• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rengkak Ronggeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rengkak Ronggeng"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1

RENGKAK RONGGENG

Oleh

Nurhabibah Sabandiah

NIM:1511539011

TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI S1 TARI

JURUSAN TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

GASAL 2019/2020

(2)

2

RENGKAK RONGGENG

Oleh

Nurhabibah Sabandiah

NIM:1511539011

Tugas Akhir Ini Diajukan Kepada Dewan Penguji

Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Mengakhiri Jenjang Studi Sarjana S1

Dalam Bidang Tari

(3)
(4)

4 PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana

di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak

terdapat karya atau terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam kepustakaan.

Yogyakarta, 8 Januari 2020 Penulis,

Nurhabibah Sabandiah 1511539011

(5)

5

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tari Rengkak Ronggeng beserta skripsi tari sesuai target yang diharapkan. Karya tari beserta Skripsi tari ini dibuat guna mendapatkan gelar sarjana tari, dalam kompetensi penciptaan tari, di jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Proses karya ini banyak sekali hambatan dan kendala yang dirasakan, tetapi dengan dukungan, doa, kerja keras dan kesabaran dari berbagai pihak yang membantu dan akhirnya karya tari ini berjalan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari pihak-pihak yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk dapat mewujudkan karya tari ini.

Pada kesempatan ini disampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung karya tari ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dindin Heryadi, M.Sn selaku pembimbing I yang selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan tentunya selalu sabar dalam memberikan bimbingan, nasihat, semangat serta dorongan agar terus berkembang sehingga timbul semangat dalam proses pengkaryaan tugas akhir ini.

(6)

6

2. Ibu Dra. Erlina Pantja Sulistijaningtijas, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan tentunya selalu sabar dalam memberikan bimbingan, nasihat, semangat serta dorongan agar terus berkembang sehingga timbul semangat dalam proses pengkaryaan tugas akhir ini.

3. Dr. Martinus Miroto, M.F.A selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, ilmu yang bermanfaat dan telah meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dalam proses pengkaryaan tugas akhir ini.

4. Ibu Dr. Rina Martiara, M.Hum selaku dosen wali selama menjalani studi dari awal masuk kuliah yang memberikan masukan dan arahan mengenai perkuliahan, sehingga saya bisa sampai sejauh ini.

5. Ibu Dra. Supriyanti, M.Hum selaku Ketua Jurusan Tari yang telah banyak membantu selama proses studi.

6. Seluruh Dosen Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu serta pengalaman berharga selama menjalani studi.

7. Seluruh karyawan Jurusan Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang telah memberikan waktu serta membantu dalam hal peminjaman dan persiapan fasilitas yang dibutuhkan.

8. Bapak Agus Rahmat dan Ibu Enung Nurtoyibah, orang tua tercinta yang tidak pernah lelah, berhenti dalam mememberikan dorongan dan dukungan utama baik secara moril maupun materil demi kelancaran studi ini. (Hatur nuhun ayah mamah, nuhun sagala-galana. Dede sayang kalian).

(7)

7

9. Para Pemusik, Andria, Ganjar, Panji, Salim, Candita, Roby, mamah RR, Salim, A Iyan dan Yopi selaku kordinator latihan selama proses jarak jauh, yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk berproses bersama.

10.Para penari, Ifa, Fatma, Febby, Ariesta, Venny, Tiko, Niken, Tiyul, Anggita, Muhklis dan Ibet yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran demi terciptanya karya tari ini. Tanpa kehadiran kalian karya ini bukannlah apa-apa.

11.Kepada Teh Cucu Ayu, Umi Rina, Teh Ikok, Abah Karawang, Ridwan Ea, yang telah memberikan ilmu dan sudah mau memberikan nasehat, berbagi pengalaman, meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk bergabung dalam karya tari ini.

12.Cak Eko , yang sudah rela untuk meluangkan waktu dari latihan sampai hari pementasan untuk membantu penata cahaya dalam karya tari ini. 13.Om Cahyo, Zico, Pebri, Fadil, yang sudah meluangkan waktu, pikiran dan

tenaga demi terciptanya setting yang diinginkan terwujud.

14.Vio Wijaya yang sudah merelakan waktunya dalam pembuatan dan perombakan notasi musik.

15.Rendy Bayo dan Candita Ebed, kakak yang paling baik dan selalu setia memberikan semangat, mendengarkan curhatan, keluhan, meluangkan waktu untuk mengingatkan segala hal. (Aa makasih atas semua yang kalian berikan dan terimaksih sampai saat ini kalian selalu menjadi kakak, sahabat dan segalanya buat dede, dede sayang kalian).

(8)

8

16.Dio, Zul, Abeng, Agung, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, saling bertukar pikiran dan saling mensuport satu sama lain, sukses buat kalian semua dan akhirnya kita bisa wisuda bareng.

17.Fadhil Mahfudh, sahabat yang paling baik yang selalu mensuport, selalu ada saat saya membutuhkan dan selalu memberikan nasehat. Maaf bila dalam berproses ini dirimulah sasaran amarah yang keluar akibat kepanikan yang ada pada diri saya. Dibalik itu saya berterimakasih atas kesabaran dan dukungan yang sudah diberikan.

18.Bima, Razan, Ibnu dan Mahmudi yang selalu mendengarkan curhatanku, ngeluh, sedih, nangis dan selalu meluangkan waktu untuk saya. Saya berterimakasih sebanyak-banyaknya kepada kalian.

19.Teman-teman seperjuangan yang sedang menjalankan tugas akhir bersama Lilis, Putri, Nada, Krisna, Widi dan Astika yang sering menghibur satu sama lain dan saling bertukar fikiran.

