• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang penting dan semakin dirasakan kegunaannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak hanya diperlukan untuk mempelajari matematika lanjut tetapi juga diperlukan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain seperti pengetahuan alam, ilmu teknik, kedokteran dan ilmu ekonomi (Darwati, 2009). Lebih lanjut, Sutawijaya dalam Aisyah (2007) menyatakan bahwa matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif. Hudoyo dalam Aisyah (2007) juga menyatakan bahwa matematika berkenan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk mendidik serta melatih berpikir secara logik. Selain itu, matematika juga berkenaan dengan konsep abstrak yang kebenarannya dikembangkan atas dasar aturan logis. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri yang dimiliki matematika yang diungkapkan oleh Suharno (2004), yaitu : 1) memiliki objek kejadian yang abstrak, 2) berpola pikir deduktif dan konsisten. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa matematika pada hakikatnya adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berpikir logis (Suminarsih, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka matematika dipilih menjadi salah satu mata pelajaran yang diberikan di ketiga tingkat pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan dasar (Sekolah Dasar/SD dan Sekolah Menengah Pertama/SMP), dan pendidikan menengah (Sekolah Menengah Atas/SMA).

Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah terutama di SMP menurut Wardhani (2010) adalah agar siswa mampu : 1) memahami konsep matematika dimana siswa dapat menjelaskan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat dimana siswa dapat melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau

(2)

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperkelas keadaan atau masalah; serta 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu, guru seyogyanya dapat merancang pembelajaran matematika yang mampu mencapai tujuan pemberian matematika di sekolah tersebut dan dapat membentuk karakter siswa.

Pembelajaran matematika harus dapat melibatkan proses dan aktivitas berpikir siswa secara aktif dengan mengembangkan perilaku metakognitif. Pada proses pembelajaran seorang guru harus mampu memberikan penekanan yang seimbang antara melakukan (doing) dan berpikir (thinking). Seorang guru harus dapat menumbuhkan kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas, kemampuan pemahamannya sendiri, berpikir dan mengontrol diri selama proses pembelajaran serta melatih siswa untuk dapat mengevaluasi dirinya sendirisehingga siswa tidak hanya memiliki ketrampilan melakukan sesuatu tetapi harus memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan implikasinya (Murni, 2010). Jadi pembelajaran yang dilakukan tidak hanya memberikan penekanan pada pencapaian tujuan kognitif (hasil) tetapi juga harus memperhatikan proses kognitif meliputi pengetahuan metakognitif dan ketrampilan metakognitif.

Umumnya guru saat ini cenderung memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan proses kognitif (Purnomo, 2013). Guru masih menggunakan pembelajaran satu arah sehingga dalam pembelajaran guru lebih banyak berperan aktif dibandingkan siswa, guru cenderung menggunakan metode ceramah dan strategi pembelajaran individual serta interaksi yang terjadi dalam pembelajaran adalah satu arah yakni dari guru ke siswa. Kondisi pembelajaran ini didasari anggapan guru bahwa tugas guru hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Kondisi yang demikian mengakibatkan seorang guru cenderung tidak memberi inspirasi pada siswa untuk berkreasi dalam belajar dan kurang dapat melatih siswa dalam berpikir (Amri, 2010).

Pembelajaran satu arah cenderung akan membuat suasana kelas menjadi kurang kondusif. Beberapa hal yang sering dilakukan guru dalam proses pembelajaran adalah 1) ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya sudah dipahami siswa atau belum; 2) dalam proses pembelajaran guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa; 3) guru

(3)

tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak tertarik dengan pembelajaran; dan 4) banyak guru yang mengganggap dirinya sebagai orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran (Hamruni, 2012). Kondisi pembelajaran ini juga berlaku pada pembelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Banyubiru Kabupaten Semarang.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 Banyubiru pada hari Senin tanggal 27 Januari 2014 diperoleh hasil bahwa pembelajaran masih dilakukan dengan pendekatan kovensional. Guru hanya melakukan ceramah saat memberikan materi kemudian diakhiri dengan latihan soal. Sementara siswa hanya duduk diam mendengarkan, ketika mulai jenuh siwa bermain-main dengan pikirannya ataupun teman sebangkunya. Pembelajaran yang dilakukan kurang dapat menggali proses kognitif siswa sehingga pembelajaran menjenuhkan dan suasana belajar menjadi tidak kondusif. Saat mengerjakan latihan soal siswa cenderung mengikuti tahap-tahap yang diberikan guru, tanpa berpikir mengapa tahap-tahap-tahap-tahapnya seperti itu. Hal ini menyebabakan siswa akan mengalami kesulitan dalam menjawab ketika diberikan soal dengan bentuk lain. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional ini menjadikan hasil belajar siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UAS (Ujian Akhir Semester) ganjil. Nilai rata-rata matematika yang diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banyubiru Kabupaten Semarang adalah 59. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif agar tercipta suasana belajar yang kondusif dan diharapkan dapat membangun pemahamannya sendiri tentang materi pembelajaran (Zaini, 2006). Salah satu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pemahamannya sendiri terhadap materi pembelajaran adalah pendekatan metakognisi.

Suzana dalam Maulana (2008) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui, apa yang diperlukan mengerjakan dan bagaimana melakukan. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa, membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan, serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Menurut Sudiarta dalam Darma (2012), penerapan pembelajaran metakognitif diyakini dapat membuat pelajaran menjadi lebih bermakna dan pemahaman siswa menjadi lebih mendalam.

Penelitian dari Maulana (2008) tentang pendekatan metakognitif sebagai alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatakan kemampuan berpikir

(4)

kritis memperoleh hasil bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Muflihatun Khairuna Pasaribu (2010) tentang penerapan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita memperoleh hasil bahwa penerapan pendekatan metakognitif digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita.

Berdasarkan permasalahan dan berbagai penelitian yang ada, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh eksperimentasi pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognisi terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh eksperimentasi pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif terhadap hasil belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh eksperimentasi pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognisi terhadap hasil belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Banyubiru Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2013/2014

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan tentang pembelajaran dengan pendekatan metakognitif yang bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika.

2. Manfaat Praktis a) Bagi Guru

Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman serta sebagai upaya guru untuk memperbaiki pembelajaran matematika.

(5)

b) Bagi Siswa

Membantu siswa-siswi dalam menumbuhkan potensi yang dimiliki dalam bidang matematika, membangkitkan kesadaran diri siswa dalam pembelajaran matematika.

c) Bagi Peneliti Lain

Referensi

Dokumen terkait

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Tabel 4 memperlihatkan bahwa media tanam pasir : tanah : sekam bakar, pasir : tanah : kompos, pasir : tanah : arang batok kelapa dan pasir : tanah : pukan ayam

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep berdasarkan indikator translasi, interpretasi dan extrapolasi

(2) Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari sekelompok minoritas

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan