• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional. Di Indonesia bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut catatan PBB pada tahun 2014, bahasa Arab menempati urutan ke-2 bahasa internasional setelah bahasa Inggris. Seiring pesatnya persaingan global yang ada dan mayoritas di negara Indonesia penduduknya beragama Islam maka tuntutan akan penguasaan bahasa Arab pun semakin besar pula (Syah, 2010). Oleh sebab itu, siswa Sekolah Menengah Atas dituntut mempelajari bahasa Arab sebagai salah satu bahasa internasional baik secara aktif maupun pasif, karena seiring dengan adanya persaingan di era globalisasi.

Walaupun posisi bahasa Arab di negara Indonesia sebagai bahasa asing, namun siswa yang bersekolah di Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren dituntut untuk mempelajari dan menguasai bahasa ini. Selain itu, bahasa Arab sudah menjadi mata pelajaran wajib di sekolah tersebut, yang tujuannya adalah mempersiapkan siswa untuk memasuki pendidikan jenjang selanjutnya dan dalam menghadapi tantangan dunia kerja.

Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan lembaga pendidikan tingkat atas setelah menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SMA salah satunya adalah bahasa Arab. Siswa dituntut mempelajari dan menguasai bahasa Arab sebagai salah

(2)

bahasa internasional baik secara aktif maupun pasif karena seiring dengan adanya persaingan di era globalisasi.

Bahasa Arab sudah menjadi mata pelajaran wajib di sekolah Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren (Departemen Pendidikan Agama, 2004). Departemen Pendidikan Agama (2004) menetapkan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa Madrasah Aliyah an Pondok Pesantren adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, dan budaya dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh sebab itu, agar dapat lulus siswa harus memperoleh nilai yang sesuai dengan standar nilai bahasa Arab yang sudah ditetapkan. Harapannya siswa Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren dapat serius dan semangat dalam belajar bahasa Arab agar mampu dalam menguasai pelajaran bahasa Arab dengan baik dan berdampak pada nilai bahasa Arab yang baik juga.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 pada mata pelajaran bahasa Arab di SMA “X” Yogyakarta, standar kompetensi mata pelajaran bahasa Arab adalah siswa dapat berkomunikasi dengan bahasa Arab yaitu mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan menggunakan bahasa Arab. Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran bahasa Arab yaitu memahami cara penyampaian serta cara merespon, mengidentifikasi cara memberitahu dan menanyakan tentang fakta, perasaan, dan sikap terkait suatu topik, mendiskripsikan secara sederhana unsur kebahasaan, dan struktur teks. Mensimulasikan dialog

(3)

sederhana tentang cara merespon ungkapan, mendemontrasikan ungkapan sederhana tentang cara memberitahu dan menanyakan fakta, perasaan, dan sikap, menyusun teks lisan dan tulisan sederhana untuk mengungkapkan terkait topik tertentu.

Jumlah siswa kelas XI di SMA “X” Yogyakarta ada 245 orang yang terdiri dari dua kelas yaitu IPA dan IPS. Faktanya masih banyak siswa SMA “X” Yogyakarta yang ditemukan membolos pada saat jam pelajaran bahasa Arab, tidak mengerjakan tugas, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, siswa malas belajar, merasa bosan dan jenuh dengan tugas bahasa Arab ataupun ketika belajar di kelas. Perilaku ini merupakan ciri-ciri rendahnya motivasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Arab. Pada SMA “X” Yogyakarta ditemukan permasalahan yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan data berikut ini, observasi yang dilakukan pada tanggal 18 sampai 22 Agustus 2015 di SMA “X” Yogyakarta kelas XI, ada sekitar 25% siswa yang meninggalkan jam pelajaran bahasa Arab tanpa izin guru dan tidak kembali hingga jam pelajaran selesai. Siswa tidak mengerjakan tugas bahasa Arab. Ketika sedang di kelas, siswa sering bercanda dengan teman sebangkunya, sehingga tidak mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru. Pada saat pelajaran bahasa Arab, ada 25% siswa yang tidak mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru ketika di kelas. 30% siswa mencontek dalam mengerjakan tugasnya. Pada saat guru menjelaskan pelajaran di kelas, siswa terlihat bercanda dan mengobrol, dan mainan handphone sehingga suasana kelas terkesan gaduh pada saat pelajaran berlangsung.

(4)

Hasil wawancara dengan guru bahasa Arab (24 Agustus 2015), menunjukkan bahwa 50% nilai ulangan masih di bawah standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa harus mengikuti remidial untuk mencapai nilai 7,60 bahkan ada juga siswa yang mengikuti remidial lebih dari satu kali. Ada 20% siswa sering keluar masuk kelas pada saat proses belajar berlangsung, dan 40% siswa kurang memperhatikan jika diberikan penjelasan oleh guru. Ada 20% siswa tidak menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Apabila diberi tugas masih ada 25% siswa yang tidak mengumpulkan tepat waktu. Nilai rata-rata ujian akhir sekolah bahasa Arab yaitu 6,80 yang masih berada di bawah standar KKM.

Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling (25 Agustus 2015), juga menunjukkan hasil yang sama yaitu siswa meninggalkan kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa tidak masuk sekolah bahkan guru BK harus mengontrol kantin dan koperasi siswa agar mau mengikuti pelajaran dan masuk kelas. Hal ini dikarenakan kantin dan koperasi siswa dekat dengan kelas. Siswa pergi ke kantin karena tidak sempat sarapan pagi di rumah. Guru BK menyampaikan bahwa siswa lebih menyukai suasana yang penuh canda dan tidak terlalu serius ketika belajar di kelas sehingga mengakibatkan target materi pelajaran bahasa Arab tidak selesai. Guru BK sering mendapatkan laporan dari guru, ketika mata pelajaran bahasa Arab siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru di kelas, baik tugas di rumah maupun tugas di sekolah. Data yang diperoleh dari presensi

(5)

kelas XI pada bulan Agustus 2015 tercatat ada 25 kasus siswa tidak masuk pada pelajaran bahasa Arab.

Selanjutnya hasil wawancara dengan siswa SMA “X” Yogyakarta (26 Agustus 2015), menunjukkan bahwa ia sering tidak menyelesaikan tugas bahasa Arab yang diberikan oleh guru, tidak mengumpulkan tugas rumah. Siswa tidak memiliki waktu belajar yang teratur, karena kegiatan di sekolah sampai sore dan malamnya ada les. Kemudian siswa mengaku sering tidak menyelesaikan tugas tepat waktu, bahkan sering mengumpulkan tugas di kelas tidak tepat waktu karena siswa sering mengobrol maupun bercanda dengan teman sebangkunya. Siswa juga mengaku jika menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas bahasa Arab, tugasnya akan ditinggalkan begitu saja dan tidak diselesaikan. Siswa mengaku sering pergi meninggalkan proses belajar mengajar bahasa Arab untuk pergi ke kantin. Selain itu, pada saat ulangan siswa juga mengaku sering mencontek, karena tidak belajar sehingga tidak bisa menjawab soal yang diberikan oleh guru. Para siswa belum memiliki cita-cita yang ingin dicapai, belum memiliki tujuan yang spesifik dalam belajar bahasa Arab, belum memiliki metode yang tepat untuk belajar bahasa Arab agar mudah dipahami, tidak memiliki cara khusus dalam belajar bahasa Arab.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa masih ada siswa SMA “X” Yogyakarta yang membolos dan keluar masuk pada saat pelajaran bahasa Arab, tidak mengerjakan tugas di kelas, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, siswa tidak mengerjakan PR bahasa Arab, dan ketika menghadapi

(6)

ulangan siswa masih mencontek, belum memiliki cita-cita yang ingin dicapai, belum memiliki tujuan yang spesifik dalam belajar bahasa Arab, belum memiliki metode yang tepat untuk belajar bahasa Arab agar mudah dipahami. Perilaku ini pada umumnya merupakan ciri-ciri rendahnya motivasi belajar bahasa Arab. Menurut Suryabrata (2010) motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar, demi mencapai suatu tujuan dengan menciptakan kondisi sedemikian rupa.