20.Mak Fuad dan mbak Tika yang telah bersedia untuk direpotkan dalam membantu pembuatan rias dan busana karya tari ini. Terimakasih atas ide yang sangat membantu untuk berkembangnya konsep kostum yang saya inginkan.

21.A Gigin selaku kakak yang senantiasa mendukung saya dalam proses pengkaryaan karya tari ini.

22.Ulfa, Ajeng, Shindy, Poppy dan Mimi Tami yang sudah menjadi ibu kesejahteraan perut para penari dan pemusik. Tanpa kalian perut kami

(9)

9

selalu mendemo oleh cacing yang nakal. Maaf atas kerepotan yang sering saya buat. Terimakasih ceu haji.

23.Terimakasih kepada team dokumentasi Fadhil, Bima, Ibnu, Mahmudi, Ricard, Razan yang selalu berbagi waktu untuk datang mengabadikan momen-momen latihan, seleksi, sampai hari pementasan. Tanpa kalian karya ini hampa.

24.Teman-teman Genjot Kawel, terimakasih sudah menjadi keluarga, terimakasih juga atas semangat seperjuangan diberikan selama ini. Momen dan pengalaman yang sudah kita ukir akan selalu saya kenang dalam hati, ingatan dan sanubari saya. Untuk keluargaku terimakasih atas segala hal yang pernah kita susun selama kita disini. Aku sayang kalian.

25.Hand Production yang telah memberikan bantuan untuk menyelenggarakan proses ujian tugas akhir ini. Tenaga dan semangat kalian luar biasa.

Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita masih bisa dan mau berusaha apapun yang kalian inginkan akan terwujud. Hidup adalah Misteri.

Yogyakarta, 8 Januari 2020 Penulis

Nurhabibah Sabandiah 1511539011

(10)

10 DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ………...…………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ………...……. iv

LEMBAR RINGKASAN ………. v

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ………...………. xi

DAFTAR GAMBAR ………..……….………..… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……… xv

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ………...…… 1

B. Rumusan Ide Penciptaan ……….... 13

C. Tujuan dan Manfaat ………..………. 14

D. Tinjauan Sumber ………..……….. 15

BAB II. KONSEP PENCIPTAAN ………...…………. 20

A. Kerangka Dasar Pemikiran ………..…….. 20

B. Konsep Dasar Tari ……….……… 21

1. Rangsang Tari ……….……. 22

2. Tema Tari ………...… 22

3. Judul Tari ……….…… 23

4. Bentuk dan Cara Ungkap ………... 23

C. Konsep Garap Tari ……….…… 27

1. Gerak Tari ………...………...……….… 28

2. Penari ………... 28

3. Iringan Tari ………...………...…… 29

4. Rias dan Busana ………..……. 33

5. Pemanggungan ……….……… 33

a. Setting ……….... 34

b. Ruang Tari ……….… 35

(11)

11

BAB III. PROSES PENGGARAPAN KOREOGRAFI ………...… 37

A. Metode Penciptaan ……….……… 37 1. Eksplorasi ………...……….. 37 2. Improvisasi ………..……. 39 3. Komposisi ………..………….. 40 4. Evaluasi ……….……….……….. 41 B. Tahap Penciptaan ………... 42

1. Proses Penciptaan Tahap Awal ………..….. 42

a. Penentuan Ide dan Tema Penciptaan……….…. 42

b. Pemilihan dan Penentuan Penari ……….... 44

c. Pencarian dan Penentuan Properti ………..…..…..………… 46

d. Penentuan dan Pemilihan Penata Iringan …………..………. 46

e. Pemilihan Rias dan Busana ………..……….. 47

f. Proses Studio Penata Tari ………...……… 47

2. Proses Kerja Tahap Lanjut ………...………… 48

a. Proses Studio Penata dengan Penari ………...……... 48

b. Proses Penata Tari dan Penata Iringan …………...………… 54

c. Proses Penata Tari dan Penata Busana ………...……… 56

d. Proses Penata Tari dan Penata Artistik ………...… 57

e. Proses Penulisan Skripsi ………..……….. 57

C. Evaluasi ………..……… 57

1. Evaluasi Penari ………...……….. 57

2. Evaluasi Penata Iringan ………...………. 58

3. Evaluasi Koreografi ..………..………. 59

BAB IV. LAPORAN HASIL PENCIPTAAN ……….. 60

A. Urutan Penyajian Tari ………..……….. 60

1. Introduksi ………..………... 60 2. Adegan I ………..………. 61 3. Adegan II ………...………... 62 4. Adegan III ………..……….. 63 5. Adegan IV ………..……….. 64 6. Ending ………..………… 67 B. Deskripsi Gerak ………...………... 67 BAB V. PENUTUP ………...……….. 73 A. Kesimpulan ………..….. 73 B. Saran ………..……… 74

DAFTAR SUMBER ACUAN ……… 76

(12)

12 DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1 Peta Jawa Barat mengenalkan Subang dan Karawang yang

bertitik dibagian utara Jawa Barat ………...1 Gambar 2 Ronggeng Bajidor yang sedang asik bercanda dan saling

menertawakan bajidor yang sedang beraksi ………...…… 3 Gambar 3 Ronggeng Bajidoran gaya Karawang yang sedang menari dan

mengeluarkan gaya atau ciri khas masing-masing ………. 4 Gambar 4 Pementasan Ibing Pencak perguruan Sekar Mimitan Pasir Pogor

