• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISBN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISBN :"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Teknologi Fermentasi

Perbaikan Mutu Biji

Kakao Kualitas Ekspor

Di Papua

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN PAPUA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

(2)

i

Penanggung Jawab :

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Penyusun :

Herman Masbaitubun

Septi Wulandari

Sitti Raodah Garuda

Editor :

Syafruddin Kadir

Sri Rahayu D. Sihombing

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Kementerian Pertanian 2015

TEKNOLOGI FERMENTASI UNTUK

PERBAIKAN MUTU BIJI KAKAO

(3)

ii

Salah satu tahapan penting dalam pascapanen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pascapanen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao kering bermutu tinggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma, dan warna karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi, dan biologi di dalam biji kakao.

Buku yang berjudul Teknologi Fermentasi untuk Perbaikan Mutu Biji Kakao Kualitas Ekspor di Papua diharapkan dapat menjadi acuan petani kakao/penyuluh dalam melakukan perbaikan penanganan pascapanen buah kakao

Kepala,

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua

Ir. Syafruddin Kadir, MP NIP. 19580131 198603 1 002

(4)

Kualitas Ekspor Di Papua

iii

Daftar Isi

Halaman Sampul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

I. Pendahuluan... 1

II. Jenis-Jenis Tanaman Kakao... 2

III. Panen ... 2

IV. Tahapan Pascapanen... 3

V. Teknologi Fermentasi Biji Kakao ... 7

VI. Kualitas Mutu Biji Kering Kakao ... 11

(5)

Kualitas Ekspor Di Papua

1

I. PENDAHULIAN

Kakao (Theobroma cacao. L) merupakan komoditi unggulan ketiga bidang perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Areal perkebunan kakao tersebar hampir merata di pulau-pulau besar dengan areal terluas berada di Sulawesi 953.691 ha (60%), disusul Sumatera 300.461 ha (18%), Jawa 95.579 ha (6%), Maluku dan Papua 95.579 ha (6%), Nusa Tenggara 79.649 (5%) dan Kalimantan 55.754 ha (3,5%). Dari luas tersebut, sebagian besar (92,7%) dikelola oleh petani dan selebihnya dikelola oleh perusahaan perkebunan baik negara maupun swasta. Indonesia juga masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta hektar yang berlokasi di Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, Aceh dan Sumbar.

Tanaman kakao sangat cocok untuk dibudidayakan di wilayah Papua, baik dari segi iklim maupun dari kesesuaian lahannya. Luas areal kakao di Provinsi Papua mencapai 28.490 ha (BPS Provinsi Papua, 2010) dengan produksi 16.370 ton/tahun. Hasil dileniasi, arahan penggunaan lahan dan alternatif pengembangan komoditas utama berdasarkan AEZ yang disusun oleh Atekan et al. (2003) menunjukkan bahwa tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di daerah ini, sehingga pemerintah Papua menetapkan Papua sebagai sentra kakao di Indonesia bagian timur pada tahun 2001, yang giliranya kakao tumbuh menjadi komoditi perkebunan unggulan baru disamping komoditi yang telah ada sebelumnya yakni kelapa sawit dan karet. Sinergitas antara pemerintah pusat dan pemda dalam menggerakkan penanaman kakao, telah mendorong masyarakat menanam kakao sehingga seluruh kabupaten dan kota di Papua telah dikembangkan

(6)

Kualitas Ekspor Di Papua

2

kakao, kecuali sebahagian daerah di pegunungan tengah karena kondisi alamnya tidak sesuai untuk penanaman kakao.

Masalah pascapanen merupakan masalah penting dalam merangsang petani untuk meningkatkan produksinya. Kakao bermutu rendah yang dihasilkan oleh petani karena tidak melakukan fermentasi sehingga mempengaruhi kualitas produksi yang menyebabkan harga biji kakao relatif rendah dan tidak dapat bersaing dipasaran. Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji. Salah satu tahapan untuk memperbaiki mutu biji kakao yang berkualitas eksport adalah proses fermentasi.

II. Jenis Tanaman Kakao

Jenis tanaman kakao ada 2 yaitu : 1. Kakao Lindak

2. Kakao Mulia

Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan dan juga digunakan sebagai bahan baku pengolahan kakao adalah jenis kakao mulia, karena produksinya tinggi dan biji kakao kering memiliki aroma yang sangat baik.

Tiga varietas tanaman kakao yang paling banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario.

