• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI HYPNOPARENTING UNTUK MENGATASI GANGGUAN ELIMINASI URINE PADA ANAK DENGAN ENURESIS KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI HYPNOPARENTING UNTUK MENGATASI GANGGUAN ELIMINASI URINE PADA ANAK DENGAN ENURESIS KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ELIMINASI URINE PADA ANAK DENGAN ENURESIS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Keperawatan Pada Program Studi D3 Keperawatan

Disusun oleh: Ria Anggraeni NPM. 16.0601.0043

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

FAKULTAS ILMU KESEHATAN 2019

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

APLIKASI HYPNOPARENTING UNTUK MENGATASI GANGGUAN ELIMINASI URINE PADA ANAK DENGAN ENURESIS

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing, serta telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang.

Magelang, 13 Juli 2019 Pembimbing I

Ns. Septi Wardani, M.Kep NIK. 108306044

Pembimbing II

Dwi Sulistyono, BN., M.Kep NIK. 937108060

(3)

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Ria Anggraeni

NPM : 16.0601.0043

Program Studi : Program Studi Keperawatan (D3)

Judul KTI : Aplikasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Gangguan Eliminasi Urine Pada Anak Dengan Enuresis

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang.

TIM PENGUJI:

Penguji Utama : Ns. Reni Mareta, M.Kep (...)

Penguji : Ns. Septi Wardani, M.Kep (...) Pendamping I

Penguji : Dwi Sulistyono, BN., M.Kep (...) Pendamping II

Ditetapkan di : Magelang Tanggal : 17 Juli 2019

Mengetahui, Dekan

Puguh Widiyanto, S.Kp., M.Kep. NIK. 947308063

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Aplikasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Gangguan Eliminasi Urine Pada Anak Dengan Enuresis”. Adapun tujuan penulis menyusun Karya Tulis Ilmiah ini sebagai syarat untuk mencapai gelar ahli madya pada D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang.

Penulis banyak mengalami berbagai kesulitan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung maka Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada :

1. Puguh Widiyanto, S.Kp., M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang.

2. Ns. Retna Tri Astuti, M.Kep, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang.

3. Ns. Reni Mareta, M.Kep, Ketua Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Sekaligus sebagai penguji 1 dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penyusun Karya Tulis Ilmiah.

4. Ns. Septi Wardani., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dwi Sulistyono, BN., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

(5)

6.

tidak henti-hentinya memberikan doa dan restunya, tanpa mengenal lelah selalu memberi semangat buat penulis, mendukung dan membantu penulis baik secara moral, material maupun spiritual, sehingga penyusun Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kritik serta saran.

Penulis memohon perlindungan kepada Allah SWT dan berharap laporan ini bermanfaat bagi semuanya.

Wassalamualaikum wr.wb

Magelang, 17 Juli 2019

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Karya Tulis Ilmiah ... 4

1.3 Pengumpulan Data... 4

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Enuresis ... 6

2.2 Inovasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Inkontinensia Urine Aliran Berlebih ... 18

2.3 SOP Hypnoparenting... 22

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan... 22

BAB 3 LAPORAN KASUS... 26

3.1 Pengkajian ... 26 3.2 Analisa Data ... 29 3.3 Diagnosis Keperawatan ... 30 3.4 Rencana Keperawatan ... 30 3.5 Implementasi ... 31 3.5 Evaluasi ... 33 BAB 4 PEMBAHASAN ... 34 4.1 Pengkajian ... 34 4.2 Diagnosis Keperawatan ... 35 4.3 Intervensi ... 36

(7)

vii 4.4 Implementasi ... 37 4.5 Evaluasi ... 38 BAB 5 PENUTUP... 40 5.1 Kesimpulan ... 40 5.2 Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42

(8)

DAFTAR TABEL

(9)

Gambar 2.1 Anatomi sistem perkemihan ... 6 Gambar 2.2 Pathway ... 16

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Booklet ... 44

Lampiran 2. Kuesioner ... 48

Lampiran 3. Asuhankeperawatan ... 49

Lampiran 4. Informed Consent ... 66

Lampiran 5. Formulir Bukti ACC ... 67

Lampiran 6. Formulir Pengajuann Judul ... 68

Lampiran 7. Formulir Bukti Penerimaan Naskah Uji Kti ... 69

Lampiran 8. Pernyataan Perbaikan ... 70

Lampiran 9. Lembar Konsul ... 71

Lampiran 10. Persetujuan Publikasi ... 75

(11)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enuresis atau mengompol merupakan pengeluaran air kemih secara involunter dipakaian maupun tempat tidur pada siang atau malam hari, yang terjadi dua sampai lima kali dalam seminggu selama 3 bulan (Nasution, 2016). Penyakit ini ditandai dengan berkemih tanpa disadari pada pakaian atau saat di tempat tidur dan sulit memulai tidur pada fase REM pada siang hari (Setiadi, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 memperkirakan saat ini terdapat 5-7 juta anak di dunia mengalami enuresis dan sekitar 15%-25% terjadi pada usia kurang dari 5 tahun (Setiowati & Pawestri, 2018). Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 jumlah balita di Indonesia diperkirakan mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia dan yang masih mengompol dan sampai usia prasekolah mencapai 46% dari 75 juta jiwa. Kejadian anak mengompol lebih besar jumlah persentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak perempuan 40% (Riskesdas, 2013).

Usia prasekolah adalah usia diantara periode umur 4 sampai 6 tahun, waktu di mana kekritisan dalam perkembangan emosional dan psikologi anak dan merupakan masa paling aktif, di mana banyak permasalahan yang akan dihadapi orang tua salah satunya adalah masalah berkemih yaitu enuresis (mengompol). Usia yang sering terjadi mengompol adalah usia 5 tahun (Astuti, Widayati, & Isfaizah, 2019).

Penyebab enuresis adalah dari faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer yaitu disebabkan oleh genetik, penurunan produksi antideuretik hormone (ADH), gangguan maturasi sistem saraf atau keterlambatan pengenalan dan respon terhadap sensasi kandung kemih saat penuh, gangguan urodinamik yaitu karena kapasitas fungsional kandung kemih anak enuresis lebih kecil, dan gangguan

(12)

2

tidur. Faktor sekunder yaitu disebabkan karena ibu tidak melatih toilet training. Faktor psikologis disebabkan karena stress lingkungan akibat perpindahan ke lingkungan baru, kelahiran adik baru, dan hospitalisasi (Soetjiningsih & Renuh, 2015).

Masalah keperawatan yang muncul pada enuresis adalah gangguan eliminasi urine karena pelepasan antideuretik hormone (ADH) yang rendah pada malam hari mengakibatkan produksi urine meningkat. Produksi urine yang tinggi akan melampaui kapasitas fungsional kandung kemih sehingga terdapat dorongan untuk berkemih. Pada anak yang mengalami enuresis tidak dapat merasakan reflek untuk berkemih akibat imaturitas sistem saraf pusat sehingga urine keluar secara involunter. Gangguan eliminasi urin adalah kondisi di mana seseorang mengalami gangguan dalam pola berkemih atau disfungsi eliminasi urin, yaitu gangguan fungsi organ organ eliminasi seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Penyakit ini dapat memberikan pengaruh buruk secara psikologis dan social. Anak akan mengalami gangguan perilaku, merasa rendah diri, tidak percaya diri, dan hubungan sosial dengan teman akan terganggu. Apabila masalah enuresis diabaikan dan tidak segera diatasi hal ini akan berdampak terhadap perkembangan anak (Setiowati & Pawestri, 2018).

Penatalaksanaan pada anak enuresis dapat dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi yaitu dengan pemberian obat antidiuretik yang mampu meningkatkan reabsorbsi air seperti dessmopressin, obat ini bekerja mengurangi produksi urine pada malam hari dan mengurangi tekanan dalam kandung kemih. Penanganan non farmakologi yaitu menganjurkan kencing sebelum tidur dan mengurangi minum yang dikonsumsi 2 jam sebelum tidur. Penanganan bisa dilakukan menggunakan terapi, yaitu terapi motivasi, terapi perilaku, dan psikoterapi. Penanganan dengan terapi motivasi salah satunya dengan menggunakan hypnoparenting. Hypnoparenting merupakan salah satu pembinaan anak dengan memperhatikan pengaruh hypnosis dengan rekaman postif atau sugesti pada jiwa bawah sadarnya. Hal yang dibutuhkan dalam

(13)

3

hypnoparenting adalah komitmen orang tua untuk rutin memberikan sugesti positif. Prinsipnya yaitu mengucapkan kata-kata sugestif berulang-ulang kepada anak saat otak berada dalam gelombang alpha yaitu pada kondisi relaks atau istirahat, mengantuk dan mata mulai tertutup, serta ketika otak berada di gelombang theta yaitu dalam keadaan tidur ringan (Astuti, Widayati, & Isfaizah, 2019). Tujuan hypnoparenting adalah memberi sugesti positif anak untuk merubah kebiasaan mengompol (Akbar, 2017).