Kab. Bandung ………...……… 10

Gambar 5 Rias Korektif putri cantik ……….. 33

Gambar 6 Rias dan Kostum penari putra ……….. 34

Gambar 7 Setting panggung yang menggunakan oncor dan kain berwarna

merah dan kuning ………... 35

Gamabr 8 Penari laki-laki dalam mencari gerak ibing pencak ……….. 38 Gambar 9 Eksplorasi penari perempuan dalam mencari kenyamanan gerak

geol, gitek dan goyang ……….. 39

Gambar 10 Gerak adegan 3 yang sudah dikomposisikan dan diterapkan

kepada penari ……… 41

Gambar 11 Pada saat penata memberikan materi baru pada penari dan

menentukan hitungan ……… 51

Gambar 12 Pada saat penata memberikan materi dan memberikan gambaran

ekspresi seorang bajidor ……...……… 53

Gambar 13 Pemusik sedang rekaman musik yang sudah dibuat sebelumnya. 55 Gambar 14 Pose pemusik memainkan musik dan memperhatikan hitungan

pada saat latihan ………...… 56

Gambar 15 Pose penari putra yang sedang ibing pencak pada adegan I ….… 62 Gambar 16 Pose Penari Perempuan yang sedang ritual ……….. 63 Gambar 17 Pose ketujuh penari saat mulai adegan III dari arah belakang

backdrop ………..………. 64

Gambar 18 Pose ketujuh penari pada saat melakukan gerak salam untuk

(13)

13

Gambar 19 Gerak Gibrig Taktak ………. 67

Gambar 20 Gerak Jedag ……….. 68

Gambar 21 Gerak Geol ……… 69

Gambar 22 Gerak Gitek ………...………... 70

Gambar 23 Gerak Goyang ………... 71

Gambar 24 Bersama Kedua Orang Tua sebelum pementasan ……….. 119

Gambar 25 Bersama keluarga sebelum melaksanakan pementasan ……... 119

Gambar 26 Penata bersama pemusik sebelum melaksanakan pementasan ... 120

Gambar 27 Penata bersama penari sebelum melaksanakan pementasan ….. 120

Gambar 28 Penata bersama tim dokumentasi sebelum melaksanakan pementasan ……….……… 121

Gambar 29 Penata bersama seluruh Pendukung karya Rengkak Ronggeng sebelum pementasan ……….……….. 121

Gambar 30 Penata bersama Dosen Pembimbing I setelah pementasan …… 122

Gambar 31 Bersama keluarga angkatan Seni Tari 2015 “Genjot Kawel” setelah pementasan ………. 122

(14)

14 DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran I Pola Lantai ………. 80

Lampiran II Sinopsis Karya Rengkak Ronggeng …………...……… 101

Lampiran III Pendukung Karya Rengkak Ronggeng ………... 102

Lampiran IV Jadwal Kegiatan ………. 104

Lampiran V Leaflet ……… 106

Lampiran VI Tiket dan Co Card ……….………. 107

Lampiran VII Poster ……….…………. 108

Lampiran VIII Pembiyaan Karya Tari Rengkak Ronggeng ………….………... 109

Lampiran XI Lighting Plot dan Masterplan ………. 110

Lampiran X Kartu Bimbingan ……… 120

Lampiran XI Foto Sebelum dan Sesudah Pementasan ……… 121

(15)

15 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan

Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki bentuk kesenian yang beragam. Ada bentuk kesenian sejenis dengan kesenian di daerah lain, ada juga yang hanya terdapat di Jawa Barat yang menunjukan keunikan dan ciri khas tersendiri. Kenyataan tersebut didukung pendapat Edi Sedyawati bahwa seni tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik yang berbeda pula.1 Kekayaan dan keunikan bentuk-bentuk kesenian tidak jarang dijadikan sebagai sumber penciptaan baru oleh para seniman tari maupun seniman musik tradisi.

Gambar 1: Peta Jawa Barat mengenalkan Subang dan Karawang yang bertitik dibagian utara Jawa Barat. (Dokumentasi: Dodo Rihanto,2019)

Karawang dan Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki bentuk kesenian yang beragam. Frekuensi pemanggungan

1

Edi Sedyawati.Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Seri Ensi No. 4Jakarta: Sinar Harpan, 1981:52

(16)

16

kesenian di Karawang lebih tinggi karena sebagian besar masyarakatnya ketika menyelenggarakan pesta perkawinan atau khitanan umumnya diramaikan dengan acara hiburan seperti mengundang grup kesenian. Kesenian tradisi yang masih populer sampai sekarang diantaranya: topeng banjet, kliningan bajidoran, atau kliningan jaipongan, reog, sandiwara, tanjidor, pencak silat, wayang golek, calung, degung, dan sisingaan.2

Dari beberapa bentuk kesenian yang masih hidup di Karawang seperti disebutkan di atas, terdapat salah satu bentuk kesenian yang belakangan ini berkembang pesat serta kelompoknya menjamur di mana-mana. Bentuk kesenian tersebut adalah kliningan-bajidoran atau kliningan-jaipongan, yang lebih dikenal masyarakat Priangan dengan sebutan bajidoran. Jenis kesenian ini termasuk jenis kesenian rakyat yang memiliki fungsi utama sebagai seni hiburan, sajiannya bersifat dinamis dengan lantunan musik dan tarian yang gemulai dari seorang ronggeng yang menggambarkan keceriaan.3 Dalam kesenian bajidoran terdapat peran penting di dalamnya yaitu seorang penari bajidoran atau sering disebut Ronggeng bajidor.

