa Timur

4. Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jawa Timur

5. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” JATIM

(5)

supportnya. Terima kasih buat keseriusannya, dan terima kasih atas semua pengorbanannya. Terima kasih memberikan semangat yang luar biasa untuk penulis agar dapat menyelesaikan penelitian ini. Semoga tahun 2014 bisa terlaksana.

8. Sahabatku Harlin Oktavianti alias phia-phio terima ksih atas bantuannya selama ini, terima kasih buat kebersamaannya dan semangatnya. Dari ospek dan sampai kita lulus tanpa halangan apapun kita masih bersama dan semoga kita selalu bersama. Dan Sumik-sumik (Meli, Dyah, Vina). 9. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Akhir kata, penulis memohon kehadirat Tuhan YME semoga segala bantuan yang telah mereka berikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Tuhan YME.

Harapan penulis, somoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakannya.

Surabaya, 3 Januari 2014

(6)

HALAMAN J UDUL ... i

HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii

KATA PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRAK... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 7

2.1 Penelitian Terdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Komunikasi Interper sonal ... 9

2.2.2 Komunikasi Anak-Anak dengan Teman Sebaya 15

2.2.3 Pengertian Konflik ... 16

(7)

2.2.9 Per kembangan Anak ... 26

2.2.10 Pengertian Orangtua Temperamental ... 28

2.2.11 Teori Interaksional ... 29

2.2.12 Model Komunikasi ... 31

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 J enis Penelitian ... 32

3.2 Definisi Konseptual ... 33

3.2.1 Hubungan Interpersonal ... 33

3.2.2 Orangtua Temperamental ... 34

3.2.3 Anak ... 35

3.2.4 Penyelesaian Konflik ... 36

3.3 Lokasi Penelitian ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.5 Metode Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian... 40

4.2 Indentitas Responden ... 43

4.3 Penyajian Data ... 45

(8)
(9)

Sar i Putri Yani. Conflict Resolution Between Parents Who Have Children Temperamental In Interper sonal Relations. (Qualitative Study of Conflict Resolution Between Childr en Aged 3-6 Years Has Par ents Temperamental In Interpersonal Relations in Baby Smile School Wiyung Sur abaya). Through Interper sonal Relationships between child appr oach. Essay

Communication between parent and child is very important for a child's development. Communication between parents and children is an interpersonal communication or

interpersonal communication. Interpersonal communication or interpersonal communication is face-to-face interaction between two or more persons, in which the sender can deliver messages directly and receive direct messages and the recipient can receive and respond directly anyway. Interpersonal relationships is a process of interaction between the individual and other individuals with a way to communicate. Effective communication is characterized by good interpersonal relationships, the opposite occurs when the communication failure message content can be understood, but the relationship between the communicant becomes damaged. Every time communicating, not only to deliver the message content alone but determine levels of interpersonal relationships. Good relationships with friends is very important for good social development. Social isolation or inability to engage the child into a social network, can lead to the emergence of problems and disorders ranging from

delinquency and problem drink-drink and depression. Poor relationships among friends in childhood can have an effect on the likelihood of dropping out of school and juvenile delinquency behavior. On the contrary, good relations have an effect on mental health in middle-aged well. the role of parents, teachers, and friends play an important role in

achieving good social emotional development in childhood. Early relationships with parents are the foundation of the achievement of social competence and relationships with friends. Parents should interact with the show compassion, understand the child's feelings, understand their wants and needs, expressing interest in the child's daily activities, proud of the

achievement of the child, encourage and support when the child has a problem. So that the child will grow into a child who has good manners.

(10)

ABSTRAK

Sar i Putri Yani. Penyelesaian Konflik Antar Anak yang Memiliki Orangtua Temperamental Dalam Hubungan Inter per sonal. (Studi Kualitatif Penyelesaian Konflik Antar Anak Usia 3-6 Tahun yang Memiliki Orangtua Temperamental Dalam Hubungan Interpersonal di Baby Smile School Wiyung Sur abaya). Melalui pendekatan Hubungan Interpersonal anta r anak. Skripsi

Komunikasi antara orangtua dengan anak sangat penting sekali bagi perkembangan seorang anak. Komunikasi antara orang tua dengan anak merupakan komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan menerima pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula. Hubungan interpersonal adalah proses interaksi antara individu dengan individu lain dengan cara berkomunikasi. komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, sebaliknya kegagalan komunikasi terjadi apabila isi pesan dapat dipahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Setiap kali berkomunikasi, bukan hanya menyampaikan isi pesannya saja tetapi menentukan kadar hubungan interpersonal. Hubungan yang baik dengan teman sangat penting bagi perkembangan sosial yang baik.

(11)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Orang tua mempunyai peran yang sangat penting agar anak memiliki teman dalam rangka membantu perkembangan sosialnya. Anak sangat membutuhkan orang tua yang berperan aktif untuk membantunya mempersiapkan diri berinteraksi dengan orang lain atau teman sebayanya dengan cara membina hubungan yang baik dengan anak, yaitu hubungan yang didasari kasih sayang, penerimaan, dan hangat. Orangtua juga dapat menjadi model yang baik bagi anak karena akan melihat dan mencontoh bagaimana orangtuanya berinteraksi dengan dirinya dan orang lain. (chancy dan Fugate, 2007).

Komunikasi antara orangtua dengan anak sangat penting sekali bagi perkembangan seorang anak. Komunikasi antara orang tua dengan anak merupakan komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan menerima pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula. (M. Hardjana, 2003:85).

(12)

anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan kritis.

Anak merupakan suatu generasi baru yang dapat meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang.

Banyak cara yang diterapkan oleh orangtua dalam mendidik anak. Ada yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat efektif. Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan.

Seorang anak yang mendapatkan kekerasan dan perlakuan temperamental dari orangtuanya dapat berpengaruh pada perkembangan anak saat beranjak dewasa. Salah satu ciri-ciri orangtua yang memiliki sifat temperamental adalah orangtua yang suka memukul. Hal ini dapat membuat anak menjadi takut, bahkan depresi. Adapula orang tua yang sering mengumpat atau mengeluarkan kata-kata kasar. Dari kedua ciri-ciri kekerasan di atas sering dialami oleh anak-anak.(http://www.dokteranak.net)

Dampak bagi anak yag merasakan kekerasan dari orangtuanya adalah perilaku dan tumbuh kembang anak di kemudian hari. Di samping itu anak akan mengalami trauma dan stres pada kejadian-kejadian yang sulit dihadapi dan lebih jauh lagi akan berdampak buruk pada perkembangan kognitifnya. Didikan yang terlalu keras juga akan menghambat kreativitas dan kemampuan anak untuk berfikir secara bebas, selain itu membuat seorang anak tidak berlatih untuk mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya.

(13)

masih memprihatinkan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 2.637 kasus kekerasan terhadap anak selama 2012. Sebanyak 1.075 atau 48 persen diantaranya adalah kasus kekerasan seksual. Sementara kekerasan fisik sebanyak 819 kasus dan kasus kekerasan psikis sebanyak 743 kasus. Sementara itu, Komnas PA juga memantau 1.494 kasus anak berhadapan dengan hukum selama 2012. Proporsi dari jumlah tersebut adalah anak laki-laki sebagai pelaku sebanyak 1.451 orang dan anak perempuan 43 orang. Klasifikasi usia, paling banyak anatara usia 13-17 tahun dan sebanyak 17 orang berusia 6-12 tahun.