Penelitian yang dilakukan oleh Green, dkk (2012) pada siswa SMA di Australia, menunjukkan remaja pada saat SMA mengalami transisi penting, salah satunya perpindahan sekolah dari SMP kemudian ke SMA pada umumnya siswa mengalami penurunan motivasi belajar dan konsep diri. Hasil penelitian oleh Wentzel (2009) pada 165 siswa sekolah menengah di Maryland, USA, menunjukkan bahwa motivasi dapat terjadi akibat adanya interaksi antara rasa nyaman ketika berada di sekolah serta adanya tujuan dalam bidang akademik yang ingin dicapai oleh siswa. Hasil penelitian oleh Hardre, dkk (2010) penelitian yang dilakukan pada 415 siswa SMA Oklahama, USA, menunjukkan bahwa motivasi sangat dipengaruhi oleh minat siswa dalam materi pelajaran, tujuan belajar dan kompetensi, serta niat masa depan yang kuat untuk menyelesaikan sekolah yang tinggi, dan terus melanjutkan pendidikan. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Mansfield (2010) pada 195 remaja siswa sekolah menengah di Australia bahwa pencapaian tujuan, tujuan sosial, tujuan masa depan siswa sangat

(7)

mempengaruhi motivasi belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Shim, dkk (2008) pada 850 siswa menengah atas di Suburban USA, menemukan bahwa motivasi belajar yang rendah diikuti dengan pencapaian prestasi yang rendah. Kemudian, penelitian oleh Henry (2010) pada 500 siswa menengah atas di Australia, menunjukkan bahwa siswa yang membolos disebabkan oleh motivasi belajar yang rendah. Motivasi belajar yang rendah disebabkan oleh siswa tidak adanya tujuan dalam belajar dan rencana setelah lulus sekolah. Hasil penelitian Kativasalampi, dkk (2009) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tujuan yang jelas terhadap pendidikannya cenderung mempunyai minat terhadap sekolah dan memiliki motivasi belajar yang tinggi, sementara siswa yang tidak memiliki tujuan yang jelas terhadap pendidikannya cenderung tidak memilki minat terhadap sekolah dan memilki motivasi belajar yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Dariyo (2013) pada 84 siswa SMK kelas X di Jakarta, menunjukkan bahwa seseorang akan memiliki motivasi belajar yang tinggi bila ia menyadari dan memahami tujuan yang akan dicapainya di kemudian hari. Apabila seseorang memahami cita-citanya secara baik, maka ia akan terdorong untuk semakin giat dalam belajar. Penelitian oleh Hamdu dan Lisa (2011) pada 25 siswa SMA kelas XII di Tasikmalaya, menunjukkan bahwa jika siswa memiliki motivasi dalam belajar, maka prestasi belajarnya pun akan tinggi. Sebaliknya jika siswa memiliki kebiasaan yang buruk dalam belajar, maka prestasi belajarnya pun akan rendah.

(8)

Berdasarkan pengertian dan penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu unsur terpenting dari motivasi belajar siswa adalah penetapan tujuan atau goal setting. Goal Setting adalah sebuah teori kognitif dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang memiliki suatu keinginan untuk mencapai hasil spesifik atau tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Locke (Sukadji, 2010). Goal setting dapat menjadi daya dorong untuk memperbesar usaha yang dilakukan seseorang, bahwa seseorang akan bekerja lebih keras dengan adanya tujuan daripada tanpa tujuan (Locke dkk, 2005).