III. Panen

Buah kakao yang siap dipanen pada saat berumur 6 bulan. Ciri-ciri buah kakao yang siap panen adalah :

 Buah berwarna kuning, atau kuning kehijauan yang awalnya muda berwarna hijau merah

(7)

Kualitas Ekspor Di Papua

3

 Buah digoncang-goncang akan berbunyi karena bijinya sudah terlepas dari kulit buah

Cara panen buah kakao sebagai berikut :

 Tangkai buah dipotong dengan menggunakan sabit yang tajam.

 Jika buah yang dipanen tinggi maka sabit dipasang pada kayu yang panjang. Pemanenan dilakukan sekali dalam 1 minggu.

IV. Pasca Panen

(8)

Kualitas Ekspor Di Papua

4

Tahapan Penanganan Pascapanen 1. Sortasi

Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang sehat dari buah kakao yang rusak, terkena penyakit atau cacat. Buah yang sehat akan tercemar oleh buah yang busuk jika ditimbun dalam satu tempat yang sama. Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao yang baik. 2. Pembelahan Buah dan Sortasi Biji

Pemecahan buah adalah suatu proses mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Proses pemecahan buah ini dapat dilakukan secara manual dan mekanik. Pemecahan buah secara manual dilakukan dengan secara langsung oleh para pekerja (memanfaatkan tenaga manusia) dan alat yang digunakan dalam proses pemecahan buah adalah sabit. Pemecahan manual harus dilakukan secara hati-hati agar biji kakao tidak terluka atau terpotong oleh alat pemecah. Jika bagian dari biji terluka atau terpotong sangat mudah terinfeksi oleh jamur.

3. Fermentasi Kakao

Titik berat pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Pada proses ini akan terjadi pembentukan citra Petani melakukan

sortasi buah

Pembelahan buah dan sortasi biji kakao

(9)

Kualitas Ekspor Di Papua

5

rasa khas kakao, pengurangan rasa pahit sepat, dan perbaikan kenampakan fisik biji kakao. Kegagalan dalam proses fermentasi tidak dapat diperbaiki pada proses lain. Salah satu tolak ukur tidak sempurnanya fermentasi adalah dihasilkannya biji slaty yaitu biji yang memiliki tekstur seperti keju. Biji kakao yang tidak terfermentasi warnanya lebih pucat, sedangkan yang terfermentasi sempurna warnanya coklat dan bukan ungu. Disamping itu fermentasi juga akan mempermudah pengeringan dan menghancurkan lapisan pulp yang melekat pada biji kakao.

4. Perendaman dan Pencucian

 Tujuan perendaman adalah menghentikan proses fermentasi, memperbaiki kenampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul akibat fermentasi dan mengurangi warna biji hitam. Biji kakao direndam terlebih dahulu sekitar 2-3 jam, untuk meningkatkan jumlah biji bulat, kenampakan menarik dan warna coklat cerah.

 Tujuan dari tahap pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi, mempercepat proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji, dan Teknologi fermentasi biji kakao yang

(10)

Kualitas Ekspor Di Papua

6

mengurangi kadar kulit Pencucian biji dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dengan tangan dan secara mekanik menggunakan mesin cuci.

5. Pengeringan

Tujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji kakao pasca fermentasi yang semulanya 50-55 % menjadi 7,5 % dengan tujuan agar aman disimpan dan dipasarkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan 3 cara pengeringan yaitu :

a. Pengeringan Alami,

Pengeringan alami mengunakan sinar matahari sebagai sumber energi dimana biji kakao diletakkan di atas para-para atau lantai yang dialasi dengan terpal. Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3-5 cm, proses pembalikan dilakukan setiap 1-2 jam sekali. Lama pengeringan pada waktu cuaca daerah yang dibutuhkan 7-9 hari untuk mencapai kadar air 7,5 %.

b. Pengeringan Mekanis

Pengeringan mekanis merupakan salah satu pilihan sekiranya cara-cara penjemuran tidak dapat dilakukan secara penuh atau kondisi cuaca tidak memungkinkan. Proses pengeringan perlu dilakukan dalam dua tahap yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air dalam biji kakao sampai 20-25 % kemudian diikuti dengan tahap pengeringan lanjut dengan pengeringan mekanisme.

Pembelahan buah dan sortasi biji kakao

Pengeringan Alami Biji Kakao

(11)

Kualitas Ekspor Di Papua

7

c. Pengeringan Kombinasi.

