16 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologis Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Karena banyaknya aspek yang membingungkan dari nyeri dan faktor-faktor yang menyokong pengalaman keseluruhan nyeri, maka tidaklah mengherankan bahwa adanya suatu pandangan yang tidak umum dari mekanisme otak yang menopang persepsi nyeri. Pertama kali harus dipertimbangkan teori yang telah membuat perhatian yang lebih pada nyeri sebelum melewati suatu pertimbangan dari aspek aferen primer dan saraf pusat nyeri. (mayasari, 2016)
Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi. Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale. Skala multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), The Brief Pain Inventory (BPI), Memorial Pain Assessment Card, Catatan harian nyeri (Pain diary).Untuk mengetahui spesifik dari nyeri yang dirasakan oleh seseorang ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu Intensitas nyeri (ringan, sedang, berat), Kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), Durasi (transien, intermiten, persisten), dan Penyebaran (superfisial, terlokalisir, atau difus) (Bahrudin, 2017).
Nyeri bersifat subjektif dimana hanya orang yang merasakannyalah yang bisa memahaminya, Pengalaman subjektif dari nyeri ini memiliki empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Nyeri bisa dikelompokkan dalam beberapa hal seperti : berdasarkan mekanisme nyeri, berdasarkan kemunculan nyeri, dan berdasarkan klasifikasi nyeri wajah.
17 2.1.1 Berdasarkan Mekanisme Nyeri
Berdasarkan mekanisme nyeri dibagi menjadi 3 yaitu yang pertama adalah Nyeri fisiologi, Nyeri fisiologis terjadi karena adanya stimulasi singkat yang tidak merusak jaringan misalnya pukulan ringan yang menimbulkan nyeri ringan, ciri khas dari nyeri ini adalah terdapatnya korelasi positif antara stimulasi dan persepsi nyeri, semakin kuat nyeri stimulasi maka semakin berat nyeri yang dirasakan. Yang kedua adalah nyeri Inflamasi, nyeri inflamasi terjadi karena stimulasi yang kuat sehingga merusak jaringan. Jaringan yang rusak mengalami inflamasi dan menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala dari proses inflamasi akan tetapi sebagian besar orang tidak mengeluhkan nyeri secara terus-menerus. Yang ketiga adalah nyeri neuropatik, nyeri neuropatik didahului dan disebabkan adanya disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma, kompresi, keracunan toksis atau gangguan metabolik.
2.1.2 Berdasarkan Kemunculan Nyeri
Berdasarkan kemunculan nyeri ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Nyeri akut dan Nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau kondisi yang dapat dideteksi dengan mudah, Nyeri akut merupakan suatu gejala biologis yang merespon stimulasi nosiseptor (reseptor rasa nyeri) karena terjadi kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau trauma, Nyeri biasanya berlangsung sementara lalu kemudian akan mereda bila terjadi penurunan intensitas stimulus nosiseptor dalam jangka waktu beberapa hari hingga beberapa minggu. Lalu yang kedua adalah nyeri kronik, Nyeri dapat berhubungan ataupun tidak dengan fenomena patofisiologik yang dapat diidentifikasikan dengan mudah berlangsung dalam periode yang lama dan merupakan proses dari suatu penyakit. Nyeri kronik berhubungan dengan kelainan patologis yang berlangsung terus-menerus atau menetap setelah terjadi
18
penyembuhan penyakit atau trauma dan biasanya tidak terlokalisir dengan jelas. (nandar, 2015)
2.1.3 Berdasarkan Klasifikasi Nyeri Wajah
Berdasarkan klasifikasi nyeri wajah ataupun rongga mulut ini diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu pertama Nyeri somatik, nyeri ini dihasilkan dari stimulasi reseptor-reseptor neural atau saraf-saraf periferal. Jika stimulasi berawal dari superfisial tubuh karakteristiknya klinisnya, seperti : nyeri dengan kualitasi menstimulasi, lokasi nyeri yang tepat, adanya hubungan akurat antara tempat lesi dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang temporer dengan anestesi topikal. Jika stimulasi bermula dari bagian dalam tubuh karakteristik klinisnya, seperti : nyeri dengan kualitas mendepresikan, lokalisasi nyeri beragam menyebar dan bisa saja tidak berhubungan dengan tempat lesi. Kedua adalah Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dari sistem sarafnya sendiri, reseptor saraf ataupun stimulasi serabut yang tidak diperlukan. Karakteristik dari nyeri neurogenik yaitu : nyeri seperti membakar dengan kualitas menstimulasikan, lokalisasi baik, adanya hubungan yang tertutup diantara lokasi dari nyeri dan lesi, pengantaran nyeri mungkin dengan gejala sensorik, motorik, dan autonomik.