Upaya pengenalan goal setting pada siswa dilakukan dengan pendekatan pelatihan. Pendekatan pelatihan dipilih karena pelatihan merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah aspek kognitif, afektif serta hasil keterampilan atau keahlian (Kikpatrick dalam Salas dkk, 2009). Johnson dan Johnson (2007) menyatakan bahwa metode pelatihan berdasarkan prinsip experiental learning, yaitu bahwa perilaku manusia terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi untuk menambah efektivitas. Semakin lama perilaku menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis, individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan situasi.

Penelitian oleh Kaufman dan Husman (2010) menunjukkan bahwa persepsi murid tentang bagaimana mereka menetapkan tujuan belajar untuk masa depan secara positif berpengaruh terhadap motivasi belajar. Penelitian lain (Harackiewicz, 2009), menyebutkan bahwa goal setting belajar siswa

(9)

mempengaruhi motivasi instrinsik siswa. Penelitian oleh Morisano, dkk (2010) pada 85 siswa yang mengalami kesulitan akademis, menunjukkan bahwa setelah diberikan intervensi goal setting, maka siswa menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam peningkatan prestasi akademis dan motivasi belajar. Penelitian oleh Clarke, dkk (2009) menunjukkan bahwa pelatihan goal setting dapat meningkatkan usaha pencapaian tujuan dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas belajar. Penelitian oleh Haslam, dkk (2009), menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pelatihan goal setting lebih dapat mengaktualisasikan diri dan mengembangkan diri dalam mencapai tujuan belajar.

Siswa yang memiliki tujuan belajar yang spesifik akan membuat sasaran belajar yang lebih jelas, hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Measurable (terukur), ketika siswa mengetahui peningkatan belajar atau sasaran yang diperoleh maka akan semakin meningkatkan motivasi untuk mencapai sasaran belajarnya. Membuat langkah-langkah untuk mencapai sasaran (action-related) sesuai kemampuan, sehingga siswa lebih termotivasi untuk mencapainya. Memiliki batas waktu (time-besed) yang ditentukan biasanya akan membuat siswa lebih terpacu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Komitmen pada tujuan yang sudah dibuat, adalah hal yang penting untuk terus berusaha dalam melaksanakan tujuan yang telah dibuat sehingga dapat mencapai tujuan. Dengan umpan balik, siswa dapat mengoreksi kekurangan-kekurangan yang sudah dilakukan, dan mendapatkan masukan dari orang lain untuk

(10)

memperbaiki strategi atau cara belajarnya agar lebih efektif. Komitmen sangat diperlukan untuk mencapai tujuan belajar yang sudah dibuat, tanpa komitmen tujuan belajar yang sudah dibuat tidak akan berjalan.

Melihat pentingnya goal setting dalam meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab pada siswa SMA “X” Yogyakarta, peneliti tertarik untuk memberikan intervensi mengenai pelatihan goal setting pada siswa kelas XI SMA “X” Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh goal setting belajar mempengaruhi motivasi intrinsik siswa. Apabila siswa memiliki goal setting belajar bahasa Arab yang baik maka siswa memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi juga, begitu pula sebaliknya jika siswa memiliki tujuan belajar yang rendah maka siswa memilki motivasi intrinsik yang rendah. Goal setting mempengaruhi proses belajar dengan cara mengarahkan perhatian dan tindakan, memobilisasi pengarahan usaha, memperpanjangan lamanya pengerahan usaha, dan memotivasi individu untuk mengembangkan strategi yang relevan untuk mencapai tujuannya (Robbin, 2009). Melihat uraian di atas peneliti tertarik ingin mengetahui apakah pelatihan goal setting itu dapat meningkatkan motivasi belajar Bahasa Arab pada siswa di SMA “X” Yogyakarta.

