Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 14, No.1, Hlm. 12 - 18, 2019 ISSN 1412-5064, e-ISSN 2356-1661 https://doi.org/10.23955/rkl.v14i1.13443
12
Optimasi Kondisi Proses Torefaksi Pelepah Sawit Dengan
Memanfaatkan Produk Cair Torefaksi Sebagai Pre-Treatment
Untuk Meningkatkan Kualitas Produk
Optimization of the Condition of Palm Frond Torrefaction Process by
Utilizing Liquid Torrefaction Product as Pre-treatment for Improve
Product Quality
Wenny Susanty, Zuchra Helwani*, dan Bahruddin
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Kampus Bina Widya KM 12.5, Simpang Baru, Tampan, Kota Pekanbaru, Riau, 28293
*E-mail: zuchra.helwani@lecturer.unri.ac.id
Terima draft: 4 April 2019; Terima draft revisi: 19 April 2019; Disetujui: 30 April 2019
Abstrak
Pelepah sawit dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif dengan proses torefaksi. Torefaksi merupakan proses pengolahan biomassa menjadi bahan bakar padat pada rentang suhu 200-300oC pada kondisi inert. Nilai kalor merupakan respon terpenting pada bahan bakar padat. Tujuan utama pada penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum torefaksi pelepah sawit. Alat yang digunakan pada proses torefaksi berupa reaktor fixed bed horizontal yang dilengkapi kondensor dan condensate trap. Kondisi operasi proses pada penelitian ini adalah suhu (225-275oC), waktu (15-45 menit), dan laju alir N2 (50-150 ml/menit). Metode penelitian melalui proses pengeringan, pencucian bahan baku dengan produk cair torefaksi, torefaksi, dan analisa. Analisis respon berupa nilai kalor, mass yield, energy yield, dan proksimat. Aplikasi Design Expert Trial Version 7.0 digunakan untuk mengoptimasi kondisi proses dengan metode pendekatan fungsi desirability. Kondisi proses optimum yang didapat pada suhu 275oC selama 44 menit dengan laju alir 50 ml/menit.
Kata kunci: bahan bakar padat , design expert, optimasi, pelepah sawit, torefaksi
Abstract
Palm frond can be converted to solid fuel using torrefaction process as an alternative energy source. Torrefaction is the process to convert the biomass into solid fuel at a temperature range of 200-300oC in inert condition. Calorific value is the most important response in solid fuel. The aim of this research is to obtain the optimum condition of palm fronds torrefaction statistically was used Response Surface Methodology. Torrefaction of palm frond on fixed bed a horizontal reactor which is equipped with horizontal condenser and condensate trap with the condition process such as the temperature (225-275oC), time (15-45 min), and N2 flow rate (50-150 ml/min). This research methodology consist of drying, washing with liquid product of torrefaction, torrefaction, and analysis. The response variables were mass yield, calorific value, energy yield, and proximate. Design Expert Trial Version 7.0 Software was used for optimization of condition process with desirability. The optimized condition process were temperature of 275oC, time of 44 minute, and N2 flow rate of 50 ml/min.
Keywords: solid fuel, design expert, optimization, palm frond, torrefaction 1. Pendahuluan
Bahan bakar padat merupakan bahan yang menghasilkan panas dan energi, pada umumnya berasal dari fosil yaitu batubara. Tingkat konsumsi batubara mencapai 97 juta ton dan eksportir mencapai 371 juta ton pada tahun 2017 (BPPT, 2017). Tingkat konsumsi dan ekspor yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah cadangan yang menurun setiap tahunnya. Sehingga, membuat pemerintah mencari sumber bahan
bakar padat sebagai sumber energi alternatif baru.
Provinsi Riau memiliki luas perkebunan terluas di Indonesia mencapai ±12,3 juta hektar. Perkebunan sawit menghasilkan limbah padat berupa pelepah sawit sebesar ± 11 ton/hektar/tahun dan batang sawit sebesar 75 ton/hektar/30 tahun (Kementrian Perindustrian, 2011). Pemanfaatan limbah padat pelepah sawit selama ini hanya dijadikan pakan ternak dan dibiarkan di area
Wenny Susanty dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 14, No. 1
13 perkebunan (Deng dkk., 2009; Uemura dkk., 2011). Berdasarkan potensi yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal, membuat para peneliti tertarik menggunakan limbah padat perkebunan sawit sebagai sumber bahan bakar padat alternatif.
Berdasarkan potensi yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal, membuat para peneliti tertarik menggunakan limbah padat perkebunan sawit sebagai sumber bahan bakar padat alternatif. Namun, kualitas biomassa umumnya rendah karena kadar air yang tinggi, kadar oksigen yang tinggi, densitas energi rendah, rumitnya penyimpanan, dan daerah produksi biomassa yang tersebar (Van der Stelt dkk., 2011). Penyebaran tersebut menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, penyimpanan dan pemanfaatan untuk biomassa yang akan dijadikan sebagai sumber energi, sehingga akan membatasi pemanfaatan produk biomassa (Carpenter dkk., 2014).
Untuk meningkatkan kualitas dari biomassa dibutuhkan proses pre-treatment (Chew dan Doshi 2011; Deng dkk., 2013; Dong dkk., 2015; Pecha dkk., 2015). Teknik
pre-treatment yang paling umum digunakan
adalah pencucian menggunakan air dan larutan asam sebagai larutan pencuci serta proses torefaksi (proses pembakaran). Setiap proses memiliki keuntungan dan kekurangan. Pre-treatment menggunakan air sebagai pencuci dapat menghilangkan beberapa logam dari biomassa, seperti K, Ca dan Mg, serta meningkatkan nilai kalor (HHV) biomassa (Liaw dan Wu, 2013; Mourant dkk., 2011; Zhang dkk., 2015). Namun, karena struktur kimia biomassa tidak dipengaruhi oleh pre-treatment yang menggunakan air sebagai larutan pencuci sehingga memberi pengaruh yang terbatas terhadap kualitas produk biomassa yang dihasilkan. Disisi lain, pre-treatment
menggunakan larutan asam sebagai pencuci, seperti HCl, H2SO4 dan HNO3, mampu menghilangkan sejumlah besar logam dari biomassa (Dong dkk., 2015). Kelemahan lain pre-treatment menggunakan asam sebagai larutan pencuci membutuhkan biaya yang tinggi sehingga membatasi praktisnya pemakaian. Selain itu, penggunaan asam dapat mendeteksi beberapa unsur yang tidak dibutuhkan dalam biomassa, seperti Cl, S dan N (Zhang dan Xiong, 2016).
Metode yang kini banyak dilakukan oleh beberapa peneliti untuk memanfaatkan limbah padat perkebunan sawit menjadi bahan bakar padat adalah proses torefaksi (Uemura dkk., 2011; Basu dkk., 2013). Torefaksi merupakan proses termokimia dalam kondisi inert (keadaan tanpa oksigen) dimana biomassa dipanaskan secara perlahan pada suhu 200-300oC selama ±30 menit, sehingga komponen hemiselulosa terdegradasi (Bergman dkk., 2005). Penelitian mengenai torefaksi biomassa telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Uemura dkk. (2011); Basu dkk. (2013); Poudel dkk. (2015) dan Susanty dkk. (2018).
Selain menghasilkan produk padat, proses torefaksi juga menghasilkan produk cair yang dapat dimanfaatkan sebagai larutan pencuci untuk meningkatkan kualitas produk torefaksi. Komposisi produk cair proses torefaksi biomassa biasanya terdiri dari asam asetat, furfural, hidroksiaseton yang sebagian besar merupakan komponen asam (Chen dkk., 2017).
Penelitian ini diperbaharui dengan memanfaatkan cairan torefaksi yang belum banyak dilakukan oleh peneliti lain. Hasil dari pemanfaatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas biomassa. Sehingga peneliti tertarik melakukan torefaksi pelepah sawit dengan memanfaatkan produk cair torefaksi sebagai larutan pencuci. Rancangan percobaan dan analisa data menggunakan Response Surface
Methodology (RSM) digunakan untuk
mendapatkan kondisi proses optimum terhadap nilai kalor.