Pengeringan kombinasi yaitu pengeringan dengan panas sinar matahari dan panas buatan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung dari cuaca dan bahan bakar lebih sedikit.

6. Penggudangan / Penyimpanan Bertujuan untuk menyimpan biji kakao hasil sortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan kekonsumen. Penyimpanan biji kakao tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan pangan dan bahan-bahan lainnya terutama bahan yang memiliki aroma yang sangat menyengat. Serangan jamur dan hama pada biji kakao selama penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang

serius. Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif, udara dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70 % adalah 6-7 %.

V. TEKNOLOGI FERMENTASI BIJI KAKAO

Cara penanganan pascapanen biji kakao rakyat yang umum dilakukan adalah dengan melakukan fermentasi dengan berbagai cara seperti menggunakan daun pisang, karung plastik, keranjang bambu dan kotak fermentasi dengan waktu fermentasi yang beragam. Selain itu tidak seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao dilakukan yang baik dan benar. Bahkan sering pula tidak dilakukan proses fermentasi biji tetapi

Penyimpanan biji kakao yang telah kering dalam

wadah karung dan selanjutnya disimpan

(12)

Kualitas Ekspor Di Papua

8

langsung dijual setelah dilakukan pengeringan. Akibatnya mutu biji kakao kering yang dihasilkan tidak memenuhi standar perdagangan.

A. Rekomendasi Cara Fermentasi Kakao

BPTP Papua merekomendasikan kepada petani kakao untuk menggunakan metode fermentasi dengan menggunakan kotak kayu karena akan lebih menguntungkan dan persentase biji kakao yang terfermentasi lebih besar.

Tabel 1. Fermentasi menggunakan kotak dengan karung selama pengamatan Perlakuan WF P Kt S

(0C)

jb ka b tf bhb bp ba

Kotak 2 2 - 35 80 6,0 - - - - - Karung 2 4 ada 25 100 6,9 ada 27 8 9 ada Ket: wf=waktu fermentasi; p=penjemuran; kt=kotoran; s=suhu; jb=jumlah biji/100 gr; ka=kadar air % (b/b) maks; b=berjamur %(b/b) maks; tf=tak terfermentasi % (b/b) maks; bhb=berserangga, hampa dan berkecambah % (b/b) maks; bp=biji pecah % (b/b) maks; ba=benda asing % (b/b) maks.

B. Cara Fermentasi Kotak Kayu

Langkah-langkah fermentasi biji kakao dengan kotak kayu adalah sebagai berikut :

1. Kotak fermentasi terbuat dari papan kayu besi, masing-masing dibuat dengan dua ukuran yaitu 2 m x 1 m sebanyak 6 buah secara tunggal.

2. Papan dari kayu lebam digunakan untuk membuat kotak bertingkat secara paralel sebanyak empat buah berukuran 70 cm x 60 cm sebanyak 7 kotak sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 12 pasang.

3. Untuk mempercepat keluarnya cairan atau air selama proses fermentasi maka di gunakan dua ukuran diameter lubang aerasi masing-masing 0,1 dan 0,2 mm yang dibuat secara berselang pada setiap kotak yang berdampingan sehingga

(13)

Kualitas Ekspor Di Papua

9

mempermudah dalam pengontrolan hasil fermentasi

yang

terjadi pada biji kakao.

4.

Setelah wadah fermentasi selesai dibuat biji kakao

dimasukan dalam wadah kemudian ditutup dengan

daun pisang di atas tumpukan biji kakao dalam kotak

kemudian bagian atas/luar menggunakan penutup yang

dibuat dari papan

5.

Metode ini akan menghasilkan pembentukan biji kakao

secara maksimal yang ditandai dengan indikator

menghasilkan aroma khas kakao, dan pada saat

menjemur hanya memerlukan waktu enam jam.