(11)

Skema Dinamika Psikologi

Faktor Internal

1. Belum memiliki tujuan belajar bahasa Arab yang spesifik 2. Belum memiliki cita-cita yang

ingin dicapai

3. Belum memiliki metode yang tepat untuk belajar bahasa Arab agar mudah dipahami

4. Kemampuan siswa dan persepsi mengenai kemampuannya yang kurang tentang pelajaran bahasa

Faktor Eksternal

1. Kondisi sekolah yang kurang mendukung baik sarana dan prasarana belajar bahasa Arab 2. Metode guru mengajar yang

kurang tepat dengan kondisi siswa

MOTIVASI BELAJAR RENDAH (Mc Cown, 1996)

1. Keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar

2. Keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan

3. Komitmen untuk terus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran

Perilaku yang Muncul

1. Membolos pada saat jam pelajaran bahasa Arab

2. Tidak mengerjakan tugas di kelas dan tidak mengumpulkan PR

3. Nilai ulangan di bawah KKM dan mencontek saat ulangan bahasa Arab 4. Mengobrol, bercanda dan mainan handphone pada saat proses KBM

INTERVENSI

PELATIHAN GOAL SETTING (Locke dan Latham, 2006)

(1) clarity atau kejelasan; (2) challenge atau tantangan; (3) task complexity atau kompleksitas tugas; (4) komitmen; (5) umpan balik.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan goal setting terhadap peTnuijnugaknatapnenmeliottiiavnasiinbi eluanjaturkbamheasnageAtarhaubi ppaednagasriuswh apkeelalatishaXnI gdoial Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah “X” Yogyakarta.

(12)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan goal

setting terhadap peningkatan motivasi belajar bahasa Arab pada siswa kelas XI

di SMA “X” Yogyakarta.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah : 1. Secara teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoretis dalam memperkaya kajian ilmu psikologi terutama dalam bidang psikologi pendidikan bahwa dengan pelatihan goal setting mampu meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab di SMA.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang teori motivasi belajar bahasa Arab pada siswa Sekolah Menengah Atas. Selain itu, peneliti ingin mengetahui apakah pelatihan goal setting dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa Arab pada siswa kelas XI di SMA “X” Yogyakarta, sehingga efek yang diharapkan dalam modul ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan format dan waktu yang lebih sesuai.

(13)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian oleh Seijts dkk (2011) tentang orientasi yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh goal setting dan goal orientation di dalam stimulasi bisnis yang bersifat kompleks. Subjek penelitiannya adalah mahasiswa sekolah bisnis yang berjumlah 170 mahasiswa yang dibagi menjadi tiga kelompok secara random, ketiga kelompok tersebut antara lain:

performance goal (n = 61 subjek), learning goal (n = 50 subjek), do your best goal (n = 59 subjek). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang

dilakukan di dalam laboratorium komputer yang terdiri dari 6-12 orang setiap sesi. Untuk mengetahui efektivitas dari perlakuan maka setiap subjek diberikan tes berupa simulasi permainan bisnis yang disebut dengan cellular industry

business game (CIBG). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari

perbandingan ketiga tipe penentuan tujuan dengan sifat tugas yang kompleks, seseorang yang diberikan learning goal (dengan tujuan mencari strategi yang sesuai) menghasilkan performansi yang lebih tinggi dari pada performance

goal yang spesifik maupun do your best goal (vague goal).

Penelitian oleh Mahmud (2010) tentang pelatihan tipe penentuan tujuan

(goal setting) dan performansi akademik bahasa Arab pada siswa. Tujuan

penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tipe goal setting terhadap kemampuan menjawab soal bahasa Arab dengan mengontrol kemampuan awal bahasa Arab dan efikasi diri. Subjek penelitian ini berjumlah 80 siswa kelas XII MAN “X” Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen. Subjek yang terdiri dari tiga kelompok yang mendapat perlakuan

(14)

yang berbeda-beda (learning goal, performance goal, dan do your best goal). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan performansi bahasa Arab hanya terjadi antara kelompok yang diberikan learning goal dengan

performance goal.