2

Een Herdiani Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung: Hasta Wahana, 2003:13

3

Ayip Rosidi Ciri-ciri Manusia dan Kebudayaan Sunda, Jakarta: Girimukti Pasaka 1984:130

(17)

17

Gambar 2: Ronggeng Bajidor yang sedang asik bercanda dan saling menertawakan bajidor yang sedang beraksi

(Dokumentasi: Nurhabibah Sabandiah, ISBI Bandung September 2019) Kata Ronggeng berasal dari kata renggana, yang berarti wanita, dan ronggeng adalah wanita-wanita pujaan yang mempunyai peranan sebagai penghibur.4 Ronggeng berarti tari tradisional dengan penari utama wanita yang sangat centil, lincah, dan pandai menggoda. Bajidor berarti para penikmat jaipongan yang sangat fanatik dengan kesenian Jaipong. Dengan senang hati mereka menunjukkan kebolehan mereka dalam hal ngabajidor atau bisa dikatakan menari dengan gaya mereka sendiri yang diiringi tepakan kendang. Selain karena hobi mereka akan kesenian jaipong, ngabajidor adalah suatu bentuk eksistensi dan status sosial seseorang di masyarakat, karena sinden akan dengan senang hati terus memanggil nama bajidor untuk nyawer. Bajidor juga sangat lihai menari Jaipong dengan diiringi oleh musik gamelan. Bajidor biasanya ditarikan oleh penari laki-laki. Walau terkadang ada juga

4

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ronggeng Gunung Sebuah Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Direktorat Jendral Kebudayaan, 1981/1982:5

(18)

18

wanita tetapi sebagian besar bajidor adalah seorang laki-laki. Gerak-gerak yang biasanya digunakan oleh bajidor ini adalah perpaduan antara ketuk tilu dan pencak silat.

Gambar 3: Ronggeng Bajidoran gaya Karawang yang sedang menari dan mengeluarkan gaya atau ciri khas masing-masing.

(Dokumentasi: Nurhabibah Sabandiah, ISBI Bandung September 2019). Dalam sejarahnya, kesenian Ronggeng Bajidor lebih dikenal di kawasan pantura (pantai utara Jawa Barat). Seperti pada buku Endang Caturwati yang berjudul Perempuan dan Ronggeng, Raffles mengatakan Ronggeng tidak ada bedanya dengan pelacur, dan menurut Spiler Ronggeng hanya memikirkan uang dengan imbalan yang besar, menguras uang para lelaki hingga bangkrut habis-habisan, serta perusak rumah tangga orang.5

Awal kemunculan bajidoran diduga dipelopori oleh mantan penari laki-laki atau para penggemar ketuk tilu yang dahulu dikenal dengan istilah pamogoran. Lama-kelamaan istilah pamogoran menghilang seiring dengan

5

Endang Caturwati Perempuan dan Ronggeng, Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya, 2006:4

(19)

19

berubahnya minat masyarakat Karawang terhadap seni ketuk tilu. Kemudian muncul bajidoran yang memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan ketuk tilu, terutama lagu-lagu maupun pola gerak yang digunakan adalah pola ketuk tiluan. Dalam bajidoran muncul istilah baru untuk para penggemarnya atau penari laki-laki yaitu bajidor yang dianggap sebagai transformasi dari pamogoran.

Bajidor adalah sebutan bagi orang Subang yang suka bajidoran, dalam arti mereka yang aktif dan ikut terjun di dalamnya. Diperkirakan pengertian bajidor muncul dari pendekatan kesenian ianggap sebagai transformasi dari pamogoran. banjet, tanji dan bodor (karena di dalam bajidoran terdapat lawakan). Hal itu terbukti dari tari-tarian yang diungkapkan oleh para bajidor itu mengundang gerak-gerak humor yang sering dilakukan oleh tokoh bajidor.

Di dalam masyarakat Karawang, istilah bajidor memilik arti atau memiliki konotasi yang negatif bahwa bajidor akronim dari barisan jiwa doraka artinya jajaran orang-orang durhaka, karena menurut ceritanya pada zaman dahulu para bajidor itu umumnya memiliki tingkah laku kurang baik seperti halnya pamogoran pada masa ramainya ketuk tilu. Hal itu kemungkinan besar ditinjau dari tingkah laku para bajidor yang sering melakukan perkelahian karena memperebutkan sinden dan ronggeng, mabuk-mabukan, berkencan dengan ronggeng, menghambur-hamburkan uang dan

(20)

20

lain sebagainya. Akronim lain dari bajidor adalah abah haji ngador yang artinya bapak haji yang suka keluyuran.6

Bajidoran dapat bertahan hidup dan sangat berkembang, terutama setelah munculnya jaipongan. Hal tersebut dapat terjadi karena jaipongan berpengaruh besar terhadap bajidoran dan sangat populer di kalangan masyarakat. Di samping itu masuknya pengaruh jaipongan menambah variasi pada bentuk gerak maupun bentuk tabuhan bajidoran. Dalam perkembangannya saat ini bajidoran mengikuti selera massa. Pada akhirnya bajidoran harus merelakan untuk dibumbui dengan sajian irama dangdut, sehingga tidak heran bila unsur dangdut sangat mempengaruhi bajidoran.

Kesenian Ronggeng bajidor memiliki beberapa gaya, antara lain gaya Karawang dan Subang. Gaya Karawang berasal dari kesenian ketuk tilu dan pencak silat pada taun 1916-an di Karawang Jawa Barat dengan memiliki ciri khas gerak lebih tajam pada pola-pola Pencak Silat atau lebih kepada gerak gerak beladiri yang tidak berpola. Pada awalnya kesenian bajidoran gaya karawangan lebih spesifik dilakukan oleh laki-laki yang sering dikenal bajidor atau pamogor seperti penjelasan di atas.