2. Metodologi 2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan berupa (1) reaktor fix bed horizontal dengan panjang 60 cm dengan display TZN4S dan diameter 6 cm (Gambar 1) dilengkapi kondenser dengan ukuran panjang 70 cm (2) Condensate trap
berupa 3 (tiga) erlenmeyer flask pyrex pipa sampinng. (3) Pompa air Kiyosaki KYK SP881. (4) pyrex 50ml bubble flow meter. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini (1) Pelepah sawit di lingkungan Universitas Riau. (2) Nitrogen. (3) H2SO4 Bratachem. (4) NaOH Bratachem.
14
Gambar 1. Skema reaktor torefaksi 2.2. Persiapan bahan baku
Tahapan persiapan bahan baku meliputi pembersihan, pengecilan ukuran, dan pengeringan pelepah sawit. Pelepah sawit (PS) didapat dari perkebunan sawit di area Universitas Riau. Pelepah sawit terlebih dahulu dipotong untuk mempermudah pengeringan. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari, hingga kadar air pelepah sekitar 6-8%.
Gambar 2. Bahan baku pelepah sawit 2.3. Proses torefaksi produk cair
Proses torefaksi dilakukan dalam reaktor fix bed horizontal pada suhu torefaksi 275°C dengan waktu tinggal 45 menit. Nitrogen dialirkan selama proses torefaksi berlangsung dengan laju alir N2 1 L/menit (Chen dkk., 2017). Hasil torefaksi (T-PS) berupa bahan bakar padat, gas, dan cair. Cairan Torefaksi (CT) yang dihasilkan disimpan dalam wadah untuk dianalisis dan digunakan untuk tahap selanjutnya.
2.4. Pencucian bahan baku dengan produk cair torefaksi
Pelepah sawit (PS) dicampur dengan cairan torefaksi (CT) pada suhu 60oC selama 2 jam. Pelepah sawit (CT-PS) disaring dan dicuci dengan aquades hingga pH netral. Kemudian pelepah sawit dikeringkan di oven pada suhu 105oC selama 12 jam (Hasil pencucian dilabel W-PS) (Chen dkk., 2017).
2.5. Proses torefaksi W-PS
Proses torefaksi W-PS dilakukan pada suhu torefaksi 225, 250, dan 275°C dengan waktu tinggal 15, 30, dan 45 menit. Nitrogen dialirkan selama proses torefaksi berlangsung dengan laju alir N2 50, 100, dan 150 mL/menit. Setelah tahap torefaksi, sampel (TW-PS) disimpan dalam wadah kedap udara untuk selanjutnya dianalisa. 3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Produk cair torefaksi
Produk cair torefaksi terdiri dari air karbon, karbon dioksida, karbon monoksida, asam asetat, metanol, dan asam formiat. Asam asetat terbentuk dari dekomposisi asetil pada selulosa (Basu, 2013). Analisis produk cair torefaksi berupa GC-MS dilakukan untuk melihat senyawa yang terdapat dalam produk cair yang akan digunakan untuk proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 3. Komposisi pada larutan pencuci dapat dilihat pada Tabel 1. Senyawa kimia yang terdapat pada cairan torefaksi sebagian besar merupakan alkohol dan furan. Hal ini sudah di buktikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Basu (2013) dan Chen dkk (2017).
Gas N2 1 PI TIC 2 3 1. Flow meter 2. Reaktor 3. Heater 4. Kondenser 5. Condensate Trap TI Cooling water out Cooling water in 4 5
15
Gambar 3. Hasil GC-MS Produk Cair Torefaksi
Tabel 1. Komposisi Tertinggi Hasil Analisis Produk Cair Torefaksi
No R.Time Area% Height Nama
1 2 3 4 5 6 7 3,965 4,094 4,195 4,415 4,496 6,108 29,206 19,30 18,49 10,45 5,56 4,74 8,75 14,82 19784317 24059457 20950220 8417548 9146500 20532069 13045135 Pyrazole-4-carboxaldehyde, 1-methyl- 3,4-Epoxy-2-methylbut-1-ene 5 Methyl furfural 5 Methyl furfural
1,4-Butanediol, 2,3-bis(methylene)- (CAS) Carbamic acid, phenyl ester (CAS)
Phenol, 2,6-dimethoxy- Produk cair torefaksi terdiri dari beberapa
komponen kimia, seperti hidrokarbon aromatik, guaiacol, dan laevoglucose (Chen dkk., 2017). Pre-treatment gabungan menurunkan kadar air dan asam sehingga meningkatkan HHV dari produk cair torefaksi. Hal ini membuktikan bahwa produk cair yang digunakan sebagai pre-treatment untuk mencuci biomassa cukup menjanjikan dalam hal meningkatkan kualitas produk. Berdasarkan grafik respon permukaan nilai kalor pada Gambar 4, suhu dan waktu torefaksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan nilai kalor. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan oleh Chin dkk. (2013) dan Sabil dkk. (2013) yang menyatakan bahwa suhu dan waktu torefaksi pada rentang 200-300oC memberikan pengaruh yang positif terhadap kenaikan nilai kalor.