(http://news.detik.com).

Hubungan yang baik dengan teman sebaya sangat penting bagi perkembangan sosial yang baik. Hubungan baik atau tidaknya dengan teman sebaya ditentukan dalam hubungan interpersonal. Ketidakmampuan anak melibatkan diri ke dalam suatu jaringan sosial, dapat mengakibatkan munculnya masalah dan kelainan yang beragam mulai dari kenakalan dan masalah minum-minuman keras hingga depresi. Dari suatu penelitian, relasi yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa kanak-kanak dapat berefek pada kecenderungan terjadinya putus sekolah dan perilaku kenakalan remaja. Sebaliknya, relasi yang baik berefek pada kesehatan mental yang baik pada usia tengah baya. (Christiana, 2012 : 220)

(14)

Denpasar meninggal dunia tanggal 6 Juni 2007. (http://hot.detik.com).

Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang dikemudian hari. Bahkan, Komnas PA mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya sendiri. (http://www.duniapsikologi.com). Gejala-gejala di atas dikarenakan komunikasi antara orang tua dengan anak tidak berjalan secara efektif atau berjalan satu arah. Komunikasi dalam keluarga seharusnya berjalan dua arah, dari orangtua ke anak dan dari anak ke orangtua. (http://female.kompas.com). Dalam mewujudkan suatu komunikasi dibutuhkan adanya pemahaman yang baik antara orangtua dan anak. Tanpa komunikasi hubungan antara orang tua dan anak tidak akan terjalin dengan baik, sehingga dapat menimbulkan sikap tidak terbuka, ketidakmampuan dalam menghadapi masalah serta dapat menimbulkan kekerasan antar teman sebaya secara fisik maupun psikis.

Perkembangan sosial dan emosional anak berkaitan dengan kapasitas anak untuk mengembangkan self-confidence, trust, dan empathy. Perkembangan sosial-emosional yang positif atau baik merupakan prediktor untuk kesuksesan dalam bidang akademik, kognitif, sosial, dan emosional dalam kehidupan anak selanjutnya. (Menurut Waltz, 2006), perkembangan emosi dan sosial anak pada masa kanak-kanak awal atau usia prasekolah dipengaruhi oleh faktor biologis (temperament, genetic influences), relationships (quality of

attachment), dan lingkungannya (prenatal, family community, quality of child care). Menurut

(15)

adalah dengan cara membuka diri, mendengar, bereaksi secara jujur, kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan identitas diri, lebih menggunakan pesan atau bahasa positif daripada negatif, dan kesigapan yang meningkatkan efektivitas dengan membangun kebersamaan. ( Devito, J. 2004).

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik meneliti bagaimana penyelesaian konflik dalam hubungan interpersonal pada anak yang memiliki orangtua temperamental

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah Penyelesaian Konflik Antar Anak yang Memiliki Orangtua Temperamental Dalam Hubungan Interpersonal?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konflik antar anak yang memiliki orangtua temperamental dalam hubungan interpersonal.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

(16)

setelah mendapat tindak kekerasan dari orangtunya. 2. Secara Pr aktis

a. Memberikan gamabaran bagi para pembaca, khususnya para orangtua mengenai penyelesaian konflik dalam hubungan interpersonal pada anak yang memiliki orangtua temperamental.

(17)

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua penelitian terdahulu untuk digunakan sebagai referensi pendukung pembuatan penelitian ini. Keduanya penulis dapatkan dari dua jurnal online yang mempunyai materi yang tidak jauh berbeda dengan yang saat ini penulis gunakan yaitu mengenai strategi komunikasi penyelesaian konflik pada anak.

(18)

berkembang sesuai dengan keinginan mereka. Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik maupun mental. Lingkungan di luar keluarga akan turut andil dalam pembentukan perilaku anak. Anak-anak mudah sekali untuk mengadopsi dan meniru apa saja yang mereka lihat dan mereka dengar. Pergaulan anak yang tidak sesuai dengan tugas perkembangannya akan menjadikan anak tumbuh dengan perilaku yang tidak sesuai dengan usianya. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif dengan mengumpulkan data berupa kata-kata baik tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

2. Yenny Wijayanti, Jurnal Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya (2013). Penelitian ini berjudul “Proses Komunikasi Interpersonal Ayah Dan Anak Dalam Menjaga Hubungan”. Dalam komunikasi interpersonal, proses menjaga hubungan baik, meliputi sebuah usaha untuk menjaga hubungan dengan melakukan perbaikan-perbaikan, yakni dengan mencegah adanya permasalahan dan memperbaiki masalah yang telah terjadi. Penelitian ini menggunakan teori proses komunikasi interpersonal yang terdiri dari sumber-penerima, encoding-decoding, pesan, hambatan, konteks, etika, dan kompetensi interpersonal. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

(19)

yaitu : “Komunikasi Interpersonal orangtua dan anak dalam membentuk perilaku positif anak pada murid SDIT CORDOVA Samarinda” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dan “Proses Komunikasi Interpersonal Ayah Dan Anak Dalam Menjaga Hubungan” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pada penelitian sekarang, meneliti “ Penyelesaian Konflik Antar Anak yang Memiliki Orangtua Temperamental Dalam Hubungan Interpersonal” dengan metode penelitian kualitatif deskriptif.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Komunikasi Interper sonal

Joseph A. Devito (dalam fajar, 2009 : 78) dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai : “ Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.

(20)

Kebanyakan komunikasi antar personal berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. cara tertulis diambil sejauh diperlukan, misalnya memo, surat atau catatan. (Hardjana,2003)

Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk memberikan stimuli sebagai daya bujuk pesan yang kita komunikasikan ke komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyatannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih pun.

Komunikasi interpersonal juga penting bagi kebahagiaan hidup manusia. Menurut Johnson (1995 : 9) beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi interpersonal dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia sebagai berikut :

(21)

2. Identitas atau jati diri manusia terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan, dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap dirinya.

3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebeneran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja pembandingan sosial semacam itu hanya dapat dilakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

4. Kesehatan mental sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan dalam hidup kita. bila komunikasi kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustasi.

Menurut De Vito (2007 : 10), untuk dapat mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengirim – Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan pesan juga menerima dan memahami pesan.

(22)

Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan-pesan yang akan disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata symbol dan sebagainya.

3. Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan berbentuk verbal (kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal.

4. Saluran

Saluran disini berfungsi sebagai media yang menghubungkan antar pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal yang bersifat langsung maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

(23)

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi, yang terdiri dari :

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak, dan sebagainya.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap, dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

Gangguan ini terjadi karena kata-kata atau simbol yang digunakan dalam komunikasi seringkali memiliki arti ganda sehingga menyebabkan penerima gagal dalam menangkap maksud dari pesan yang disampaikan.

6. Umpan Balik

(24)

7. Konteks

Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah konteks yang mempengaruhi isi dan bentuk serta pesan yang disampaikan. ada dua dimensi konteks dalam komunikasi antarpribadi, yaitu :

a. Dimensi fisik, mencakup tempat dimana komunikasi berlangsung, misalkan komunikasi antar orangtua dengan anak, hal tersebut berperan sebagai dimensi fisik.

b. Dimensi sosial psikologi, mencakup hubungan yang memperhatikan masalah status, peranan yang dimainkan, norma-norma kelompok masyarakat, keakraban, formalitas, dan sebagainya.