Gaya Subang berasal dari kesenian ketuk tilu, jaipongan dan doger dengan memiliki ciri khas lebih tajam pada gerak geol, goyang dan gitek yang dipadukan dengan gerak Jaipongan berirama dan berpola. Pada awalnya

6

Een Herdiani, Bajidoran dan Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung:Hasta Wahana, 2003:22

(21)

21

kesenian Bajidoran di daerah Subang Jawa Barat itu sendiri berasal dari acara pesta rakyat yang sering dilaksanakan setelah panen. Pesta panen di daerah Subang Jawa Barat dilakukan di pinggir pantai dengan diawali upacara adat lalu membawa sesajen dan bahan-bahan hasil panen yang akan dihanyutkan ke tengah laut bagian Selatan. Setelah upacara selesai disitulah acara pesta rakyat dimulai yang diawali oleh Ronggeng tersebut, lalu banyak petani-petani nyawer pada saat ronggeng menari. Pada zaman dahulu jaban atau sering di kenal nyawer menyimbolkan bahwa petani berbagi hasil kepada masyarakat sekitar, akan tetapi semakin berkembangnya zaman pesta rakyat semakin tenggelam. Pada akhirnya rangkaian dari pesta rakyat itu sendiri berubah menjadi kesenian Bajidoran dan akhirnya jaban atau nyawer menjadi hal yang negatif.7

Kesenian Ronggeng bajidor masuk ke dalam genre tari rakyat Ketuk Tilu. Genre tari rakyat adalah tarian yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat. Jenis tarian rakyat berkembang menurut letak geografis daerah tersebut, seperti daerah pegunungan, dan daerah pesisir. Ketuk Tilu memiliki kekhasan dalam gerakan seorang ronggeng seperti geol, gitek, dan goyang. Karakter tari rakyat yang khas membedakannya dengan tari genre lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Rusliana:

“hal ini dapat membedakan bentuk dan dinamika tarian. Karakter tari rakyat pada umumnya adalah gerak-gerak spontanitas, yang berbekal pada empirik masing-masing. Penamaan tarian ditari rakyat kebanyakan mengambil dari nama lagu-lagu tradisi ketuk tilu, seperti

7

(22)

22

Polostomo, Gaplék, Cikeruhan, Érang, Géboy, Bardin, dll. Struktur tarian rakyat terdiri dari tiga bagian yaitu Bagian I biasa disebut dengan arang-arang bubuka/nyorong, bagian II yaitu isi lagu misalnya polostomo naék géboy, atau gaplék saja, dan diakhiri dengan arang-arang panutup.”8

Ketuk tilu telah lama dikenal oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat Bandung dan sekitarnya. Pada mulanya ketuk tilu tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan di Jawa Barat, tetapi lama kelamaan banyak dikenal dan digemari oleh seluruh masyarakat.

Ketuk tilu adalah suatu bentuk kesenian yang di dalamnya merupakan perpaduan antara gerak, lagu dan iringan. Nama ketuk tilu diambil dari suatu unit waditranya yang terdiri dari tiga buah ketuk sebagai waditra baku yang dilengkapi dengan rebab, kendang, kecrek dan sebuah gong besar. Para penabuh ketuk tilu juga terdiri dari tiga orang, seorang memegang ketuk, kecrek dan gong, dan yang lainnya masing-masing memegang kendang dan rebab.

Ketuk tilu telah ada di Jawa Barat sekitar pertengahan abad ke-19. Terbukti pada tahun 1914 rombongan ketuk tilu yang dipimpin oleh Abah Madroi diundang mengisi acara peresmian rumah penjara Sukamiskin, pesta peresmian jembatan Cisanggarung, peresmian pasar Ujungberung, pasar Cicadas dan acara-acara lainnya.9 Dalam perkembanganya, ketuk tilu hidup subur dan menyebar ke berbagai penjuru Jawa Barat, sehingga memunculkan keragaman sekaligus keragaman dalam beberapa hal. Di beberapa daerah

8

Iyus Rusliana, Kompilasi Istilah Tari Sunda, Bandung: LPBB, 2009:55

9

Yoyo Yohana, Tari Rakyat Ketuk Tilu, dalam buku kawit. Buletin Kebudayan Jawa Barat No. 24, Bandung: Proyek Peningkatan Kebudayaan Jawa Barat, 1979:35-36

(23)

23

muncul bentuk kesenian yang hampir sama. Baik itu mengenai fungsi maupun bentuk pertunjukannya, akan tetapi penamaannya berbeda dengan ketuk tilu. Di daerah Karawang terdapat dombret, bajidoran. Setelah jaipongan populer di masyarakat, yaitu sekitar tahun 1980-an, masyarakat Karawang lebih cenderung menggunakan istilah jaipongan untuk menyebut kesenian kliningan bajidoran. Di daerah Subang terdapat kliningan bajidoran, dombret, belentuk ngapung, dan doger.10

Dalam kesenian bajidor juga terdapat gerak gerak pencak silat atau ibing pencak pada gaya Karawang. Ibing pencak memang berasal dari Jawa Barat. Secara harfiah ibing pencak dapat diterjemahkan menjadi tari pencak. Tapi para tokoh pencak silat di Jawa Barat kurang setuju jika ibing pencak disebut tari pencak, karena kata tari cenderung menitik beratkan pada unsur tarinya, yaitu suatu seni yang menampilkan keindahan gerak meskipun geraknya diambil dari unsur-unsur pencak silat. Sedangkan ibing pencak lebih menitik beratkan pada unsur pencak silat , yaitu gerak yang memiliki fungsi serang bela atau lebih kepada bela diri, walau tidak di sangka didalamnya juga mengandung unsur-unsur keindahan.