3.2. Karakteristik pelepah sawit
Kondisi awal bahan baku dapat mempengaruhi kualitas produk torefaksi. Sehingga, dilakukan analisis terhadap bahan baku. Analisis bahan baku terdiri dari pengujian mass yield, nilai kalor, energy yield, dan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar zat volatil dan kadar fixed carbon). Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik yang terdapat di dalam pelepah sawit (Tabel 2). Analisis mass yield yang dihasilkan dari proses TW-PS pada rentang 66,2-86,86%.
Mass yield merupakan persentasi massa produk torefaksi pelepah sawit terhadap massa bahan baku. Energy yield yang dihasilkan pada rentang 82-96%. Mass yield
dan energy yield cenderung turun dengan meningkatnya suhu torefaksi.
Wenny Susanty dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 14, No. 1
16
Tabel 2. Karakteristik pelepah sawit produk torefaksi
No Karakteristik Bahan Baku Produk Torefaksi Produk Torefaksi melalui pencucian 1 Mass Yield - 63,85 - 86,02 % 66,2 - 86,86 % 2 Nilai Kalor 16.800 kJ/kg 17.700 - 19.600 kJ/kg 17.894 - 21.606 kJ/kg 3 Energy Yield - 76 - 94,05 % 82 - 96 % 4 Kadar Air 6 - 8 % 3 – 4,7 % 2,7 - 4,36 % 5 Kadar Abu 0,8 % 1,5 – 4,47% 0,8 - 2,2 % 6 Kadar Volatil 66,98 % 45 - 55% 35 - 54 % 7 Kadar Fixed Carbon 25,15 % 37 - 46% 40 - 59 %
Gambar 4. Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai kalor pada laju alir N2 100 ml/menit Penurunan mass yield ini disebabkan karena
hilangnya kadar air dan terdegradasinya hemiselulosa selama proses torefaksi (Uemura dkk., 2012; Susanty dkk., 2018). Sementara, energy yield turun karena perhitungan energy yield dipengaruhi oleh
mass yield.
Nilai kalor produk torefaksi (T-PS) meningkat sekitar 5 – 14% dari nilai kalor bahan baku yaitu 16.800 kJ/kg menjadi 17.700 - 19.600 kJ/kg. Sedangkan nilai kalor bahan baku terhadap produk torefaksi melalui proses pencucian (TW-PS) meningkat 6 - 22%. Nilai kalor bahan baku bertambah dari 16.800 menjadi 17.894 –
21.606 kJ/kg setelah torefaksi. Nilai kalor meningkat dengan bertambahnya suhu torefaksi. Peningkatan ini terjadi karena berkurangnya kadar H/C dan O/C, sehingga meningkatkan kadar C pada pelepah [Uemura dkk., 2012; Basu, 2013]. Perbandingan persentasi peningkatan nilai kalor melalui proses pencucian lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa pencucian. Selisih perbandingan mencapai 1-9%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Chen [2017], persentasi kenaikan nilai kalor tanpa pencucian dengan proses pencucian adalah 23% dan 27%. Persentasi kenaikan nilai kalor torefaksi tanpa dan melalui pencucian mencapai 4,7%.
3.3. Analisis respon nilai kalor
Nilai kalor adalah jumlah energi yang dilepaskan oleh biomassa ketika biomassa dibakar. Nilai kalor merupakan salah satu parameter terpenting dalam konversi termokimia biomassa yang menghasilkan produk padatan. Jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti batubara, biomassa mempunyai nilai kalor yang rendah karena tingginya rasio oksigen terhadap karbon. Densitas yang rendah juga mengakibatkan nilai kalor biomassa kecil dalam basis volume (Basu, 2013).