8. Bidang Pengalaman (Field of Experience)

Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi antar pribadi. komunikasi akan terjadi apabila para pelaku terlibat dalam komunikasi dengan bidang pengalaman yang sama.

9. Efek

Hasil yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan. misalkan orangtua mengirimkan pesan kepada anaknya untuk mematuhi perintahnya, efek dari komunikasi tersebut adalah anak memahami pesan dan melaksanakan perintah atau sebaliknya,

(25)

antarpribadi yang menunjukkan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar.

2.2.2 Komunikasi Anak-Anak dengan Teman Sebaya

Kualitas pertemanan pada anak-anak tentu saja berbeda-beda. Ada yang berjalan dengan intim, berlangsung lama, dan baik, namun ada yang berlangsung singkat dan penuh pertengkaran atau konflik. Fungsi pertemanan akan terjadi apabila kualitas pertemanannya baik. Pada masa kanak-kanak akhir agar kualitas pertemanan berlangsung dengan baik masih diperlukan bimbingan dari orang-orang dewasa di sekelilingnya, baik di rumah (orang-orangtua) maupun di sekolah (guru).

(26)

2.2.3 Pengertian Konflik

Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran, politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan akan selalu terjadi. Dari sini, ada benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik. Konflik selalu terjadi di dunia, dalam sistem sosial yang bernama negara, bangsa, organisasi, perusahaan, dan bahkan dalam sistem sosial terkecil yang bernama keluarga dan pertemanan. Konflik terjadi di masa lalu, sekarang, dan pasti akan terjadi di masa yang akan datang. (Wirawan, 2009 : 1).

2.2.4 J enis-J enis Konflik

(27)

1. Konflik pribadi

Konflik pribadi adalah konflik yang terjadi pada perilaku seseorang di mana pikiran dan perilakunya tidak terkontrol, bahkan akan menimbulkan emosi yang tinggi.

2. Konflik Antar Pribadi

Konflik antar pribadi adalah suatu konflik yang terjadi diantara dua atau lebih dari individu yang saling bertentangan, konflik antar pribadi antara lain, menurut para ahli manusia memiliki 4 kebutuhan dasar psikologis, yaitu :

- Kebutuhan untuk diperlakukan sebagai seorang pribadi untuk dihargai

- Kebutuhan untuk memiliki sejumlah kontrol. - Kebutuhan akan harga diri.

- Kebutuhan menjadi orang yang konsisten.

(28)

manusia juga memiliki rasa ego yang menyebabkan manusia juga ingin selalu atau setidak-tidaknya dihargai oleh orang lain.

2.2.5 Penyelesaian Konflik

Konflik dapat berpengaruh positif atau negatif, dan selalu ada dalam kehidupan. Oleh karena itu konflik hendaknya tidak serta merta harus ditiadakan. Berdasarkan beberapa pendapat tantang penyelesaian konflik, dapat ditegaskan bahwa penyelesaian konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik.

Hodge dan Anthony (1991), memberikan gambaran melalui beberapa metode penyelesaian konflik, sebagai berikut :

1. Dengan menggunakan metode penggunaan paksaan. orang sering menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan.

2. Dengan motode penghalusan. Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasih sayang, untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang mengarah pada perdamaian.

(29)

Penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan menggunakan strategi sebagai berikut :

1. Gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik.

2. Gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan.

3. Gunakan penghindaran bila ada isu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak.

2.2.6 Strategi Komunikasi

Sondang P. Siagian (1985 : 21) berpendapat bahwa strategi adalah cara-cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dan oleh suatu hubungan untuk mencapai suatu tujuan dan berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan kendala lingkungannya yang pasti akan dihadapi.

Strategi komunikasi pada hakekatnya adalah perencenaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication

management) untuk mencapai suatu tujuan. (Effendy, 2000:301).

(30)

ditentukan oleh strategi komunikasi. Salah satu fungsi strategi komunikasi yaitu menyebarluaskan pesan sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal. (Effendy, 200 : 300)

Dalam strategi komunikasi peranan komunikator sangatlah penting. Strategi komunikasi harus luwes sedemikian rupa sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor faktor yang mempengaruhi. Komunikator harus menimbulkan daya tarik, pada dirinya harus terdapat faktor daya tarik komunikator (source attractiveness). (Effendy, 2000 : 304)

Gejala-gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seseorang komunikator. Gejala-gejala psikis tersebut biasanya dapat dipahami bila diketahui pula lingkungan pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanya disebut situasi sosial. Jika sudah mengetahui sifat-sifat komunikan, dan tahu pula efek apa yang dikehendaki dari mereka. Memilih cara mana yang diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ada kaitannya dengan media yang harus digunakan.

(31)

cara komunikasi yang digunakan dapat dipertahankan. Jika sebaliknya maka perlu adanya perubahan teknik komunikasi sehingga komunikasi dinyatakan berhasil. (Effendy, 2008 : 32)

Strategi komunikasi, baik secara makro (planed multimedia strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda yaitu menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal dan menjembatani “kesenjangan budaya” (cultur gap) akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasinalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.

Berbicara tentang strategi komunikasi, berarti berbicara tentang bagaimana sebuah perubahan diciptakan pada khalayak dengan mudah dan cepat. Perubahan merupakan hasil proses komunikasi yang tak terelakkan. Semua pihak yang berkomunikasi, mau tidak mau pasti mengalami perubahan baik perubahan kecil maupun perubahan besar. (Arifin, 1994 : 10)

Menurut Effendy (1981 : 44) efek komunikasi yang timbul pada komunikan seringkali di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Efek Kognitif : terkait dengan pikiran nalar dan rasio. Misalnya komunikasi yang semula tidak tahu, tidak mengerti menjadi mengerti atau tidak sadar menjadi sadar.

(32)

c. Efek Konatif : efek yang berkaitan dengan timbulnya keyakinan dalam diri komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator berdasarkan pesan atau message yang dtransmisikan, sikap dan perilaku komunikan pasca proses komunikasi juga tercermin dalam efek konatif.

2.2.7 Ciri-Ciri Hubungan Interper sonal

Seseorang menjalin hubungan dengan orang lain bukanlah sekedar ingin membangun relasi atau hubungan saja, hubungan interpersonal bukan suatu kegiatan yang pasif, melainkan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Suatu kegiatan untuk untuk mengembangkan hasil yang lebih produktif, menyenangkan, dan memuaskan. Untuk mengenali lebih jauh tentang karakteristik hubungan interpersonal, dikemukakan beberapa ciri mengenai hubungan interpersonal sebagai berikut :

1. Mengenal secara dekat

(33)

2. Saling Memerlukan

Hubungan interpersonal diwarnai oleh pola hubungan saling menguntungkan secara dua arah dan saling memerlukan. Sekurang-kurangnya kedua belah pihak merasa saling memerlukan kehadiran seorang teman untuk berinteraksi, bekerjasama, saling memberi dan menerima. Apabila salah satu pihak merasa tidak lagi memperoleh manfaat, maka keadaan seperti ini dapat dipakai sebagai alasan terjadinya putus hubungan interpersonal.