Enuresis sangat cepat diatasi dengan memberikan sugesti pada anak melalui alam bawah sadar. Dimana alam bawah sadar ini akan cepat memberikan perubahan. Menurut Silawati & Yanti (2015) hypnoparenting mempunyai waktu keberhasilan yang terbaik yaitu saat menjelang tidur karena otak berada dalam gelombang alpha sehingga Reticular Analisys System (RAS) terbuka lebar dan sugesti lebih mudah ditanamkan. Menurut Anugraheni (2017) terdapat pengaruh penggunaan hypnoparenting terhadap frekuensi enuresis karena pola asuh orang tua dengan sounding sangat mempengaruhi perilaku anak termasuk menciptakan rasa tanggung jawab anak terhadap aktivitas toileting.

Didukung oleh Astuti, Widyawati, & Isfaizah (2019) bahwa hypnoparenting efektif untuk menurunkan frekuensi enuresis karena menanamkan sugesti pada jiwa bawah sadar anak yang cenderung belum mampu berfikir logis dan merespon terhadap stimulus yang dapat menerima tanpa pertimbangan terlalu jauh menjadikan tindakan dan sikap orang tua dapat masuk dengan mudahnya di pemikiran bawah sadar anak tanpa disaring, sehingga sugesti positif tersebut dapat merubah kebiasaan mengompol anak. Semakin sering dilakukan hypnoparenting maka kejadian enuresis akan semakin berkurang bahkan tidak terjadi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Aplikasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Gangguan Eliminasi Urine Pada Anak Dengan Enuresis “.

(14)

4

1.2 Tujuan Karya Tulis Ilmiah

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan karya inovasi hypnoparenting untuk mengatasi gangguan eliminasi urin pada anak dengan enuresis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari karya tulis ilmiah ini yaitu:

1.2.2.1 Melakukan pengkajian komprehensif pada anak dengan enuresis.

1.2.2.2 Melakukan identifikasi dan merumuskan diagnosis keperawatan pada anak dengan enuresis.

1.2.2.3 Membuat intervensi keperawatan yang sesuai untuk menangani masalah pada anak dengan enuresis menggunakan hypnoparenting untuk mengatasi gangguan eliminasi urine.

1.2.2.4 Melakukan implementasi keperawatan pada anak dengan enuresis menggunakan hypnoparenting untuk mengatasi gangguan eliminasi urine.

1.2.2.5 Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak dengan enuresis.

1.2.2.6 Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada anak dengan enuresis.

1.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu sebagai berikut : 1.3.1 Observasi-Partisipasif

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengkajian secara langsung dan berpartisipasi dalam melakukan perawatan pada anak yang mengalami enuresis. 1.3.2 Interview

melakukann pengumpulan data dengan cara tanya jawab. 1.3.3 Studi Literatur

Penulis melakukan pengumpulan data dengan referensi jurnal, buku, dan media lainya terkait dengan enuresis.

(15)

5

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Bagi profesi keperawatan

Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dipraktikkan dalam mengelola pasien dengan enuresis pada anak menggunakan inovasi hypnoparenting untuk mengatasi gangguan eliminasi urine.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Dapat digunakan untuk menambah informasi tentang asuhan keperawatan pada anak dengan enuresis.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi keluarga atau masyarakat serta mampu menerapkan inovasi hypnoparenting dalam melakukan penanganan terhadap anak dengan enuresis.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Enuresis

2.1.1 Pengertian

Enuresis atau mengompol merupakan pengeluaran air kemih secara involunter dipakaian maupun tempat tidur pada siang atau malam hari, yang terjadi dua sampai lima kali dalam seminggu selama 3 bulan. Penyakit ini ditandai dengan berkemih tanpa disadari pada pakaian atau tempat tidur (Nasution, 2016). Enuresis merupakan suatu kondisi yang terjadi karena keterlambatan pematangan sistem saraf pusat dalam menyuplai kandung kemih dan mengakibatkan tidak ada reflek ketika kandung kemih penuh (Siregar & Minatun, 2011). Enuresis adalah pengeluaran urin secara involunter dan berulang, yang pada usia 5 tahun diharapkan anak dapat mengontrol proses buang air kecil (Soetjiningsih & Renuh, 2015).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Perkemihan

(17)

7

2.1.2.1 Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis dengan ukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati (Potter & Perry, 2012). Fungsi ginjal adalah untuk mempertahankan keseimbangan antara cairan, osmotik, dan ion, mengeluarkan zat-zat toksis atau racun, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin, dan amoniak serta fungsi hormonal dan metabolisme (Syaifuddin, 2012).

a.Struktur ginjal 1) Glomerulus

Glomerulus adalah suatu jaringan yang berfungsi untuk tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.

2) Kapsul Bowman

Kapsul bowman adalah bagian dari tubulus yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan yang disaring oleh kapiler glomerulus

3) Tubulus

Tubulus terbagi menjadi 3 yaitu tubulus proksimal, tubul distal, dan ansa henle. Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-banhan kedalam cairan tubuh. Tubulus distal berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu. Ansa henle terdiri dari pars desendens dan pars assendens. Pars desendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke medulla, dan pars assendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks.

2.1.2.2 Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung yang berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal kedalam kandung kemih. Panjangnya 25-30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis (Muttaqin, Arif, & Sari, 2014). Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding

(18)

8

luar jaringan ikat/fibrosa dan lapisan tengah lapisan otot polos. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik setiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang dikeluarkan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih (Syaifuddin, 2012).

2.1.2.3 Vesika Urinaria ( kandung kemih )

Kandung kemih merupakan organ berongga berbentuk seperti kerucut dan berotot yang dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Organ ini berfungsi menampung urine sebelum dikeluarkan. Dalam menampung urine, kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal. Pada orang dewasa kurang lebih 300-450 ml dan pada anak-anak antara 50-200 ml. Pada saat kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis dan saat penuh berada di atas simfisis (Muttaqin et al., 2014).

a.Bagian kandung kemih terdiri dari:

1) Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale.

2) Korpus, yaitu bagian antara vertex dan fundus.

3) Vertex, yaitu bagian yang berhubungan dengan ligemantum vesika umbilikalis. b.Lapisan dinding kandung kemih terbagi menjadi 4, yaitu:

1) Serosa/peritonium merupakan lapisan terluar yang berupa perpanjangan lapisan peritoneal rongga pelvis.

2) Otot detrusor, yaitu lapisan tengah yang tersusun dari berkas-berkas otot polos yang membentuk sudut agar kontraksi kandung kemih serentak ke segala arah. Otot detrusor ini terdiri dari serat-serat otot polos, yaitu lapisan dalam berupa longitudinal, tengah sirkular, dan luar longitudinal.

3) Submukosa, berupa jaringan ikat dibawah mukosa dan berhubungan dengan muskularis.

(19)

9

2.1.2.4 Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung kemih melalui proses miksi, organ ini juga berfungsi dalam menyalurkan cairan mani. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis, panjangnya sekitar 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatica, uretra membranosa dan uretra kavernosa dan terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan sub mukosa. Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya sekitar 3-4 cm, terdiri dari lapisan tunika muskularis, lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa.

Uretra dilengkapi oleh sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, dan sfingter eksterna terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter interna teridi atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK sfingter ini terbuka, dan tertutup pada saat menahan urine (Muttaqin et al., 2014).