Wenny Susanty dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 14, No. 1
17 Hasil analisis Response Surface Methodology
(RSM) menunjukkan pengaruh kondisi proses terhadap respon nilai kalor. Berdasarkan persamaan tersebut variabel suhu dan waktu torefaksi memiliki pengaruh paling besar terhadap respon nilai kalor, diikuti oleh pengaruh kuadratik suhu. Kondisi ini dapat dituliskan kedalam perbandingan x1> x2 > x12.
Y2 = 18051,36+ 864,49X1 +531,73X2
+270,46X12 (1)
Keterangan
Y2 : Respon Nilai Kalor
X1 : Suhu torefaksi tak berdimensi dalam kondisi operasi kode
X2 : Waktu torefaksi tak berdimensi dalam kondisi operasi kode
X3 : Laju alir N2 torefaksi tak berdimensi dalam kondisi operasi kode
Berdasarkan Gambar 4 yang menunjukkan grafik respon permukaan nilai kalor, suhu dan waktu torefaksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan nilai kalor. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan oleh Chin dkk. (2013) dan Sabil dkk, (2013) yang menyatakan bahwa suhu dan waktu torefaksi pada rentang 200-300oC memberikan pengaruh yang positif terhadap kenaikan nilai kalor.
3.4. Optimasi kondisi proses
Optimasi kondisi proses torefaksi pelepah sawit menggunakan Software Design Expert Trial version 7.0 melalui pendekatan Fungsi
desirability. Fungsi pendekatan desirability
berfungsi untuk mengoptimasi lebih dari satu respon secara bersamaan (Montgomery, 2008). Kondisi proses didapatkan pada suhu 275oC selama 45 menit dengan laju alir N2 150 ml/menit dengan nilai desirability 0.87. Nilai kalor optimum 20.784 kJ/kg. Pada kondisi respon optimasi dilakukan validasi sebanyak dua kali (duplo) pada kondisi optimum didapatkan nilai kalor sebesar 20.679 kJ/kg dan 20.835 kJ/kg. Hal ini menunjukkan hasil optimasi prediksi mendekati hasil aktual. Nilai kalor berdasarkan Standar Nasional Indonesia mengenai baku mutu standar bio briket tanpa karbonisasi (SNI-4931 2010) sekitar 16.736 -20.920 kJ/kg. Nilai kalor optimum yang didapatkan dari penelitian 20.784 kJ/kg. Nilai yang dihasilkan ini membuktikan bahwa hasil penelitian ini memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan bakar padat.
Gambar 5. Kondisi Proses Optimum 4. Kesimpulan
1. Nilai kalor produk torefaksi (T-PS) meningkat sekitar 5 – 14% dari nilai kalor bahan baku yaitu 16.800 kJ/kg menjadi 17.700 - 19.600 kJ/kg. Sedangkan nilai kalor bahan baku terhadap produk torefaksi melalui proses pencucian (TW-PS) meningkat 6 - 22%. Nilai kalor bahan baku bertambah dari 16.800 menjadi 17.894 – 21.606 kJ/kg setelah torefaksi. Perbandingan persentasi peningkatan nilai kalor melalui proses pencucian lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pencucian. Peningkatan nilai kalor produk torefaksi melalui proses pencucian membuktikan penggunaan pre-treatment untuk mencuci biomassa dengan produk torefaksi cukup menjanjikan dalam hal meningkatkan kualitas produk.
2. Kondisi optimum multirespon melalui pendekatan fungsi desirability dari produk torefaksi pelepah sawit secara statistik menggunakan RSM didapat pada suhu 275oC selama 45 menit dan laju alir 150 ml/menit dengan nilai desirability 0,87. Nilai kalor optimum 20.784 kJ/kg.
Daftar Pustaka
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi, 2017, Outlook Energi Indonesia 2017 Inisiatif Pengembangan Teknologi Bersih, Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.
Wenny Susanty dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 14, No. 1
18 Badan Pusat Statistik, 2018, Statistik Kelapa
Sawit Indonesia 2017, Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Basu, P., 2013, Biomass Gasification, Pyrolysis and Torrefaction, 2nd edition, Elsevier Inc, New York.