Seni ibing pencak tumbuh subur berkembang di perguruan pencak silat, bukan di aliran asalnya. Sebagai contoh, aliran Cikalong tidak mengenal ibing pencak, tetapi Gan Didi Muhtadi salah seorang tokoh menpo Cikalong dari pasar baru Cianjur, melalui perguruannya Pusaka Siliwangi

10

Een Herdiani, Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan, Bandung:Hasta Wahana, 2003:15

(24)

24

mengembangkan ibing pencak sehingga Gan Didi lebih dikenal sebagi guru ibing pencak dari pada guru maenpo. Ibing pencak sebenarnya adalah rangkaian jurus kejadian yang disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi unsur estetika tanpa meninggalkan makna serang bela dalam setiap geraknya. Ibing pencak yang baik harus dapat menggambarkan suatu bentuk teknik perkelahian seolah-olah pesilat tersebut sedang berhadapan dengan lawannya.

Gambar 4: Pementasan Ibing Pencak perguruan Sekar Mimitan Pasir Pogor Kab. Bandung. (Dokumentasi: Badoel MW,2017)

Dalam ibing pencak terdapat jurus-jurus pencak silat, namun sebenarnya jenis jurus yang digunakan dalam ibing pencak adalah gerak dasar, jurus dasar, jurus inti dan jurus kajadian. Akan tetapi gerak-gerak jurus tersebut dimainkan sesuai dinamika musik kendang dan mengikuti patokan gong atau dalam bahasa sunda sering dikatakan goong.

Sikap dan gerakan dalam pencak silat sebagai bela diri dilakukan untuk melindungi diri dan menyerang, sedangkan dalam ibing pencak yang bersikap dan gerak dilakukan untuk kenikmatan penari yang bergerak mengikuti irama karawitan dan untuk kenikmatan yang menonton ibing

(25)

25

pencak. Mudah dipahami jika memiliki perbedaan-perbedaan. Pada umumnya sikap dan gerakan dalam ibing pencak lebih terbuka, lebih distilasi dan dilakukan dalam irama yang metrikal.

Dalam ibing pencak di Jawa Barat terdapat pola koreografi yang umum, yaitu:

1. Bagian pertama: tepak dua atau paleredan, lebih memperlihatkan unsur keindahan.

2. Bagian kedua: tepak tilu atau golempang, memperlihatkan teknik serang bela yang masih terikat pada ketukan irama.

3. Bagian ketiga: padungdung, disini pesilat berimprovisasi secara bebas seseuai dengan imajinasinya ketika itu.

Berdasarkan koreografi itu, ibing pencak adalah salah satu jenis kesenian yang kaya segi kreatifitasnya karena masing-masing perguruan memiliki gerakan ibing pencak yang berbeda walaupun berpatokan pada irama yang sama. Koreografi bagian pertama biasanya sangat kental dengan jurus-jurus yang berasal dari aliran Cimande, karena sifat geraknya lebih terbuka sehingga cocok dibawakan dengan tempo yang lambat. Koreografi bagian kedua lebih banyak bersumber pada aliran Cikalong, Sabandar dan Sera, karena bersifat lebih mengikuti irama musik karawitan atau tepakan Kendang yang mengalun mengikuti tempo gerak lebih kencang atau cepat. Koreografi bagian ketiga memperlihatkan jurus kajadian atau jurus aplikasi yang memperlihatkan teknik-teknik serang pola yang dilakukan dengan kecepatan

(26)

26

yang sebenarnya dan yang pada awalnya perkembangannya bersifat improvisasi. Namun saat ini irama padungdung pun bisa diisi dengan gerakan yang telah ditentukan sebelumnya.

Penulis memiliki pengalaman empiris dalam menari bajidor dan menari pencak silat atau ibing pencak, yang menjadikan rasa ingin tahu lebih dalam lagi tentang seorang ronggeng dalam bajidoran. Hal ini yang menjadi dasar ketertarikan pada ronggeng untuk dijadikan sumber atau ide penciptaan karya tari. Konsep penciptaan karya tari ini adalah tentang karakter dari seorang ronggeng yang centil, lincah dan genit, dan demi memenuhi kebutuhan hidupnya ia mempertahankan profesinya sebagai ronggeng, karena zaman dahulu dimata masyarakat seorang ronggeng dinilai negatif. Pada garapan karya tari ini penata menggambungkan dua gaya kesenian Bajidor yaitu gaya Karawang dan gaya Subang dalam aspek gerak gitek, goyang, geol dan gerak ibing pencak .

Dari paparan ini, maka dapat dikatakan ada rangsang tari yang dapat dijadikan landasan karya tari yaitu rangsang kinestestik. Rangsang kinestetik berkait dengan penetapan motif gerak geol, gitek, goyang dan ibing pencak. Salah satu gerak tari ketuk tilu dan gerak ibing pencak sebagai motif dasar. Karya tari ini diciptakan dalam bentuk koreografi kelompok dengan sembilan orang penari yaitu tujuh penari perempuan yang menggambarkan sosok penari ronggeng dan dua penari laki-laki yang menggambarkan sebagai bajidor. Akan tetapi ada satu penari perempuan menjadi satu tokoh utama yang

(27)

27

menggambarkan seorang ronggeng yang dapat memikat perhatian di antara penari ronggeng yang lain dan menjadi rebutan bajidor.

Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan beberapa pertanyaan kreatif untuk diwujudkan dalam karya antara lain:

1. Bagaimana mengembangkan motif pada tari Ketuk Tilu ( geol, gitek dan goyang) dan Ibing Pencak ?

2. Bagaimana mengkomposisikan hasil eksplorasi gerak motif geol, gitek, goyang dan Ibing Pencak menjadi sebuah koreografi kelompok ? 3. Bagaimana memvisualkan sosok penari ronggeng yang biasa

diperebutkan oleh bajidor ?

B. Rumusan Ide Penciptaan

Pertanyaan kreatif di atas menghantarkan pada sebuah rumusan ide penciptaan karya tari yaitu menciptakan koreografi kelompok yang memanfaatkan hasil pengembangan motif geol, gitek dan goyang untuk mempresentasikan kosep karakter ronggeng itu sendiri. Tipe tari dramatik untuk memvisualkan karakteristik ronggeng yang lincah, centil dan genit, serta menemukan sebuah teknik geol, gitek dan goyang yang berbeda dari tradisinya. Pengembangan teknik, pengembangan gerak, pengembangan ritme gerak dikombinasikan untuk membentuk kesatuan motif gerak dalam karya tari berjudul RENGKAK RONGGENG.

(28)

28

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan koreografi ini adalah:

a. Menciptakan koreografi yang mengembangkan motif dari gerak geol, gitek dan goyang yang terdapat pada Ketuk Tilu dan Ibing Pencak, sebagai salah satu bentuk kebudayaan Sunda.

b. Memvisualkan sosok ronggeng yang biasa diperebutkan oleh bajidor.

c. Memvisualkan sosok bajidor atau pamogoran yang gagah. d. Menciptakan karya tari yang bersumber dari tari rakyat. e. Memperkenalkan kesenian bajidoran dan Ibing Pencak.

f. Membuat koreografi baru yang berpijak pada perpaduan beberapa gerak dasar Ketuk Tilu dan Ibing Pencak.

2. Manfaat koreografi ini adalah:

a. Memberikan pengalaman baru kepada penata dan penari dalam hal mengenal dan menarikan gerak-gerak tari Sunda atau ketuk tilu. b. Mendeskripsikan landasan teori koreografi ke dalam koreografi

tradisi untuk menguatkan hadirnya karya tari yang baru.

c. Menambah wawasan dan pengalaman dalam proses penciptaan karya tari ini.

d. Dapat menginterpretasikan makna tentang seorang ronggeng bajidor yang melekat pada diri masyarakat Jawa Barat khususnya daerah Karawang dan Subang.

(29)

29

e. Masyarakat luar dapat mengetahui tentang kesenian Bajidoran dan ronggeng yang berasal dari Jawa Barat.

D. Tinjauan Sumber

Menciptakan sebuah karya tari seorang penata tari membutuhkan landasan-landasan ataupun tinjauan yang dapat menjadi rangsangan awal ataupun ide dalam menciptakan karya tari. Tinjauan tersebut dapat berupa sumber pustaka, sumber karya, dan sumber wawancara. Sumber dalam karya tari ini diantaranya:

1. Sumber Tertulis

Buku yang berjudul Kompilasi Istilah Tari Sunda oleh Iyus Rusliana membahas tentang Genre tari rakyat dalam membedakan bentuk dan dinamika tarian, karakter tari rakyat dan sejarah tari rakyat Ketuk Tilu. Tari Rakyat Ketuk Tilu memiliki kekhasan dalam gerakan seorang ronggeng seperti geol, gitek, dan goyang. Manfaat pada buku Iyus Rusliana pada penulis ialah mengenalkan tentang apa tari rakyat lebih dalam dan mengenalkan sosok-sosok seniman jaman dahulu yang berperan penting pada tari rakyat. Buku ini juga menjelaskan asal-usul tari ketuk tilu ditemukan.

Buku yang berjudul Ronggeng Gunung Sebuah Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, membahas tentang Ronggeng. Manfaat buku ini adalah mengenal sosok ronggeng itu sendiri kepada penulis dan memahami siapakah

(30)

30

sosok ronggeng tersebut. Dalam pembuatan karya tari ini buku yang berjudul Ronggeng Gunung Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis menjelaskan bahwa ronggeng itu berbeda-beda tidak semua sama dalam hal sifat maupun sikap ronggeng itu sendiri.

Buku yang berjudul Perempuan dan Ronggeng oleh Endang Caturwati Dalam sejarahnya kesenian Ronggeng Bajidor lebih dikenal di kawasan pantura (pantai utara Jawa Barat). Manfaat buku ini adalah memperlihatkan bahwa pandangan masyarakat terhadap ronggeng bajidor sangat negatif. Dalam penciptaan karya tari ini membutuhkan referensi sosok ronggeng yang genit dan lincah, buku ini lah yang menjelaskan bagaimana sosok ronggeng yang genit dan lincah pada saat menari sembari menggoda sang bajidor.

Buku yang berjudul Koreografi Bentuk - Teknik – Isi oleh Y Sumandiyo Hadi. Buku ini menjelaskan tentang teknik penari, bentuk dari sebuah karya, dan isi atau makna yang ada didalamnya. Penata sangat terbantu dengan meninjau buku tersebut karena sangat memudahkan penata dalam proses koreografi. Buku tulisan Y Sumandiyo lainnya juga sangat membantu penata dalam mengolah tata ruang imajinatif untuk karya ini yakni buku yang berjudul Koreografi Ruang Prosenium. Buku tersebut memudahkan penata memahami tentang koreografi yang akan ditunjukan dalam ruang prosenium.