2.1.2.5 Fisiologi Sistem Perkemihan

a.Tahap-tahap pembentukan urine menurut Syaifuddin (2012) adalah : 1) Proses filtrasi

Pembentukan urine diawali dengan proses filtrasi darah di glomerulus. Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomerulus menuju ruang kapsul bowman dengan menembus membran filtrasi. Di dalam glomerulus, sel-sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan tersebut berupa urine primer. Kapiler yang berpori-pori dan sel-sel kapsula yang terspesialisasi bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut yang kecil, namun tidak terhadap sel darah atau protein plasma, dengan demikian filtrat dalam kapsula bowmen mengandung garam,

(20)

10

glukosa, asam amino, vitamin, zat buangan bernitrogen, dan molekul-molekul kecil lainnya.

2) Proses Reabsorpsi

Reabsorpsi adalah proses penyerapan kembali filtrat glomerulus yang masih bisa digunakan oleh tubuh. Bagian yang berperan dalam proses ini meliputi sel-sel epitalium pada tubulus kontrotus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus proksimal lebih diutamakan reabsorpsi glukosa, asam amino dan air yang dilakukan dengan proses osmosis. Reabsorpsi yang terjadi di tubulus kontortus distal yaitu reabsorpsi ion natrium dan air. Reabsorpsi zat-zat tertentu dapat terjadi secara transfor aktif dan difusi di tubulus proksimal. Zat-zat penting bagi tubuh yang secara aktif di reabsorpsi adalah garam-garam tertentu, asam amino, glukosa, asam asetoasetat, hormon dan vitamin.

3) Augmentasi

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu dibawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara.

b. Proses Miksi :

Pada saat vesika urinaria penuh, maka reseptor pada dinding vesika urinaria akan memulai kontraksi musculus detrusor yang mengakibatkan relaksasi musculus pubcoccygeus dan pengurangan topangan kekuatan uretra yang menghasilkan beberapa kejadian. Kejadian tersebut yang pertama adalah membukanya meatus internus menyebabkan perubahan sudut urtetrovesical kemudian bagian atas uretra akan terisi urine. Urine bertindak sebagai iritan sehingga musculus detrussor berkontraksi lebih kuat. Urine didorong ke uretra pada saat tekanan abdominal meningkat sehingga terjadi pembukaan spincter extemus dan urine akan keluar. Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubocooygeus yang bekerja dibawah pengendalian secara volunter, musculus

(21)

11

pobococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine mengalir, vesika urinaria tertarik keatas, uretra memanjang, musculus spincter externus dipertahankan tetap dalam keadaan kontraksi (Syaifuddin, 2012).

2.1.3 Etiologi Enuresis

Menurut Soetjiningsih & Renuh (2015) penyebab enuresis terdiri dari faktor primer adalah :

2.1.3.1 Faktor primer : a.Faktor genetik

Penyebab keterlambatan dalam pematangan dan perkembangan kandung kemih sering dikaitkan dengan kelainan genetik autosomal dominan yang terletak pada kromosom 12 q (gen ENUR-2) dan 13 q (ENUR-1). Sekitar 50% ditemukan riwayat keluarga. Apabila 1 orang tua pernah menderita enuresis maka 44% anak mempunyai risiko enuresis, sedangkan apabila kedua orang tua pernah menderita enuresis, maka risiko meningkat menjadi 77%.

b.Gangguan produksi antideuretik hormone (ADH)

Pada pasien enuresis terjadi penurunan sekresi hormon antideuretik pada malam hari yang diakibatkan karena penurunan reabsorbsi solute yang aktif secara osmotic terutama ion natrium. Adanya peranan hormon ini dibuktikan dengan efektifitas desmopressin sebagai terapi enuresis.

c. Gangguan maturasi sistem saraf

Gangguan maturasi ini berupa keterlambatan pengenalan dan respon terhadap sensasi kandung kemih saat penuh. Keterlambatan ini dapat disebabkan karena imaturasi neurofisiologi sistem saraf pusat atau karena keterlambatan proses belajar mengatur buang air kecil.

d. Gangguan urodinamik

Kapasitas kandung kemih pada enuresis dan normal sesungguhnya sama, namun kapasitas fungsional kandung kemih anak enuresis lebih kecil daripada anak

(22)

12

normal. Sekitar 85% anak enuresis memiliki kapasitas fungsional kandung kemih yang kecil, bersifat alami dan bukan karena kelainan anatomi. Pada anak enuresis terjadi aliran (ureteric jet) yang imatur dengan pola monofasik. Penelitian Medel menunjukkan bahwa 49% anak enuresis monosimatomatik dan 72% anak enuresis polisimtomatik mengalami instabilitas detrusor yang menyebabkan terjadinya mengompol pada malam hari.

e. Gangguan tidur

Pada anak yang mengalami enuresis ditemukan adanya tidur delta atau tidur yang lebih dalam selama episode basah. Pada saat terjadi episode kering, didapatkan anak mengalami fase tidur yang lebih superfisial, adanya kesulitan bangun tidur. Anak yang mengalami enuresis sering mengalami gangguan tidur yaitu parasomnia, tidur berjalan (sleepwalking) dan terror di malam hari (night terror). Enuresis dapat dibagi 3 tipe yaitu tipe I, IIa ,dan IIb. Pada tipe I terdapat sensasi transmisi penuh pada kandung kemih dan pusat pegaturan bangun tidur aktif. Perjalanan dari tidur yang ringan ke proses bangun tidur tidak terjadi. Pada tipe IIa terjadi sensasi transmisi penuh pada kandung kemih yang penuh, tetapi tidak terjadi aktivasi pusat pengatur bangun tidur, sehingga tetap tidur dalam. Pada tipe IIb tidak terjadi transmisi sensasi penuh pada kandung kemih yang efektif karena ada gangguan primer pada kandung kemih.

2.1.3.2 Faktor sekunder :

Menurut Soetjiningsih & Renuh (2015) penyebab enuresis terdiri dari faktor sekunder adalah :

a. Faktor Ibu

Orangtua yang tidak melatih toilet training pada anak usia diatas 3 tahun akan menyebabkan anak mengompol dipakaian atau di tempat tidur.

b. Faktor Psikologis

Enuresis sekunder berupa stress psikologis yaitu perpindahan ke lingkungan baru, kelahiran adik baru, hospitalisasi, atau penyakit anak. Keadaan ini menimbulkan

(23)

13

regresi control buang air kecil. Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan masalah psikologis antara anak yang mengalami enuresis dan anak normal.

2.1.4 Klasifikasi Enuresis

Menurut Husein (2012) enuresis terbagi menjadi : 2.1.4.1 Berdasarkan waktu :

a. Nokturnal enuresis (sleep wetting/bedwetting)

Nokturnal enuresis adalah mengompol yang terjadi pada malam hari. Nokturnal enuresis dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe I, IIa, dan IIb. Pada tipe I terdapat sensasi transmisi penuh pada kandung kemih dan pusat pegaturan bangun tidur teraktivasi, perjalanan dari tidur yang ringan ke proses bangun tidur tidak terjadi. Pada tipe IIa terjadi sensasi transmisi penuh pada kandung kemih yang penuh, tetapi tidak terjadi aktivasi pusat pengatur bangun tidur, sehingga tetap tidur dalam. Pada tipe IIb tidak terjadi transmisi sensasi penuh pada kandung kemih yang efektif karena ada gangguan primer pada kandung kemih.

b. Diurnal enuresis (awake wetting)

Diurnal enuresis adalah mengompol yang terjadi pada siang hari.

2.1.4.2 Berdasarkan awal terjadi : a. Enuresis primer

yaitu terjadi sejak lahir dan tidak ada periode normal dalam pengontrolan buang air kecil atau tidak kontinensia selama kurang dari 1 tahun.

b. Enuresis sekunder

yaitu terjadi setelah enam bulan sampai satu tahun dari periode di mana kontrol pengosongan urin sudah normal. Anak yang mencapai kontinensia selama kurang dari 1 tahun atau lebih lama lagi dan kemudian hilang.

(24)

14

2.1.5 Manifestasi klinis

Menurut Soetjiningsih & Renuh (2015) tanda dan gejala enuresis adalah :

a. Buang air kecil yang berulang pada siang dan malam hari di tempat tidur atau pada pakaian.

b. Terjadi 2 kali dalam 1 minggu selama lebih dari 3 bulan.

c. Anak tersebut mencapai usia dimana berkemih secara normal seharusnya telah tercapai, yaitu usia kronologis paling sedikit 5 tahun.

d. Gejala yang dapat menyertai adalah gejala saluran kemih (dysuria, urgensi, buang air kecil disfungsional) serta gejala salura cerna (konstipasi dan enkopresis). Pada anak enuresis diurnal sering dijumpai perilaku menahan kencing, yaitu menekuk tungkai (the squatter), menahan kencing saat duduk dengan mengatupkan paha (the squimmer), melompat lombat seperti hendak menari (the dancer), dan diam tidak bergerak dengan wajah khawatir (the starer).

e. Hiperaktivitas dan gangguan perilaku cemas.