Pembuatan kotak kayu sebagai wadah fermentasi biji kakao

(14)

Kualitas Ekspor Di Papua

10

Tabel 2. Hasil Evaluasi Mutu Biji Kakao Kering di SP 11 Kampung Ifia-Fia Distrik Arso Kabupaten Keerom

Parameter Mutu

Cara penanganan pasca panen masyarakat Cara 1 (Tanpa Fermentasi) Cara 2 (Fermentasi 2 hari) Cara 3 (Fermentasi 3 hari) Cara 4 (Fermentasi 4 hari)

Serangga hidup dan mati ( %) 0 0 0 0

Kadar air 6,3 6,0 6,3 6,5

Biji berbau (%) normal normal normal normal

Kadar biji pecah (%) 3,9 2,5 3,8 0,8

Kadar pacahan biji (%) 0 2,5 0,9 0

Kadar pecahan kulit ( %) 0 0 0 1,6

Kadar kotoran (%) 3,2 1,7 3,6 0,7

Kadar benda asing (%) 0 0 0 0

Kadar kotoran hewan (%) 0 0 0 0

Kadar biji pipih (%) 20,4 9,5 18,6 10,8

Kadar biji tidak terfermentasi (biji slaty) (%)

100 91,5 90,9 86,2

Kadar biji berjamur (%) 12,5 44,8 51,7 65,3

Jumlah biji per 100 g 88 84 107 105

Kadar lemak - 25,3 - 27,3

Keterangan : - = Tidak dilakukan

Tabel 3. Persyaratan Umum SNI 01-2323-2002

No Parameter Mutu Persyaratan 1. Serangga hidup dan mati Tidak ada

2. Kadar air Maks. 7,5 %

3. Biji berbau Tidak ada 4. Kadar biji pecah, pecahan biji, pecahan kulit Maks 2 % 5. Kadar kotoran (Waste) Maks 25 % 6. Kadar benda asing Maks 0,2 % 7. Kotoran mamalia Maks 0,1 % 8. Kadar biji pipih Maks 3 % 9. Biji tidak terfermentasi (biji slaty) Maks 3 % 10. Kadar biji berjamur Maks 3 %

(15)

Kualitas Ekspor Di Papua

11

Tabel 4. Komposisi Kimia Biji Kakao

Komponen kimia biji kakao Kadar rata-rata (%).

Lemak 53,05 Air 3,65 Total Abu 2,63 Nitrogen 5,78 Total N 2,28 Protein 1,50 Amonia 0,028 Amida 0,188 Theobromin 1,71 Kafein 0,085 Karbohidrat 14,31 Glukosa 0,30 Pati 6,10 Pekin 2,25 Serat 2,09 Selulosa 1,92 Gum 1,27 Tannin 0,38 Asam-Asam 7,54 Asetat 0,304 Oksalat 0,014 Sumber Rohan (1963)

VI. Kualitas Mutu Biji Kakao Kering.

Kualitas biji kakao kering sangat bergantung pada proses awal seperti proses panen, sortasi buah, pembelahan buah, fermentasi, pengeringan biji kakao dan proses penggudangan. Berdasarkan ukuran bijinya mutu biji kakao digolongkan menjadi 3 yaitu mutu A, B, dan C.

 Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan mempunyai jumlah biji antara 85-90 untuk setiap 100 g.  Mutu B adalah golongan biji dengan ukuran (medium)

(16)

Kualitas Ekspor Di Papua

12

VII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. http://www.tempointeraktif.com.

Atekan, A. Rouw dan A.W. Rauf. 2003. Arahan penggunaan lahan dan alternatif pengembangan komoditas utama berdasarkan agroekologi kabupaten dan kota Jayapura. Dalam Prosiding Rekomendasi Paket Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Papua. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. Pemerintah Provinsi Papua.

Atmawinata, O., Sri Mulato, S. Widyotomo, dan Yusianto. 1998. Teknik Pra Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat Waktu Fermentasi dan Menurunkan Kemasaman Biji. Pelita Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao, Volume 14, Nomor 1, April 1998.

Berlianto, J. 2002. Pemanenan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan Rumpun Sari Antan IV, Banyumas PT Agro Lestari, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

BPS Prov. Papua, 2010. Badan Pusat Staistika Provinsi Papua, 2010

Dian AAE, Suharyanto, dan Rubiyo. 2007. Pengaruh fermentasi biji kakao terhadap mutu produk olahan setengah jadi cokelat. BPTP Bali.

(17)

Kualitas Ekspor Di Papua

13

Hayati, A. 2001. Pengelolaan Pemanenan Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun Batulawang PT Perkebunan Nusantara VIII, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan

Haryadi dan Supriyanto, M. 1991. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan . Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajda Mada Yogyakarta.

Heddy, S. 1990. Budidaya Tanaman Cokelat. Angkasa Bandung. Bandung. 130 hal.

Misnawi. 2005. Peranan pengolahan terhadap pembentukan cita rasa cokelat. Warta PPKKI 21(3): 136-144

Mulato, S. 2002. Perkembangan Teknologi Pengolahan Kakao di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember. 40 hal.