Nyeri kategori yang ketiga adalah Nyeri psikogenik, Nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi nyeri somatik atau neurogenik dan juga merupakan suatu manifestasi psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri ini seperti : lokasi nyeri selalu tidak mempunyai hubungan dengan suatu penyebab, Nyeri wajah Atipikal adalah salah satu nyeri psikogenik. (nandar, 2015)
2.2 Etiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi sejumlah faktor. Faktor-faktor yang dimaksud diantaranya yaitu pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas dan pengharapan penghilang rasa nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri. Pengalaman masa lalu dengan nyeri adalah menarik untuk berharap dimana
19
individu yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan toleran terhadap nyeri dibandingkan orang yang lebih sedikit mengalami nyeri, tetapi semua itu tidak berlaku pada semua orang.
Cara seseorang berespon terhadap nyeri pada intinya berbeda satu sama lain dan tergantung dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tak terselesaikan seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri dan depresi. Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalamannya nyeri sebelumnya menunjukan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien. Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf misalnya karena meningkatnya tekanan di dinding viskus / organ. (mayasari, 2016)
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah pribadi, kepercayaan, budaya dan tersedianya orang-orang yang memberi dukungan. Sebagian besar rasa nyeri hebat oleh karena: trauma, iskemia atau inflamasi disertai kerusakan jaringan. Hal ini mengakibatkan terlepasnya zat kimia tertentu yang berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer. Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan, misalnya: kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian. Kelelahan juga meningkatkan nyeri sehingga banyak orang merasa lebih nyaman setelah tidur. Riwayat nyeri sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah pribadi berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri, Pendampingan dari orang-orang yang disayang serta dukungan sangat berguna bagi seseorang dalam menghadapi nyeri.
2.3 Penanganan nyeri
Nyeri yang tidak diberikan penanganan secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain
20
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan immunologic. Nyeri kronis juga mempunyai efek yang merugikan, supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, juga dapat menyebabkan depresi dan ketidakmampuan. Manajemen nyeri yang efektif tidak hanya memberikan obat yang tepat pada waktu yang tepat, penatalaksanaan nyeri yang efektif juga dengan mengombinasikan antara penatalaksaan farmakologis dan non-farmakologis yang mana pendekatan ini diseleksi berdasarkan kebutuhan dan tujuan pasien secara individu keberhasilan terbesar sering dicapai jika intervensi tersebut dilakukan secara simultan. penanganan nyeri setelah pembedahan yang efektif adalah harus mengetahui patofisiologi dan pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi (pemberian analgesik) dan non-farmakologi (fisioterapi dan psikoterapi ) (nandar, 2015).