2.1.6 Komplikasi

Enuresis dapat sembuh spontan tanpa diobati pada 10-20% kasus per tahun, tetapi apabila tidak ada penanganan dan peran orang tua dapat berkembang menjadi gangguan psikogenik atau kecemasan. Penyakit ini dapat memberikan pengaruh buruk secara psikologis dan social. Anak akan mengalami gangguan perilaku internal ataupun eksternal, merasa rendah diri, tidak percaya diri, dan hubungan sosial dengan teman akan terganggu. Apabila masalah enuresis diabaikan dan tidak segera diatasi hal ini akan berdampak terhadap perkembangan anak (Setiowati & Pawestri, 2018).

2.1.7 PATOFISIOLOGI

Kurangnya pelepasan antideuretik hormone (ADH) pada malam hari mengakibatkan produksi urin meningkat. Produksi urin yang tinggi akan melampaui kapasitas fungsional kandung kemih. Pada anak yang mengalami keterlambatan maturasi sistem saraf pusat tidak mampu mengenali sensasi penuh

(25)

15

pada kandung kemih sehingga urine keluar secara involunter. Pada anak yang mengalami gangguan urodinamik kapasitas fungsional kandung kemih lebih kecil, sehingga menyebabkan anak tidak dapat menahan buang air kecil dalam volume urin yang normal. Pada anak yang mengalami gangguan tidur mengakibatkan perubahan pola tidur dari tidur multifasik menjadi periode tidur monofasik sehingga terjadi gangguan untuk terbangun karena tidak terjadi transisi dari tidur ringan kebangun komplit yang mengakibatkan anak tidak terbangun meskipun ada sensasi penuh pada kandung kemih dan menyebabkan enuresis (Soetjiningsih & Renuh, 2015).

(26)

16

Hormon ADH ↓ Gangguan maturasi

sistem saraf pusat

Gangguan tidur Faktor ibu Reabsorbsi menurun Jumlah urine meningkat Inkontinen sia urine aliran berlebih Keterlambatan bergenalan dan respon terhadap sensasi kandung

kemih yang penuh

Tidak mampu mengirim signal saat kandung

kemih penuh

Tidak ada sensasi ingin berkemih

Urine keluar secara spontan Tahap REM Tonus otot tertekan gerakan otot perifer tidak teratur Tidak terbangun ketika kandung kemih penuh Urine keluar secara inovater Stress psikologis Defisiensi pengetahuan Instabilitas Otot destrusor Tidak mengajarkan toilet training Inkontinensia urin aliran brlbih Faktor Primer emmerme Faktor Sekunder emmerme Urodinamik Genetik Inkontinensia urin refleks Kapasitas fungsional kandung kemih kecil Kandung kemih tidak cukup untuk

menampung urin Instabilitas otot detrusor Urin keluar involunter Inkontinensia urine fungsional Hormone ADH rendah Melebihi kapasitas kandung kemih Otot detrusor meregang Urine keluar involunter Reabsorbsi menurun Jumlah urine meningkat Inkontinensia urine rflks Melebihi kapasitas kandung kemih Otot detrusor meregang Urine keluar involunter Urin keluar involunter Gangguan eliminasi urine Hipotalamus memproduksi hormon ADH sedikit

Reabsorbi menurun Jumlah urine meningkat Melebihi kapasitas kandung kemih Otot detrusor meregang Urin keluar involunter

Inkontinensia urine aliran

Gambar 2.2 Pathway

Hypnoparenting

Sugesti Positif Gelombang Alpha &Theta

RAS Terbuka Otak Bawah Sadar Long Time Memory Kandung Kemih Penuh

Reseptor

impuls

Sfingter Eksterna Meregang Medulla Spinalis

Otot Destrusor Konteks Serebri

Urine tertahan sementara sampai menemukan tempat yang teat untuk berkemih

2.1.8 Pathway

(27)

17

2.1.8 PENATALAKSANAN 2.1.8.1 Pengobatan farmakologi

Menurut Alatas, Tambunan, & Trihono (2012) pengobatan enuresis secara farmakologi yaitu :

a. Desmopresin Acetate

Merupakan antidiuretik yang meningkatkan reabsorbsi air, mengurangi enuresis sampai anak dapat menahan miksi. Obat ini diberikan sebelum tidur dengan cara disemprotkan pada hidung. Kontra indikasi yaitu pada pasien dengan thrombotic thrombocytopenic purpura

b. Imipramin (Tofranil)

Mampu mengobati enuresis untuk jangka pendek, jika obat dihentikan dapat terjadi relaps dengan frekuensi sama seperti sebelumnya. Imipramin merupakan obat antidepresan trisiklik, 30% pasien enuresis dapat menjadi sembuh dan 85% pasien akan mengalami enuresis yang lebih ringan dibandingkan sebelum terapi. Respon klinis obat ini bergantung pada kadar plasma dalam darah. Efek samping yang terjadi dapat berupa iritabilitas, penurunan nafsu makan, mual dan muntah. c. Obat-obat parasimpatolitik (atropine/belladona)

Berguna menurunkan tonus otot detrusor. Dapat juga digunakan Methaline bromide 25-27 mg sebelum tidur

d. Obat simpatomimetik seperti dextroamphetamine sulfate 5-10 mg sebelum tidur

2.1.8.2 Pengobatan non farmakologi

Menurut Soetjiningsih & Renuh (2015) pengobatan secara non farmakologi yaitu : a. Terapi motivasi

Terapi ini dimulai dengan memberikan pendidikan tentang enuresis kepada pasien dan orang tua, memberikan handout berupa instruksi yang harus dikerjakan dan catatan harian untuk mencatat kemajuan anak. Orang tua harus menyiapkan hadiah yang akan diberikan jika anak berhasil tidak mengompol. Anak dianjurkan untuk kencing sebelum tidur, mengurangi minum 2 jam sebelum tidur, dan

(28)

18

berpartisipasi pada kegiatan bersih bersih di pagi hari,untuk memotivasi anak agar tidak mengompol. Angka keberhasilan dengan terapi motivasi berkisar 25%-70%. b. Terapi alarm

Terapi alarm yaitu dengan cara membangunkan anak untuk buang air kecil saat sedang tidur pada malam hari. Waktu yang terjadwal untuk membangunkan anak dapat menghasilkan episode kering dalam tidur. Cara yang kedua yaitu dengan sistem hadiah atas kemajuan yang dicapai untuk anak apabila tidak mengompol pada malam hari.

c. Terapi perilaku

Terapi perilaku yang dilakukan pada anak enuresis adalah mengangkat anak saat tidur sesaat sebelum waktu anak mengompol tanpa membangunkan anak.

d. Psikoterapi

Dilakukan dengan cara konseling orang tua untuk tidak menghukum anak karena enuresis akan memperberat keadaan anak tersebut.

2.2 Inovasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Inkontinensia Urine Aliran

Berlebih

Hypnoparenting merupakan salah satu pembinaan anak dengan memperhatikan pengaruh hypnosis dengan memberikan sugesti positif pada anak (Astuti, Widayati, & Isfaizah, 2019). Hypnoparenting adalah proses orang tua dalam mendidik anak dengan cara memanfaatkan penurunan frekuensi gelombang otak untuk diberi sugesti positif, sehingga anak menyimpan memori didalam pikiran bawah sadarnya (Akbar, 2013).

Frekuensi gelombang otak yang digunakan dalam hypnoparenting adalah gelombang alpha dan theta. Frekuensi alpha 8-12 hz merupakan frekuensi pengendali, penghubung pikiran sadar dan bawah sadar. Gelombang alpha adalah gelombang otak yang terjadi pada saat seseorang yang mengalami relaksasi atau mulai istirahat dengan tanda-tanda mata mulai tertutup atau mulai mengantuk. dihasilkan setiap akan tidur, tepatnya masa peralihan antara sadar dan tidak sadar. Gelombang theta adalah gelombang otak yang terjadi pada saat seseorang

(29)

19

mengalami tidur ringan, tanda-tandanya nafas mulai melambat dan dalam (Silawati & Yanti, 2015).