3. Pola hubungan antarpribadi yang ditunjukkan oleh adanya sikap keterbukaan di anatara keduanya

Hubungan interpersonal juga ditandai oleh pemahaman sifat-sifat pribadi di antara kedua belah pihak. Masing-masing saling terbuka sehingga dapat menerima perbedaan sifat pribadi tersebut.

4. Kerjasama

(34)

2.2.8 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan suatu action oriented, ialah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal itu bermacam-macam, beberapa diantaranya sebagai berikut :

a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Dalam hal ini, seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar, dan sebagainya.

b. Menemukan diri sendiri

(35)

c. Menemukan dunia luar

Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual.

d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis.

Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Semakin banyak teman yang dapat diajak bekerja sama, maka semakin lancarlah pelaksanaan kegiatan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itulah setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi interpersonal yang di abdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

(36)

2.2.9 Per kembangan Anak

Pengertian tentang anak selalu dikaitkan dengan batas usia yang di dalamnya masih mengandung rentang usia yang dibedakan kedalam beberapa tahapan sesuai dengan tahapan perkembangannya. (Hurlock, 1980) membaginya dalam tiga tahap perkembangan, yaitu : masa bayi, masa awal kanak-kanak, dan masa akhir kanak-kanak.

Masa awal kanak-kanak memiliki rentang usia antara 2 sampai dengan 6 taahun. Pada masa bayi, orangtua pada umumnya menitikberatkan pada masalah perawatan fisik bayi., maka masa kanak-kanak seringkali maslah perilaku anak yang dihadapi orangtua.

Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi disetiap tahap masa kanak-kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki pengalaman yang terbatas, yang mempengaruhi pemahaman dan persepsi mereka mengenai dunia.

Menurut Erik Erikson dalam (Hasan : 2010) tahap perkembangan psikologis anak terbagi menjadi empat tahapan, yaitu :

(37)

Sebaliknya apabila pengasuhan yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan dasar tanpa kasih sayang yang cukup maka anak akan terus cemas dan mencurigai lingkungannya.

2. Tahap yang kedua adalah mandiri dan ragu-ragu (usia anak 2-3 tahun). Dalam tahap ini anak mendapat kesempatan untuk melakukan apa yang diinginkan sesuai dengan caranya sendiri sehingga anak bisa mendapatkan manfaat dari apa yang dilakukannya tentu saja dengan pengawasan dan bimbingan dari orangtua atau guru. Tetapi apabila orangtua atau guru terlalu melarang dan tidak sabar dalam membimbing anak melakukan kegiatan mereka sendiri, maka akan timbul sikap ragu-ragu pada anak tersebut. Orangtua atau guru harus menghindari sikap membuat malu pada anak apabila yang mereka lakukan tidak sesuai dengan yang seharusnya. 3. Tahap ketiga adalah berinisiatif dan merasa bersalah (usia anak-5 Tahun).

Pada tahap ini anak sudah bisa berpartisipasi dengan berbagai kegiatan, anak yang perkembangannya baik dengan rasa percayanya akan mulai timbul keinginan dan inisiatifnya. Apabila diberi kebebasan untuk menjelajahi dunia mereka kemudian menghadapi masalah, mereka bisa mengatasinya. Tapi apabila yang terjadi sebaliknya maka yang akan tombul adalah rasa bersalah pada anak.

(38)

mempunyai beberapa ciri menonjol seperti berkelahi, mencuri, mengganggu anak lain, membolos, tidak dapat berkonsentrasi, hiperaktif, menarik diri dari pergaulan dan kecemasan.

2.2.10 Pengertian Orangtua Temperamental

Orangtua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. (Nasution, 1986 : 1). Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus dan dibina oleh orangtuanya hingga beranjak dewasa.

Temperamen adalah gabungan dari sifat atau karakteristik dalam diri seseorang yang cenderung menentukan cara ia berpikir, bertindak, dan merasa. Temperamen berpengaruh kuat dalam tingkah laku kita sehari-hari. (William H. Sheldon 1898-1977)

(39)

2.2.11 Teori Interaksional

Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. setiap sistem terdiri dari subsistem-subsistem atau komponen-komponen yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut teori ini, hubungan interpersonal adalah merupakan suatu proses interaksi. masing-masing orang ketika akan berinteraksi pasti sudah memiliki tujuan, harapan, kepentingan, perasaan suka atau benci, perasaan tertekan atau bebas. Dalam diri setiap manusia memiliki tiga status ego yang mengacu pada sikap orangtua (P. Exteropsychic) : Sikap orang dewasa (A. Neopsychic) dan ego anak ( C.Aeropsychic) ketiganya dimiliki setiap orang, baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua.

Berikut ini adalah empat cara menurut Berne untuk mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang :

1. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya, Selain itu juga melalui verbal yaitu pilihan kata yang diguunakan karena seringkali tingkah laku adalah gabungan dari keduanya.

(40)

fakta-fakta atau latar belakan suatu kejadian maka orang tersebut dikuasai oleh sikap dewasa.

3. Mengingat kembali keadaan seseorang tersebut sewaktu masih kecil kemudian dibandingkan dengan saat ini. cara berbicara, gerak-gerik nonverbal

4. Mengecek perasaan diri sendiri. perasaan seseorang muncul pada konteks, tempat tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap dewasa, orangtua, anak-anak yang memperngaruhi seseorang..

Faktor-faktor yang menghambat terlaksananya komunikasi interpersonal adalah kontaminasi dan eksklusif. Dua faktor ini termasuk hambatan utama dalam komunikasi interpersonal. Kontaminasi adalah pengaruh yang kuat dari salah satu sikap atau lebih dari pihak yang berkomunikasi. Sedangkan eksklusif adalah penguasaan salah satu sikap atau lebih yang terlalu lama, misalnya sikap orangtua sehingga orang tersebut terus menerus memberikan nasihat, melarang perbuatan tertentu, mendorong dan menghardik.

2.2.12 Model Komunikasi

(41)

Gambar 2: Unsur-Unsur Komunikasi Sumber: Effendy, 2011:18-19

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian pustaka tersebut maka dapat disajikan alur kerangka berpikir penelitian sebagai berikut.

Perkembangan sosial-emosional positif atau baik merupakan prediktor untuk kesuksesan dalam bidang akademik, kognitif, sosial, dan emosional dalam kehidupan anak selanjutnya. Perkembangan emosi dan sosial tidak terlepas peran dari faktor-faktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan bersama teman sebayanya.

Sender Encoding Channel Decoding Receiver

Feedback Response

Noise

(42)

3.1 J enis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif penelitiannya fokus pada kedalaman penelitian dan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran atau deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah memiliki konsep dan kerangka konseptual (landasan teori). Peneliti melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. (Rachmat, 2006 : 69)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang tidak menggunakan statistik atau angka-angka tertentu. Hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang bersifat umum) atau bersifat universal, jadi hanya berlaku pada situasi dan keadaan yang sesuai dengan situasi dan keadan dimana penelitian serupa dilakukan. (Kountor, 2003 : 29)

(43)

(participant observation)yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan

mendengarkan secara cermat sampai pada sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam. (Bondan dalam Moeleong, 2002 : 117)

3.2 Definisi Konseptual

3.2.1 Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah proses interaksi antara individu dengan individu lain dengan cara berkomunikasi. komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, sebaliknya kegagalan komunikasi terjadi apabila isi pesan dapat dipahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Setiap kali berkomunikasi, bukan hanya menyampaikan isi pesannya saja tetapi menentukan kadar hubungan interpersonal. Makin baik sebuah hubungan interpersonal makin terbuka seseorang dalam mengungkapkan perasaannya, makin cenderung seseorang meneliti perasaanya secara mendalam, makin cenderung seseorang mendengar dengan penuh perhatian.