Carpenter, D., Westover, T.L., Czernik, S., and Jablonski, W., 2014, Biomass feedstocks for renewable fuel production: a review of the impacts of feedstock and pretreatment on the yield and product distribution of fast pyrolysis bio-oils and vapors, Green Chemistry, 16 (2), 384–
406.
Chen, D., Mei, J., Li, H., Li, Y., Lu, M., T., dan Ma, Z., 2017, Combined pretreatment with torrefaction and washing using torrefaction liquid products to yield upgraded biomass and pyrolysis products, Bioresource Technology, 228, 62-68.
Chen, D.Y., Zheng, Z.C., Fu, K.X., Zeng, Z., Wang, J.J., dan Lu, M.T., 2015, Torrefaction of biomass stalk and its effect on the yield and quality of pyrolysis products, Fuel, 159, 27–32.
Chew, J.J., and Doshi, V., 2011, Recent advances in biomass pretreatment –
Torrefaction fundamentals and technology, Renewable Sustainable Energy Reviews, 15 (8), 4212–4222. Chin, K.L, H’ng, P.S, Go, W.Z, Wong, W.Z,
Lim, T.W, Maminski, M, Paridah, M.T and Luqman, A.C., 2013, Optimization of Torrefaction Condition for High Energy Density Solid Biofuel from Oil Palm Biomass and Fast Growing Species Available in Malaysia, Industrial Crops and Products, 49, 768-774.
Deng, J., Wang, G.J., Kuang, J.H., Zhang, Y.Y., and Luo, Y.H., 2009, Pretreatment of agricultural residues for co-gasification
via torrefaction, Journal of Anaytical Applied Pyrolysis, 86, 331 – 337.
Deng, L., Zhang, T., and Che, D., 2013, Effect of water washing on fuel properties, pyrolysis and combustion characteristics, and ash fusibility of biomass, Fuel Processing Technology,
106, 712–720.
Dong, Q., Zhang, S.P., Zhang, L., Ding, K.,
and Xiong, Y.Q., 2015, ‘Effects of four
types of dilute acid washing on moso
bamboo pyrolysis using Py-GC/MS,
Bioresource. Technology, 185, 62–69. Kementrian Perindustrian, 2011. Potensi
limbah padat perkebunan sawit. Jakarta. Liaw, S.B., and Wu, H., 2013, Leaching
characteristics of organic and inorganic matter from biomass by water: differences between batch and semi-continuous operations, Industrial & Engineering Chemistry Research 52 (11), 4280–4289.
Mourant, D., Wang, Z., He, M., Wang, X.S., Garcia-Perez, M., Ling, K., and Li, C. Z., 2011, Mallee wood fast pyrolysis: effects of alkali and alkaline earth metallic specieson the yield and composition of bio-oil, Fuel 90 (9), 2915–2922.
Pecha, B., Arauzo, P., and Garcia-Perez, M., 2015, Impact of combined acid washing and acid impregnation on the pyrolysis of Douglas fir wood, Journal of Anaytical Applied Pyrolysis, 114, 127–137.
Poudel, J., Tae-In Ohm., and Oh. S. C., 2015, A study on torrefaction of food waste, Fuel, 140, 275-281.
Susanty, W., Helwani, Z., dan Zulfansyah., 2018, Torrefaction of oil palm frond: The effect of process condition to calorific value and proximate analysis, IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 345 (2018) 012016.
Uemura, Y., Omar, W. N., Tsutsui, T., and Yusuf, S. B., 2011, Torrefaction of Oil Palm Wastes, Fuel, 90, 2585-2591. Van der Stelt, M.J.C., Gerhauser, H., Kiel,
J.H.A., and Ptasinski, K.J., 2011, Biomass upgrading by torrefaction for the production of biofuels: a review, Biomass Bioenergy, 35, 3748–3762.
Zhang, S.P., Dong, Q., Zhang, L., Xiong, Y.Q., Liu, X.Z., and Zhu, S.G., 2015,
‘Effects of water washing and torrefaction
pretreatments on rice husk pyrolysis by microwave heating’, Bioresource Technology, 193, 442–448.
Zhang, S.P., and Xiong, Y.Q., 2016, Washing pretreatment with light bio-oil and its effect on pyrolysis products of bio-oil and biochar, Royal Society of Chemistry Advance, 6 (7), 5270–5277.