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur dibagi menjadi dua tahapan yaitu Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Tidur REM adalah kondisi normal dari tidur yang ditandai dengan gerakan cepat dan acak dari mata, seperti gelisah, aktifitas otak meningkat. Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh termasuk juga metabolisme, kerja otot, pergerakan bola mata melambat dan mimpi berkurang. Tidur NREM terbagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap I, tahap II, tahap III, dan tahap IV (Guyton & Hall, 2009).

Hypnoparenting memanfaatkan fase Non-Rapid Eye Movement (NREM) pada

tahap I dan II karena termasuk dalam tahap tidur ringan (light sleep) dan dalam gelombang lambat (slow wave sleep). Tahap N-REM I merupakan awal dari siklus tidur dan merupakan tahap transisi antara terjaga dan tidur. Pada tahap ini otak menghasilkan amplitudo gelombang alpha ditandai dengan seseorang cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungan sekitarnya, merasa mengantuk, bola mata bergerak, periode ini berlangsung dalam waktu singkat sekitar 5-10 menit. Tahap N-REM II merupakan tahap ketika seseorang masuk pada tahap tidur ringan, ditandai dengan otot mulai relaksasi, terjadi penurunan denyut jantung, frekunsi nafas, suhu tubuh dan metabolism, periode ini berlangsung selama 10-20 menit (Guyton & Hall, 2009).

Hypnoparenting efektif untuk menurunkan frekuensi enuresis karena terapi ini dilakukan pada saat otak berada dalam gelombang alpha dan tetha yaitu ketika anak dalam kondisi rileks atau istirahat yaitu saat mengantuk dan mata mulai tertutup, pada keadaan tidur ringan, dan menjelang bangun tidur. Saat itu resistansi rendah sehingga critical factor atau Rectingular Activiting System (RAS) akan terbuka, sehingga pengawasannya menjadi lemah dan semua

(30)

20

perhatiannya hanya tertuju pada satu titik yaitu rangsangan eksternal berupa sugesti positif yang di berikan orang tua. Panca indera menangkap informasi yang baru masuk dan dicerna dengan sangat cepat dan diteruskan ke otak kanan atau otak bawah sadarnya. Informasi yang ditangkap akan terekam kuat dan disimpan dalam memori otak anak dalam jangka panjang. Simpul saraf menstimulus neurotransmitter yang memproduksi hormon endorphine, encyphalin, beta-endorphine, melatonin. Hormon tersebut diserap hipoccampus kemudian didistribusikan ke seluruh sel otak. Ketika ada rangsangan kandung kemih penuh, korteks serebri menyampaikan impuls yang berisi sugesti positif melalui medulla spinalis menuju otot detrusor dan menjadikan sfingter eksterna meregang sehingga urin tertahan sementara yang mampu mempengaruhi perubahan kebiasaan mengompol pada anak (Silawati & Yanti, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anugraheni (2017) dari 16 anak yang diajadikan penelitian, terdapat 8 anak perempuan dan 8 anak laki laki. Dari 16 anak tersebut sebagian diberikan hypnoparenting dan tidak diberikan. Hypnoparenting dilakukan oleh orang tua dalam keadaan mood yang positif, diberikan pada anak selama 7 hari dan dilaksanakan dalam 3 waktu yaitu sebelum tidur, saat tidur ringan, dan menjelang bangun tidur. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa frekuensi enuresis mengalami penurunan setelah diberikan hypnoparenting. Jumlah anak yang mengalami enuresis berkurang lebih banyak pada kelompok yang mendapat hypnoparenting dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan hypnoparenting. Dapat disimpulkan bahwa hypnoparenting dapat membantu menurunkan frekuensi enurseis pada anak.

Menurut penelitian yang dilakukan Astuti, Widyawati, Isfaizah (2019) menunjukkan bahwa hypnoparenting dapat mempengaruhi otak kanan dan sugesti positif yang diberikan dapat terekam jangka panjang, di mana serabut saraf mengeluarkan perintah kepada formation retikularis, thalamus dan sistem limbic dan menjadikan hormon endorphin meningkat, ketika kandung kemih terasa penuh sugesti tersebut akan dicerna oleh korteks serebri dan dihantarkan oleh medulla spinalis kemudian merangsang sfingter eksterna untuk meregang dan

(31)

21

menjadikan urine tertahan sementara, frekuensi enuresis menjadi berkurang karena pengaruh hypnoparenting. Dalam studi yang dilakukan dengan sampel 21 anak usia 5-6 tahun, anak yang menerima hypnoparenting selama 1 minggu mengalami penurunan frekuensi enuresis dari 14 kali menjadi 6 kali, minggu ke 2 menurun menjadi 2 kali dan pada minggu ke 3 semua anak sudah berhasil tidak mengompol. Semakin sering dilakukan hypnoparenting maka kejadian enuresis akan semakin berkurang bahkan tidak terjadi.

Dalam penlitian Setiowati & Pawestri (2018) 15 anak dengan enuresis diaplikasikan hypnoparenting sebelum tidur mampu menstimulasi

neurotransmitter agar bekerja optimal memproduksi hormon endorphine,

encyphalin, beta-endorphine, melatonin kemudian memicu hipococcus untuk menyimpan informasi jangka panjang. Perubahan enuresis sangat cepat dengan memberikan sugesti positif pada anak melalui pikiran bawah sadar, cara ini lebih efektif dibandingkan memberikan sugesti dalam keadaan sadar. Otak bawah sadar merupakan long term memory yang akan diingat sampai jangka waktu panjang dan kapasitasnya lebih besar dibandingkan pikiran sadar. Pada orang dewasa sekitar 12% adalah otak sadar, 88% adalah otak bawah sadar. Pada anak otak bawah sadarnya adalah 95% berperan terhadap fungsi diri. Kalimat positif yang dibisikkan kepada anak akan mengarahkan ke perilaku yang positif. Hypnoparenting merupakan teknik yang aman, mudah untuk dilakukan dalam kehidupan sehari hari, tidak memerlukan alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri.

(32)

22

2.3 SOP Hypnoparenting

a. Persiapan orang tua

Orang tua harus berada pada mood yang positif. b. Persiapan anak

Menjadikan anak dalam keadaan rileks. c. Prosedur tindakan

1) Lakukan kontak fisik secara kontinu yaitu dengan mengusap di kepala atau bagian tubuh sebelah kiri karena akan menstimulus otak kanan dan dengan nyanyian lembut akan menjadikan anak lebih relaks.

2) Bisikkan kalimat sugesti positif untuk berhenti mengompol dengan contoh : “Anak yang baik, semoga mimpi indah, dan saat terasa mau pipis segera bangun dan bangunin mama untuk mengantar kamu pipis di kamar mandi ya ! atau dengan mengucapkan “Anak yang pintar, sebenarnya sudah bisa mengontrol diri sendiri loh, dan mulai sekarang kalau terasa mau pipis segera bangun dan pipis di kamar mandi ya ! ”

3) Hypnoparenting dilakukan dalam 3 waktu, yaitu saat anak menjelang tidur atau fase tidur N-RM 1 ditandai dengan saat mngantuk dan mata mulai tertutup. tidur ringan ditandai dengan saat diberi sounding kelopak mata masih bereaksi , dan menjelang bangun tidur.

4) Lakukan pengulangan selama 7 hari

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

2.4.1.1 Pengkajian fokus gangguan eliminasi urine menurut Alatas, Tambunan & Trihono (2012) adalah :

a. Pengkajian faktor primer

1) Menanyakan apakah terdapat riwayat mengompol pada orang tua saat masih kecil.

2) Menanyakan apakah terjadi keterlambatan proses belajar mengatur buang air kecil pada anak.

(33)

23

b. Pengkajian faktor sekunder

1) Menanyakan apakah anak mngalami stress karena perpindahan lingkungan.

2) Menanyakan apakah anak pernah mondok di rumah sakit. 3) Menanyakan apakah anak tersebut mempunyai adik baru.

4) Menanyakan apakah ibu sudah pernah mengajarkan toilet training pada anak.

c. Riwayat Keluarga.

Menanyakan apakah terdapat riwayat mengompol saat masih kecil pada orang tua.

d. Riwayat Pengobatan Sebelumnya.