2.3.1 Farmakologi
Modalitas analgesik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anastesi lokal dan opioid intraspinal. Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaanya. (nandar, 2015). Penanganan nyeri dengan teknik farmakologi ini biasanya menggunakan obat analgesik, Analgesik adalah istilah penyebutan untuk obat atau zat - zat yang digunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa nyeri.Obat analgetik dibagi atas dua kelompok yaitu : Pertama, Analgesik non opioid yaitu obat - obatan pereda nyeri yang paling sering digunakan dan mudah didapatkan oleh masyarakat. Digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang dan cukup efeketif untuk nyeri somatik seperti nyeri sendi atau otot, nyeri akibat inflamasi, dan nyeri pada sakit gigi. Analgesik non opioid terdiri atas golongan asetaminofen, Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Aspirin dan derivat asam salisilat lainnya
Kedua adalah Analgesik opioid biasanya digunakan ketika nyeri tidak terkontrol secara efektif oleh golongan non opioid. Golongan analgesik opioid
21
umumnya digunakan pada kasus nyeri sedang sampai berat. Cara kerja golongan opioid adalah dengan cara berikatan pada reseptor opiod di sistem saraf pusat, menghambat transmisi nosiseptif dari perifer ke sentral, mengaktifkan jalur modulasi penghambatan transmisi nyeri, dan mempengaruhi aktifitas sistem limbic sehingga golongan opioid mampu memodifikasi aspek sensoris dan afektif dari nyeri. Obat - obat yang termasuk golongan ini diantaranya morfin, fentanil, tramadol, dan kodein. Selain kedua jenis analgesik diatas, terdapat pula istilah analgetik adjuvan atau ko-analgesik yaitu berbagai obat yang memiliki indikasi utama selain sebagai pereda nyeri namun memiliki sifat analgesik yang relevan pada beberapa kondisi
Selain itu adapula obat yang sering dikonsumsi oleh beberapa orang karena mudah untuk ditemukan dan tidak harus ke dokter yaitu Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan analgesik antipiretik yang biasa digunakan dan digolongkan sebagai obat bebas dan banyak digunakan oleh masyarakat, Sediaan aspirin memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) secara ireversibel. Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan, sementara jalur lipooksigenase menghasilkan leukotrien.
2.3.2 Non-farmakologi
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan pendekatan non farmakologi, Tindakan non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pemberian analgesik, tetapi tindakan non farmakologis tidak ditujukan sebagai pengganti analgesik. Ada beberapa metode-metode non-farmakologi yang digunakan untuk penanganan nyeri paska pembedahan, Terdapat beberapa jenis tindakan non farmakologis antara lain: teknik relaksasi, distraksi masase, terapi es dan panas, dan stimulasi saraf elektris transkutan (nandar, 2015) .
22
Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri non farmakologik yang paling sering digunakan di Inggris. Metode ini menggunakan pendidikan dan latihan pernafasan dengan prinsip dapat mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri, relaksasi dapat dilakukan dengan cara ciptakan lingkungan yang tenang, tentukan posisi yang nyaman, konsentrasi pada suatu obyek atau bayangan visual, dan melepaskan ketegangan. Distraksi merupakan tindakan yang memfokuskan perhatian pada sesuatu selain pada nyeri misalnya menonton film. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desendens yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri.
TENS merupakan salah satu teknik pengendalian nyeri non farmakologik karena teknik tersebut menyebakan pelepasan endorphin, seperti penggunaan placebo (substansi Inert). Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respon fisiologis sejati yang dapat di putar balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik. Terapi es adalah terapi yang dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Ada beberapa teknik pijatan yang dapat dilakukan yaitu, remasan pada otot bahu, selang seling tangan memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan bergantian tangan, petriasi dengan menekan punggung secara horizontal kemudian pindah tangan dengan arah yang berlawanan dengan mengguakan gerakan meremas, tekanan menyikat secara halus tekan punggung dengan menggunakan ujung-ujung jari untuk mengakhiri pijatan.
2.4 Manajemen nyeri pada ibu sectio caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut (Dahlia, 2014). Menurut Data
23
World Health Organization (WHO) menunjukkan rata-rata persalinan sectio caesareasekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia, Data kelahiran melalui sectio caesareasebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran di Indonesia Data dihimpun sepanjang 2010-2013 (Sulistyawan, 2020). Dari pendataan yang dilakukan didapatkan angka kejadian sectio caesarea pada tahun 2017 berjumlah 463 dari 1.281 persalinan atau sekitar 68,69 % dari seluruh persalinan (Wahyuni, 2019). Nyeri post operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. Dengan tingginya Ibu melahirkan secara Sectio Caesarea artinya ada banyak faktor dan alasan kenapa ibu memilih Tindakan Operasi Sectio Caesarea.