Buku yang berjudul Aspek-aspek Dasar Koreografi Kelompok. Hal-hal yang sangat mendasar dalam penciptaan koreografi kelompok dijelaskan dalam buku ini, diantaranya pertimbangan jumlah penari, jenis kelamin dan

(31)

31

postur, aspek ruang, wujud kesatuan kelompok di dalam aspek ruang dan waktu, hingga proses penggarapan koreografi kelompok. Banyak aspek dalam buku tersebut yang berguna untuk memeberi wawasan tentang koreografi kelompok. Teori yang ada di dalam buku ini menjadi acuan untuk penentuan komposisi kelompok.

Buku yang berjudul Tari Di Tatar Sunda oleh Endang Caturwati. Buku ini menjelaskan tari Sunda dan peristilahannya, terutama bagaimana tari itu terbentuk sebagai ekspresi kreatif senimannya, sehingga dapat dijadikan sumber penciptaan tari dengan latar belakang tari Sunda.

Buku yang berjudul Bajidoran Di Karawang Kontinuitas Dan Perubahan oleh Een Herdiani. Buku ini menjelaskan bagaimana awal munculnya bajidoran di tanah Sunda terutama di daerah Karawang. Penata sangat terbantu dengan meninjau buku tersebut karena komponen mendukung dalam kesenian tersebut, serta ada beberapa ragam gerak yang terdapat di dalamnya seperti gerak geol, gitek, goyang dan gerak gerak pencak silat dasar beladiri yang menjadi gerak motif dalam ibing pencak. Bahasan tersebut membantu penata sebagai sumber referensi data.

2. Sumber Lisan

Cucu ayu, 32 tahun, seorang Ronggeng Bajidor berkediaman di Jalan Otista Rt 26/95 No 263 Sukamulya Kec. Subang Kab. Subang Jawa Barat, sudah berkecimpung secara aktif dalam dunia tari sejak beliau lulus SMA,

(32)

32

beliau mempunya ciri khas dalam menari bajidor dalam gerak yang selalu tajam pada bagian pinggul dan selalu menjadi penari yang membuka acara bajidoran tersebut. Beliau memiliki karater tersendiri saat menggunakan kostum dan sanggul yang berbeda dengan ronggeng bajidor lainnya, Beliau juga yang menjadi inspirasi penata dalam membuat karya tari ini.

Abah Karawang, 69 tahun, seorang Seniman sekaligus penerus pendiri atau pimpinan grup bajidoran di daerah Karawang Jawa Barat. Beliau adalah penerus turunan ke tiga dalam memimpin grup bajidoran di daerah Karawang. Beliau sudah berkecimpung secara aktif dalam dunia kesenian bajidoran sejak beliau masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Pada saat itu Beliau hanya ikut bersama almarhum bapaknya yang pada saat itu Beliau hanya sebagai penikmat atau penonton kesenian tersebut dan akhirnya Beliau mengikuti jejak almarhum sampai saat ini. Beliau juga seorang bajidor atau pamogor yang sudah dikenal oleh masyarakat karena jurus beliau yang mempunyai ciri khas lebih keras dan memiliki karakter tersendiri pada saat melakukan mencug. Beliau juga yang menjadi inspirasi dan menjadi narasumber penata dalam membuat karya tari ini.

3. Tinjauan Audiovisual

Video tari yang berjudul Tari Gaplek dengan Penari Rizky Oktaviani Purnomo (2018), Tari Gaplek ini diciptakan oleh seniman yang berasal dari Jawa Barat yaitu Mas Nanu Munajar Dahlan atau sering dikenal Mas Nanu Muda. Tari Gaplek memiliki ide penciptaan yang hampir sama yaitu

(33)

33

pengolahan dan pengembangan esensi dan motif gerak dasar tari rakyat. Karya tari ini mengambil kehidupan seorang ronggeng. Pengolahan gerak dan desain kostum yang menjadi keunikan bagi karya tari ini.

Video Kesenian Bajidoran grup Giler Kameumeut (2018), pada saat pementasan acara hari 17 agustus di Subang Jawa Barat. Dengan memiliki 9 ronggeng , salah satu penari Giler Kameumeut yaitu Cucu Ayu.

Gambar

Gambar 1: Peta Jawa Barat mengenalkan Subang dan Karawang yang bertitik  dibagian utara Jawa Barat
Gambar 2: Ronggeng Bajidor yang sedang asik bercanda dan saling  menertawakan bajidor yang sedang beraksi
Gambar 3: Ronggeng Bajidoran gaya Karawang yang sedang menari dan  mengeluarkan gaya atau ciri khas masing-masing
Gambar 4: Pementasan Ibing Pencak perguruan Sekar Mimitan Pasir  Pogor Kab. Bandung. (Dokumentasi: Badoel MW,2017)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang bagaimana hubungan pemanfaatan green house yang digunakan sebagai sumber belajar

[r]

Pendapat Dosen Luar Biasa Tentang Kompetensi Kepribadian Mahasiswa Praktikan Ppl Prodi Pendidikan Tata Boga. Universitas Pendidikan Indonesia |

otot atau juga dari glukosa yang terdapat di dalam aliran darah untuk.

Kegiatan menggambar, mencetak, menempel, dan kegiatan berkarya seni rupa dua dimensional lainnya yang menyenangkan anak dengan media dan cara-cara yang sederhana dapat

Penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Fahrudin dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan strategi peta konsep dengan pokok bahasan hukum newton

Sehubungan dengan akan diadakannya kegiatan pelantikan anggota Tim Bantuan Medis IKM FKUI 205 di Gunung Salak pada tanggal 30 Oktober 2015 – 1 November 2015, melalui surat ini,

7) Asidosis Respiratorik (keracunan zat asam pada sistem pernafasan) Kemudian kita harus berusaha bercakap kepada teman sesama mahasiswa memasukkan istilah di