Menanyakan apakah terdapat pengobatan sebelumnya secara medis atau alternatif .

e. Pemeriksaam Fisik

Pemeriksaan fisik pada bagian abdomen, genital, sensasi perineal, reflek anal wink, lower spine dan sistem neurologis.

2.4.1.2 Pengkajian 13 domain NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) menurut Herdman & Kamitzuru (2018) adalah :

a. Health promotion : Hal yang dikaji adalah riwayat penyakit masa lalu, riwayat pemberian ASI, riwayat imunisasi, jenis obat yang pernah di konsumsi, dan bagaimana ibu mengontrol kesehatan anak.

b. Nutrition : Hal yang harus dikaji adalah tanda klinis fisik anak, perkembangan anak sesuai usia, pola asupan cairan maupun nutrisi yang mempengaruhi enuresis.

c. Elimmination : Hal yang harus dikaji adalah pola pembuangan urine yaitu frekuensi, jumlah, dan ketidaknyamanan BAK. Riwayat penyakit kandung kemih , pola urine yaitu jumlah, warna, kekentalan, hingga bau urine.

d. Activity/rest : Hal yang harus dikaji adalah waktu istirahat atau tidur pada anak, adanya masalah insomnia, kebiasaan olahraga serta kemandirian anak dalam

(34)

24

melakukan ADL khususnya pada toileting apakah anak sudah mampu. Kaji kesehatan jantung dan paru yang mampu menghambat aktivitas anak.

e. Perception : Kaji usia serta tingkat pendidikan anak tentang pemahaman masalah enuresis, penggunaan alat bantu atau pengindraan yang menghambat proses eliminasi.

f. Self Relationship : Kaji apakah ada perasaan cemas untuk melaksanakan eliminsi sendiri di toilet.

g. Role Relationship : Kaji hubungan anak dengan orang terdekat, dan bagaimana interaksi dengan orang terdekat khususnya keluarga.

h. Sexuality : Kaji perkembangan seksual pada anak.

i. Coping/Stress tolerance : Kaji perasaan sedih atau takut saat mengalami enuresis .

j. Life Principles : Kaji kegiataan keagamaan, partisipasi anak dalam dunia social.

k. Safety : Kaji apakah anak memiliki alergi atau penyakit autoimun serta tanda infeksi yang menyertai.

l. Comfort : Kaji apakah anak merasa tidak nyaman saat berkemih.

m. Growt/development : Kaji pertumbuhan dan perkembangan anak YAITU

(35)

25

2.4.2 Intervensi Keperawatan

Menurut Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner (2013) Table 2.1 Intervensi Keperawatan

DX NOC NIC

Inkontinensia urine aliran berlebih

Definisi : Pengeluaran urine involunter yang dikaitkan dengan distensi kandung kemih berlebihan. Batasan Karakteristik :  Distensi kandung kemih  Kebocoran sedikit urine involunter  Nokturia

 Volume residu pasca berkemih tinggi Faktor yang berhubungan :

 Disnergia sfingter eksternal  Hiperkontraktilitas detrusor  Impaksi fekal  Obstruksi saluran keluarga kandung kemih  Obstruksi ureter  Program pengobatan  Prolapas pelvik berat

(0502) Kontinensia Urine

Definisi: Mengendalikan eliminasi urine dari kandung kemih Kritria Hasil : 1.Anak mampu mengenali keinginan untuk berkemih 2.Anak mampu

mengenali dengan tepat respon untuk berkemih 3.Anak mau berkemih di toilet

4.Anak bisa

menggunakan toilet sendiri

5.Pakaian sudah tidak basah pada siang hari 6.Pakaian sudah tidak basah pada malam hari

(0612) Perawatan

Inkontinensia Urin : Enuresis Definisi : Mendorong pengontrolan berkemih pada anak

1. Lakukan pemeriksaan fisik 2.Wawancara pasien untuk mendapatkan data mengenai riwayat toilet training, pola berkemih, infeksi saluran kemih, dan sensitivitas makanan

3.Kaji frekuensi, durasi dan pola enuresis

4.Diskusikan metode yang

pernah dilakukan

sebelumnya, baik yang berhasil maupun gagal

5. membatasi intake cairan 6. menjadwalkan ke kamar mandi secara rutin dan menggunakan alarm

7. Lakukan hypnoparenting sebelum tidur, saat tidur , dan menjelang bangun tidur

(36)

BAB 3 LAPORAN KASUS

Asuhan Keperawatan pada An.R dengan Gangguan Eliminasi Urin dilakukan pada tanggal 27 Mei 2019 sampai 2 Juni 2019. Proses keperawatan dimulai dari melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan, mengimplementasikan tindakan sampai dengan mengevaluasi tindakan keperawatan serta melakuakan pendokumentasian.

3.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 27 Mei 2019 jam 14.15 WIB, dari pengkajian tersebut didapatkan data sebagai berikut :

3.1.1 Pengkajian fokus : a. Pengkajian faktor primer

An.R mengalami keterlambatan proses belajar buang air kecil karena ibu mengajarkan toilet training pada usia 4 tahun, anak tidak mengalami gangguan tidur.

b. Pengkajian faktor sekunder

Klien tidak mengalami stress lingkungan dan belum pernah mondok di rumah sakit. Klien adalah anak terakhir dan tidak memiliki adik baru, ibu sudah mengajarkan toilet training pada anak tetapi kurang berhasil.

c. Riwayat Keluarga.

Ayah dan ibu klien tidak memiliki riwayat mengompol saat kecil. d. Pemeriksaam Fisik

Sensasi perineal : Terdapat kontraksi.

Reflek anal wink : Ada kontraksi otot spincter ani (normal).

Lower spine : Tidak ada nyeri punggung bawah.

(37)

27

3.1.2 Identitas klien

Data umum : Klien bernama An.R berumur 4 tahun 10 bulan 3 minggu, jenis kelamin laki-laki, beragama islam, saat ini klien bersekolah di PAUD, alamat klien di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.

3.1.3 Identitas Penanggung Jawab

Penanggung jawab dari klien adalah ibu klien bernama Ny.S, usia 32 tahun, alamat Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, dan bekerja sebagai IRT.

3.1.4 Pengkajian 13 Domain NANDA

Health Promotion : Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 Mei 2019 dengan keluhan ibu mengatakan klien berkemih saat tidur pada malam hari, frekuensi sebanyak 6 kali dalam seminggu dan An.R mengatakan tidak terasa jika pipis saat tidur. Ibu mengatakan setiap sebelum tidur An.R selalu minum susu. Ibu sudah mengajarkan toilet training pada tetapi kurang berhasil. Nadi: 90x/menit, respirasi: 24x/menit, suhu: 36,3°C.

Ibu mengatakan An.R tidak memiliki riwayat penyakit masa lalu dan saat ini klien tidak mengkonsumsi obat. An.R diberi ASI eksklusif. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dilakukan saat An.R sakit yaitu langsung dibawa ke tenaga kesehatan terdekat, klien tidak mempunyai asuransi kesehatan. Imunisasi dilakukan secara rutin, setelah lahir An.R mendapat vaksin hepatitis B. Vaksin DPT diberikan saat umur 3, 4, dan 5 bulan, vaksin polio umur 2, 3, dan 4 bulan, vaksin BCG umur 2 bulan dan vaksin campak saat umur 10 bulan.

Nutrition: Antropometry measurement BB 18 kg, TB 100 cm, LK 50 cm, LD 62

cm, LILA 16 cm, LP 56 cm, IMT 17 (ideal). Biochemical data tidak ada. Clinical manifestation rambut pendek, tidak rontok dan sedikit kemerahan, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab, conjungtiva tidak anemis. Dietary history nafsu makan klien baik, jenis makanan nasi, lauk, pauk, sayur. Anak sering mengkonsumsi snack atau makanan ringan, frekuensi makan 3x sehari. Energy level ibu mengatakan klien adalah anak yang aktif. Factor influencing eating anak suka makan telur dibandingkan makan daging atau sayur. Penilaian status gizi

(38)

28

cairan masuk sebelum tidur anak selalu minum susu kurang lebih 200 cc. Minuman lain meliputi air putih dan teh kurang lebih 400 cc, dan makan kurang lebih 100 cc. Cairan keluar BAK kurang lebih 360 cc, BAB kurang lebih 25 cc. Balance cairan 700 cc – 382 cc = 318 cc. Pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada luka dan jaringan perut, auskultasi bising usus 10x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi bunyi tympani.

Elimination : Data yang didapatkan An.R masih mengompol pada malam hari frekuensi mengompol 6 kali dalam seminggu, klien tidak terasa jika berkemih saat tidur. Klien buang air kecil 4x sehari dengan jumlah 360 cc. Ibu sudah mengajarkan toilet training tetapi kurang berhasil, saat tidur di malam hari ibu masih memakaikan diapers. Anak mengatakan tidak sakit saat buang air kecil, warna urine kuning bening, tidak kental, bau khas, belum pernah mengalami distensi kandung kemih. Pola eliminasi klien BAB 1x sehari, anak tidak mengalami konstipasi. Integritas kulit normal, turgor kulit klien lembab, warna kulit sawo matang.

Activity/Rest : Data yang didapatkan ibu mengatakan An.R selama bulan puasa suka tidur pukul 21.00 bangun pukul 03.40, tidak mengalami insomnia atau gangguan tidur. Ibu mengatakan An. R anak yang aktif suka lari-larian dan bermain sepeda. Klien tidak mengalami gangguan jantung nadi 90x/menit, tekanan vena juguralis tidak teraba, pemeriksaan jantung inspeksi dada simetris, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi redup, auskultasi derdengar bunyi lup dup. Pemeriksaan paru-paru inspeksi dada simetris, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor, auskultasi vascular.

Perception/Cognition : Tingkat pendidikan klien bersekolah di PAUD.

Pendengaran An.R baik dan tidak menggunakan alat bantu, pengindraan klien tidak ada masalah, bahasa yang digunakan sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa, tidak ada kesullitan dalam komunikasi.

(39)

29

Role Relationship : Saat An.R sakit ibu klien mengatakan merasa cemas, ibu tidak putus asa dalam menjaga anak-anaknya agar tetap sehat. An.R adalah anak ketiga, ibu mengatakan bahwa ketiga anaknya sangat dekat denganya, saat sakit klien banyak murung dan meminta digendong.

Seksuality : Identitas seksual anak merasa puas saat buang air kecil dan air besar, ibu mengatakan saat mandi An.R mampu menyentuh bagian tubuh yang disebutkan termasuk alat genitalia.

Life principles : Ibu menerapkan life principles dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di desa antara lain mengikuti TPA, saat terdengar suara adzan klien selalu mengajak ibunya untuk segera wudhu dan sholat.

Safety/Protction : Klien selalu mengatakan keluhan yang dirasakan kepada ibunya. An.R tidak mempunyai alergi, tidak ada infeksi.

Comfort : Klien selalu mengatakan keluhan yang dirasakan kepada ibunya. An.R tidak mengalami nyeri.

Growth/Development : Berat badan An.R 18 kg, klien tidak mengalami penurunan berat badan. Tinggi badan 100 cm, IMT 17 (ideal). Perkembangan anak diperoleh menggunakan kuesioner praskrining untuk anak usia 54 bulan bahwa interpretasi hasil KPSP yaitu, anak mampu menjawab dan melakukan tindakan yang ada pada kolom sebanyak 7, anak bisa menjawab semua pertanyaan dengan tepat. Dapat disimpulkan bahwa anak mengalami perkembangan yang baik karena sesuai KPSP jika skor 6-7 masuk dalam kategori perkembangan anak baik.

3.2 Analisa Data

Berdasarkan pengkajian yang diperoleh penulis melakukan pengelompokkan data yaitu didapatkan data subyektif ibu mengatakan klien berkemih saat tidur pada malam hari dan An.R mengatakan tidak terasa jika pipis saat tidur. Data obyektif pakaian basah saat tidur, frekuensi mengompol 6 kali dalam seminggu.

(40)

30

Dari data diatas masalah keperawatan yang muncul adalah inkontinensiaa urin aliran berlebih yang disebabkan karena disnergia sfingter eksterna.

3.3 Diagnosis Keperawatan

Didapatkan diagnosis inkontinensia urin aliran berlebih yang berhubungan dengan disnergia sfingter eksterna yang dibuktikan dengan data subyektif ibu mengatakan klien berkemih saat tidur pada malam hari dan An.R mengatakan tidak terasa jika pipis saat tidur, data obyektif frekuensi mengompol 6 kali dalam seminggu, pakaian basah saat tidur.

3.4 Rencana Keperawatan

Intervensi (perencanaan) dari diagnosa inkontinensia urine aliran berlebih berhubungan dengan disnergia sfingter eksternal yaitu :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 kali kunjungan diharapkan masalah inkontinensia urin aliran berlebih dapat teratasi dengan kriteria hasil : Kontinensia Urin (0502) skala target outcome dipertahankan pada 2 ditingkatkan ke 4. Skala 1-5 (secara konsisten menunjukkan, sering menunjukkan, kadang-kadang menunjukkan, jarang menunjukkan, tidak pernah menunjukkan). Pakaian basah di malam hari (050213) dipertahankan dari 2 ditingkatkan ke 4, berkemih pada tempat yang tepat (050204) dipertahankan dari 3 ditingkatkan ke 1, menuju toilet diantara waktu ingin berkemih dan benar-benar ingin segera berkemih (050205) dipertahankan dari 3 ditingkatkan ke 1, mengenali keinginan untuk berkemih (050201) dipertahankan dari 3 ditingkatkan ke 1, respon berkemih sudah tepat waktu ( 050203) dipertahankan dari 4 ditingkatkan ke 1.

Nursing Intervention Clasification (NIC) yang dibuat adalah perawatan inkontinensia urin : enuresis (0612) terdiri dari kaji riwayat toilet training, pola berkemih, infeksi saluran kemih, dan sensitivitas makanan, rasionalnya untuk mengetahui apakah terdapat faktor lain yang menyebabkan mengompol pada anak. Kaji frekuensi, durasi, dan pola enuresis, rasionalnya untuk memantau apakah terjadi perubahan frekuensi mengompol pada anak. Lakukan teknik untuk

(41)

31

mengurangi enuresis (seperti membatasi intake cairan 2 jam sebelum tidur, menjadwalkan ke kamar mandi secara rutin), rasionalnya agar kapasitas kandung kemih dapat terkontrol sehingga meminimalisir buang air kecil saat tidur. Lakukan hypnoparenting selama 7 hari yang dilakukan sebelum tidur, saat tidur, dan menjelang bangun tidur, rasionalnya semakin sering dilakukan hypnoparenting maka frekuensi mengompol akan berkurang.

3.5 Implementasi

Implementasi diagnosis inkontinensia urin aliran berlebih berhubungan dengan disnergia sfingter eksternal dilakukan pada tanggal 27 Mei 2019 pukul 14.15 WIB yaitu mengkaji riwayat toilet training, pola berkemih, infeksi saluran kemih, dan sensitivitas makanan, pukul 14.25 mengkaji frekuensi, durasi, dan pola enuresis, pukul 14.50 memberikan penjelasan kepada keluarga tentang hypnoparenting yang akan diberikan kepada anak, mendampingi ibu melakukan hypnoparenting pada pukul 21.00 menjelang tidur, pukul 21.05, dan pukul 04.30 menjelang bangun tidur. Hasil dari implementasi yang dilakukan adalah ibu mengatakan sudah mengajarkan toilet training pada An.R tetapi kurang berhasil, ibu mengatakan An.R tidak memiliki alergi terhadap makanan dan tidak ada infeksi, ibu mengatakan An.R mengompol pada malam hari dengan frekuensi 6 kali durasi 1 minggu, ibu mengatakan paham setelah diberi penjelasan. Hypnoparenting dilakukan oleh ibu, respon anak yaitu matanya berkedip saat dilakukan hypnoparenting. Lanjutkan intervensi kaji frekuensi, durasi, dan pola enuresis, lakukan teknik untuk mengurangi enursis (membatasi intake cairan 2 jam sebelum tidur, menjadwalkan ke kamar mandi), mendampingi ibu mlakukan tindakan hypnoparenting.

Pada hari kedua tanggal 28 Mei 2019 pukul 03.30 WIB menjelang bangun tidur, yaitu mendampingi ibu melakukan tindakan hypnoparenting, pukul 07.00 mengkaji frekuensi, durasi, dan pola enursis, pukul 19.00 menganjurkan anak untuk tidak minum 2 jam sebelum tidur, pukul 20.45 menganjurkan anak untuk berkemih sebelum tidur, pukul 21.10 dan pukul 21.15 mendampingi ibu

(42)

32

melakukan tindakan hypnoparenting. Hasil dari implementasi yang dilakukan adalah anak mau buang air kecil sebelum tidur, anak menangis saat tidak boleh minum susu sebelum tidur, respon mata anak berkedip saat dilakukan hypnoparenting dan anak masih mengompol.

Implementasi hari ketiga tanggal 29 Mei 2019 pukul 03.30 melakukan intervensi yang sama, didapatkan hasil anak mau buang air kecil sebelum tidur anak mampu membatasi intake cairan 2 jam sebelum tidur, respon mata anak berkedip saat dilakukan hypnoparenting dan anak masih mengompol.

Implementasi hari keempat tanggal 30 Mei 2019 pukul 03.40 melakukan intervensi yang sama, didapatkan hasil ibu mampu melakukan hypnoparenting, respon anak setelah diberi hypnoparenting matanya berkedip, ibu mengatakan An.R tidak mengompol, anak mau buang air kecil sebelum tidur dan anak tidak minum susu 2 jam sebelum tidur.

Implementasi hari kelima tanggal 31 Mei 2019 pukul 03.25 melakukan intervensi yang sama, didapatkan hasil An.R tidak mengompol, anak mau buang air kecil sebelum tidur dan anak tidak minum susu 2 jam sebelum tidur, ibu mampu melakukan hypnoparenting, respon anak setelah diberi hypnoparenting matanya berkedip.

Implementasi hari keenam tanggal 1 Juni 2019 pukul 03.30 melakukan intervensi yang sama, didapatkan hasil yang sama yaitu anak sudah tidak mengompol, anak mampu mengontrol intake cairan 2 jam sebelum tidur dan anak mau untuk buang air kecil sebelum tidur, serta ibu sudah mampu melakukan hypnoparenting dengan tepat.

Implementasi hari ketujuh tanggal 2 Juni 2019 pukul 06.00 melakukan intervensi yang sama, didapatkan hasil anak sudah tidak mengompol, anak mampu mengontrol intake cairan 2 jam sebelum tidur dan anak mau untuk buang air kecil

(43)

33

sebelum tidur, ibu mampu melakukan hypnoparenting dengan tepat dan melakukanya sehari 3 kali.

3.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada tanggal 2 Juni 2019, didapatkan hasil setelah dilakukan implementasi selama 7 hari anak tidak mengompol, anak mampu mengenali respon untuk berkemih, anak mampu mengenali keinginan untuk berkemih, anak mampu berkemih pada tempat yang tepat. Penulis melakukan evaluasi hari kedelapan untuk memastikan keberhasilan hypnoparenting didapatkan hasil anak tidak mengompol. Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hypnoparenting efektif untuk mengurangi frekuensi enuresis pada anak ditandai dengan penurunan frekuensi mengompol pada An.R, respon berkemih sudah tepat, anak mampu mengenali keinginan untuk berkemih, dan berkemih pada tempat yang tepat.

(44)

40

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An.R dengan gangguan eliminsi urin dapat disimpulkan bahwa pemberian hypnoparenting adalah cara yang efektif untuk menurunkan frekuensi enuresis pada anak. Evaluasi yaitu ibu klien mengatakan anak sudah tidak berkemih saat tidur, pakaian sudah tidak basah, mampu mengenali respon yang tepat untuk berkemih, anak mampu berkemih di tempat yang tepat. Hypnoparenting mampu mengatasi mengompol karena dilakukan pada saat otak berada dalam gelombang alpha dan tetha yang resistansinya rendah sehingga critical factor atau Rectingular Activiting System (RAS) akan terbuka dan menangkap informasi yang baru masuk kemudian dicerna dengan sangat cepat kemudian diteruskan dan disimpan dalam memori otak jangka panjang. Terdapat keterkaitan antara otak dan kandung kemih sehingga ketika ada rangsangan dari kandung kemih, korteks serebri terlibat untuk pengaturan buang air kecil. Sugesti positif yang ditanamkan di otak bawah sadar akan dicerna kemudian impuls tersebut disampaikan melalui medulla spinalis menuju otot detrusor dan menjadikan sfingter eksterna meregang, sehingga miksi dapat dicegah atau tertahan sementara, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi perubahan kebiasaan mengompol pada anak. Penulis dapat menyimpulkan bahwa pemberian hypnoparenting efektif untuk menurunkan frekuensi enuresis pada anak.

(45)

41

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan

Saran bagi pelayanan kesehatan yaitu perawat dapat melakukan tindakan keperawatan mandiri dengan melakukan hypnoparenting untuk mengatasi gangguan eliminasi urine pada anak dengan enuresis.

5.2.2 Bagi institusi pendidikan

Saran bagi institusi pendidikan, setelah didapatkan hasil bahwa hypnoparenting efektif untuk mengatasi ngompol pada anak, maka diharapkan dapat menjadi masukkan dalam praktikum keperawatan anak.

5.2.3 Bagi Masyarakat

Saran bagi masyarakat, mampu menerapkan inovasi hypnoparenting dalam melakukan penanganan terhadap anak yang masih mengompol.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2017). Menjadi Orangtua Idaman Dengan Hypnoparenting. (Rose, Ed.). Jogjakarta: Katahati.

Anugraheni, I. (2017). Pengaruh Hypnoparenting Terhadap Frekuensi Enuresis Pada Anak Prasekolah. Jurnal Penlitian Kesehatan, 2(Januari), 50–54. Astuti, F. P., Widayati, & Isfaizah. (2019). Pengaruh Hypnoparenting Terhadap

Penurunan Enuresis Pada Anak Usia Praskolah. Jurnal Siklus, 8(Januari). Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).

Nursing Interventions Classification. (Nurjannah & Tumanggor, Eds.) (6th ed.). Jakarta: Elsevier Global Right.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. (B. Bariid, M. Ester, & W. Praptiani, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcames Classification (NOC) (5th ed.). Jakarta: Elsevier Global Right. Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem

Perkemihan (1st ed.). Makkasar: Salemba Medika.

Nasution, E. S. (2016). Efektifitas Modifikasi Hypnoparenting Untuk Mengatasi Enuresis Pada Anak. Jurnal Penlitian Kesehatan, 4(Januari), 60-65.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. (M. Ester, Ed.) (4th ed.). Jakarta: EGC.

Setiowati, W., & Pawestri, N. Dela. (2018). Efktifitas Hypnoparenting Terhadap Frekuensi Enuresis. Jurnal Darul Azhar, 5(Juli), 60-65.

Silawati, & Yanti, A. (2015). Pemanfaatan Hypnoparenting Dalam Merubah Kebiasaan Enursis Pada Anak. Jurnal Risalah, 26(Juni), 50-56.

Siregar, M. H., & Minatun, S. (2011). Kamus Kedokteran Modern Cara Mudah Memahami Istilah-istilah Kedokteran. Jogjakarta: Laksana.

Soetjiningsih, & Renuh, I. N. G. (2015). Tumbuh Kembang Anak (Edisi 2). Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi Untuk Keprawatan dan Kebidanan. (M. Ester, Ed.) (4th ed.). Jakarta: EGC.

Tarwoto, Ratna, & Wartonah. (2015). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Gambar

Gambar 2.2 Pathway

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

ini berarti apabila tidak ada tambahan dari variable strategi pemasaran (X1), variable kualitas pelayanan (X2) maka nilai variable.. Dapat disimpulkan bahwa variable

Jika pada suatu saat hilal hanya dapat dilihat dari zona Barat dan tidak dapat dilihat dari zona Timur yang menjadikan adanya perbedaan dalam memulai bulan baru hijriah, sebagian

Penelitian ini dilatar belakangi oleh kinerja guru Non PNS di MI kecamatan Kangkung kabupaten Kendal yang dihadapkan dengan berbagai permasalahan, permasalahan

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia, dan hidayah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ANALISIS PENGARUH SUKU

[r]

Bahwa Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pembakaran Rumah dan Orang yang Diduga Memelihara Ilmu Sihir pada Kepolisian Resor Tapanuli Utara belum

Pada umumnya pelaksanaan transfer dalam negeri disemua bank di Indonesia adalah sama, hanya saja ada beberapa fasilitas dan ketentuan – ketentuan yang harus diketahui oleh

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada subjek penelitian yakni peneliti meneliti pemilik dari sebuah UD (Usaha Dagang) yang berada di