Hubungan Interpersonal dikatakan berjalan dengan baik apabila memenuhi tiga persyaratan utama, yaitu :

1. Pengertian yang sama terhadap makna pesan.

(44)

pesan yang diterima oleh komunikan. Sehingga tidak terjadi mis komunikasi diantara keduanya.

2. Melaksanakan pesan secara sukarela.

Indikator berikutnya adalah komunikan menindaklanjuti pesan tersebut dengan perbuatan dan dilakukan secara sukarela, tidak karena terpaksa. Komunikasi interpersonal yang efektif mampu mempengaruhi emosi pihak-pihak yang terlibat komunikasi kedalam suasana nyaman, harmonis, dan bukan suasana tertekan.

3. Meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi

Hubungan interpesonal yang baik akan mendorong terjadinya hubungan yang positif terhadap pihak-pihak yang berkomunikasi tersebut. Hal itu disebabkan pihak-pihak yang berkomunikasi merasakan memperoleh manfaat dari komunikasi tersebut dan merasa perlu untuk menjaga dan memelihara hubungan antarpribadi mereka.

3.2.2 Orang Tua Temperamental

(45)

Amarah yang tidak terkontrol dapat dilakukan kepada anaknya. Orang tua yang memiliki sifat pemarah dapat sekali mempengaruhi perkembangan anak.

3.2.3 Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari (0-1 tahun), usia bermain atau oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun), rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain, mengingat latar belakang anak berbeda. Dalam penelitian ini peneliti telah berkonsultasi dengan pihak Kepala Sekolah Baby Smile School Surabaya, bahwa usia yang tepat dan berkaitan dengan judul peneliti ajukan adalah anak dalam golongan usia 3-6 tahun. Karena pada golongan usia tersebut meteri pengajaran dan pendidikan yang diberikan adalah seputar perkembangan moral anak dalam mengatasi konflik.

3.2.4 Penyelesaian Konflik

(46)

bahwa penyelesaian konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik.

Hodge dan Anthony (1991), memberikan gambaran melalui beberapa metode penyelesaian konflik, sebagai berikut :

1. Dengan menggunakan metode penggunaan paksaan. orang sering menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan.

2. Dengan motode penghalusan. Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasih sayang, untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang mengarah pada perdamaian.

(47)

Penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan menggunakan strategi sebagai berikut :

1. Gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik.

2. Gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan.

3. Gunakan penghindaran bila ada isu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah Baby Smile School Surabaya, yang beralamat di Jalan Taman Pondok Indah Blok Px No.26 Wiyung, Surabaya. Alasan peneliti memilih Baby Smile School Surabya, karena sekolah tersebut memiliki kegiatan yang nyata terkait pendidikan dalam perkembangan moral anak dalam menyelesaikan konflik dengan temannya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

(48)

diwawancarai untuk mendefinisikan diri dan lingkungannya atau menggunakan istilah-istilahnya sendiri berdasarkan kultur dan tradisi yang mereka anut. sebagian besar wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tape

recorder atas seizin informan. Cara ini digunakan untuk menghindari

kesalahan-kesalahan dalam menguntip setiap pertanyaan yang disampaikan oleh informan.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini didukung juga dengan teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan dengan menggunakan penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. (Soehartono, 2004 : 69)

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Iqbal Hasan (2001 : 7) menjelaskan bahwa metode analisis ini adalah bagian dari cara pengumpulan data, dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Analisis deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan menegenai suatu data atau keadaan. Analisa deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Untuk penarikan kesimpulan hanya ditujukan pada data yang ada.

(49)
(50)

4.1 Gambaran Objek Penelitian

Lokasi penelitian berada di Baby Smile School Wiyung Surabaya. Karena tempat ini merupakan sebuah Yayasan Karunia Kasih Allah membentuk suatu wadah yang akan mendukung anak-anak bangsa usia 6 bulan – 6 Tahun melalui PAUD Baby Smile School agar menjadi pribadi yang berkualitas secara fisik, psikologis, sosial, intelektual dan budi pekerti. Baby Smile School di dirikan pada Tanggal 28 Mei 1999 oleh Maria Farida, S Psi. Dengan motto “We Love Every Child With Our Heart, it is the lord who gives wisdom, from him come knowledge and understanding”.

Telah diketahui perkembangan sosial dan emosional anak berkaitan dengan kapasitas anak untuk mengembangkan self confidence, trust, dan empathy. Perkembangan sosial-emosional yang positif atau baik merupakan prediktor untuk kesuksesan dalam bidang akademik, kognitif, sosial, dan emosional dalam kehidupan anak selanjutnya.

(51)

peran dari faktor-faktor keluarga, relasi anak, dan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan bersama teman sebayanya.

Orangtua dan keluarga, guru, dan teman sangat berperan dalam pencapaian perkembangan emosi-sosial yang baik pada masa kanak-kanak awal. Relasi awal dengan orangtua merupakan pondasi dicapainya kompetensi sosial dan hubungan dengan teman. Orangtua harus berinteraksi dengan menunjukkan kasih sayang, memahami perasaan anak, memahami keinginan dan kebutuhannya, mengekspresikan minat anak dalam aktivitas sehari-hari, bangga atas pencapaian anak, memberi semangat dan dukungan saat anak mengalami masalah (stres). Guru, sama halnya dengan orangtua, harus menunjukkan relasi yang hangat dan responsif, keterikatan yang konsisten, terlebih anak mulai menghabiskan banyak waktunya dengan guru (dikelas-kelas playgroup atau kelompok PAUD). Teman juga sangat berperan penting melalui hubungan pertemanan yang baik dan bermain bersama, dan penerimaan sebagai teman karena anak akan belajar bagaimana bekerja dalam kelompok dan bekerja sama dengan teman lain. Anak-Anak yang ditolak oleh teman-temannya akan berefek pada hambatan sosial dan prestasi belajar di sekolah. Dalam kondisi demikian, peran guru dan orangtua sangat penting untuk melakukan intervensi dalam rangka membantu anak-anak mengatasi hambatannya.

(52)

keluarga. Melalui teman, anak memperoleh umpan balik tentang kemampuannya, mengevaluasi apa yang mereka lakukan (apakah lebih baik atau kurang).

Hubungan yang baik dengan teman sangat penting bagi perkembangan sosial yang baik. Isolasi sosial atau ketidakmampuan anak melibatkan diri kedalam suatu jaringan sosial, dapat mengakibatkan munculnya masalah dan kelainan yang beragam mulai dari kenakalan dan masalah minuman-minuman keras dan depresi. Relasi yang buruk diantara teman-teman pada masa anak-anak dapat berefek pada kecenderungan terjadinya putus sekolah dan perilaku kenakalan remaja. Sebaliknya, relasi yang baik berefek pada kesehatan mental yang baik pada usia tengah baya.