Mulato, S., S. Widyotomo., Misnawi dan E. Suharyanto., 2005. Pengolahan Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Putranto, S., 2008. Kakao. http://www.indonesianmisssionorg /website. (Diakses 3 Maret 2008).

Prawoto, A.A., P. Rahardjo., S. SukamtoS., S. Winarsih., B.Ondang., M., D. Suhendi., S.Wiryadi putra, dan Sulistyowati. 1997. Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember.

Rasnasari. 1994. Pengelolaan Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan Rajamandala PTP XII, Jawa Barat dengan Aspek Khusus Panen dan Pengelolaan Hasil. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

(18)

Kualitas Ekspor Di Papua

14

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Roesmanto, J. 1991. Kakao Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.164 hal.

Rohan, T.A. 1963. Processing of raw cacao for the market. Di dalam Wibowo Y.2001. Industri Pengolahan Coklat. Pasca Sarjana TIP, IPB, Bogor.

Susanto, F. X. 1994.Tanaman Kakao Budi Daya dan Pengolahan Hasil. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sunanto, H. 2000. Cokelat Budidaya, Pengolahan, Hasil, dan Aspek Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Edisi ke- 7.

Sulistyowati. 1999. Uji cita rasa untuk pengujian mutu biji kakao. Warta PPKKI 15(3): 324-332.

Widyaningsih, A. 2004. Pengelolaan Panen dan Pasca Panen Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun Yunawati Kaliduren PT Dekafindo Utama, Jember, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Waris, S dan H. Prayitno, 2001. Karakterisasi Biji Kakao Kering dengan Metode Fermentasi dalam Kotak. Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao Vol.17 No 2, Februari 2001:324-330.

Widyotomo, S, Sri Mulato, dan Handaka. 2004. Mengenal Lebih Dalam Teknologi Pengolahan Biji Kakao. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 26 No. 2, 2004.

(19)

Kualitas Ekspor Di Papua

15

Widyotomo, S., Sri, M., dan Edy, S. 2004. Pemecahan buah dan pemisahan biji kakao secara manual. Warta PPKKI 20(3): 138-143.

Yusianto. 1994. Fermentasi secara sederhana untuk perkebunan rakyat. Warta PPKKI 18: 11-17.

Yusianto, Budi, S., dan Wahyudi, T. 1995. Analisis mutu kakao lindak (Theobroma cacao L.) pada beberapa perlakuan fermentasi. Pelita Perkebunan 11(1): 45-55.

Yusianto, Wahyudi, dan Sulistyowati. 2008. Pasca panen kakao 201-136. Dalam Yusianto, Panggabean, dan Pujiyanto (Eds). Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. 2008. Jakarta.

(20)

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi :

Herman Masbaitubun

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Jl. Yahim No. 49 Sentani—Papua 99352

Telepon (0967) 592179 ; Fax (0967) 591235 e-mail : bptppapua@yahoo.com Web : www.papua.litbang.deptan.go.id

Gambar

Tabel 4. Komposisi Kimia  Biji  Kakao

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian perlu dilakukan yaitu untuk mengetahui bentuk- bentuk miskonsepsi yang terdapat pada buku pelajaran matematika kelas IV SD khususnya materi semester

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan teknik analisis data yang digunakan meliputi data reduction (pemilihan data), data display (penyajian data),

Jika Negara Anggota yang membuat ekstradisi bergantung pada keberadaan traktat (perjanjian) menerima permohonan untuk ekstradisi dari Negara Anggota lainnya dimana ia

Martono dan Agus Harjito. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Price Earning Ratio dan Profitabilitas Terhadap Nilai perusahaan. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Pengaruh

 Penetapan Status Keadaan Siaga Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan berlangsung sejak ditetapkannya keputusan ini tanggal

Saya sangat sering merasakan jenuh akan pekerjaan saya karena kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan (gaji dan suasana kerja) sangat tidak sesuai.. PELUANG UNTUK MENGGUNAKAN

5% 4 Mengetahui pendekatan strategis dalam pengujian sistem informasi Metode verification dan validation sistem informasi Cara mengorganisasi pengujian sistem informasi

Lingkungan hidup sebenarnya selalu bisa di lihat setiap saat, seperti yang ada di sekeliling ini. Lingkungan hidup adalah sebuah lingkup dengan segala benda dan kondisi yang ada