Tindakan Operasi Sectio Caesarea adalah salah satu tindakan yang bisa menimbulkan rasa nyeri bagi orang yang melakukannya. Nyeri yang dirasakan setelah tindakan ini adalah nyeri secara fisiologis dimana nyeri yang dirasakan masih bisa untuk ditoleransi. Persalinan SC memberikan dampak positif dan juga negatif pada ibu. Dampak positif tindakan SC dapat membantu persalinan ibu, apabila ibu tidak dapat melakukan persalinan secara pervaginam. Tetapi tindakan operasi SC mempunyai efek negatif pada ibu baik secara fisik maupun psikologis, Secara psikologis tindakan SC berdampak terhadap rasa takut dan cemas terhadap nyeri yang dirasakan setelah analgetik hilang. Selain itu, juga memberikan dampak negatif terhadap konsep diri ibu.Karena Ibu kehilangan pengalaman melahirkan secara normal serta kehilangan harga diri yang terkait dengan perubahan citra tubuh akibat tindakan operasi
Tindakan Operasi Sectio Caesarea yang dilakukan ibu memiliki efek samping nyeri yang terjadi karena kontiunitas jaringan dan pembedahan (Rini, 2018). Untuk menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu Post Op Sectio Caesarea diperlukan Obat-Obatan yang efektif untuk mempercepat pengeringan luka dan mengembalikan fungsi jaringan yang rusak akan tetapi pemberian Farmakologi saja tidak cukup untuk prosesnya, dibutuhkan kolaborasi pula dengan Teknik non-farmakologi yang mampu mengurangi efek samping dari
24
tindakan Sectio Caesarea seperti Nyeri. Nyeri adalah rasa yang paling menonjol yang di rasakan dari ibu Post Sectio Caesarea karena sayatan pada perut
Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan karena nyeri, yaitu mobilisasi fisik menjadi terbatas, terganggunya bonding attachment, terbatasnya activity daily living (ADL), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) tidak terpenuhi dengan baik, berkurangnya nutrisi bayi karena ibu masih nyeri akibat SC, menurunnya kualitas tidur, menjadi stres dan cemas atau ansietas, dan takut apabila dilakukan pembedahan kembali. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan tentang dampak negatif dari nyeri.
Suatu proses pembedahan setelah operasi atau postoperasi akan menimbulkan respon nyeri. Sectio Caesareaadalah proses persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Lebih dari 85% indikasi Sectio Caesareadilakukan karena riwayat Sectio Caesarea , distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang. Intensitas nyeri dirasakan berbeda oleh masing- masing ibu. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
Penatalaksanaan untuk mengurangi intensitas nyeri dapat dilakukan secara farmakologis atau menggunakan obat-obatan dan dapat pula dengan terapi non-farmakologis atau tanpa menggunakan obat-obatan dengan menggunakan teknik tertentu yang kemudian akan mengurangi intensitas nyeri itu sendiri. Terapi non farmakologis yang sudah sering digunakan dalam penanganan nyeri adalah terapi relaksasi yang memberikan efek relaks dan tenang pada penderita nyeri sehingga intensitas nyerinya berkurang. yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri
25
post sectio caesarea berupa penanganan farmakologi, biasanya untuk menghilangkan nyeri digunakan analgesik yang terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik narkotik.
Pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri sedang dan berat. Namun demikian pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya maka dari itu dikombinasikan dengan teknik non-farmakologi seperti Relaksasi Tarik Napas Dalam , Kompres hangat-dingin, Hipnotis 5 jari, Guide Imagery, Meditasi, dan Distraksi. Pemberian teknik relaksasi juga cukup efektif jika dilakukan secara benar dan terus-menerus maka akan menimbulkan penurunan nyeri yang dirasakan pasien dan pasien merasa nyaman jika dibandingkan dengan sebelumnya, sebaliknya jika teknik relaksasi tidak dilakukan dengan benar, maka nyeri yang dirasakan pasien sedikit berkurang namun masih terasa nyeri dan pasien merasa kurang nyaman.