Maka dari itu Baby Smile School yang berdiri sejak 28 Mei 1999, merupakan wujud dan tekad dari Ibu Maria Farida untuk memecahkan masalah tersebut diatas. Dengan membentuk Taman Kanak-Kanak yang diharapkan dapat ikut serta membina dan dapat membentuk perkembangan moral, dan dapat juga membentuk emosi-sosial anak yang baik dengan disertai komunikasi yang baik dengan orangtua anak.

(53)

dalam berekspresi dan bermain anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal.

4.2 Identitas Responden

Infor man 1 (Novita orangtua dar i Siswi TK B Elizabeth Agnecia)

Informan yang pertama dari penelitian ini adalah orangtua dari siswi TK B yang bernama Elizabeth Agnecia, atau biasa dipanggil oleh teman-temannya dengan panggilan agnes. Saat ini Agnes juga sudah berumur 6 tahun. Dan Ibu Novita ini sehari-harinya bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Ibu dengan satu orang anak ini saat ini berusia 33 tahun. Sehari-harinya Ibu Novita selalu mengantarkan anaknya yang bernama agnes pergi kesekolah dan setiap harinya Ibu Novita menunggui anaknya sekolah sampai selesai. Ibu Novita memiliki suami yang bernama Bapak Donald, suami ibu novita ini bekerja sebagai Wiraswasta. Keluarga Ibu Novita termasuk dari keluarga yang berkecukupan. Ibu Novita ini selalu mengajarkan kepada anaknya tentang kedisiplinan. Keluarga Ibu Novita tinggal di Jl. Raya Lidah Kulon no.235

Infor man 2 (Linda orangtua dar i siswi TK B Victor ine Luna)

(54)

dari dua bersaudara dari pasangan Wibowo Hembri dan Ibu Linda. Kedua orangtua Luna termasuk orangtua yang super sibuk sekali. Bahkan mamanya pun sering kali tidak ada waktu untuknya. Papa dan mamanya sama-sama bekerja sebagai wiraswasta. Kedua orangtuanya memiliki perusahaan yang berbeda, dan mereka sama-sama memiliki kesibukan. Luna dan kakaknya selalu berada dirumah dengan seorang pembantu, jadi bisa dikatakan Luna kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Keluarga Ibu Linda ini tinggal di Gunung Sari Indah RR-17.

Infor man 3 (Diana Hanavie orangtua dari siswi Kids Smile 2 Giselle)

(55)

sekolah dan terkadang Ibunya juga tidak menungguinya. Giselle dan Ibunya saat ini tinggal di Jl. Mastrip Kedurus 178.

4.3 Penyajian Data

Data diperoleh saat peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan, dan melakukan observasi secara langsung di Baby Smile School. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa informan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam wawancara ini peneliti mengambil empat orang informan yang tentunya memenuhi kriteria penelitian.

Peneliti mendatangi satu persatu informan dengan waktu yang telah disepakati bersama sebelumnya sehingga informan dapat lebih leluasa dalam mendeskripsikan profil mereka dan diharapkan dapat pemahaman yang lebih mendalam terhadap objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yakni Bagaimanakah penyelesaian konflik antar anak yang memiliki orangtua temperamental dalam hubungan interpersonal.

(56)

permasalahan yang diangkat. Berikut ini merupakan penyajian data dari informan yang akan diwawancarai.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada masing-masing informan, peneliti ingin mengetahui bagaimana penyelesaian konflik antar anak yang memiliki orangtua temperamental dalam hubungan interpersonal.

1. Pendidikan Sopan Santun dan Budi Pekerti

Pada informan 1 memberi penjelasan bahwa pendidikan tentang sopan santun memang penting sekali diterapkan kepada anak-anak sejak usia dini. Karena akan berpengaruh untuk anak-anak dari usia dini sampai beranjak dewasa.

“Kalau menur ut saya, ya per lu sekali ajar an tentang sopan santun sudah diterapkan kepada anak-anak sejak usia dini loh.”

Setiap orangtua pasti menginginkan anak-anak mereka memiliki budi pekerti yang baik, serta dapat menciptakan hubungan yang baik dengan siapa saja.

Informan 2 mempertegas pernyataan dari informan 1 yang menjelaskan tentang pendidikan sopan santun anak. Informan 2 pun berpendapat yang sama dengan informan 1 bahwa pendidikan sopan santun memang penting sekali diajarkan oleh anak pada usia sejak dini.

(57)

saya juga bisa mendapatkan pendidikan sopan santun melalui arahan gur u-gur unya di sekolah.”

Di sini informan 1 dan 2 sama-sama menyetujui adanya pembelajaran tentang budi pekerti dan sopan santun sejak anak usia dini. Karena di zaman yang teknologinya semakin maju, maka anak-anak bangsa harus bertumbuh sebagai anak yang memiliki moral yang baik.

Informan 3 juga mempunyai pendapat yang sama dengan informan 1 dan informan ke 2. Informan ke 3 juga berpendapat bahwa pendidikan sopan santun memang perlu sekali diajarkan pada anak-anak sejak usia dini. Karena setiap orangtua berharap anak – anak mereka memiliki rasa hormat dan sopan santun kepada orangtua.

“Penting sekali loh kalau anak sejak usia dini sudah diajarkan budi pekerti dan sopan santun. Saya berharap kalau anak saya tidak hanya pintar dalam bidang akademik saja, tapi juga mempunyai budi pekerti yang baik.

Informan 3 berharap anaknya tidak hanya pintar di bidang akademik saja, tetapi juga berharap anaknya mempunyai budi pekerti dan sopan santun yang baik terhadap orangtua. Dan memiliki rasa hormat dengan orantua.

(58)

anak-anak bangsa harus bertumbuh sebagai anak yang memiliki nilai-nilai sopan santun dan budi perkerti yang baik.

2. Mengatasi Anak yang Nakal

Pada Informan 1 memberikan penjelasan bahwa cara mengatasi anak yang nakal lebih dengan cara memberikan ancaman-ancaman saja kepada anaknya. Tetapi jika kenakalan anaknya sudah dianggap keterlaluan, maka informan 1 akan mengambil tindakan lain seperti memarahi.

“Kalau anak saya nakal, sering saya intimidasi...”

“Sering saya ancam nggak saya belikan mainan lagi, atau ter kadang saya ancam nggak saya ajak jalan-jalan atau pergi lagi.”

“Anaknya juga sudah langsung takut kalau saya sudah mengancam begitu, tapi kalau masih nakal baru saya mar ahin terus saya omelin. bar u kapok anaknya... hehehheeee...”

Setiap orangtua pasti memiliki cara yang bermacam-macam untuk mengatasi anak-anak yang nakal. Untuk informan 1 cara mengatasi anaknya yang nakal lebih dengan cara memakai ancaman-ancaman dan sedikit intimidasi.

(59)

terlebih dahulu, tetapi jika sudah keterlaluan informan 2 akan mencubit anaknya yang nakal.

“Oh.... Kalau anak saya nakal, pertama saya menasehatinya saja. Tapi ter kadang anak saya itu sulit dikasih tahu, kalu sudah begitu ya ser ing saya cubit. Terus... Kalau masih tidak menur ut saya masukkan ke kamar mandi sampai anaknya bisa nur ut sama saya.”

Dan untuk informan 3 juga memiliki cara tersendiri untuk mengatasi kenakalan anak-anak mereka. Untuk informan 3 ini memiliki cara yang berbeda dengan informan 1 dan informan 2.

Informan 3 ini termasuk orangtua yang keras dalam mendidik anak. Informan 3 ini sering menghukum anaknya dengan cara memukul anaknya dengan gantungan baju, terkadang juga menghukum anaknya dengan memasukkan anaknya ke dalam kamar mandi lalu menguncinya dari luar.

“J ujur saja ya....!!! Saya ini termasuk orangtua yang sangat keras sama anak. Karena saya tidak ingin anak saya tumbuh sebagai anak yang tidak penur ut.”

“Kalau anak saya nakal, saya pukul dia dengan menggunakan gantungan baju. Lalu saya kunci di dalam kamar mandi.”

(60)

Informan 3 ini memang termasuk orangtua yang cukup keras dalam mendidik anak-anak nya. Karena informan 3 ini sangat menginginkan anaknya lebih patuh dengannya. Karena informan 3 ini termasuk orangtua single parents, jadi merawat dan mendidik anak-anaknya seorang diri.

Berdasarkan dari hasil wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa setiap orangtua memang mengharapkan anak-anak mereka menjadi anak yang patuh dengan orangtua. Dari informan 1, 2, dan 3 memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi anak-anak yang nakal. Untuk informan 1 mengatasi anak yang nakal hanya dengan cara mengancam saja. Sedangkan untuk informan 2 dan informan ke 3 lebih mengatasi anak yang nakal dengan cara memukul anak.

3. Tehnik Penyampaian peraturan-peraturan yang dibuat untuk anak

Pada informan 1 memberikan penjelasan bahwa tehnik menyampaikan peraturan-peraturan yang dibuat untuk anaknya dengan cara memberitahukan kepada anaknya apa yang tidak disukai atau yang dilarang oleh orangtuanya. Dan jika anaknya tidak mau menurut dengan peraturan-peraturan yang informan 1 buat, maka informan 1 akan memarahi anaknya.

(61)

“Kalau anak saya tidak menur ut, bar u saya marah-mar ah. Tapi kalau anak saya sudah susah dibilangi bar u saya pukul.”

Setiap orangtua memang memiliki tehnik-tehnik yang berbeda dalam menyampaikan peraturan-peraturan kepada anaknya. Dan informan 1 memiliki tehnik tersendiri dalam mnyampaikan peraturan kepada anaknya.

Sedangkan untuk informan 2 juga memiliki tehnik yang berbeda dengan informan 1. Dan untuk informan 2 tehnik dalam menyampaikan peraturan-peraturan kepada anaknya dengan cara langsung menunjukkan rasa marah kepada anaknya. Disaat seperti itu informan 2 langsung memberitahukan ke anaknya tentang peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh anaknya.

“Saya si kalau mau menyampaikan peratur an-peraturan ke anak saya dengan cara disaat saya marah-marah dengan anak saya. J ika saya sudah mara-mar ah, saya jelaskan ke anak saya kalau dia sudah melakukan perbuatan yang tidak saya sukai, disaat seperti itu saya member itahukan ke anak saya kalau saya memiliki peraturan-peraturan yang har us dipatuhi oleh anak saya.”

Informan 2 dalam dalam menyampaikan peraturan-peraturan yang dibuat untuk anaknya lebih menunjukkan rasa marahnya kepada anaknya. Informan 2 tidak melakukan komunikasi secara mendekat kepada anaknya, melainkan dengan menunjukkan langsung sikap marah kepada anaknya.

(62)

lebih dengan cara setiap hari informan 3 harus mengingatkan anaknya tentang peraturan-peraturan yang harus dipatuhi anaknya. Jadi informan 3 setiap hari harus mengomeli anaknya agar mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

“Kalau saya menyampaikan peraturan-peratur an yang saya buat dengan cara setiap har i har us saya ingatkan terus ke anak saya peraturan-peraturan yang har us dipatuhi setiap har inya.”

“Bisa dibilang setiap hari saya harus mengomeli anak saya agar bisa mematuhi peraturan-peraturan yang saya buat.”

Dari hasil wawancara informan 1, 2 dan 3, penulis dapat menyimpulkan bahwa setiap orangtua mempunyai peraturan-peraturan yang dibuat untuk anak-anak mereka. Agar anak-anak-anak-anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik. Dan semua orantua menginginkan anak-anak mereka menjadi anak yang penurut.

4. Cara mendidik anak dalam pergaulan sehari-hari dengan temannya

(63)

“Setiap har i dir umah saya selalu menasehati anak saya, kalau ber main jangan bermain yang berbahaya. Dan kalau sama teman ya har us mau ber main sama-sama, jangan suka pilih-pilih teman.”

“Saya juga ser ing bilang ke anak saya, kalau tidak mau dipuku l jangan pernah memukul temannya.”

Informan 1 memberikan nasehat yang baik untuk anaknya. Informan 1 mengajarkan kepada anaknya untuk tidak memilih-milih teman saat bermain bersama. Informan 1 juga mengajarkan kepada anaknya untuk tidak suka memukul teman ketika sedang bermain bersama-sama temannya.

Sedangkan untuk informan 2 lebih mengajarkan kepada anaknya untuk menjadi anak yang baik. Informan 2 ini sangat tidak menyukai ketika melihat anaknya bertengkar dengan temannya saat bermain bersama. Informan 2 ini juga selalu memberikan nasehat kepada anaknya untuk tidak bertengkar ketika bermain bersama temannya.

“Saya kalau sudah melihat anak saya bertengkar dengan temannya, saya hukum anak saya dan saya tidak perbolehkan anak saya ber main lagi.”

“Saya juga sering memberikan nasehat ke anak saya, kalau sedang ber main tidak boleh sampai bertengkar.”

(64)

Karena menurut pengamatan peneliti, informan 2 ini tidak suka melihat anaknya menangis ketika bermain.

Sedangkan untuk informan ke 3 lebih sering mengawasi anaknya dalam pergaulan sehari-hari dengan temannya. Informan 3 ini juga menasehati anaknya untuk tidak bermain dengan temannya yang nakal, atau dengan temannya yang suka memukul. Karena informan 3 ini tidak suka ketika melihat anaknya dipukul oleh temannya yang lain.

“Kalau saya mendidik anak saya dalam pergaulan sehari-hari lebih saya awasi. Saya juga ser ing bilang ke anak saya untuk tidak ber main dengan temannya yang nakal. Soalnya saya ini nggak suka kalau ada temannya yang nakal atau pukul anak saya.”

Untuk informan 3 ini juga tidak suka kalau anaknya disalahkan oleh orang lain. Informan 3 ini juga menyuruh anaknya untuk membalas jika ada temannya yang memukul anaknya.

(65)

5. Sikap Anak Saat Bertengkar Atau Saat Bermain dengan Temannya

Pada informan 1 memberikan penjelasan bahwa si anak cukup memiliki teman yang banyak di sekolah. Tetapi terkadang memang sering terjadi pertengkaran ketika bermain bersama temannya. Dan menurut informan 1 ketika si anak bermain dan terjadi pertengkaran dengan temannya si anak tersebut mau meminta maaf kepada temannya, tetapi terkadang si anak juga tidak mau meminta maaf kepada temannya ketika melakukan sebuah kesalahan.