Penelitian oleh Rusillo dan Pedro (2010) tentang perbedaan gender dan motivasi belajar. tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan gender dengan motivasi belajar (tujuan belajar, konsep diri akademik, strategi belajar), serta kemampuan bahasa dan matematika. Subjek penelitian berjumlah 521 siswa sekolah dasar, usia 9 dan 10 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak ditemukan pada konsep diri akademik, motivasi intrinsik, dan kemampuan dalam matematika. Akan tetapi, pada anak perempuan terlihat skor lebih rendah pada motivasi ekstrinsik dan pembuatan respon terhadap kegagalan skor lebih tinggi dalam bahasa.

Penelitian oleh Rozaqy (2011) tentang motivasi belajar bahasa Arab pada siswa dengan menggunakan metode snowball throwing. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh metode snowball throwing terhadap motivasi belajar bahasa Arab. Subjek penelitian ini berjumlah 30 siswa kelas VIII SMP N “X” Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan yaitu menggunakan metode

snowball trhowing. Selain itu, ada peningkatan motivasi belajar bahasa Arab

(15)

Penelitian oleh Minza (2012) tentang efektifitas pelatihan goal setting mempengaruhi secara rasional terhadap kepatuhan dan motivasi belajar pada siswa sekolah menengah atas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelatihan goal setting terhadap kepatuhan dan motivasi belajar pada siswa sekolah menengah atas. Subjek penelitian ini berjumlah 35 siswa kelas XI SMA N “X” Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan eksperimen. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pelatihan goal setting mempengaruhi secara rasional, baik berupa penalaran yang menekankan tujuan jangka panjang dan pendek sehingga dapat menghasilkan tingkat kepatuhan dan motivasi belajar anak yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak menerima perlakuan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada:

1. Subjek dan lokasi penelitian yang digunakan adalah siswa SMA “X” Yogyakarta kelas XI

2. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah motivasi belajar dan pelatihan goal setting

3. Teori motivasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Mc Cown (1996)

4. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala motivasi belajar. skala ini mengacu pada teori Mc Cown (1996) yaitu (1) keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar; (2) keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan; (3)

(16)

komitmen untuk terus menerus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran. Skala ini terdiri dari 42 aitem yang terdiri dari butir favourable 21 aitem dan unfavourable 21 aitem.

5. Modul pelatihan goal setting pada penelitian ini menggunakan teori Moran (dalam Sukadji, 2010), Locke dan Latham (2006), yang memiliki komponen antara lain spesific, measurable, action, realistic, time (SMART), clarity atau kejelasan, challenge atau tantangan, task complexity atau kompleksitas tugas, komitmen dan umpan balik.

6. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah pre post control group

design

7. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Uji

Mann-Whitney sedangkan analisis untuk menguji hipotesis menggunakan gain skor Uji Mann-Whitney.

Referensi

Dokumen terkait

Dari basil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan diperoleh kesimpulan berikut, yaitu bahwa secara umum dapat dikatakan bah',a setelah beroperasi selama 10 tahun temyata

Berdasarkan data-data hasil pengujian dan perhitungan yang diperoleh, maka dapat disajikan pembahasan mengenai pengaruh putaran dan temperatur terhadap kekuatan tarik

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Seminar Proposal Penelitian oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama

EVALUASI ECO OFFICE DI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (FPIPS) UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAITANNYA DENGAN PENGGUNAAN ENERGI, AIR

Tindakan yang dipilih dalam penelitian ini sehubungan dengan rumusan masalah yang ada di atas, bahwasanya kemampuan membaca lancar beberapa kalimat yang terdiri

membantu siswa dalam meningkatkan konsep diri yang positif. Program bimbingan pribadi sosial disusun untuk membantu siswa. dalam meningkatkan konsep diri siswa dari yang

Komunikasi dapat juga menjadi penyebab dan pengakhir dari sebuah pertentangan yang terdapat 

Judul yang penulis ajukan adalah “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Karyawan Kantor PT.. Nusa Konstruksi