“Yang saya lihat si anak saya itu punya teman yang cukup banyak ya. Tetapi ya namanya anak-anak selalu saja bertengkar dengan temannya saat bermain.”

“Dan seandainya anak saya memang merasa dir inya ber salah, dia mau untuk meminta maaf denga temannya”

“Tapi ter kadang anak saya juga sulit sekali kalau meminta maaf ke temannya saat melakukan kesalahan.”

Informan 1 ini melihat bahwa anak nya terkadang mau meminta maaf ke temannya saat melakukan kesalahan, tetapi terkadang anaknya juga tidak pernah mau meminta maaf kepada temannya saat anaknya melakukan kesalahan.

(66)

informan 2 menjelaskan bahwa si anak terkadang mau mengalah dengan temannya. Tetapi ada kalanya juga si anak ini tidak mau mengalah dengan temannya saat bermain.

“Kalau saya melihat anak saya saat ber main dengan temannya baik-baik saja. Anak saya jarang sekali bertengkar dengan temannya. Yang saya lihat si... anak saya lebih suka mengalah sama temannya saat ber main. Tapi ya namanya anak-anak, kadang juga nggak mau mengalah sama temannya.”

“Anak saya itu juga suka lapor-lapor ke papanya loh...!! Kalo bertengkar sama temannya.”

Memang terkadang ada anak yang suka sekali melapor ke orangtuanya ketika si anak merasa dirinya disakiti oleh temannya. Seperti penjelasan informan 2 ini bahwa terkadang sika melapor ke papanya ketika bertengkar dengan temannya.

Dan untuk informan ke 3 memiliki penjelasan yang berbeda dengan informan 1 dan informan 2. Informan 3 ini menjelaskan kepada peneliti bahwa ketika si anak sedang bertengkar dengan temannya, si anak tidak pernah mau meminta maaf kepada temannya sekalipun dia tahu kalau dia salah. Dan inorman 3 ini juga menjelaskan bahwa si anak suka memukul temannya saat bermain.

(67)

temannya menangis kar ena dipukul anak saya. Lalu saya ajak pulang, dan dirumah saya pukuli anak saya.”

Dari hasil wawancara dengan informan1, 2 dan 3 peneliti menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan orangtua ke anaknya, secara tidak langsung si anak juga akan menirukan tingkah laku orangtuanya kepada temannya. Banyak hal yang dilakukan anak-anak dalam menyelesaikan konflik dengan temannya. Ada yang menangis, ada pula yang memukul, bahkan ada pula yang mau meminta maaf kepada temannya ketika merasa bersalah.

6. Kendala dan Gangguan saat ber komunikasi dengan anak. Dan car a mengatasinya

Pada informan 1 memberi penjelasan bahwa kendala atau gangguan saat berkomunikasi dengan anak, ketika anak menginginkan sesuatu dan selalu ingin dituruti. Disaat seperti itu terkadang orangtua sulit sekali untuk mengajak bicara si anak. Dan cara untuk mengatasinya informan 1 ini selalu mengancam anaknya, supaya anak memiliki rasa takut. Dan jika sebuah ancaman tidak cukup untuk si anak, informan 1 ini akan memberikan pukulan kepada anaknya.

(68)

semakin sulit sekali diajak ber komunikasi. Kalau sudah demikian saya ancam anak saya, ter kadang saya juga pukul kalau sulit diajak komunikasi terus.”

Menurut informan 1 ini cara mengatasi ketika anak sulit sekali diajak berkomunikasi adalah dengan cara memukul atau memberikan ancaman, agar si anak bisa untuk diajak berkomunikasi lagi dengan baik tanpa harus meminta apapun.

Dan untuk informan ke 2 memberikan penjelasan bahwa informan 2 ini termasuk orangtua yang cukup sibuk dan jarang sekali memiliki waktu untuk anaknya. Dan ketika berkomunikasi dengan anaknya informan 2 ini berkomunikasi yang seperlunya saja dengan anaknya. Kendala atau gangguan berkomunikasi dengan anak untuk informan 2 ini hanya soal waktu saja.

“J ujur saja sih...Saya ini sibuk sekali, soalnya saya punya usaha yang saya rintis sendir i. J adi, saya jar ang sekali ada waktu buat anak saya. Saya juga sering telat jemput anak saya di sekolah. Hehehheee... J adi komunikasi sama anak ya seperlunya saja.”

(69)

Sedangkan untuk informan 3 memberikan penjelasan yang berbeda dengan informan 1 dan 2. informan 3 memberikan penjelasan kepada peneliti bahwa kendala atau gangguan saat berkomunikasi dengan anaknya ketika si anak menanyakan keberadaan papanya. Informan 3 ini juga bingung bagaimana menjelaskan kepada si anak tentang kondisi orangtuanya yang sekarang. Informan 3 ini merasa kesulitan berkomunikasi dengan anaknya ketika si anak menanyakan papanya terus menerus. Dan anakanya pun selalu menangis ketika bertanya tentang papanya. Informan ke 3 merasa jika sudah merasa diposisi seperti itu si anak menjadi sulit sekali dikendalikan.

“Oooohhhh... Kendala atau gangguan saat saya ber komunikasi dengan anak saya pada saat anak saya selau menanyakan papanya. Saya sampai bingung sendiri menjelaskan seperti apa. Kalu sudah seperti itu anak saya menjadi sulit dikendalikan.”

Dan untuk informan 3 ini cara mengatasi kendala-kendala saat berkomunikasi dengan anaknya yaitu dengan cara memukul si anak, dan terkadang informan 3 ini juga sampai teriak-teriak ke anaknya supaya anaknya mau mendengarkannya dan bisa di ajak berkomunikasi lagi.

Gambar

Gambar 2: Unsur-Unsur Komunikasi
Gambar 1. Saat Giselle tidak diajak bermain oleh teman-temannya
Gambar 2.  Giselle berebut mainan dengan temannya

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dan hasil analisa dua masjid dan sembilan musholla yang ada di Desa Blendung, enam bangunan masjid dan musholla sejajar dengah garis lurus arah kiblat, tiga

Menyatakan bahwa saya telah memberikan penilaian dan masukan terhadap media pembelajaran dalam skripsi yang berjudul “PENYUSUNAN PHOTO SEQUENCE “Elang- ular bawean”

bertujuan untuk menghasilkan pakan ikan yang lebih baik dan menghasilkan. keuntungan pada

terhadap prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran aqidah

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya suatu badan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap anggota DPR yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan yang mempunyai

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada tabel 4.2 menunjukkan nilai VIF dari masing-masing variabel independen yaitu leverage , profitabilitas, pertumbuhan

Dari hasil supervisi maka dibuatkan laporan dan ditindak lanjuti, Pada laporannya diberitahukan berapa jumlah guru dan prosentasenya yang mendapat nilai baik sekali, baik,

Laporan hasil pelaksanaan kegiatan sosialisasi publik kontrak konsultasi publik program hibah jalan daerah (PHJD) wilayah unit pelaksana teknis pengelola jalan